Tag: Shinjiro Koizumi

  • Sanae Takaichi Bakal Jadi PM Perempuan Pertama Jepang, “Iron Lady 2.0”

    Sanae Takaichi Bakal Jadi PM Perempuan Pertama Jepang, “Iron Lady 2.0”

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jepang bersiap menyambut babak baru dalam sejarah politiknya dengan terpilihnya Sanae Takaichi sebagai pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP). Jika disahkan parlemen, perempuan berusia 64 tahun itu akan menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah Jepang.

    Takaichi dikenal sebagai politikus konservatif garis keras dengan pandangan nasionalis yang tegas. Dalam pemilihan ketua LDP pada Sabtu (4/10/2025), ia mengalahkan dua pesaing utamanya, yakni Shinjiro Koizumi, politisi muda berusia 44 tahun yang dikenal membawa semangat perubahan generasi, serta Yoshimasa Hayashi, sosok senior yang berpengalaman namun kurang karisma.

    Kemenangan Takaichi hampir pasti mengantarkannya ke kursi perdana menteri, mengingat LDP menguasai mayoritas kursi di parlemen. Ia akan menjadi pemimpin kelima Jepang dalam lima tahun terakhir, mencerminkan ketidakstabilan politik yang melanda partai penguasa di tengah tekanan publik terhadap inflasi dan skandal dana politik yang mengguncang pemerintahan.

    Adapun LDP kehilangan banyak simpati publik dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, partai nasionalis baru berhaluan anti-imigrasi, Sanseito, justru menunjukkan tren kenaikan dukungan. Untuk merebut kembali basis pemilihnya, Takaichi mengusung pendekatan keras terhadap isu imigrasi dan pariwisata asing, dua topik yang menjadi sorotan selama masa kampanye.

    Sebagai mantan menteri keamanan ekonomi, ia dikenal lantang mengkritik China atas ekspansi militer dan pengaruh ekonominya di kawasan Asia-Pasifik. Ia juga kerap mengunjungi Kuil Yasukuni, situs kontroversial yang menghormati para tentara Jepang termasuk penjahat perang, dan dianggap oleh negara-negara tetangga sebagai simbol masa lalu militerisme Jepang.

    Namun dalam kampanye kali ini, Takaichi tampak melunakkan sikapnya. Jika pada pemilihan LDP tahun lalu ia secara terbuka berjanji akan mengunjungi Yasukuni sebagai perdana menteri, janji yang berujung pada kekalahannya dari Shigeru Ishiba, kali ini ia lebih berhati-hati dan menahan retorika kerasnya.

    “Iron Lady 2.0”

    Di masa mudanya, Takaichi sempat menjadi pemain drum di band heavy metal kampus, namun kini ia kerap dibandingkan dengan tokoh idolanya, mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Julukan “Iron Lady 2.0” pun mulai melekat padanya.

    Meski langkahnya dianggap kemajuan bagi representasi perempuan dalam politik Jepang, banyak pengamat menilai Takaichi bukan pembawa agenda kesetaraan gender.

    “Walaupun terpilihnya dia merupakan langkah maju bagi partisipasi perempuan dalam politik, dia tidak menunjukkan keinginan kuat untuk menantang norma-norma patriarkal,” ujar Sadafumi Kawato, profesor emeritus Universitas Tokyo, dilansir AFP.

    Takaichi termasuk dalam sayap kanan LDP yang menentang reformasi hukum pernikahan era abad ke-19 yang mewajibkan pasangan suami istri berbagi nama keluarga. Aturan ini secara praktik membuat sebagian besar perempuan harus menggunakan nama suaminya setelah menikah.

    “Isu itu kemungkinan tidak akan terselesaikan selama masa jabatannya,” kata.

    Meski demikian, dalam pidato kampanyenya, Takaichi berjanji akan meningkatkan proporsi perempuan dalam kabinet hingga mencapai “tingkat negara-negara Nordik.” Komitmen itu muncul di tengah sorotan global terhadap kesenjangan gender di Jepang, yang menempati peringkat ke-118 dari 148 negara dalam Laporan Kesenjangan Gender Dunia 2025 versi World Economic Forum.

    Semangat “Abenomics”

    Kemenangan Takaichi juga mempertegas keberlanjutan pengaruh mendiang mantan perdana menteri Shinzo Abe, yang dikenal sebagai mentor politiknya. Ia mendapat dukungan kuat dari faksi konservatif LDP dan para pengikut garis keras Abe.

    Dalam kebijakan ekonomi, Takaichi berjanji melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter agresif dan belanja fiskal besar-besaran – cerminan dari semangat “Abenomics” yang sempat menjadi fondasi ekonomi Jepang di era Abe.

    Namun, kebijakan semacam itu, menurut sejumlah ekonom, dapat memicu gejolak di pasar keuangan yang tengah berupaya menstabilkan inflasi.

    Selain isu ekonomi, Takaichi juga menyoroti kejahatan dan pengaruh ekonomi asing di Jepang. Ia menyerukan penerapan aturan yang lebih ketat, langkah yang dinilai para analis sebagai strategi untuk menarik kembali pemilih yang berpindah ke partai nasionalis berhaluan keras.

    Mengenai hubungan dagang dengan Amerika Serikat, Takaichi menyatakan tidak akan segan menuntut renegosiasi tarif bila perjanjian berjalan dengan cara yang merugikan kepentingan Jepang.

    “Saya tidak akan ragu mendorong pembicaraan ulang dengan AS jika kesepakatan dianggap merugikan atau tidak adil bagi Jepang,” ujarnya dalam sebuah diskusi panel bulan ini.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tokoh Garis Keras Takaichi Akan Jadi PM Wanita Pertama Jepang

    Tokoh Garis Keras Takaichi Akan Jadi PM Wanita Pertama Jepang

    Jakarta

    Sanae Takaichi terpilih menjadi pemimpin partai berkuasa Jepang pada hari Sabtu (4/10), menempatkannya untuk menjadi perdana menteri (PM) perempuan pertama di negara itu.

    Wanita berusia 64 tahun ini, yang idolanya adalah Margaret Thatcher, terpilih untuk membangkitkan kembali partai berkuasa, Partai Demokrat Liberal (LDP) yang sedang terpuruk, di tengah kelompok anti-imigrasi baru yang mulai menyerang.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (4/10/2025), konservatif garis keras ini, hampir pasti akan disetujui oleh parlemen sebagai perdana menteri kelima Jepang dalam beberapa tahun, sebuah langkah yang menurut media lokal dapat terjadi pada pekan depan tanggal 13 Oktober mendatang.

    Ia terpilih sebagai presiden LDP pada hari Sabtu setelah memenangkan pemilihan putaran kedua melawan Shinjiro Koizumi (44), putra seorang mantan perdana menteri Jepang.

    Keduanya memasuki putaran kedua setelah Yoshimasa Hayashi yang moderat, dijuluki “Mr. 119” berdasarkan nomor telepon darurat Jepang, tersingkir bersama dua kandidat lainnya.

    Takaichi kini menghadapi sejumlah isu kompleks termasuk populasi yang menua, pergolakan geopolitik, ekonomi yang melemah, dan meningkatnya kekhawatiran tentang imigrasi.

    Namun, pertama-tama, ia harus memastikan bahwa LDP, yang telah memerintah hampir tanpa henti sejak 1955, dapat kembali menggalang dukungan pemilih.

    Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang akan lengser mengambil alih kepemimpinan tahun lalu, tetapi koalisi pimpinan LDP-nya kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen, dan ia pun menyerah.

    Salah satu partai yang sedang naik daun adalah Sanseito, yang senada dengan gerakan populis lainnya dengan menyebut imigrasi sebagai “invasi diam-diam” dan menyalahkan pendatang baru atas berbagai masalah.

    Takaichi dan Koizumi dalam kampanye LDP berusaha menarik minat pemilih yang tertarik dengan pesan Sanseito tentang orang asing, baik imigran maupun kerumunan turis.

    Jepang harus “mempertimbangkan kembali kebijakan yang mengizinkan masuknya orang-orang dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda”, kata Takaichi.

    Lihat juga Video ‘Profesi Aneh Ini Lagi Tren di Jepang, Bayarannya Rp 2 Juta Per 30 Menit’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Menteri Lingkungan Jepang Ingin Negaranya Stop Energi Nuklir dalam Memori Hari Ini, 12 September 2019

    Menteri Lingkungan Jepang Ingin Negaranya Stop Energi Nuklir dalam Memori Hari Ini, 12 September 2019

    JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 12 September 2019, Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Shinjiro Koizumi ingin negaranya berhenti gunakan pembangkit listrik tenaga nuklir. Energi itu dianggapnya memang hemat, tapi bahayanya juga luar biasa.

    Sebelumnya, gempa dan tsunami di Jepang mengubah segalanya pada 2011. Jepang yang telah berinvestasi besar dalam usaha mengurangi risiko dan dampak gempa kelimpungan. Reaktor nuklir di Fukushima jadi rusak.

    Tiada yang meragukan investasi Jepang dalam pencegahan gempa. Empunya negara memahami negara mereka kerap terancam gempa berkekuatan tinggi. Mereka pun segera berbenah. Mereka menggalakkan adaptasi bencana.

    Suatu proses penyesuaian diri supaya masyarakat Jepang bisa bertahan dan mandiri hadapi bencana. Dana yang dikeluarkan oleh Jepang tak sedikit. Namun, dana besar yang keluar sesuai dengan hasilnya. Masyarakat Jepang jadi banyak terhindar dari bancana gempa bumi.

    Masalahnya muncul. Jepang belum siap jika kekuatan gempanya terlampau tinggi. Ambil contoh gempa berkekuatan 9.0 SR pada 11 Maret 2011. Gempa besar itu membuat Jepang porak-poranda. Belum lagi gempa itu diikuti oleh gelombang tsunami.

    Kehancuran reaktor nuklir Fukushima dijadikan pelajaran berharga bagi negara yang ingin memanfaatkan energi nuklir. (Wikimedia Commons)

    Bencana itu membuat jatuhnya 15 ribu korban jiwa. Ada juga yang memprediksi angka sebenarnya mencapai 20 ribu korban jiwa. Bak jatuh tertimpa tangga. Gempa dan tsunami menghajar pembangkit listrik tenaga nuklir kebanggaan Jepang di Fukushima.

    Kondisi itu membuat keadaan rakyat Jepang kian darurat. Radiasi nuklir memperparah keadaan. Orang-orang yang berada di sekitar lokasi dievakuasi. Kondisi itu seraya mengulangi kembali sejarah yang pernah terjadi di Chernobyl, Ukraina.

    Kawasan sekitar lokasi bak berubah jadi Kota Hantu. Alias, tiada siapa-siapa yang hidup selain binatang yang sudah kena radiasi nuklir.

    “Sekretaris Kabinet Yukio Edano mengumumkan jangkauan zona aman radiasi meluas dari 20 menjadi 40 kilometer dari pembangkit. Daerah Katsuraomura, Namiemachi, dan litatemura serta sebagian Kawamatamachi dan Minami-Soma menjadi zona merah. Sekitar 130 ribu jiwa yang tinggal dalam zona ini harus dievakuasi dalam waktu satu bulan.”

    “Pemerintah Jepang memang khawatir Fukushima akan menjadi kuburan massal seperti Chernobyl. Ketika itu 50 petugas penyelamat tewas terkena radiasi akut dan penyakit terkait. Empat ribu anak dan remaja terkena kanker tiroid, sembilan di antaranya meninggal. Lebih dari 100 ribu orang dievakuasi dan jumlah pengungsi dari daerah yang terkontaminasi akhirnya mencapai 300 ribu,” ungkap Ninin Damayanti dan Yomiuri Shimbun dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Hantu Chernobyl di Fukushima (2011).

    Belakangan kejadian di Fukushima seraya mulai dilupakan. Rakyat Jepang sudah kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Energi nuklir lagi-lagi jadi primadona. Kondisi itu membuat Menteri Lingkungan Jepang yang baru dilantik Shinjiro Koizumi prihatin pada 12 September 2019.

    Koizumi beranggapan bahwa Jepang harusnya stop penggunaan energi nuklir. Kondisi itu karena ia tak ingin rakyat Jepang merasakan kembali derita sebagaimana kerusakan nuklir di Fukushima. Ia tak masalah keinginannya berseberangan dengan pejabat lain yang pro nuklir.

    “Saya ingin mempelajari bagaimana kita akan membuangnya, bukan bagaimana mempertahankannya. Kita akan hancur jika membiarkan kecelakaan nuklir terjadi lagi. Kita tidak pernah tahu kapan gempa bumi akan terjadi,” ujar Koizumi sebagaimana dikutip laman The Guardian, 12 September 2019.

    Keinginan Koizumi mendapatkan tentangan dari mana-mana. Kebanyakan tak meragukan pandangan Koizumi. Namun, Koizumi justru diminta berpikir bahwa tanpa nuklir, masa depan Jepang justru jadi pertanyaan besar, Jepang masih eksis atau tidaknya.

  • PM Jepang Mundur, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    PM Jepang Mundur, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    Jakarta

    Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (07/09) malam, setelah koalisi yang ia pimpin kehilangan mayoritas kursi di kedua majelis parlemen.

    Langkah ini diambil menjelang pemungutan suara internal Partai Liberal Demokrat (LDP) yang dijadwalkan Senin (08/09). Pemungutan suara itu hampir pasti akan memaksa Ishiba turun dari jabatan perdana menteri.

    Dengan pengunduran diri ini, Ishiba setidaknya bisa mundur dengan kesuksesan yang ia capai, yakni menyelesaikan kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat.

    “Negosiasi terkait tarif dengan AS telah mencapai kesimpulan, dan saya percaya ini adalah momen yang tepat untuk mundur,” ujar Ishiba pada Minggu (07/09).

    Namun, kepergiannya, serta empat minggu masa kampanye untuk memilih penggantinya dipastikan akan memicu ketidakpastian politik, tepat saat Jepang menghadapi tantangan besar di dalam negeri dan di panggung internasional.

    “Kebuntuan politik membuat hampir tak ada kemajuan dalam menangani isu-isu yang mempengaruhi masyarakat, seperti kenaikan harga, krisis biaya hidup yang memburuk, kekhawatiran soal upah, serta keamanan nasional,” kata Hiromi Murakami, profesor ilmu politik di kampus Universitas Temple Tokyo.

    Ia menambahkan, “Publik menginginkan solusi nyata untuk problema yang mereka hadapi. Saya pikir mereka sangat kecewa melihat pemimpin yang baru menjabat kurang dari setahun kini mengundurkan diri, dan kita harus memulai lagi dari awal.”

    Jelang pemilu Oktober, persaingan kian memanas

    Ishiba akan tetap menjabat sebagai perdana menteri sementara hingga LDP memilih pemimpin baru. Siapa pun yang terpilih akan langsung memimpin pemerintahan minoritas yang harus berkompromi dengan partai lain agar kebijakan bisa berjalan.

    Pemilihan internal LDP diperkirakan berlangsung awal Oktober. Sejumlah nama sudah mencuat sebagai kandidat potensial.

    Beberapa hari sebelum Ishiba mundur, jajak pendapat mengungkap dua pesaing terkuat, yaitu mantan Menteri Keamanan Ekonomi sekaligus tokoh nasionalis Sanae Takaichi, yang didukung sekitar 23% responden, dan Shinjiro Koizumi, politisi sentris, dengan dukungan 20,9%.

    Takaichi sebelumnya kalah dari Ishiba dalam perebutan kursi pemimpin partai tahun lalu. Meski unggul di putaran pertama, ia akhirnya dikalahkan karena mayoritas anggota LDP khawatir dengan pandangan sayap kanannya dalam sejumlah isu penting.

    Namun, menguatnya kelompok politik sayap kanan di Jepang membuat posisi Takaichi kini tampak lebih diterima. Dalam pemilu Juli lalu, LDP kehilangan kursi terutama kepada partai-partai nasionalis sayap kanan, seperti Partai Konservatif Jepang dan Sanseito.

    Kedua partai tersebut menolak imigrasi, ingin melarang warga asing memiliki properti di Jepang, serta mendorong peningkatan drastis anggaran pertahanan untuk menghadapi ancaman dari Cina, Korea Utara, dan Rusia.

    Mereka juga mendukung kebijakan konservatif lain, seperti memperkuat posisi keluarga kekaisaran, menolak hak lebih luas bagi komunitas LGBTQ+, dan mempertahankan larangan bagi perempuan untuk tetap memakai nama keluarga setelah menikah.

    Siapa saja calon perdana menteri Jepang yang baru?

    Menurut Stephen Nagy, profesor hubungan internasional di International Christian University, baik Takaichi maupun Koizumi menghadapi tantangan besar.

    “Koizumi sangat fasih berbicara, pintar, dan ia adalah putra Junichiro Koizumi, perdana menteri populer yang memimpin selama enam tahun mulai 2001,” kata Nagy kepada DW.

    “Namun, ia masih muda, baru berusia 44 tahun, dan pengalamannya terbatas. Saya juga ragu apakah para politisi senior yang berpengaruh di LDP memiliki pandangan yang sejalan dengannya.”

    Di sisi lain, Takaichi memiliki pengalaman luas dan dikenal sebagai protege mendiang Shinzo Abe. Ia pernah memimpin dewan kebijakan partai dan menjabat di kabinet. Jika terpilih, Takaichi akan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang.

    Namun, Nagy menilai sejumlah pandangan Takaichi, seperti penolakannya terhadap pernikahan sesama jenis dan sikap konservatif soal penggunaan nama keluarga setelah menikah, tidak sejalan dengan keinginan sebagian besar pemilih.

    Nama lain yang diperkirakan ikut maju antara lain Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi dan Taro Kono, politisi yang dikenal memiliki gaya berbeda dari arus utama LDP.

    Nagy memperkirakan Jepang bisa kembali mengalami ketidakstabilan seperti era setelah masa jabatan Junichiro Koizumi, ketika negara tersebut berganti enam perdana menteri dalam enam tahun.

    “Saya pikir Jepang akan kembali mengalami pergantian perdana menteri setiap tahun selama lima atau enam tahun mendatang, hingga muncul seorang pemimpin yang mampu menyatukan partai kembali,” ujarnya.

    Peluang untuk reset nasional?

    LDP selama ini dikenal sebagai partai besar dengan spektrum politik kanan-tengah yang luas. Meski menghadapi tantangan dari gerakan sayap kanan yang semakin vokal, Nagy percaya LDP tidak akan mengalami kehancuran seperti partai-partai Jepang sebelumnya yang bubar lalu lahir kembali dengan nama dan kebijakan baru.

    Namun, Murakami berpendapat sebaliknya. Ia melihat partai yang telah mendominasi politik Jepang sejak 1955 itu mungkin telah mencapai batasnya.

    “Ada jurang besar antara kelompok sayap kanan dan kelompok sentris di LDP, dan jurang itu makin melebar,” kata Murakami. “Hal ini membuat partai sulit mencapai konsensus kebijakan, apalagi bekerja sama dengan partai lain dalam koalisi.”

    Meski demikian, Murakami menekankan bahwa krisis juga bisa menjadi peluang.

    “Mungkin ini saat yang tepat bagi LDP dan rakyat Jepang untuk benar-benar berdiskusi serius tentang masa depan terbaik bagi negara ini,” ujarnya.

    “Ini bisa menjadi kesempatan kita untuk melakukan reset nasional.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “PM Ishiba Mundur: Pasar Saham Jepang Melonjak, Yen Tertekan” di sini:

    (ita/ita)

  • Eks Menlu ‘Pembisik Trump’ Calonkan Diri Jadi PM Baru Jepang

    Eks Menlu ‘Pembisik Trump’ Calonkan Diri Jadi PM Baru Jepang

    Tokyo

    Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Toshimitsu Motegi, yang dijuluki sebagai “Pembisik Trump”, menjadi kandidat pertama yang mengumumkan pencalonan sebagai pemimpin baru Jepang, setelah Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya.

    Motegi sedang berupaya memimpin Jepang menghadapi gejolak baru yang berasal dari kenaikan harga pangan dan dampak tarif Amerika Serikat (AS) terhadap sektor otomotif yang krusial.

    Pengumuman untuk maju sebagai salah satu kandidat PM baru Jepang diumumkan Motegi dalam pernyataan kepada wartawan pada Senin (8/9) waktu setempat, atau sehari setelah pengumuman mundur dari Ishiba. Dalam pengumumannya, Ishiba menyebut hasil buruk LDP dalam dua pemilu sebagai alasannya mundur.

    Selama 11 bulan kepemimpinannya yang penuh gejolak, Ishiba kehilangan mayoritas dukungan di kedua majelis parlemen Jepang. Kekalahan itu memberikan pukulan telak bagi LDP yang telah berkuasa hampir tanpa henti sejak tahun 1955 silam.

    Seruan berulang kali agar Ishiba bertanggung jawab atas kekalahan tersebut, menurut laporan, membuat posisinya tidak dapat dipertahankan.

    Usai pengunduran diri Ishiba, Partai Demokrat Liberal (LDP) yang sejak lama dominan dalam pemerintahan Jepang akan memilih ketua barunya, dilaporkan pada awal Oktober mendatang.

    “Kita harus memajukan Jepang, menyelesaikan masalah-masalah sulit di dalam negeri dan luar negeri,” cetus Motegi saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Senin (8/9/2025).

    “Saya telah memutuskan untuk mencalonkan diri,” ucapnya.

    Motegi yang berusia 69 tahun ini, merupakan mantan Sekretaris Jenderal LDP dan mantan Menteri Perdagangan.

    Dengan bahasa Inggris yang fasih, Motegi yang lulusan Harvard ini dijuluki sebagai “Pembisik Trump” — Presiden AS Donald Trump — karena kepiawaiannya dalam mengurusi perundingan dagang AS-Jepang yang sulit.

    Selain Motegi, kandidat lainnya untuk PM baru Jepang adalah Sanae Takaichi, seorang nasionalis garis keras berusia 64 tahun dan mantan drummer heavy metal yang kalah dari Ishiba dalam pemilihan tahun 2024 lalu. Jika terpilih, Takaichi akan menjadi PM wanita pertama di Jepang.

    Menteri Pertanian era Ishiba, Shinjiro Koizumi, yang baru-baru ini ditugaskan menurunkan harga beras, juga bisa mencalonkan diri. Koizumi yang berusia 44 tahun merupakan putra dari mantan PM Jepang Junichiro Koizumi.

    Para calon lainnya termasuk Yoshimasa Hayashi yang merupakan juru bicara pemerintahan Ishiba dan Takayuki Kobayashi yang merupakan mantan Menteri Keamanan Ekonomi.

    Pekan ini, LDP akan membahas kapan dan bagaimana pemilihan ketua baru mereka akan digelar. Namun nantinya ketua baru LDP masih membutuhkan persetujuan dari kedua majelis parlemen Jepang untuk bisa menjadi PM baru negara tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sederet Nama Calon PM Baru Jepang, Pengganti Shigeru Ishiba

    Sederet Nama Calon PM Baru Jepang, Pengganti Shigeru Ishiba

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah nama calon Perdana Menteri Jepang pengganti Shigeru Ishiba mencuat setelah pengumuman pengunduran diri pada Minggu (7/9/2025).

    Dilansir Bloomberg, partai yang berkuasa di Jepang harus memutuskan arah masa depannya dengan memilih pemimpin baru usai pengunduran diri Shigeru Ishiba imbas hasil pemilu yang suram pada Juli 2025.

    Partai Demokrat Liberal (LDP) ingin melakukan penyegaran kepemimpinan setelah kehilangan kendali dalam dua pemilu nasional di bawah kepemimpinan Ishiba. Hasil yang suram tersebut menunjukkan bahwa para pemilih frustrasi dengan langkah-langkah penanggulangan inflasi LDP, dugaan korupsi di dalam partai, dan masalah warga asing yang berkunjung dan bekerja di Jepang.

    Pemimpin baru perlu segera menyatukan partai yang semakin terpecah belah dalam hal apakah akan menarik minat generasi muda yang khawatir dengan beban pajak untuk mendukung populasi yang menua atau menarik pemilih sayap kanan yang telah meninggalkan LDP dan memilih partai oposisi kecil, Sanseito.

    Siapa pun yang menggantikan Ishiba sebagai pemimpin baru, dan kemungkinan besar sebagai perdana menteri, akan menghadapi lanskap politik yang menantang mengingat hilangnya mayoritas parlemen. 

    Untuk melanjutkan kebijakan, pemimpin baru perlu mendapatkan dukungan yang memadai dari oposisi. Sejumlah partai oposisi kecil telah mengajukan tuntutan pemotongan pajak yang akan semakin menekan beban utang Jepang yang besar, yang berpotensi meningkatkan kekhawatiran di kalangan investor.

    Berikut ini sekilas tentang calon-calon potensial untuk menggantikan Ishiba:

    Sanae Takaichi

    Tokoh konservatif garis keras Sanae Takaichi menduduki puncak daftar dalam banyak jajak pendapat baru-baru ini. Takaichi, yang mengutip mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher sebagai inspirasi utama, kalah tipis dari Ishiba dalam putaran kedua dalam pemilihan kepemimpinan LDP tahun lalu. 

    Jika terpilih, dia akan menjadi perdana menteri wanita pertama Jepang. Seperti Thatcher, kepemimpinannya kemungkinan akan mengarahkan negara ke arah konservatisme pada tingkat politik. 

    Namun pada kebijakan ekonomi, LDP yang dipimpin Takaichi kemungkinan akan bergerak menuju pelonggaran moneter yang berkelanjutan dan pengeluaran fiskal yang lebih longgar, sebuah langkah yang dapat meresahkan investor dengan kekhawatiran tentang status fiskal Jepang. 

    Bagi sebagian orang, Takaichi mungkin juga memberi kesan bahwa partai tersebut berbalik arah ke kebijakan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe daripada bergerak maju dengan sesuatu yang baru.

    Shinjiro Koizumi

    Putra salah satu perdana menteri reformis paling tersohor di Jepang, Shinjiro Koizumi telah menjadi wajah kebijakan LDP untuk menurunkan harga beras, sebuah upaya besar-besaran dengan konsekuensi budaya dan politik yang besar. 

    Sebagai menteri pertanian, Koizumi merilis stok beras darurat ke pedagang grosir dan berhasil menurunkan harga, mendapatkan dukungan dari sebagian penduduk, sekaligus mengasingkan petani padi. ​​

    Langkah-langkah tersebut tidak cukup untuk mengubah peruntungan LDP dalam pemilihan bulan Juli, tetapi strategi tersebut memberikan dukungan bagi pandangan bahwa dia tidak hanya dapat berbicara tentang reformasi, tetapi juga dapat mewujudkannya. 

    Koizumi adalah salah satu dari tiga kandidat terakhir yang mencalonkan diri dalam pemilihan pimpinan LDP tahun lalu, meskipun akhirnya kalah dari Ishiba. 

    Di usia 44 tahun, Koizumi akan mewakili generasi baru yang mungkin dapat memanfaatkan pendukung tradisional LDP dan pemilih swing yang menganggap generasi tua partai kurang peka. Meski begitu, kecenderungannya yang lebih liberal kemungkinan akan menjauhkan kaum sayap kanan dalam partai.

    Yoshimasa Hayashi

    Yoshimasa Hayashi saat ini menjabat sebagai kepala sekretaris kabinet dan salah satu ajudan terdekat Ishiba. Dia menjadi kandidat penerus dan kemungkinan akan mengurangi gejolak di pasar. 

    Hayashi sering dianggap lebih dekat dengan China dibandingkan tokoh-tokoh penting partai lainnya, tetapi dia menepis kritik bahwa pro-China, dengan mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang mengutamakan dialog. 

    Ketika pemerintahan sebelumnya membutuhkan pengganti menteri yang tidak lama menjabat, Hayashi datang dan menenangkan situasi. Hayashi menempuh pendidikan di Universitas Harvard dan menghabiskan sebagian besar masa pemerintahan Kishida sebagai menteri luar negeri.

  • PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur, Pasar Dibayangi Ketidakpastian

    PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur, Pasar Dibayangi Ketidakpastian

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan akan mengundurkan diri usai berminggu-minggu didesak untuk mundur imbas kekalahan kedua dalam pemilu nasional. Keputusan ini akan memicu persaingan kepemimpinan yang mungkin menimbulkan kekhawatiran bagi investor.

    “Setelah melihat negosiasi perdagangan AS berjalan lancar, saya merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mundur dan memberi jalan kepada pengganti saya,” kata Ishiba dalam konferensi pers di Tokyo pada Minggu (7/9/2025) sebagaimana dilansir Bloomberg. 

    Ishiba akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga penggantinya mengambil alih. Pengunduran diri Ishiba mengakhiri masa jabatan yang ditandai dengan hasil pemilu yang buruk dan melucuti koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dari mayoritas di kedua majelis parlemen. Hal ini membuat pelaku pasar tidak yakin dengan rencana fiskal Jepang. 

    Pengunduran diri sang perdana menteri kemungkinan akan memicu ketidakpastian di kalangan investor selama beberapa minggu mendatang hingga pemimpin baru terpilih.

    Risiko ketidakstabilan lebih lanjut dapat membebani yen dan obligasi jangka panjang saat perdagangan dibuka besok pagi. Mata uang Jepang merupakan salah satu mata uang dengan kinerja terlemah di antara mata uang negara-negara G10 pekan lalu, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Jepang jangka panjang mencapai titik tertinggi baru dalam beberapa dekade.

    “Perdana Menteri Ishiba dikenal karena sikapnya yang tegas terhadap disiplin fiskal,” kata Katsutoshi Inadome, ahli strategi senior di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management, yang menyoroti kemungkinan tekanan kenaikan imbal hasil super-panjang. 

    Menurutnya,meskipun masih belum jelas siapa yang akan menjadi perdana menteri berikutnya, sulit membayangkan seseorang dengan sikap disiplin fiskal yang lebih baik atau bahkan setara dengannya.

    LDP dijadwalkan mengadakan pemungutan suara pada hari Senin untuk memajukan pemilihan pemimpin selama dua tahun, tetapi pemungutan suara tersebut tampaknya semakin mungkin berubah menjadi mosi tidak percaya terhadap perdana menteri. Pemungutan suara tersebut sekarang akan dibatalkan dan LDP akan mengadakan pemilihan pemimpin sebagai gantinya, kata Ishiba.

    “Meskipun saya merasa masih ada hal-hal yang ingin saya lakukan sebagai perdana menteri, saya telah membuat keputusan sulit untuk mundur,” ujarnya. 

    Ishiba menambahkan dia merasa jika melanjutkan jabatan di tengah pemungutan suara untuk pemilihan kepemimpinan awal, hal itu dapat menciptakan perpecahan yang tak terelakkan di dalam partai.

    Para anggota parlemen yang bersaing untuk memposisikan diri sebagai perdana menteri berikutnya membutuhkan setidaknya 20 anggota parlemen lainnya untuk mendukung pencalonan mereka agar dapat ikut serta dalam persaingan. 

    Siapa pun yang muncul sebagai pemenang dalam kontes partai kemudian harus memenangkan pemungutan suara di parlemen untuk menjadi perdana menteri di tengah parlemen yang terpecah belah.

    Kandidat potensial dari partai berkuasa termasuk Sanae Takaichi, mantan menteri dalam negeri yang menempati posisi kedua setelah Ishiba dalam pemilihan kepemimpinan LDP pada tahun lalu. Dia mendukung langkah-langkah stimulus dan kemungkinan besar lebih suka Bank Jepang bersikap lebih hati-hati terhadap kenaikan suku bunga.

    Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi, putra mantan perdana menteri, juga kemungkinan akan ikut campur, dan dapat memberikan LDP penampilan yang lebih segar dan menarik bagi generasi muda. Koizumi bertemu Ishiba pada hari Sabtu dan mendesaknya untuk mundur, menurut laporan Nikkei.

    Di antara kandidat potensial lainnya, Takayuki Kobayashi, mantan menteri keamanan ekonomi, berada di sayap kanan partai dan berpotensi menjadi pesaing Takaichi dalam meraih dukungan dari kelompok anggota parlemen tersebut. Yoshimasa Hayashi, kepala sekretaris kabinet saat ini, serta Menteri Keuangan Katsunobu Kato, mungkin juga tertarik untuk menggantikan Ishiba.

  • Harga Beras Melejit Bikin Petani Jepang Pening-Pemerintah Tertekan

    Harga Beras Melejit Bikin Petani Jepang Pening-Pemerintah Tertekan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Harga beras yang melonjak tajam di Jepang memicu krisis politik baru menjelang pemilu. Di tengah ladang padi yang tampak tenang, keresahan petani dan konsumen makin terasa. Pemerintah pun harus turun tangan menggelontorkan stok darurat.

    Harga beras eceran naik hampir dua kali lipat dalam setahun terakhir, menyentuh 4.285 yen (Rp483 ribu) per 5 kilogram di Mei lalu. Meski kini sedikit menurun, kemarahan publik belum mereda.

    Satoshi Yamazaki, petani padi di Niigata, merasakan tekanan itu. “Ada kesenjangan besar antara harga di toko dan yang kami terima sebagai petani. Kami bukan yang menikmati lonjakan harga ini,” ujarnya kepada AFP, Kamis (12/6/2025).

    Yamazaki menanam 10% padinya secara organik, menggunakan bebek sebagai pengendali hama alami. Meski unik, keuntungan tetap tipis.

    “Masyarakat ingin beras murah dan berkualitas tinggi, tapi itu ilusi,” katanya. “Saya harap ini jadi momen untuk memahami apa yang dibutuhkan untuk menanam sebutir beras.”

    Tekanan Terhadap Pemerintah

    Untuk meredam kemarahan konsumen, pemerintah Perdana Menteri Shigeru Ishiba mulai menjual beras cadangan nasional secara langsung ke pengecer. Ini merupakan langkah yang biasanya hanya dilakukan saat bencana.

    Namun solusi ini dikritik. Beras cadangan disebut-sebut sebagai “beras tua” oleh oposisi dan warganet, bahkan dibandingkan dengan pakan ternak.

    Sementara itu, Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi menegaskan bahwa pemerintah sedang mempercepat penyaluran cadangan beras demi menstabilkan harga. “Kami tak bisa membiarkan rakyat menderita akibat inflasi bahan pokok,” tegasnya.

    Kenaikan harga beras diperparah oleh cuaca ekstrem, aksi penimbunan, dan panic buying setelah pemerintah mengeluarkan peringatan gempa tahun lalu. Popularitas beras lokal juga naik karena harga impor meroket, ditambah ledakan wisatawan yang ikut meningkatkan konsumsi.

    Namun akar masalah sebenarnya lebih dalam: kebijakan pemangkasan lahan pertanian padi yang telah berjalan sejak 1971.

    “Kami telah memangkas sawah selama 55 tahun dan itu menghancurkan pertanian Jepang,” kata Toru Wakui, ketua kelompok tani di Akita.

    Ia mendesak pemerintah untuk segera membalik arah kebijakan dan memperluas lahan tanam. Wakui juga menyarankan agar Jepang mendukung generasi muda untuk terjun ke pertanian melalui skema investasi rendah dengan bantuan sektor swasta.

    Sementara itu, Kazunuki Oizumi, profesor emeritus Universitas Miyagi, menyebut 80% petani padi di Jepang bekerja paruh waktu dengan lahan sempit dan pendapatan utama berasal dari pekerjaan lain atau pensiun.

    Di sisi lain, krisis harga beras ini turut menyeret popularitas Perdana Menteri Ishiba ke titik terendah sejak menjabat Oktober lalu. Inflasi dan beban hidup yang meningkat menjadi isu utama menjelang pemilu Majelis Tinggi bulan depan.

    Ishiba menyatakan bahwa peningkatan produksi adalah salah satu opsi untuk menurunkan harga, namun ia menekankan pentingnya ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]