Tag: Setya Novanto

  • Riza Chalid dan Keluarga Tidak Berhak Peroleh Imunitas

    Riza Chalid dan Keluarga Tidak Berhak Peroleh Imunitas

    GELORA.CO -Warganet kencang menyoroti nama pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid, buntut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Bahkan nama Riza Chalid sampai trending topic platform X pada Rabu 26 Februari 2025, karena ramai diperbincangkan gegara anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), menjadi salah satu tersangka  dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan KKKS  periode 2018-2023.

    Pegiat media sosial Mazzini mendesak Kejagung mengusut tuntas kasus Muhammad Kerry Andrianto Riza yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Keluarga mereka gak berhak dapat imunitas,” tulis Mazzini melalui akun X yang dilihat Kamis 27 Februari 2025.

    Mazzini berharap Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak mengulangi kesalahan Jaksa Agung AM Prasetyo saat kasus ‘Papa Minta Saham’ yang menyeret nama Riza Chalid.

    “Kejagung yg sekarang jangan mengulangi kesalahan Jaksa Agung AM Prasetyo saat kasus saham freeport tahun 2015 janji tangkap Riza Chalid gak ketemu,” kata Mazzini.

    Namun ironisnya, Riza Chalid justru hadir dalam acara kuliah umum Presiden Joko Widodo yang digelar oleh Akademi Bela Negara Partai Nasdem di Jakarta pada Senin 16 Juli 2018.

    “Pertanyaan publik soal peristiwa itu membuat Jaksa Agung AM Prasetyo turun tangan kasih penjelasan status hukum Riza Chalid sudah bersih, maka gak perlu ada penangkapan baginya,” sambungnya.

    “Jaksa Agung yg dilantik lewat rekomendasi Nasdem juga beralasan, percakapan Riza Chalid, Setya Novanto dan Maroef Sjamsoeddin soal ngakalin saham 10% dari Freeport sudah lama dinyatakan hilang,” pungkasnya.

    Diketahui, kasus ‘Papa Minta Saham’ tersebut terkait dengan dugaan bagi-bagi saham dalam perpanjangan perizinan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia, yang beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia. 

    Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah rumah Riza Chalid di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025.

    Dari penggeledahan, penyidik menyita ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti, karena di dalam ordner kemudian ada 89 bundel dokumen. Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS. Kemudian ada 2 CPU

  • Dekat Keluarga Cendana hingga Jokowi

    Dekat Keluarga Cendana hingga Jokowi

    GELORA.CO -Nama pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid trending di media sosial X buntut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Warganet pun mengulik Riza Chalid berikut sepak terjangnya di pentas perminyakan Tanah Air.

    Nama Riza Chalid diketahui pernah muncul pada 2015-2016 dalam kasus ‘Papa Minta Saham’ yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Setya Novanto. 

    Kasus tersebut terkait dengan dugaan bagi-bagi saham dalam perpanjangan perizinan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia, yang beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia. 

    Pegiat media sosial Jhon Sitorus mengungkap bahwa Riza Chalid merupakan pengusaha yang kerap selalu dekat dengan lingkaran kekuasaan.

    “Pernah dekat dengan anak Soeharto (Bambang Trihatmojo) dan puluhan tahun mengendalikan Petral,” tulis Jhon Sitorus melalui akun X yang dilihat Kamis 27 Februari 2025.

    Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa selama 10 tahun, nama Riza Chalid hanya boleh disebut sebagai “Tuan R”.

    “Disebut memiliki sejumlah perusahaan : Supreme Energy, Global Energy Resources, Paramount Petroleum, Straits Oil dan Cosmic Petroleum dll,” sambungnya.

    Riza Chalid, menurut Jhon, dikabarkan turut menghadiri pernikahan putra Presiden ke-7 Joko Widodo di Solo.

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan tujuh tersangka dalam penyidikan korupsi ekspor-impor minyak mentah.

    Satu dari tujuh para tersangka tersebut adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang merupakan putra Riza Chalid.

    Kejagung juga telah menggeledah rumah Riza Chalid  di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025.

    Dari penggeledahan, penyidik menyita ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti, karena di dalam ordner kemudian ada 89 bundel dokumen. Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS. Kemudian ada 2 CPU.

  • Geledah Rumah Riza Chalid, Kejagung Sita 34 Dokumen dan Uang Rp 833 Juta

    Geledah Rumah Riza Chalid, Kejagung Sita 34 Dokumen dan Uang Rp 833 Juta

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2/2025). Dari penggeledahan ini, penyidik menyita berbagai dokumen serta uang tunai senilai Rp 833 juta dan 1.500 dolar AS.

    Penggeledahan tersebut terkait dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023. Putra Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan rumah Riza Chalid berfungsi sebagai kantor yang menyimpan dokumen-dokumen penting terkait impor minyak mentah.

    “Penyidik menemukan 34 ordner berisi berbagai dokumen terkait korporasi yang berkaitan dengan kegiatan impor minyak mentah dan shipping,” ujar Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Selain itu, penyidik juga menyita 89 bundel dokumen, satu unit CPU, serta uang tunai.

    Tak hanya di rumah Riza Chalid, Kejagung juga menggeledah sebuah kantor di lantai 20 Gedung Plaza Asia, Jakarta Pusat, dan menyita empat kardus berisi dokumen. Harli menegaskan seluruh barang bukti masih dalam proses analisis oleh penyidik.

    “Penyidik secara maraton membaca dan menganalisis data-data yang ada, termasuk yang tersimpan dalam CPU,” jelasnya.

    Mengenai keterlibatan langsung Riza Chalid dalam kasus ini, Harli menyatakan penyidik masih mendalami barang bukti yang telah disita.

    “Dalam konteks ini, penyidik menduga kuat dokumen yang ditemukan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Kami akan menelusuri peran Riza Chalid dan keterkaitannya dalam kasus ini,” tegasnya.

    Sehari sebelum penggeledahan, Kejagung menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP), Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), dan Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).

    Kejagung mengungkapkan Muhammad Kerry, anak dari Riza Chalid, mendapat keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang secara curang. Sementara itu, Yoki Firnandi diduga melakukan mark up kontrak pengiriman minyak, menyebabkan negara membayar fee sebesar 13% hingga 15%.

    Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Riza Chalid dikenal sebagai pengusaha minyak dengan julukan “saudagar minyak”. Namanya sempat mencuat dalam kasus rekaman “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

  • Kasus Minyak Mentah, Akankah Riza Chalid Kembali Lolos dari Jerat Hukum?

    Kasus Minyak Mentah, Akankah Riza Chalid Kembali Lolos dari Jerat Hukum?

    Jakarta, Beritasatu.com – Mohammad Riza Chalid terseret kasus korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018-2023 yang merugikan negara Rp 193,7 triliun. 

    Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menggeledah rumah Riza Chalid dan akan mendalami dugaan keterlibatannya dalam kasus minyak impor mentah tersebut.

    Siapa Riza Chalid?

    Mohammad Riza Chalid atau Reza Chalid dikenal sebagai konglomerat yang memiliki berbagai bisnis usaha, mulai dari ritel mode, kelapa sawit, hingga minyak bumi. 

    Riza disebut sosok yang mendominasi bisnis impor minyak di Indonesia. Ia dijuluki sebagai The Gasoline Godfather atau Saudagar Minyak. Disebut juga sebagai penguasa abadi bisnis minyak di Indonesia.

    Riza Chalid pernah terserat kasus impor minyak mentah Zatapi pada 2008. Tetapi, Bareskrim Polri  menutup pengusutan kasus tersebut dan Riza tak tersentuh hukum.

    Mohammad Riza Chalid – (Istimewa/Twitter)

    Riza Chalid juga terseret kasus papa minta saham dalam proses perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, kasus yang heboh pada 2015 tersebut tidak jelas ujungnya. Kejagung menghentikan penyelidikan kasus ini pada 2016.

    Belakangan Riza Chalid terseret lagi dalam kasus minyak mentah setelah anaknya Muhammad Kerry Andrianto Riza menjadi tersangka karena diduga turut menerima keuntungan dari skandar korupsi tersebut.

    Kerry Andrianto merupakan pemilik manfaat atau beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa PT Navigator Khatulistiwa yang bertindak sebagai broker atau perantara dalam impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

    Selain anak Riza Chalid, enam tersangka lain dalam kasus itu, adalah Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International Sani Dinar Saifuddin, Direktur Utama PT Pertamina Shipping Yoki Firnandi, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa juga Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

    Menurut Kejagung para tersagka melakukan pengondisian agar bisa mengimpor minyak mentah dan produk kilang Pertamina untuk kebutuhan di Tanah Air. Kemudian mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92.

    Dugaan Keterlibatan Riza Chalid

    Sebagai tindak lanjut penyidikan, Kejagung menggeledah rumah Riza Chalid pada Selasa (25/2/2025). Ada dua titik lokasi penggeledahan disasar penyidik, yakni Plaza Asia lantai 20, dan Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

    Selain rumah Riza Chalid, Kejagung juga sudah menggeledah tujuh lokasi lain. Dari semua penggeledahan tersebut, disita 34 kontainer dokumen, 49 bundel dokumen, dan sejumlah barang bukti elektronik lain termasuk uang senilai Rp 400 juta dalam berbagai pecahan mata uang.

    Kejagung memperlihatkan barang bukti uang yang disita terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023. – (Beritasatu.com/Basudiwa Supraja)

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar belum bisa menjelaskan apakah ada keterlibatan Riza Chalid dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina yang menjerat anaknya sebagai tersangka. Alasannya masih dalam pendalaman.

    “Apakah ada keterlibatan terhadap Mohammad Riza Chalid yang anaknya tadi malam sudah ditetapkan sebagai tersangka, sabar ya, ini kan sedang berproses,” ujar Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan.

    Kejagung sedang mengumpulkan bukti-bukti termasuk membuka peluang untuk memeriksa Riza Chalid. Tetapi, belum dijadwalkan kapan sang raja minyak itu dipanggil untuk diperiksa.

    Riza Chalid Harus Diperiksa

    Koordinator Gerakan Antikorupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahyuddin mengatakan Riza Chalid harus diperiksa oleh Kejagung, karena dugaan keterlibatannya makin kuat setelah rumahnya  digeledah penyidik.

    “Dugaan keterlibatan Riza Chalid indikasinya kuat dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Yang kedua juga penetapan tersangka terhadap anaknya,” kata pria yang akrab disapa Udin ini kepada Beritasatu.com, Rabu (26/2/2025).

    Menurut Udin kasus minyak mentah yang sedang disidik Kejagung merupakan skandal megakorupsi terbesar pada 2025, sehingga wajib diusut tuntas dan siapa pun yang terlibat harus ditindak tegas secara hukum.

  • 7 Fakta Terkait KPK Tangkap Buron Kasus Korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura – Page 3

    7 Fakta Terkait KPK Tangkap Buron Kasus Korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura – Page 3

    Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha bersuara terkait dengan proses penangkapan dan ekstradisi Paulus Tannos di Singapura.

    Dia membeberkan secara kronologis, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP pada 2019. Tannos ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Sugiharto, Irman, Markus Nari, Setya Novanto, dan yang lainnya.

    “Tannos berperan sebagai salah satu konsorsium pelaksana proyek E-KTP di bawah bendera PT. Sandipala Arthaputra,” kata Praswad seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Selasa 28 Januari 2025.

    Kemudian pada 2022, KPK mengirimkan red notice ke markas Interpol di Lyon, Prancis. Namun diajukan banding/keberatan oleh pihak Tannos melalui pengacaranya, sehingga sampai saat ini red notice belum dikeluarkan oleh pihak International Criminal Police Organization/Interpol.

    “Pada tahun 2023 tim penyidik berhasil mendeteksi keberadaan Tannos di Bangkok, setelah tim penyidik tiba di Bangkok, ternyata saat itu yang bersangkutan sudah berganti kewarganegaraan dan sudah menggunakan passport Guinnes Bissau, salah satu negara di Afrika Barat,” ungkap Praswad.

    “Sehingga pihak kepolisian Bangkok kesulitan memenuhi permintaan penangkapan Tannos oleh penegak hukum Indonesia,” ujar mantan penyidik KPK ini menambahkan.

    Praswad mencatat, pada 15 Februari 2022 Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi yang akan berlaku efektif mulai Maret 2024.

    Kemudian pada November 2024 Penyidik KPK mengajukan Provisional Arrest atas nama Paulus Tannos yang berkediaman di Singapura kepada pengadilan Singapura sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Extraditioan Treaty Between Indonesia dan Singapura.

    “Pengadilan Singapura menyetujui Provision Arrest atas nama Tersangka Paulus Tannos yang bertempat tinggal di Singapura. Pada 17 Januari pihak CPIB (KPK) Singapore melaksanakan penangkapan dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Changi dalam rangka persiapan ekstradisi dan memenuhi kelengkapan dokumen dan administrasi dari Indonesia,” ucap dia.

    Praswad mewanti, KPK saat ini hanya punya waktu paling lambat 45 hari sesuai dengan extradition treaty antara Singapura dan Indonesia untuk Paulus Tannos diekstradisi ke Jakarta dan diproses oleh penegak hukum di Indonesia.

    “Ini adalah contoh nyata sinergisitas di jalan yang benar antara penegak hukum yang patut dipedomani di masa yang akan datang, kerja sama dalam menyelesaikan perkara dan mengejar buronan,” katanya memungkasi.

     

  • Menkum Supratman Yakin Bisa Segera Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura – Page 3

    Menkum Supratman Yakin Bisa Segera Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura – Page 3

    Supratman menuturkan Paulus sempat mengajukan permohonan untuk melepas kewarganegaraan Indonesia, namun hingga kini dokumennya tak dilengkapi.

    “Status kewarganegaraan atas nama Tjhin Thian Po alias Paulus Tannos itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” tegas Supratman.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah merampungkan sejumlah dokumen untuk kepentingan ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos yang ditangkap di Singapura.

    “Sudah dikirim syarat administrasi,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi, Selasa 28 Januari 2025.

    KPK, lanjut dia, memiliki waktu selama 45 hari terhitung sejak Paulus Tannos ditahan sementara di Singapura.

    “45 hari provosional arrest satu tahapan dalam ekstradisi, mudah-mudahan lancar semua,” ucap Setyo.

    Sebelumnya, mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha bersuara terkait dengan proses penangkapan dan ekstradisi Paulus Tannos di Singapura.

    Dia membeberkan secara kronologis, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP pada 2019. Tannos ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Sugiharto, Irman, Markus Nari, Setya Novanto, dan yang lainnya.

    “Tannos berperan sebagai salah satu konsorsium pelaksana proyek E-KTP di bawah bendera PT. Sandipala Arthaputra,” kata Praswad seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Selasa 28 Januari 2025.

     

  • KPK Sudah Kirim Syarat Administrasi ke Singapura Untuk Ekstradisi Paulus Tannos – Halaman all

    KPK Sudah Kirim Syarat Administrasi ke Singapura Untuk Ekstradisi Paulus Tannos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim berkas-berkas ke Singapura terkait proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos.

    Berkas-berkas yang dikirim KPK tersebut sebagai syarat administrasi.

    “Sudah dikirim syarat administrasi,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).

    Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, diketahui telah berhasil ditangkap di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.

    Permintaan penangkapan kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun itu berdasarkan permintaan KPK.

    Paulus Tannos kini sedang ditahan sementara di Changi Prison Singapura. 

    Tannos yang ditetapkan KPK sebagai tersangka sejak 2019 dan menyandang status daftar pencarian orang (DPO) pada 2021 sedang menjalani proses sidang ekstradisi.

    Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025) untuk melengkapi syarat ekstradisi.

    “45 hari provisional arrest satu tahapan dalam ekstradisi. Mudah-mudahan lancar semua,” kata Setyo.

    Perjalanan Kasus Paulus Tannos

    Eks penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha sebelumnya mengungkap perjalanan kasus korupsi Paulus Tannos.

    Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu merupakan buronan KPK di kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.

    Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 silam. 

    Paulus Tannos kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik.

    Pelarian dari Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun 2025.

    Tannos ditangkap di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.

    Berikut kronologi perjalanan kasus Paulus Tannos versi eks penyidik senior KPK:

    1. Pada 2019, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka pada perkara e-KTP bersama-sama dengan Sugiharto, Irman, Markus Nari, Setya Novanto, dan lain-lain.

    2. Paulus Tannos berperan sebagai salah satu konsorsium pelaksana proyek e-KTP di bawah bendera PT Sandipala Arthaputra. 

    3. Pada 2022, KPK mengirimkan red notice ke markas Interpol di Lyon, Prancis.

    Namun di ajukan banding atau keberatan oleh pihak Tannos melalui pengacaranya, sehingga sampai saat ini red notice belum dikeluarkan oleh pihak International Criminal Police Organization (Interpol). 

    4. Pada 2023, tim penyidik KPK berhasil mendeteksi keberadaan Paulus Tannos di Bangkok, Thailand.

    Setelah tim penyidik tiba di Bangkok, ternyata saat itu Tannos sudah berganti kewarganegaraan dan sudah menggunakan paspor Guinea Bissau, salah satu negara di Afrika Barat. 

    Sehingga pihak kepolisian Bangkok kesulitan memenuhi permintaan penangkapan Tannos oleh penegak hukum Indonesia. 

    5. Pada 15 Februari 2022, Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi yang akan berlaku efektif Maret 2024. 

    6. Pada 2023, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. 

    7. Pada November 2024, penyidik KPK mengajukan provisional arrest atas nama Paulus Tannos yang berkediaman di Singapura kepada pengadilan Singapura sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Extraditioan Treaty Between Indonesia dan Singapura. 

    8. Pengadilan Singapura menyetujui provision arrest atas nama tersangka Paulus Tannos yang bertempat tinggal di Singapura. 

    9. Pada 17 Januari, pihak CPIB Singapura melaksanakan penangkapan dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Changi dalam rangka persiapan ekstradisi dan memenuhi kelengkapan dokumen dan administrasi dari Indonesia. 

    10. Dalam waktu paling lambat 45 hari sesuai dengan extradition treaty antara Singapura dan Indonesia, Paulus Tannos akan diekstradisi ke Jakarta dan diproses oleh penegak hukum di Indonesia.

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa penanganan perkara buronan kasus KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos merupakan ranah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hanya saja dijelaskan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pihaknya siap membantu KPK dalam proses ekstradisi Paulus Tannos yang saat ini masih berada di Singapura.

    Sejauh ini kata Harli, pihaknya juga telah memfasilitasi soal rencana ekstradisi buronan KPK itu yang hingga kini masih ditahan oleh otoritas Negeri Singa tersebut.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan kedepan siap memberikan bantuan,” kata Harli saat dikonfirmasi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya diberitakan, Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kasus korupsi megaproyek e-KTP, Paulus Tannos, telah berhasil diamankan.

    Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.

    “(Ditangkap) di Changi,” kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).

    Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura.

    Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura awalnya dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos. 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos ditangkap setelah tingal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

    Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).

    Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri,” kata Saut.

    Pembagian fee korupsi e-KTP

    Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

    Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

    Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

    Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri.

    Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

    Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

    Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

    Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP elektronik ini,” ujar Saut.

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    KPK Belum Tahu Kapan Paulus Tannos Dibawa ke Indonesia: Ada Waktu 45 Hari untuk Melengkapi Syarat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui kapan buronan kasus korupsi e-KTP yang tertangkap di Singapura, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, akan dibawa ke Indonesia.

    Sebab saat ini proses ekstradisi antara Indonesia dan Singapura masih berlangsung.

    “Belum ada info kapan diterbangkan ke Jakarta, karena masih berproses,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).

    Berdasarkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang disepakati pada Selasa (25/1/2022), RI memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi syarat ekstradisi.

    Dalam hal ini Paulus Tannos telah ditahan di Singapura sejak Jumat (17/1/2025). 

    Maka Indonesia memiliki tenggat hingga Senin, 3 Maret 2025 untuk melengkapi syarat ekstradisi Paulus Tannos.

    “Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” kata Tessa.

    Tessa melanjutkan, apabila Paulus Tannos sudah sampai ke Tanah Air, maka buronan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu akan ditahan oleh KPK.

    “Yang menahan KPK,” kata jubir berlatar belakang pensiunan Polri ini.

    Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura melaporkan bahwa Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison.

    Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo menjelaskan bahwa Tannos tidak pernah ditahan di KBRI Singapura.

    “Sejak tanggal 17 Januari 2025, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara (provisional arrest request), Paulus Tannos ditahan di Changi Prison,” katanya saat dikonfirmasi di Batam, Sabtu (25/1/2025).

    Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    “Perintah penahanan diterbitkan oleh Pengadilan Singapura setelah Tannos dihadapkan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Ini merupakan wujud kerja sama, komunikasi, dan koordinasi yang efektif antara kedua negara dalam memastikan implementasi perjanjian ekstradisi,” katanya.

    Maka dari itu, Tannos tidak ditangkap langsung oleh KPK di Singapura, melainkan melalui prosedur hukum yang melibatkan CPIB dan aparat penegak hukum Singapura.

    KBRI Singapura menghormati sikap CPIB yang tidak mengungkapkan detail lebih lanjut mengenai proses menghadapkan Paulus Tannos ke pengadilan.

    “Yang terpenting, saat ini Paulus Tannos sudah ditahan di Changi Prison, dan proses hukum sementara masih berlangsung dan dalam kewenangan Pengadilan Singapura,” ujar Dubes Suryo.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus e-KTP

    KPK saat itu menyebut Paulus Tannos sebagai direktur utama PT Sandipala Arthaputra. 

    KPK menduga Paulus Tannos melakukan kongkalikong demi proyek pengadaan e-KTP. 

    Pertemuan-pertemuan itu, diduga KPK, menghasilkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.

    Perusahaan Paulus Tannos disebut mendapatkan keuntungan Rp 145,8 miliar dari proyek suap e-KTP. 

    KPK mengatakan peran Paulus Tannos juga masuk dalam putusan hakim terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto.

    Pada 2023, KPK menyebut Paulus Tannos telah diketahui keberadaannya. 

    Namun, KPK tak bisa menangkap Paulus karena berganti nama dan berganti kewarganegaraan.

    KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2019. 

    Paulus Tannos saat itu disebut telah mengganti identitasnya menjadi Thian Po Tjhin.

     

  • Fakta-fakta Tertangkapnya Buronan Licin Paulus Tannos di Singapura
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Fakta-fakta Tertangkapnya Buronan Licin Paulus Tannos di Singapura Nasional 25 Januari 2025

    Fakta-fakta Tertangkapnya Buronan Licin Paulus Tannos di Singapura
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019 atas kasus korupsi e-KTP yang melibatkan eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto.
    Tannos diduga melakukan pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
    Ketiga orang tersebut sudah dijatuhi hukuman sebagaimana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sementara saat itu Tannos masih buron.
    Saat masih menjabat sebagai direktur, Tannos diduga mengambil bagian dalam pengadaan paket penerapan e-KTP dari tahun 2011 hingga 2013.
    Dalam kasus ini, perusahaan milik Tannos, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
    Lebih lanjut, Tannos juga diduga terlibat dalam skema pembagian fee korupsi. Beberapa perusahaan diwajibkan memberikan sejumlah persen dari nilai proyek kepada pejabat-pejabat tertentu, termasuk Menteri Dalam Negeri saat itu, Gamawan Fauzi.
    Hal ini menunjukkan betapa dalamnya keterlibatan Tannos dalam jaringan korupsi yang merugikan negara.
    Karena itu, Tannos ditetapkan sebagai tersangka. KPK terus berusaha memanggil Tannos untuk diperiksa. Namun, usaha ini nihil.
    Dalam laman resmi KPK, nama Tannos masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021, dilengkapi dengan nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
    Pada tahun 2023, jejak Tannos tercium di Thailand. Pengejaran dilakukan tetapi Tannos lolos dari jeratan hukum.
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto mengatakan, Tannos bisa saja tertangkap di Thailand jika
    red notice
    dari Interpol terbit tepat waktu.

    Red notice
    merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
    “Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
    red notice
    sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
    Pengejaran Tannos tak berhenti sampai disitu. KPK tetap berusaha menangkap Tannos meski mengalami kendala karena tersangka mengubah kewarganegaraan menjadi Warga Negara Afrika Selatan.
    Hal ini yang membuat KPK tidak bisa membawa DPO tersebut pulang meskipun telah tertangkap.
    Pasalnya,
    red notice
    Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit, sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.
    “Punya paspor negara lain sehingga pada saat kami menemukan dan menangkapnya, tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, saat dihubungi, Selasa (8/8/2023).
    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemerintah tetap melakukan upaya ekstradisi terhadap Paulus meskipun diketahui telah menjadi warga negara Afrika Selatan (Afsel).
    Alasannya, Tannos masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI) ketika terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
    Pada Jumat (24/1/2025) terkonfirmasi Tannos ditangkap di Singapura. Namun bukan KPK yang menangkap, melainkan otoritas Singapura. 
    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
    Fitroh mengatakan, KPK sedang berkoordinasi untuk dapat mengesktradisi Paulus Tannos dari Singapura.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
    KPK bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Hukum untuk melengkapi semua persyaratan yang diperlukan dalam proses ekstradisi ini.
    Dengan penangkapan ini, KPK akan segera memproses kasus Paulus dan membawanya ke persidangan.
    Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura telah memfasilitasi proses penahanan sementara (provisional arrest) terhadap buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos.
     
    Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo menyampaikan bahwa penahanan sementara ini merupakan langkah awal dalam proses ekstradisi Paulus Tannos.

    Provisional arrest
    dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” kata Suryo melansir Antara, Jumat (24/1/2025).
    Penahanan tersebut dilakukan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan
    provisional arrest request
    (PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
    KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.