Tag: Shinta Kamdani

  • Anindya Bakrie Temui Purbaya, Tagih ‘Jatah’ Kredit Bunga Rendah 6%

    Anindya Bakrie Temui Purbaya, Tagih ‘Jatah’ Kredit Bunga Rendah 6%

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong Kementerian Keuangan untuk menggelontorkan insentif pendanaan murah bagi industri furnitur dan elektronik.

    Pelaku usaha secara spesifik meminta fasilitas kredit dengan bunga rendah di kisaran 6% melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) guna mendongkrak daya saing ekspor.

    Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie mengungkapkan industri furnitur dan elektronik memiliki pangsa pasar global yang sangat besar, namun kontribusi Indonesia masih minim. Dia mencontohkan pangsa pasar furnitur global mencapai US$300 miliar, sementara ekspor Indonesia baru berkisar US$2,5 miliar.

    “Menariknya dua-duanya industri ini tumbuh cukup sehat, akan tetapi surplus perdagangannya mengecil. Kenapa? Karena juga ada impor yang masuk ke dalam domestik,” kata Anindya usai menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

    Anindya menegaskan bahwa industri furnitur menyerap hampir 2,5 juta tenaga kerja yang mayoritasnya bergerak di skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karena itu, skema pendanaan yang dibutuhkan tidak hanya harus tersedia, tetapi juga wajib murah.

    Dia menegaskan bahwa aspirasi tersebut sudah disampaikan langsung ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Kendati demikian, menurutnya, Purbaya masih akan mempertimbangkan usulan tersebut.

    “Di sini beliau [Menkeu] memahami sekali bahwa isu nomor satu bagaimana pendanaannya itu bisa lebih murah dan lebih besar,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur menyampaikan permintaan konkret kepada bendahara negara. 

    Dia mengharapkan adanya fasilitas khusus di mana akses modal murah bisa didapatkan melalui LPEI dengan bunga kompetitif. Tidak tanggung-tanggung, Himki meminta agar plafon penyaluran dinaikkan secara signifikan untuk mengejar target ekspor US$6 miliar.

    “Misalnya melalui LPEI, tadi ditegaskan, kita dapat kurang lebih sekitar 6%. Namun, volumenya dinaikin. Saat ini baru Rp200 miliar, mungkin kita nanti [minta] Rp16 triliun ya untuk bisa mendorong pertumbuhan ke US$6 miliar dari saat ini,” tegas Sobur pada kesempatan yang sama.

    Tantangan Pasar AS & SDM Semikonduktor

    Selain isu pendanaan, pertemuan tersebut juga membahas ketergantungan pasar ekspor furnitur Indonesia ke Amerika Serikat (AS) yang mencapai 54%.

    Anindya menekankan pentingnya diversifikasi pasar ke Uni Eropa dan Kanada untuk memitigasi risiko, sembari tetap menjaga kepercayaan pada pemerintah dalam negosiasi perjanjian dagang dengan AS.

    “Pemerintah di sini kan dari Menko tahu benar isunya apa, dan bagaimana bisa menyelamatkan perjanjian ini,” tambahnya.

    Sementara itu, untuk sektor elektronik, diskusi melebar hingga ke industri semikonduktor. Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani menyoroti tantangan sumber daya manusia (SDM) dan riset (R&D) dalam hilirisasi silika menjadi semikonduktor.

    Menurut Shinta, pemerintah harus hadir melalui insentif fiskal maupun kerja sama pendidikan, mengingat industri ini membutuhkan keahlian tinggi yang tidak bisa sepenuhnya ditanggung pelaku usaha.

    “Kita lagi masuk ke semikonduktor, itu kan membutuhkan jelas skill dan R&D yang luar biasa. Tadi dibicarakan mengenai kemungkinan kerja sama, membawa teknologi juga, bagaimana pelatihannya,” kata Shinta.

    Anindya menambahkan, isu SDM ini krusial karena setiap fasilitas semikonduktor membutuhkan ratusan insinyur. Oleh sebab itu, para pengusaha ingin buka kerja sama dengan LPDP dan instansi terkait agar kebutuhan SDM bisa terpenuhi.

  • Pengusaha Setuju kalau Pegawai Swasta WFA 29-31 Desember?

    Pengusaha Setuju kalau Pegawai Swasta WFA 29-31 Desember?

    Jakarta

    Pemerintah mengusulkan seluruh pekerja baik aparatur sipil negara (ASN) maupun swasta bisa bekerja dari mana saja alias work from anywhere (WFA) pada 29-31 Desember 2025. Hal ini dalam rangka merayakan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026.

    Menanggapi itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan tidak semua jenis pekerjaan bisa menerapkan WFA. Ia meminta pemerintah tidak mengganggu jalannya aktivitas usaha dengan memaksakan WFA.

    “WFA itu kan tidak bisa untuk semua jenis pekerjaan. Tentunya kami mendukung pemerintah untuk ASN dan lain-lain, tetapi jangan mengganggu dari segi jalannya ekonomi usaha. Walaupun ini sudah akhir tahun, justru banyak puncak-puncaknya yang kita masih terus beraktivitas,” kata Shinta saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).

    Salah satu jenis pekerjaan yang tidak bisa menerapkan WFA yakni di sektor pabrik. Pasalnya pekerjaan di pabrik membutuhkan kehadiran fisik untuk operasional dan pelayanan langsung.

    “Kalau namanya pabrik ya nggak mungkin, ada pelayanan-pelayanan tertentu yang nggak mungkin dilakukan dari luar,” ucap Shinta.

    Meski demikian, Shinta mendukung keputusan pemerintah untuk menerapkan WFA terhadap jenis-jenis pekerjaan yang memungkinkan. Kebijakan itu disebut dapat mendongrak perekonomian dari segi pariwisata.

    “Kalau itu memang keputusan pemerintah untuk juga bisa memanfaatkan, kan kalau WFA kesempatan untuk ekonomi dari segi pariwisata, unsur-unsur elemen sektor lain juga bisa terbantu. Jadi saya rasa pemerintah memikirkan berbagai aspek lah,” imbuhnya.

    Imbauan WFA 29-31 Desember

    Usulan WFA 29-31 Desember 2025 pertama kali disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Sidang Kabinet di Istana Negara pada Senin (15/12). Dengan begini diharapkan dapat menggerakkan mobilitas dan konsumsi masyarakat.

    “Kami usulkan karena ada tanggal 29, 30 dan 31 yang di antara libur, kami usul untuk work from anywhere and everywhere, karena keluarga nggak bergerak kalau orang tuannya, ayahnya nggak jalan. Jadi ini kami usulkan,” kata Airlangga dalam Sidang Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12).

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengaku akan menyiapkan surat edaran (SE) yang berisi imbauan untuk perusahaan swasta memperbolehkan karyawannya WFA pada 29-31 Desember 2025. Kebijakan ini tentu dijalankan dengan memperhatikan kebutuhan perusahaan atau industri.

    “Ini sedang kita siapkan surat edaran yang segera nanti kita akan sampaikan. Pertama, pelaksanaan flexible working arrangement atau juga WFA dilakukan pada 29-31 Desember 2025, tentu dengan memperhatikan kebutuhan perusahaan atau industri,” terang Yassierli saat ditemui di Jakarta Creative Hub, Jakarta Pusat, Kamis (18/12).

    Lebih lanjut, Yassierli menekankan bahwa kebijakan WFA untuk pegawai swasta tidak boleh dihitung sebagai cuti tahunan. Dengan demikian, perusahaan dilarang mengurangi jatah cuti tahunan pekerja jika menerapkan sistem WFA selama periode libur Nataru.

    “Pelaksanaan working from anywhere atau flexible working arrangement ini tidak diperhitungkan sebagai cuti tahunan. Pekerja dan buruh yang melaksanakannya tetap menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan kewajibannya,” tegas Yassierli.

    Selain itu, ia juga menegaskan kebijakan WFA ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurangi upah yang diberikan kepada karyawan atau buruh. Sebab menurutnya, selama WFA karyawan tetap bekerja penuh waktu meski tidak berada di kantor.

    “Tentu terkait dengan upah selama pelaksanaan WFA ini juga kita imbau diberikan sesuai dengan upah yang diterima saat menjalankan pekerjaan di tempat biasa bekerja atau sesuai dengan upah yang diperjanjikan,” ucap Yassierli.

    (aid/fdl)

  • Kantor Purbaya Digeruduk Rombongan Pengusaha, Ada Apa?

    Kantor Purbaya Digeruduk Rombongan Pengusaha, Ada Apa?

    Jakarta

    Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendatangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Kedatangannya untuk mengadukan hambatan bisnis yang dialami di sektor furniture dan elektronik.

    Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, mengatakan surplus perdagangan furniture Indonesia semakin mengecil karena ada impor yang masuk ke domestik. Oleh karena itu, dibahas mengenai deregulasi atau insentif yang bisa diberikan.

    “Industri ini (furniture) tumbuh cukup sehat, akan tetapi surplus perdagangannya mengecil. Kenapa? Karena juga ada impor yang masuk ke dalam domestik. Nah jadi di sini kita tadi mendiskusikan kira-kira deregulasi atau insentif apa yang bisa dilakukan,” kata Anin saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).

    Selain itu, adanya tekanan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) sebesar 32%. Sebagaimana diketahui, pasar AS menyerap sekitar 54% dari total ekspor mebel dan kerajinan Indonesia.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, mengharapkan pemberian insentif dari pemerintah berupa bunga pinjaman dan pendanaan yang lebih murah.

    “Kami dari industri mebel dan kerajinan mengharap dukungan dari pemerintah. Salah satu yang paling signifikan adalah penurunan bunga atau fasilitas khusus, di mana akses terhadap modal murahnya dapat,” ucap Sobur.

    Guna menghindari dampak tarif AS, pengusaha furniture secara aktif melakukan diversifikasi pasar ke wilayah lain seperti Uni Eropa dan Kanada.

    “Diversifikasi pasar kan memang harus dilakukan, baik itu tradisional maupun non tradisional. Dengan adanya perjanjian-perjanjian dagang, ini benar-benar bisa diutilisasi,” tutur Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan dan Pembangunan Berkelanjutan Shinta Kamdani.

    Pada sektor elektronik, Shinta mengatakan pasar ekspornya lebih terbatas ketimbang furniture. Beberapa pengusaha sudah masuk ke semikonduktor, namun kendala yang muncul adalah sumber daya manusia (SDM).

    “Itu tadi juga dibicarakan mengenai kemungkinan kerja sama, membawa teknologi juga, bagaimana pelatihannya kalau investasinya mau masuk, kita mau kembangkan, kan kita perlu tenaga kerjanya. Jadi itu juga menjadi perhatian dan insentif-insentif apa yang bisa diberikan untuk pengembangan teknologi ini,” imbuhnya.

    (aid/fdl)

  • Kenaikan Upah Minimum Berpotensi Naikkan Konsumsi, Pengusaha Tak Perlu Risau

    Kenaikan Upah Minimum Berpotensi Naikkan Konsumsi, Pengusaha Tak Perlu Risau

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengupahan terbaru. Ini akan menjadi acuan penentuan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menuturkan, salah satu poin penting dalam PP Pengupahan adalah terkait perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL). Seluruh hasil kajian tersebut dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto dan menjadi bagian dari penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebelum ditetapkan.

    “Pak Presiden juga mendengar langsung aspirasi serikat pekerja, serikat buruh, termasuk dari berbagai pihak. Dan, akhirnya beliau menetapkan formula yang menjadi acuan dalam PP Pengupahan,” kata Yassierli di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Gagasan kenaikan upah, yang umumnya dilakukan setiap akhir tahun, seringkali menghadirkan silang pendapat antara buruh dan pengusaha. Di satu sisi, buruh menginginkan kenaikan yang signifikan, namun di sisi lain para pengusaha acapkali keberatan dengan tuntutan buruh.

    Kelompok buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berkukuh menuntut kenaikan UMP untuk tahun 2026 sebesar antara 6,5 persen hingga 10 persen.

    Buruh dan karyawan keluar dari Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, 28 Februari 2025. (ANTARA/Mohammad Ayudha)

    Angka tersebut, kata Presiden KSPI Said Iqbal, didasarkan dari perhitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga indeks tertentu. Jika tidak disetujui, Said Iqbal mengancam akan ada aksi mogok nasional oleh para buruh.

    Sementara itu, para pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia meminta formula yang adil dalam penghitungan kenaikan upah. “Harapannya keputusan UMP tahun ini tidak mengagetkan, tapi benar-benar fair bagi pengusaha dan pekerja,” kata Ketua Apindo Shinta Kamdani.

    Formula Penentuan UMP 2026

    Kemenaker sendiri telah menjelaskan formula penentuan UMP 2026.

    “Setelah memperhatikan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak, khususnya dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah adalah sebesar inflasi secara tahunan (year on year) ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan koefisienalfa0,5 – 0,9,” jelas Kemnaker.

    Alfaadalah indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang yang ditentukan, dalam hal ini 0,5-0,9.

    Dengan formula seperti itu, maka penetapan UMP 2026 akan berbeda dengan tahun 2025. Pada 2025, UMP ditetapkan naik serentak sebesar 6,5 persen di seluruh wilayah Indonesia.

    Tuntutan kenaikan upah hingga 10 persen lebih dari para buruh didasarkan pada kondisi perekonomian Indonesia yang belum juga membaik. Harga pangan terus meroket, belum lagi biaya transportasi, listrik, BBM, pendidikan, dan kesehatan terus meningkat.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta, Rabu (24/9/2025). (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

    Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan tertulisnya menuturkan, keterlambatan penetapan kebijakan pengupahan mestinya menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja. Tapi kenyataannya, kenaikan upah yang dihasilkan tetap minimal dan jauh dari harapan buruh.

    Sebagai informasi, pengumuman penetapan kebijakan pengupahan 2026 seharusnya sudah diputuskan pada November 2025.

    Dengan formulai sekarang ini, Mirah menilai kenaikan upah minimum tanpa pengendalian biaya hidup akan menjadi sia-sia dan tidak berdampak nyata terhadap kesejahteraan pekerja.

    Perhitungan Tidak Transparan

    Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menyoroti formula kenaikan UMP 2025 yang baru diteken Presiden Prabowo Subianto. Dalam beleid terbaru, kata Huda, sebenarnya sangat dimungkinkan UMR/P bisa tumbuh 6,5 persen ke atas, namun tidak semua daerah merasakan hal tersebut.

    Misalkan dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi sekitar 2,5 persen, Alfa di angka 0,8 persen, sesuai formulasi kenaikan upah adalah inflasi + (Pertumbuhan ekonomi x alfa), maka pertumbuhan upah minimum menjadi 6,82 persen.

    “Namun masalahnya adalah tidak semua provinsi memiliki pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Artinya, pertumbuhan UMR/P sebagian besar akan berada di bawah 6,5 persen,” kata Huda saat dihubungiVOI.

    Huda mencontohkan DKI Jakarta, dengan pertumbuhan ekonomi 4,96 persen, dengan alfa 0,7 dan inflasi 2,67 persen, maka pertumbuhan UMRnya hanya di angka 6,1 persen. Pertumbuhan upah bisa lebih tinggi dengan alfa yang lebih tinggi. Yang menjadi masalah, lanjut Huda, adalah penentuan nilai alfa yang tidak transparan.

    Pekerja menyelesaikan pesanan produk tekstil untuk ekspor di pabrik PT Sari Warna Asli Tekstil (Sari Warna) Solo, Jawa Tengah, Kamis (17/7/2025). (ANTARA/Maulana Surya/agr)

    “Bagaimana menghitung kontribusi pekerja dalam pertumbuhan ekonomi? Apakah dihitung pula konsumsi dari pekerja dari sektor ekonomi? Pekerja yang mana yang dihitung? Formal kah? Informal kah?” tutur Huda lagi.

    “Semuanya tidak transparan sehingga dapat menimbulkan perpecahan. Jika menghilangkan alfa, maka bagi buruh akan sangat menguntungkan,” kata ia mengimbuhkan.

    Untuk itu, Huda menegaskan perhitungan kenaikan upah minimum seharusnya tidak menggunakan alfa. Karena, kebijakan penentuan nilai alfa ini yang dapat menjadi kebijakan transaksional.

    Ia juga menyampaikan, kenaikan upah bukan sesuatu yang mesti ditakutkan oleh pengusaha karena pada dasarnya kenaikan upah minimum provinsi dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga.

    “Ketika konsumsi rumah tangga meningkat, ekonomi berjalan dengan optimal. Pertumbuhan ekonomi bisa berjalan dengan signifikan,” ucapnya.

    “Yang untung juga dari pelaku usaha yang barangnya mengalami kenaikan permintaan. Dengan alamiah bisa meningkatkan ekspansi dan membuka lapangan kerja,” kata Huda menyudahi.

  • Wanti-wanti Pengusaha Soal Finalisasi Kesepakatan RI-AS untuk Tarif Impor

    Wanti-wanti Pengusaha Soal Finalisasi Kesepakatan RI-AS untuk Tarif Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha tengah menunggu hasil kesepakatan final dalam perundingan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terkait dengan tarif resiprokal. Tantangan terbesar kini adalah untuk memastikan produk minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) bisa bebas dari tarif impor 19%. 

    Tim negosiator nantinya dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang rencananya terbang ke Negara Paman Sam itu, Kamis (18/12/2025). Salah satu agendanya adalah pertemuan bilateral dengan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer. 

    Salah satu fokusnya nanti adalah untuk memastikan minyak kelapa sawit dikecualikan dari tarif impor 19%. Sebab, tidak seperti kakao dan lain-lain, produk pertanian asli Indonesia itu belum bersifat final untuk dikecualikan sebelum selesainya kesepakatan dagang kedua negara. 

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut pelaku usaha tentu menginginkan agar tarif ekspor ke AS bisa serendah mungkin. Tidak hanya sawit, namun juga pada sebanyak mungkin komoditas ekspor Indonesia. 

    “Namun, realitanya dalam perundingan mungkin ada banyak berbagai trade off yang diperlukan. Jadi idealnya, kita bisa memperoleh pengecualian dari tarif resiprokal dan bahkan tarif 0% pada top 10-top 20 komoditas ekspor Indonesia ke AS,” terang Shinta kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025). 

    Shinta menggarisbawahi produk-produk yang memiliki nilai perdagangan tinggi antara Indonesia dan AS. Contohnya, produk garmen Indonesia yang diproduksi dengan kapas (cotton) dari AS. 

    “Atau memiliki local value content yang memadai di Indonesia sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai produk ekspor circumvention atau transhipment dari China seperti yang dikhawatirkan AS,” lanjut CEO Sintesa Group itu.

    Langkah Ofensif Negara

    Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira berharap agar proses finalisasi kesepakatan dagang dengan AS bukan sekadar langkah simbolis dan normatif, melainkan menghasilkan pengecualian yang konkret, tertulis jelas dan berkepastian hukum secara jangka panjang. 

    Khusus untuk sawit, Anggawira menyebut produk itu bukan sekadar komoditas dagang, tetapi tulang punggung ekspor, lapangan kerja, dan keseimbangan neraca perdagangan Indonesia. 

    Dia mewanti-wanti, apabila sawit masih dikenakan tarif tinggi atau hanya diperlakukan sebagai isu negosiasi lanjutan tanpa kepastian, maka daya saing Indonesia akan tergerus, sementara itu negara pesaing justru mendapatkan ruang lebih besar.

    Untuk itu, Anggawira menyebut pengusaha berharap pemerintah bersikap lebih ofensif, bukan defensif, dalam isu sawit. Harapannya, pemerintah memosisikan sawit sebagai produk unggulan nasional yang layak mendapat perlakuan khusus, bukan sekadar dimasukkan sebagai ‘agenda pembahasan berikutnya’ dalam perjanjian bilateral.

    “Lebih luas, dunia usaha berharap pengecualian tarif tidak hanya menyasar komoditas mentah, tetapi juga produk bernilai tambah dan hilirisasi, seperti produk turunan sawit, produk manufaktur berbasis sumber daya lokal, serta industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja,” terang Anggawira kepada Bisnis. 

    Menurut Anggawira, tarif 19% yang diterapkan secara merata tanpa pengecualian bisa memengaruhi agenda hilirisasi pemerintah. Dia turut mengingatkan bahwa negosiasi tarif harus dibaca sebagai strategi ekonomi jangka panjang, bukan sekadar kompromi dagang jangka pendek. 

    “Tanpa pengecualian yang jelas, dunia usaha akan menghadapi tekanan biaya, penurunan volume ekspor, serta risiko relokasi industri ke negara dengan akses pasar yang lebih kompetitif,” terangnya. 

  • Fakta-Fakta Kenaikan UMP 2026: Bocoran Formula hingga Penolakan Buruh

    Fakta-Fakta Kenaikan UMP 2026: Bocoran Formula hingga Penolakan Buruh

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh hingga pengusaha tengah harap-harap cemas menantikan penetapan kenaikan upah minimum atau UMP 2026 yang akan diumumkan pemerintah dalam waktu dekat ini.

    Belum diketahui pasti berapa besaran kenaikan upah minimum pada 2026. Namun, kalangan buruh telah menyatakan penolakan terhadap formula yang disebut-sebut bakal digunakan pemerintah untuk merumuskan kenaikan UMP 2026.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan pihaknya menolak keras formula kenaikan UMP dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal Pengupahan. Pasalnya, Said Iqbal menilai RPP Pengupahan tersebut cacat secara proses dan keliru secara substansi, serta akan memiskinkan buruh Indonesia.

    Dengan aturan formula yang tertuang dalam RPP soal Pengupahan, Said memberikan bocoran bahwa kenaikan UMP 2026 kemungkinan hanya sebesar 4,3%. Angka tersebut di bahwa tuntutan buruh yang mengusulkan kenaikan terendah 6%. Bahkan, dengan formula tersebut beebrapa daerah industri terancam tidak mengalami kenaikan upah.

    Dalam laporannya, poin utama penolakan buruh tertuju pada dua hal krusial dalam RPP tersebut. Pertama, penggunaan kembali konsep “konsumsi rata-rata buruh” yang disurvei BPS, yang dinilai akan membuat upah di daerah-daerah industri besar seperti Bekasi, Karawang, Tangerang, hingga Surabaya, tidak mengalami kenaikan sama sekali atau kenaikan 0%.

    Kedua, penolakan tegas terhadap penggunaan formula alpha dengan rentang 0,3 hingga 0,8 sebagai penentu kenaikan upah minimum. Formula tersebut menetapkan kenaikan upah berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan alpha.

    “Dengan rata-rata upah minimum nasional sekitar Rp3.090.000, kenaikan 4,3% hanya menambah kurang lebih Rp120.000 per bulan, atau kurang dari 12 dolar AS. Kenaikan upah satu bulan tidak setara harga satu kebab satu kali makan di Jenewa. Ini keterlaluan,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Demo Buruh Besar-Besaran

    Lebih lanjut, Said Iqbal menegaskan bahwa kalangan buruh akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran mulai 7 Desember 2025. Aksi demo ini dilakukan sehari menjelang pengumuman kenaikan UMP 2026 yang disebut akan dilaksanakan oleh pemerintah pada 8 Desember 2026.

    “KSPI, Partai Buruh, dan 72 organisasi dalam Koalisi Serikat Pekerja menyatakan siap melakukan aksi besar jika pemerintah tetap memaksakan RPP Pengupahan dan menetapkan kenaikan upah sebesar 4,3% pada 8 Desember 2025,” ujarnya.

    Dia menuturkan, aksi demonstrasi akan dimulai sehari sebelumnya, pada 7 Desember 2025, dan berlanjut setelah pengumuman.

    Bahkan dia menekankan bakal menggerakkan setidaknya 5 juta buruh dalam aksi demonstrasi penolakan RPP Pengupahan tersebut.

    “Bahkan mogok nasional dengan melibatkan lima juta buruh akan dipertimbangkan bila pemerintah tetap bersikeras. Bila perlu, mogok nasional lima juta buruh stop produksi,” ujarnya.

    Sebagai solusi, KSPI dan Partai Buruh mengusulkan empat alternatif kebijakan upah minimum 2026. Alternatif pertama adalah menetapkan kenaikan upah minimum secara tunggal sebesar 6,5%, sebagaimana ditetapkan Presiden Prabowo tahun lalu.

    Alternatif kedua adalah menetapkan kenaikan dengan rentang 6% sampai 7%, yang dinilai masih mempertimbangkan keberatan pengusaha. Alternatif ketiga menggunakan rentang yang lebih sempit, yakni 6,5% hingga 6,8%, mengikuti arah pemikiran Presiden yang ingin mengejar pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga daya beli. 

    “Sementara itu, alternatif keempat diterapkan apabila pemerintah tetap ingin menggunakan formula alpha, dalam hal ini KSPI menegaskan bahwa nilai alpha yang wajar adalah antara 0,7 hingga 0,9, bukan 0,3 hingga 0,8 seperti rancangan pemerintah,” pungkasnya.

    Respons Pengusaha

    Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memastikan bahwa kajian besaran UMP 2026 tak hanya memperhatikan kemampuan dunia usaha, melainkan juga aspek kesejahteraan pekerja.

    Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyampaikan bahwa pihaknya bersama asosiasi industri tengah menyiapkan usulan yang selaras dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,5% pada 2026.

    “Kita ketahui bahwa untuk UMP ini sesuatu yang bersifat competitiveness buat para pengusaha, tapi kami juga sadar bahwa aspek dari sisi pekerja harus diperhatikan baik-baik,” kata Anindya di sela acara Rapimnas Kadin Indonesia 2025, Selasa (2/12/2025).

    Dia melanjutkan bahwa komunikasi terus dijalin agar keberlanjutan usaha dan pekerja dapat tercapai, serta mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Komunikasi yang sudah ada ujungnya kita pikirkan bagaimana bisa tumbuh kompetitif, tapi juga memikirkan tentunya saudara-saudara kita yang membutuhkan pekerjaan,” pungkas Anindya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan bahwa baik bagi pelaku usaha maupun pekerja, kenaikan upah minimum harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, yang mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga kebutuhan hidup layak (KHL).

    “Formula itu sudah menyangkut masalah tadi, masalah ekonomi, produktivitas, KHL, dan lain-lain. Jadi tidak bisa disamaratakan bahwa ini [UMP harus naik] 7%, 8%, enggak bisa,” kata Shinta saat ditemui usai media briefing di Kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Menurutnya, Apindo tidak mengajukan persentase kenaikan UMP 2026 secara spesifik, melainkan memberikan masukan untuk indeks tertentu alias alfa yang digunakan dalam formula.

    Shinta menjelaskan bahwa alfa yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian daerah akan menjadi catatan bagi Dewan Pengupahan daerah setempat untuk menentukan besaran kenaikan UMP yang ideal.

    Selain itu, dia memandang bahwa kepastian formula kenaikan UMP akan menambah peluang bahwa investor akan menanamkan modal di Indonesia, karena perusahaan akan dapat memperhitungkan biaya tenaga kerja dengan lebih terukur.

    “Jadi ini yang saya rasa perlu ketegasan, kita perlu konsistensi. Supaya investor itu bisa masuk ke Indonesia, dia tahu seperti apa nantinya biaya tenaga kerja di Indonesia,” ujar Shinta.

    Formula Baru Kenaikan UMP

    Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan telah menyelesaikan survei kebutuhan hidup layak (KHL) minimal di setiap provinsi, yang akan menjadi basis perhitungan Upah Minimum Regional/Provinsi (UMR/UMP) dari masing-masing daerah.

    Menaker Yassierli mengatakan bahwa dengan basis KHL di masing-masing daerah akan membuat kenaikan upah minimum di masing-masing daerah juga berbeda, bahkan di satu provinsi pun bisa terjadi perbedaan antardaerah.

    “Bisa jadi ada yang lebih tinggi dari tahun lalu tetapi bisa juga ada yang lebih rendah,” kata Yassierli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

    Yassierli menjelaskan bahwa rumusan penyesuaian upah itu akan diumumkan dalam waktu dekat. “Tunggu saja,” ujarnya singkat.

    Sementara itu, Menaker juga mengajak semua serikat pekerja/buruh untuk berkolaborasi meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Dia mengingatkan bahwa ada 150 juta angkatan kerja di Indonesia, dan 60% di antaranya bekerja di sektor informal.

    “Kita perlu berkolaborasi agar semua angkatan kerja mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak,” kata Yassierli.

    Pemerintah, lanjut Menaker, menyediakan balai-balai kerja yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan skill pekerja agar tetap bisa bersaing mengikuti perkembangan teknologi.

    Sebelumnya, Menaker Yassierli menyebutkan pengumuman besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 ditargetkan sebelum 31 Desember 2025 agar dapat diterapkan mulai Januari 2026.

    “Kita berharap dari patokan jadwal, tentu sebelum 31 Desember 2025, jadi untuk diterapkan Januari,” kata Yassierli Jakarta, Rabu (26/11).

    Dia menjelaskan bahwa pemerintah tengah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru terkait formula pengupahan menggantikan ketentuan sebelumnya, agar lebih adaptif terhadap kondisi tiap daerah.

    Menurut Yassierli, penyusunan regulasi dilakukan melalui dialog sosial dengan pemangku kepentingan agar tercapai keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pelaku usaha.

    Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 menjadi komponen utama dalam formula penentuan UMP tahun 2026.

    Data pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2025 digunakan mengingat keputusan UMP harus ditetapkan sebelum 31 Desember 2025.

  • 70.244 Pekerja Kena PHK, Apindo Minta Pemerintah Turun Tangan

    70.244 Pekerja Kena PHK, Apindo Minta Pemerintah Turun Tangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara perihal data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang mencatat 70.244 orang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Januari–Oktober 2025.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani memaparkan bahwa PHK memang masih banyak terjadi, terutama di sektor padat karya dalam beberapa waktu terakhir.

    “Bahwa di industri-industri seperti industri padat karya, garmen, tekstil, itu masih ada PHK. Namun, kita tidak mau berkutat hanya kepada itu,” kata Shinta saat ditemui usai media briefing di Kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Dia melanjutkan, yang lebih penting bagi dunia usaha saat ini adalah mengupayakan revitalisasi industri padat karya dan mendorong berbagai stimulus dari pemerintah.

    Shinta menekankan bahwa geliat sektor padat karya amat bergantung pada aspek permintaan. Menurutnya, stimulus dapat diberikan pemerintah ketika permintaan menurun, baik dari luar negeri berupa permintaan ekspor maupun dari dalam negeri berupa daya beli masyarakat.

    “Ini berarti kan harus dibantu, di-boost dari segi daya belinya untuk pasar domestik,” ujarnya.

    Selain itu, Shinta berujar terkait adanya faktor lain seperti impor ilegal yang dinilai menggerus permintaan yang ada. Terkait hal ini, dia menekankan pentingnya peran pengusaha dalam menjaga keberlanjutan pasar.

    Menurutnya, upaya pengusaha telah mencakup peningkatan teknologi sebuah perusahaan, hingga upskilling dan reskilling bagi para pekerjanya. Namun, dia menekankan bahwa dunia usaha juga mesti menjaga efektivitas dari sisi suplai, utamanya terkait biaya logistik, biaya kerja, dan biaya industri.

    “Jadi, kita harus lihat dari dua sisi, dari supply dan dari demand. Kita mesti efektif juga dari segi supply-nya dengan kondisi seperti ini. Itulah caranya agar kita bisa mengurangi, jangan sampai ada pengangguran,” tutur Shinta.

    Adapun, Kemnaker mencatat jumlah tenaga kerja yang mengalami PHK sebanyak 70.244 orang sepanjang Januari–Oktober 2025. Mengutip portal Satu Data Kemnaker, jumlah tersebut merupakan tenaga kerja terdampak PHK yang terklasifikasi sebagai peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

    “Tenaga kerja ter-PHK paling banyak pada periode ini terdapat di Provinsi Jawa Barat, yaitu sekitar 22,29% dari total tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” demikian keterangan data tersebut yang dikutip pada Selasa (25/11/2025).

    Menilik perinciannya, Provinsi Jawa Barat melaporkan total tenaga kerja dirumahkan sebanyak 15.657 orang sepanjang sepuluh bulan 2025. Jawa Tengah bertengger di posisi kedua PHK terbanyak dengan jumlah 13.545 orang, disusul Banten dengan 6.863 pekerja, DKI Jakarta sebanyak 5.149 pekerja, dan Jawa Timur sebanyak 4.142 pekerja.

  • Apindo usulkan indeks alfa di UMP 2026 selaras dengan kapasitas usaha

    Apindo usulkan indeks alfa di UMP 2026 selaras dengan kapasitas usaha

    Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penetapan indeks alfa (α) dalam Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 diterapkan secara bijaksana yang selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, dan kapasitas usaha tiap sektor.

    “Kebijakan yang adaptif ini diperlukan agar keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja tetap terjaga,” kata Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto dalam Economic and Labour Insight di Jakarta, Selasa.

    Dalam konteks penetapan, kata dia perlu dipahami bahwa alfa merupakan indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

    Besaran alfa harus ditetapkan secara proporsional, karena pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada faktor tenaga kerja, tetapi juga pada faktor produksi lainnya seperti investasi/modal, teknologi, dan total factor productivity (TFP) yang mencerminkan efisiensi, inovasi, serta peningkatan kapasitas produksi.

    Oleh karena itu pihaknya mengusulkan variabel alfa dalam penetapan UMP 2026 tidak diterapkan secara seragam di seluruh daerah.

    Selain itu, ia menyampaikan penghitungan besaran alfa di suatu wilayah idealnya mempertimbangkan kondisi rasio upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama apabila rasio tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nasional.

    Pendekatan berbasis data ini kata dia akan menghasilkan kebijakan upah yang lebih objektif dan berkeadilan.

    Lebih lanjut, dunia usaha meyakini bahwa pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara arif dan bijaksana dalam menetapkan nilai alfa pada regulasi yang akan segera diterbitkan, sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.

    Darwoto menambahkan, penetapan nilai alfa yang proporsional akan menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha, khususnya menciptakan stabilitas dan daya saing sektor industri, serta sektor padat karya yang sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja.

    Selain itu, dunia usaha menegaskan pentingnya memasukkan indikator ekonomi dan produktivitas sebagai variabel utama dalam penentuan nilai alfa.

    Pendekatan ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang menekankan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha.

    “Dengan mengintegrasikan indikator ekonomi ke dalam formula pengupahan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih obyektif, terukur, dan berkelanjutan dalam jangka panjang,” ujar Darwoto.

    Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyatakan, dunia usaha mendukung penggunaan formula pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan yang telah diperkuat oleh putusan MK.

    Dalam kerangka kebijakan penciptaan lapangan kerja, pihaknya menegaskan bahwa kebijakan pengupahan memiliki pengaruh langsung terhadap keberlanjutan investasi dan perluasan kesempatan kerja.

    “Oleh karenanya, formula UMP 2026 dan nilai alfa yang akan ditetapkan pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri,” kata Shinta.

    Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan tengah menyusun konsep pengupahan UMP 2026 yang besarannya tidak satu angka seperti tahun lalu, serta tidak diumumkan pada 21 November sebagaimana amanat PP 36/2021.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Jakarta, Kamis (20/11) menyampaikan, dalam menyusun konsep ini, pihaknya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023 secara menyeluruh yang mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah.

    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan dalam penetapan UMP tahun depan, variabel penghitungan yang digunakan tetap sama, namun variabel alfa ditingkatkan

    Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini indeks alfa berada di kisaran 0,1 hingga 0,3 poin.

    “Variabel-variabel dalam rumus sama, hanya saja sekali lagi kata MK alfanya yang harus ada adjustment sedikit. Apa adjustment-nya? Yaitu pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak,” katanya.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengusaha Minta Kenaikan UMP 2026 Tak Pakai Satu Angka, Ini Alasannya

    Pengusaha Minta Kenaikan UMP 2026 Tak Pakai Satu Angka, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum (UMP) 2026 berdasarkan formula, bukan satu angka secara nasional sebagaimana kenaikan UMP 2025 lalu.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan bahwa baik bagi pelaku usaha maupun pekerja, kenaikan upah minimum harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, yang mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga kebutuhan hidup layak (KHL).

    “Formula itu sudah menyangkut masalah tadi, masalah ekonomi, produktivitas, KHL, dan lain-lain. Jadi tidak bisa disamaratakan bahwa ini [UMP harus naik] 7%, 8%, enggak bisa,” kata Shinta saat ditemui usai media briefing di Kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Menurutnya, Apindo tidak mengajukan persentase kenaikan UMP 2026 secara spesifik, melainkan memberikan masukan untuk indeks tertentu alias alfa yang digunakan dalam formula.

    Shinta menjelaskan bahwa alfa yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian daerah akan menjadi catatan bagi Dewan Pengupahan daerah setempat untuk menentukan besaran kenaikan UMP yang ideal.

    Selain itu, dia memandang bahwa kepastian formula kenaikan UMP akan menambah peluang bahwa investor akan menanamkan modal di Indonesia, karena perusahaan akan dapat memperhitungkan biaya tenaga kerja dengan lebih terukur.

    “Jadi ini yang saya rasa perlu ketegasan, kita perlu konsistensi. Supaya investor itu bisa masuk ke Indonesia, dia tahu seperti apa nantinya biaya tenaga kerja di Indonesia,” ujar Shinta.

    Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan pemerintah saat ini sedang mengupayakan beleid baru berupa peraturan pemerintah tentang pengupahan.

    Dia menyebut bahwa pemerintah tidak terikat batas pengumuman upah minimum pada aturan sebelumnya yang seharusnya jatuh pada Jumat (21/11/2025) lalu.

    “Kalau ini berupa PP, artinya kita tidak terikat tanggal. Tidak ada terikat di situ,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Menurutnya, ketentuan PP yang baru akan sesuai dengan Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 yang mengamanatkan indeks tertentu dalam perhitungan kenaikan upah minimum ditentukan oleh dewan pengupahan masing-masing daerah.

  • Pemerintah Siapkan UMP 2026, Pengusaha Minta Jangan Bikin Kaget

    Pemerintah Siapkan UMP 2026, Pengusaha Minta Jangan Bikin Kaget

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 dilakukan dengan formula yang adil. Sebagai informasi, pemerintah sedang menggodok UMP 2026, yang rencananya akan diumumkan paling lambat 21 November nanti.

    Ketua Apindo Shinta Kamdani meminta agar penyesuaian UMP di tahun ini harus mempertimbangkan kondisi ekonomi yang ada di masing-masing daerah.

    Shinta menyinggung tentang kenaikan UM sebesar 6,5% untuk tahun 2025 tanpa formula yang jelas hingga mengejutkan banyak pihak, termasuk pengusaha sendiri. Dalam hal ini, terdapat sejumlah pengusaha yang keberatan karena kondisi industrinya.

    “Harapannya keputusan UMP tahun ini tidak mengagetkan, tapi benar-benar fair bagi pengusaha dan pekerja. Karena kondisi industri saat ini masih sangat beragam,” kata Shinta, ditemui usai acara Economic Outlook di Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

    Menurut Shinta, formula yang tepat diperlukan agar penetapan UMP tidak disamaratakan di seluruh daerah. Kalau tidak, bisa-bisa membuat pelaku usaha justru malah terbebani dan sulit untuk bertahan.

    Ia juga berpandangan, daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik wajar mendapatkan kenaikan upah yang lebih tinggi. Sedangkan daerah dengan daya dukung ekonomi yang masih terbatas perlu diberikan ruang penyesuaian.

    “Harapan kami kali ini ada formula yang fair, yang bisa mencerminkan berbagai elemen kontribusi di tiap daerah. Karena memang upah minimum dasarnya berbeda-beda, tidak ada upah minimum nasional yang sama untuk semua,” ujarnya.

    Shinta menambahkan, selama ini formula penghitungan UMP yang diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan arah dan kepastian bagi investor. Formula itu telah mempertimbangkan dengan kondisi tiap-tiap daerah.

    Namun Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 membuat pemerintah harus kembali merumuskan ulang formula yang sebelumnya telah berjalan.

    Ia berharap, semua pihak, baik itu pengusaha maupun pekerja, dapat memahami kondisi ekonomi RI saat ini. Menurutnya, UMP sejatinya berfungsi sebagai jaring pengaman bagi pekerja, bukan patokan tunggal upah di semua sektor.

    (shc/hns)