Tag: Saur Hutabarat

  • Perkuat Strategi dan Implementasi Kebijakan Perlindungan setiap Warga Negara

    Perkuat Strategi dan Implementasi Kebijakan Perlindungan setiap Warga Negara

    Jakarta: Perkuat strategi dan implementasi berbagai kebijakan yang ada untuk mewujudkan sistem perlindungan bagi setiap warga negara sesuai amanah konstitusi UUD 1945.

    “Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab,  kita harus memberi perhatian serius terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema TPPO 2025: Wajah Baru Perbudakan Modern terhadap Perempuan & Anak yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 3 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Rinardi, S.E., M.Sc. (Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, S.I.K., M.H (Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri), dan Romo Paschal (Ketua Harian Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang /Jarnas Anti TPPO) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Nurhadi, S.Pd., M.H. (Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, sejumlah peraturan perlindungan yang ada harus bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. 

    Karena, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, meski negara sudah melakukan berbagai cara untuk mencegah munculnya kasus perdagangan orang, ternyata kerja paksa dan perbudakan modern masih terjadi di depan mata. 

    Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, modus TPPO saat ini semakin canggih seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap semua pihak terkait dapat bergandeng tangan untuk melakukan tindakan nyata dalam membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi segenap bangsa Indonesia. 

    Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rinardi mengungkapkan, kasus perdagangan orang semakin marak karena saat ini masih terjadi penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural. 

    Menurut Rinardi, sejumlah modus operandi dilakukan oleh pelaku TPPO antara lain dengan rekrutmen melalui media sosial dan peran ganda dari lembaga pelatihan kerja yang melatih pekerja sekaligus menempatkan pekerja ke negara tujuan. “Ini melanggar aturan,” ujar Rinaldi. 

    Pada penempatan PMI di Jepang dan Kamboja misalnya, ujar Rinardi, perekrutan PMI seringkali dibungkus dengan program magang di perusahaan. 
     

    Menurut Rinardi, maraknya kasus perdagangan manusia yang menimpa PMI dipicu kerentanan ekonomi dan literasi digital yang rendah. 

    Mirisnya, tambah dia, para PMI yang diberangkatkan secara ilegal itu berpendidikan D3 ke atas. 

    Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal mengungkapkan, pelaku TPPO terus berinovasi dengan mengubah modus dan memanfaatkan celah sistem yang ada. 

    Sebagai misal, tambah Paschal, pola rekrutmen melalui digital, agensi ilegal, dan melibatkan keluarga atau komunitas. 

    Diakui Pascal, pelaku TPPO ini lintas negara dengan jangkauan sebaran korban dari berbagai negara. 

    Sangat disayangkan, ujar dia, negara belum memiliki mekanisme real time monitoring terkait kasus-kasus TPPO melalui digital. 

    Selain itu, tambah dia, pengawasan agensi tenaga kerja juga lemah dengan verifikasi dokumen yang hanya formalitas. 

    Paschal menilai, program pencegahan yang dilakukan selama ini tidak menyentuh struktur sosial akar rumput. 

    Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tunggul Sinatrio mengungkapkan, TPPO berevolusi  menjadi perbudakan modern dengan memanfaatkan piranti digital. 

    Menurut Tunggul, korban TPPO didominasi perempuan dan anak dengan melibatkan sindikat lintas negara. 

    Dampak dari evolusi TPPO itu, ungkap Tunggul, eksploitasi korban semakin kompleks. Selain menyasar fisik, korban juga dieksploitasi secara digital. 

    Menurut dia, kasus-kasus TPPO memanfaatkan semua jalur perjalanan ke luar negeri melalui darat, laut, dan udara. 

    Dalam upaya penanganan kasus-kasus TPPO itu, menurut Tunggul, pihaknya mengintegrasikan kerja sejumlah bagian terkait di kepolisian, termasuk membuat SOP terpadu. 

    Tunggul mengusulkan pembentukan lembaga vokasi migran sebagai bagian dari upaya untuk mencegah kasus TPPO semakin meluas. 

    Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI, Nurhadi berpendapat, TPPO merupakan kejahatan modern yang bekerja dalam sebuah jaringan. 

    Menurut Nurhadi, saat ini kita sedang menghadapi kejahatan kemanusiaan yang bergerak sangat cepat dengan memanfaatkan celah hukum yang ada. 

    Menyikapi kondisi tersebut, Nurhadi mengusulkan lahirnya aturan perundangan yang mampu menjawab ancaman TPPO yang semakin kompleks. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, berbagai media memberitakan penangkapan sindikat pelaku TPPO, tetapi korban perdagangan orang di Kamboja terus meningkat. 

    “Kalau sindikasinya tidak dihabisi di satu pihak dan di lain pihak lapangan kerja langka, korban akan terus berjatuhan,” ujar Saur. 

    Saur mengaku khawatir daftar pelaku TPPO yang pernah diungkap Mahfud MD ketika menjadi Menkopolkam, hanya daftar saja. Tidak benar-benar dibongkar. 

    Yang harus dilakukan, tegas Saur, harus serius untuk mengungkap dan menghabisi sindikatnya

    Jakarta: Perkuat strategi dan implementasi berbagai kebijakan yang ada untuk mewujudkan sistem perlindungan bagi setiap warga negara sesuai amanah konstitusi UUD 1945.
     
    “Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab,  kita harus memberi perhatian serius terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema TPPO 2025: Wajah Baru Perbudakan Modern terhadap Perempuan & Anak yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 3 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Rinardi, S.E., M.Sc. (Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, S.I.K., M.H (Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri), dan Romo Paschal (Ketua Harian Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang /Jarnas Anti TPPO) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Nurhadi, S.Pd., M.H. (Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, sejumlah peraturan perlindungan yang ada harus bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. 
     
    Karena, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, meski negara sudah melakukan berbagai cara untuk mencegah munculnya kasus perdagangan orang, ternyata kerja paksa dan perbudakan modern masih terjadi di depan mata. 
     
    Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, modus TPPO saat ini semakin canggih seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap semua pihak terkait dapat bergandeng tangan untuk melakukan tindakan nyata dalam membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi segenap bangsa Indonesia. 
     
    Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rinardi mengungkapkan, kasus perdagangan orang semakin marak karena saat ini masih terjadi penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural. 
     
    Menurut Rinardi, sejumlah modus operandi dilakukan oleh pelaku TPPO antara lain dengan rekrutmen melalui media sosial dan peran ganda dari lembaga pelatihan kerja yang melatih pekerja sekaligus menempatkan pekerja ke negara tujuan. “Ini melanggar aturan,” ujar Rinaldi. 
     
    Pada penempatan PMI di Jepang dan Kamboja misalnya, ujar Rinardi, perekrutan PMI seringkali dibungkus dengan program magang di perusahaan. 
     

     
    Menurut Rinardi, maraknya kasus perdagangan manusia yang menimpa PMI dipicu kerentanan ekonomi dan literasi digital yang rendah. 
     
    Mirisnya, tambah dia, para PMI yang diberangkatkan secara ilegal itu berpendidikan D3 ke atas. 
     
    Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal mengungkapkan, pelaku TPPO terus berinovasi dengan mengubah modus dan memanfaatkan celah sistem yang ada. 
     
    Sebagai misal, tambah Paschal, pola rekrutmen melalui digital, agensi ilegal, dan melibatkan keluarga atau komunitas. 
     
    Diakui Pascal, pelaku TPPO ini lintas negara dengan jangkauan sebaran korban dari berbagai negara. 
     
    Sangat disayangkan, ujar dia, negara belum memiliki mekanisme real time monitoring terkait kasus-kasus TPPO melalui digital. 
     
    Selain itu, tambah dia, pengawasan agensi tenaga kerja juga lemah dengan verifikasi dokumen yang hanya formalitas. 
     
    Paschal menilai, program pencegahan yang dilakukan selama ini tidak menyentuh struktur sosial akar rumput. 
     
    Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tunggul Sinatrio mengungkapkan, TPPO berevolusi  menjadi perbudakan modern dengan memanfaatkan piranti digital. 
     
    Menurut Tunggul, korban TPPO didominasi perempuan dan anak dengan melibatkan sindikat lintas negara. 
     
    Dampak dari evolusi TPPO itu, ungkap Tunggul, eksploitasi korban semakin kompleks. Selain menyasar fisik, korban juga dieksploitasi secara digital. 
     
    Menurut dia, kasus-kasus TPPO memanfaatkan semua jalur perjalanan ke luar negeri melalui darat, laut, dan udara. 
     
    Dalam upaya penanganan kasus-kasus TPPO itu, menurut Tunggul, pihaknya mengintegrasikan kerja sejumlah bagian terkait di kepolisian, termasuk membuat SOP terpadu. 
     
    Tunggul mengusulkan pembentukan lembaga vokasi migran sebagai bagian dari upaya untuk mencegah kasus TPPO semakin meluas. 
     
    Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI, Nurhadi berpendapat, TPPO merupakan kejahatan modern yang bekerja dalam sebuah jaringan. 
     
    Menurut Nurhadi, saat ini kita sedang menghadapi kejahatan kemanusiaan yang bergerak sangat cepat dengan memanfaatkan celah hukum yang ada. 
     
    Menyikapi kondisi tersebut, Nurhadi mengusulkan lahirnya aturan perundangan yang mampu menjawab ancaman TPPO yang semakin kompleks. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, berbagai media memberitakan penangkapan sindikat pelaku TPPO, tetapi korban perdagangan orang di Kamboja terus meningkat. 
     
    “Kalau sindikasinya tidak dihabisi di satu pihak dan di lain pihak lapangan kerja langka, korban akan terus berjatuhan,” ujar Saur. 
     
    Saur mengaku khawatir daftar pelaku TPPO yang pernah diungkap Mahfud MD ketika menjadi Menkopolkam, hanya daftar saja. Tidak benar-benar dibongkar. 
     
    Yang harus dilakukan, tegas Saur, harus serius untuk mengungkap dan menghabisi sindikatnya

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Pentingnya Menghormati Kedaulatan Negara dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

    Pentingnya Menghormati Kedaulatan Negara dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berujar bahwa saling menghormati kedaulatan setiap negara dan menjunjung tinggi hukum internasional harus dikedepankan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. 

    “Upaya menciptakan perdamaian harus bertolak dari kesepahaman bahwa damai berarti komitmen pada kemanusiaan untuk mengakhiri semua bentuk permusuhan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Peran Indonesia dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca Serangan Israel ke Qatar yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/9). 

    Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dian Wirengjurit (Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016), Prof. Dr. Siti Mutiah Setiawati (Guru Besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada), dan Broto Wardoyo, S.Sos., M.A., Ph.D. (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Dr. Shafiah F. Muhibat (Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi Centre for Strategic and International Studies/CSIS) sebagai penanggap.

    Menurut Lestari, perdamaian juga memungkinkan kebebasan bernegara serta prasyarat bagi penghormatan pada martabat manusia.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan, terkait serangan Israel ke Doha, Qatar pada 9 September 2025, sikap pemerintah RI yang mendukung kedaulatan Qatar merupakan langkah yang tepat. 

    Rerie berpendapat, kehadiran Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat negara-negara Arab dan Islam pada Senin (15/9) lalu, harus diletakkan dalam koridor merealisasikan amanat Konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, solidaritas Indonesia pada negara lain mesti diperkuat melalui legitimasi diplomatik. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar Indonesia dapat menjadi negara yang mampu berdialog dengan berbagai pihak yang berkonflik agar tercipta harmoni dalam keberagaman, sebagaimana Indonesia yang damai dengan realitas multi-diversity. 
     

    Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016, Dian Wirengjurit mengungkapkan, Qatar dinilai sejumlah pihak sebagai negara yang bersikap ambigu. 

    Dalam setiap terjadi perselisihan di kawasan, ujar Dian, Qatar selalu mengajukan diri sebagai penengah, sebagai realisasi kebijakan negara Qatar yang selalu ingin berperan sebagai penyeimbang. 

    Menurut Dian, bila ingin berperan dalam penyelesaian konflik antarnegara di Timur Tengah, Indonesia tidak memiliki leverage. 

    Selain itu, tambah dia, Qatar merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mempersilakan Hamas membuka kantor perwakilan. 

    Bahkan Israel, jelas Dian, punya kantor perwakilan dagang di Doha, Qatar, meski kedua negara tidak punya hubungan diplomatik. 

    Kondisi itulah, menurut Dian, yang membuat Qatar dipermudahkan untuk berperan menjadi penengah dalam konflik antara Hamas dan Israel. 

    Sebaliknya, tambah dia, dengan kondisi tersebut upaya Indonesia cukup sulit untuk bisa berperan sebagai penengah dalam konflik Palestina-Israel. 

    “Indonesia hanya bisa berperan dalam konteks bantuan kemanusiaan dalam konflik Palestina-Israel,” kata Dian. 

    Sebaliknya, Guru Besar Hubungan Internasional, UGM, Siti Mutiah Setiawati berpendapat, sekecil apa pun Indonesia dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian pada konflik Palestina-Israel. 

    Salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam konflik itu, jelas Siti, adalah dukungan penuh upaya mewujudkan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 

    Terpenting, jelas Siti, sekecil apa pun bentuk dukungan Indonesia dapat dilihat oleh dunia. 

    Menurut Siti, sejumlah langkah diplomasi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan merupakan sumbangan yang penting dalam proses  menyelesaikan konflik Palestina-Israel. 

    Pascaserangan Israel ke Qatar, ujar Siti, Presiden Prabowo pun langsung bertemu dengan Emir Qatar, untuk menyampaikan simpati. 

    Pada saat yang bersamaan, Menteri Luar Negeri RI menghadiri KTT Darurat OKI di Doha, Qatar. 

    Selain itu, tambah Siti, sejumlah pernyataan Presiden Prabowo terkait usul two state solution dan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka, juga merupakan langkah yang penting. 

    Dosen Hubungan Internasional UI, Broto Wardoyo berpendapat, cukup sulit bagi Indonesia dapat berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Tetapi, tegas Broto, kondisi itu bukan berarti tidak bisa direalisasikan.

    Peta politik Timur Tengah pasca-Israel menyerang Qatar, menurut Broto, tidak banyak berubah karena ketergantungan negara-negara di Timur Tengah terhadap Amerika masih tetap besar. 

    Menurut Broto, semua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pada titik tertentu pasti memiliki ketergantungan terhadap Amerika Serikat. 

    “Dengan kondisi tersebut, mungkinkah negara-negara di Timur Tengah dapat satu suara dalam menyikapi konflik-konflik yang terjadi? Kondisinya memang cukup kompleks,” ujar Broto. 

    Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS, Shafiah F. Muhibat mengungkapkan, beragamnya pendapat yang berkembang terkait penyelesaian konflik  di Timur Tengah saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh untuk bisa berperan aktif dalam ikut mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Menurut Shafiah, negara-negara Arab tersandera dengan kepentingan masing-masing dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Sehingga, Shafiah menilai, ide Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian pada konflik di Timur Tengah, tidak realistis. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, ada dua fenomena yang makin menguat terkait konflik Israel-Palestina belakangan ini. 

    Di satu pihak, ujar Saur, solidaritas kemanusiaan semakin meluas, terbukti dengan ludesnya tiket pada acara amal bagi warga Gaza, Palestina, di Stadion Wembley, London, Inggris. 

    Selain itu, tambah dia, pada Forum KTT di PBB terkait Palestina semakin banyak negara menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. 

    Namun, Saur berpendapat, dua fenomena di atas belum dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dalam waktu dekat. 

    Karena, tegas Saur, persoalan yang dihadapi terlalu besar dan kemampuan kita terbatas. Sehingga, tambah dia, diperlukan upaya dan waktu yang cukup panjang untuk kita terlibat aktif dalam ikut mengatasi setiap tantangan dalam upaya mengatasi konflik Israel-Palestina. 

    “Apakah mungkin kita membuka kedutaan di Palestina. Apakah mungkin untuk menerapkan politik bebas dalam menyikapi konflik Israel-Palestina, kita membangun perwakilan dagang seperti di Taiwan,” ujarnya. 

    Menurut Saur, sejumlah opsi tersebut tampak seperti hal yang mudah, tetapi sulit untuk direalisasikan.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berujar bahwa saling menghormati kedaulatan setiap negara dan menjunjung tinggi hukum internasional harus dikedepankan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. 
     
    “Upaya menciptakan perdamaian harus bertolak dari kesepahaman bahwa damai berarti komitmen pada kemanusiaan untuk mengakhiri semua bentuk permusuhan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Peran Indonesia dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca Serangan Israel ke Qatar yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/9). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dian Wirengjurit (Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016), Prof. Dr. Siti Mutiah Setiawati (Guru Besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada), dan Broto Wardoyo, S.Sos., M.A., Ph.D. (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Dr. Shafiah F. Muhibat (Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi Centre for Strategic and International Studies/CSIS) sebagai penanggap.
     
    Menurut Lestari, perdamaian juga memungkinkan kebebasan bernegara serta prasyarat bagi penghormatan pada martabat manusia.
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan, terkait serangan Israel ke Doha, Qatar pada 9 September 2025, sikap pemerintah RI yang mendukung kedaulatan Qatar merupakan langkah yang tepat. 
     
    Rerie berpendapat, kehadiran Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat negara-negara Arab dan Islam pada Senin (15/9) lalu, harus diletakkan dalam koridor merealisasikan amanat Konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, solidaritas Indonesia pada negara lain mesti diperkuat melalui legitimasi diplomatik. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar Indonesia dapat menjadi negara yang mampu berdialog dengan berbagai pihak yang berkonflik agar tercipta harmoni dalam keberagaman, sebagaimana Indonesia yang damai dengan realitas multi-diversity. 
     

     
    Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016, Dian Wirengjurit mengungkapkan, Qatar dinilai sejumlah pihak sebagai negara yang bersikap ambigu. 
     
    Dalam setiap terjadi perselisihan di kawasan, ujar Dian, Qatar selalu mengajukan diri sebagai penengah, sebagai realisasi kebijakan negara Qatar yang selalu ingin berperan sebagai penyeimbang. 
     
    Menurut Dian, bila ingin berperan dalam penyelesaian konflik antarnegara di Timur Tengah, Indonesia tidak memiliki leverage. 
     
    Selain itu, tambah dia, Qatar merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mempersilakan Hamas membuka kantor perwakilan. 
     
    Bahkan Israel, jelas Dian, punya kantor perwakilan dagang di Doha, Qatar, meski kedua negara tidak punya hubungan diplomatik. 
     
    Kondisi itulah, menurut Dian, yang membuat Qatar dipermudahkan untuk berperan menjadi penengah dalam konflik antara Hamas dan Israel. 
     
    Sebaliknya, tambah dia, dengan kondisi tersebut upaya Indonesia cukup sulit untuk bisa berperan sebagai penengah dalam konflik Palestina-Israel. 
     
    “Indonesia hanya bisa berperan dalam konteks bantuan kemanusiaan dalam konflik Palestina-Israel,” kata Dian. 
     
    Sebaliknya, Guru Besar Hubungan Internasional, UGM, Siti Mutiah Setiawati berpendapat, sekecil apa pun Indonesia dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian pada konflik Palestina-Israel. 
     
    Salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam konflik itu, jelas Siti, adalah dukungan penuh upaya mewujudkan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 
     
    Terpenting, jelas Siti, sekecil apa pun bentuk dukungan Indonesia dapat dilihat oleh dunia. 
     
    Menurut Siti, sejumlah langkah diplomasi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan merupakan sumbangan yang penting dalam proses  menyelesaikan konflik Palestina-Israel. 
     
    Pascaserangan Israel ke Qatar, ujar Siti, Presiden Prabowo pun langsung bertemu dengan Emir Qatar, untuk menyampaikan simpati. 
     
    Pada saat yang bersamaan, Menteri Luar Negeri RI menghadiri KTT Darurat OKI di Doha, Qatar. 
     
    Selain itu, tambah Siti, sejumlah pernyataan Presiden Prabowo terkait usul two state solution dan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka, juga merupakan langkah yang penting. 
     
    Dosen Hubungan Internasional UI, Broto Wardoyo berpendapat, cukup sulit bagi Indonesia dapat berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Tetapi, tegas Broto, kondisi itu bukan berarti tidak bisa direalisasikan.
     
    Peta politik Timur Tengah pasca-Israel menyerang Qatar, menurut Broto, tidak banyak berubah karena ketergantungan negara-negara di Timur Tengah terhadap Amerika masih tetap besar. 
     
    Menurut Broto, semua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pada titik tertentu pasti memiliki ketergantungan terhadap Amerika Serikat. 
     
    “Dengan kondisi tersebut, mungkinkah negara-negara di Timur Tengah dapat satu suara dalam menyikapi konflik-konflik yang terjadi? Kondisinya memang cukup kompleks,” ujar Broto. 
     
    Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS, Shafiah F. Muhibat mengungkapkan, beragamnya pendapat yang berkembang terkait penyelesaian konflik  di Timur Tengah saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh untuk bisa berperan aktif dalam ikut mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Menurut Shafiah, negara-negara Arab tersandera dengan kepentingan masing-masing dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Sehingga, Shafiah menilai, ide Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian pada konflik di Timur Tengah, tidak realistis. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, ada dua fenomena yang makin menguat terkait konflik Israel-Palestina belakangan ini. 
     
    Di satu pihak, ujar Saur, solidaritas kemanusiaan semakin meluas, terbukti dengan ludesnya tiket pada acara amal bagi warga Gaza, Palestina, di Stadion Wembley, London, Inggris. 
     
    Selain itu, tambah dia, pada Forum KTT di PBB terkait Palestina semakin banyak negara menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. 
     
    Namun, Saur berpendapat, dua fenomena di atas belum dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dalam waktu dekat. 
     
    Karena, tegas Saur, persoalan yang dihadapi terlalu besar dan kemampuan kita terbatas. Sehingga, tambah dia, diperlukan upaya dan waktu yang cukup panjang untuk kita terlibat aktif dalam ikut mengatasi setiap tantangan dalam upaya mengatasi konflik Israel-Palestina. 
     
    “Apakah mungkin kita membuka kedutaan di Palestina. Apakah mungkin untuk menerapkan politik bebas dalam menyikapi konflik Israel-Palestina, kita membangun perwakilan dagang seperti di Taiwan,” ujarnya. 
     
    Menurut Saur, sejumlah opsi tersebut tampak seperti hal yang mudah, tetapi sulit untuk direalisasikan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Revisi UU PPMI Harus Memberikan Perlindungan Menyeluruh Pekerja Migran

    Revisi UU PPMI Harus Memberikan Perlindungan Menyeluruh Pekerja Migran

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan bahwa Revisi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) harus mempertimbangkan perlindungan menyeluruh yang responsif gender dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para pekerja migran Indonesia (PMI). 

    “Langkah revisi UU PPMI harus memperhatikan berbagai dimensi perlindungan yang belum diatur sepenuhnya untuk meminimalisir berbagai penyimpangan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Revisi UU Perlindungan Pekerja Migran: Lebih Progresif atau Regresif? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 13 Agustus 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Irjen Pol. Dr. Dwiyono, S.I.K., M.Si. (Sekjen Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), Martin Manurung (Wakil Ketua Badan Legislasi /Baleg DPR RI), dan Syofyan S.H (Ketua Umum Serikat Awak kapal transportasi Indonesia / SAKTI) sebagai penanggap. 

    Selain itu hadir pula Anis Hidayah, S.H., M.H. (Ketua Komnas HAM) sebagai penanggap.

    Menurut Lestari, pekerja migran menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi, melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri. 

    Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, potensi ekonomi melalui pendapatan negara dari para pekerja migran itu tidak luput dari berbagai masalah. 

    Masalah yang dihadapi, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, antara lain pendidikan PMI yang didominasi lulusan SMA ke bawah, kurangnya keterampilan dan pelatihan, maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan non-prosedural, dan kurangnya perlindungan PMI dan keluarganya secara menyeluruh. 
     

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap amanat Konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia mesti menjiwai proses revisi UU PPMI saat ini. 

    Sekretaris Jenderal Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Dwiyono mengungkapkan, latar belakang revisi UU PPMI agar kita mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi PMI. 

    Diakui Dwiyono, sistem perlindungan yang berjalan saat ini belum berjalan maksimal. Sejumlah upaya, jelas dia, harus segera diupayakan dengan penguatan tata kelola dalam pelayanan PMI. 

    Salah satunya, ujar Dwiyono, perlu penguatan atase ketenagakerjaan di sejumlah negara yang sebelumnya di bawah Kementerian Tenaga Kerja, agar dalihkan ke Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. 

    Menurut Dwiyono, isu strategis dalam revisi UU PPMI ini terkait jangkauan dan arah kebijakan dalam melindungi PMI, sehingga dibutuhkan perbaikan kelembagaan dan tata kelola dalam pelayanan PMI. 

    Pemerintah, tegas Dwiyono, tetap concern terhadap perlindungan PMI perempuan yang bekerja sebagai domestic worker sejak mendaftar hingga bekerja di luar negeri. 

    Wakil Ketua Baleg DPR RI, Martin Manurung mengungkapkan, revisi UU PPMI merupakan usulan dari Baleg DPR RI yang melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi PMI. 

    Diaku Martin, PMI yang menghadapi masalah umumnya berangkat ke luar negeri tidak melalui prosedur yang benar. 

    Menyikapi kondisi tersebut, menurut Martin, diperlukan upaya revisi UU PPMI sebagai landasan hukum yang kuat agar negara mampu memperbaiki tata kelola pelayanan dan memberikan perlindungan PMI secara menyeluruh. 

    Saat ini, ungkap Martin, Baleg sudah membentuk Panja dan pada rapat pleno Baleg 17 Maret 2025  disepakati RUU PPMI sebagai RUU usulan DPR RI. 

    Selain itu, tambah dia, pemerintah juga sudah mengirimkan Surat Presiden terkait pembuatan DIM dalam revisi RUU PPMI ke pimpinan DPR RI. 

    Martin berpendapat, RUU PPMI harus sepenuhnya memberikan perlindungan hukum bagi PMI  dan mengurangi keberadaan PMI non prosedural dengan mengubah menjadi PMI yang prosedural. 

    Ketua Umum SAKTI, Syofyan mengungkapkan perlindungan yang dibutuhkan pelaut mencakup perlindungan pada saat pra penempatan, pada masa kerja, dan purnakerja. 

    Revisi UU PPMI, tegas Syofyan, harus mampu memberi perlindungan dalam bentuk kepastian hukum. 

    Karena, ujar Syofyan, sejatinya UU Pelayaran yang ada saat ini tidak mengatur pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing. 

    Syofyan mengungkapkan, perlindungan pra penempatan yang diharapkan pelaut dalam bentuk proses rekrutmen yang adil, informasi yang transparan, pelatihan dan sertifikasi, jaminan sosial dan asuransi, serta dokumen perjalanan yang lengkap. 

    Syofyan mengusulkan agar dalam revisi UU PPMI memasukkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 dan ILO Convention 180 sebagai konsideran dan norma dalam pengaturan bagi pelaut. 

    Selain itu, tambah dia, menghapus Pasal 64 UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengatur pekerja yang mengalami masalah dalam penempatan dan/atau selama bekerja di luar negeri dan selanjutnya mengatur pelaut dalam UU PPMI yang baru. 

    Terpenting, tegas Syofyan, harus ada lembaga tripartit untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaut. 

    Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah berpendapat diskusi yang melibatkan sejumlah pihak terkait permasalahan PMI ini sangat penting dalam upaya revisi UU PPMI. 

    Prinsip-prinsip HAM, tegas Anis, harus bisa dimasukkan dalam proses revisi UU PPMI. 

    Menurut Anis, sejumlah potensi pelanggaran HAM kerap terjadi pada proses pra penempatan kerja terkait hak-hak PMI, karena informasi yang diberikan kepada PMI di sektor informal, perikanan, dan perkebunan misalnya, tidak komperhensif. 

    Anis menegaskan, upaya pengawasan dalam penerapan regulasi yang berlaku kelak harus konsisten dilakukan, karena banyak celah aturan dalam penempatan PMI yang disalahgunakan. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat berharap, dengan dibentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tidak ada lagi saling lempar antara Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi PMI. 

    Menurut Saur, akses hukum di negara penempatan PMI harus diperkuat dan dimudahkan prosesnya. 

    Selain itu, tegas Saur, hak PMI untuk menyimpan paspor harus diperhatikan. Karena, tambah dia, bila paspor disimpan oleh perusahaan atau majikan tempat bekerja akan terjadi permasalahan baru. 

    Sebaik-baiknya tempat penyimpanan paspor PMI, menurut Saur, adalah di Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara tempat mereka bekerja.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan bahwa Revisi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) harus mempertimbangkan perlindungan menyeluruh yang responsif gender dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para pekerja migran Indonesia (PMI). 
     
    “Langkah revisi UU PPMI harus memperhatikan berbagai dimensi perlindungan yang belum diatur sepenuhnya untuk meminimalisir berbagai penyimpangan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Revisi UU Perlindungan Pekerja Migran: Lebih Progresif atau Regresif? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 13 Agustus 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Irjen Pol. Dr. Dwiyono, S.I.K., M.Si. (Sekjen Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), Martin Manurung (Wakil Ketua Badan Legislasi /Baleg DPR RI), dan Syofyan S.H (Ketua Umum Serikat Awak kapal transportasi Indonesia / SAKTI) sebagai penanggap. 

    Selain itu hadir pula Anis Hidayah, S.H., M.H. (Ketua Komnas HAM) sebagai penanggap.
     
    Menurut Lestari, pekerja migran menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi, melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri. 
     
    Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, potensi ekonomi melalui pendapatan negara dari para pekerja migran itu tidak luput dari berbagai masalah. 
     
    Masalah yang dihadapi, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, antara lain pendidikan PMI yang didominasi lulusan SMA ke bawah, kurangnya keterampilan dan pelatihan, maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan non-prosedural, dan kurangnya perlindungan PMI dan keluarganya secara menyeluruh. 
     

     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap amanat Konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia mesti menjiwai proses revisi UU PPMI saat ini. 
     
    Sekretaris Jenderal Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Dwiyono mengungkapkan, latar belakang revisi UU PPMI agar kita mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi PMI. 
     
    Diakui Dwiyono, sistem perlindungan yang berjalan saat ini belum berjalan maksimal. Sejumlah upaya, jelas dia, harus segera diupayakan dengan penguatan tata kelola dalam pelayanan PMI. 
     
    Salah satunya, ujar Dwiyono, perlu penguatan atase ketenagakerjaan di sejumlah negara yang sebelumnya di bawah Kementerian Tenaga Kerja, agar dalihkan ke Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. 
     
    Menurut Dwiyono, isu strategis dalam revisi UU PPMI ini terkait jangkauan dan arah kebijakan dalam melindungi PMI, sehingga dibutuhkan perbaikan kelembagaan dan tata kelola dalam pelayanan PMI. 
     
    Pemerintah, tegas Dwiyono, tetap concern terhadap perlindungan PMI perempuan yang bekerja sebagai domestic worker sejak mendaftar hingga bekerja di luar negeri. 
     
    Wakil Ketua Baleg DPR RI, Martin Manurung mengungkapkan, revisi UU PPMI merupakan usulan dari Baleg DPR RI yang melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi PMI. 
     
    Diaku Martin, PMI yang menghadapi masalah umumnya berangkat ke luar negeri tidak melalui prosedur yang benar. 
     
    Menyikapi kondisi tersebut, menurut Martin, diperlukan upaya revisi UU PPMI sebagai landasan hukum yang kuat agar negara mampu memperbaiki tata kelola pelayanan dan memberikan perlindungan PMI secara menyeluruh. 
     
    Saat ini, ungkap Martin, Baleg sudah membentuk Panja dan pada rapat pleno Baleg 17 Maret 2025  disepakati RUU PPMI sebagai RUU usulan DPR RI. 
     
    Selain itu, tambah dia, pemerintah juga sudah mengirimkan Surat Presiden terkait pembuatan DIM dalam revisi RUU PPMI ke pimpinan DPR RI. 
     
    Martin berpendapat, RUU PPMI harus sepenuhnya memberikan perlindungan hukum bagi PMI  dan mengurangi keberadaan PMI non prosedural dengan mengubah menjadi PMI yang prosedural. 
     
    Ketua Umum SAKTI, Syofyan mengungkapkan perlindungan yang dibutuhkan pelaut mencakup perlindungan pada saat pra penempatan, pada masa kerja, dan purnakerja. 
     
    Revisi UU PPMI, tegas Syofyan, harus mampu memberi perlindungan dalam bentuk kepastian hukum. 
     
    Karena, ujar Syofyan, sejatinya UU Pelayaran yang ada saat ini tidak mengatur pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing. 
     
    Syofyan mengungkapkan, perlindungan pra penempatan yang diharapkan pelaut dalam bentuk proses rekrutmen yang adil, informasi yang transparan, pelatihan dan sertifikasi, jaminan sosial dan asuransi, serta dokumen perjalanan yang lengkap. 
     
    Syofyan mengusulkan agar dalam revisi UU PPMI memasukkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 dan ILO Convention 180 sebagai konsideran dan norma dalam pengaturan bagi pelaut. 
     
    Selain itu, tambah dia, menghapus Pasal 64 UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengatur pekerja yang mengalami masalah dalam penempatan dan/atau selama bekerja di luar negeri dan selanjutnya mengatur pelaut dalam UU PPMI yang baru. 
     
    Terpenting, tegas Syofyan, harus ada lembaga tripartit untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaut. 
     
    Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah berpendapat diskusi yang melibatkan sejumlah pihak terkait permasalahan PMI ini sangat penting dalam upaya revisi UU PPMI. 
     
    Prinsip-prinsip HAM, tegas Anis, harus bisa dimasukkan dalam proses revisi UU PPMI. 
     
    Menurut Anis, sejumlah potensi pelanggaran HAM kerap terjadi pada proses pra penempatan kerja terkait hak-hak PMI, karena informasi yang diberikan kepada PMI di sektor informal, perikanan, dan perkebunan misalnya, tidak komperhensif. 
     
    Anis menegaskan, upaya pengawasan dalam penerapan regulasi yang berlaku kelak harus konsisten dilakukan, karena banyak celah aturan dalam penempatan PMI yang disalahgunakan. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat berharap, dengan dibentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tidak ada lagi saling lempar antara Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi PMI. 
     
    Menurut Saur, akses hukum di negara penempatan PMI harus diperkuat dan dimudahkan prosesnya. 
     
    Selain itu, tegas Saur, hak PMI untuk menyimpan paspor harus diperhatikan. Karena, tambah dia, bila paspor disimpan oleh perusahaan atau majikan tempat bekerja akan terjadi permasalahan baru. 
     
    Sebaik-baiknya tempat penyimpanan paspor PMI, menurut Saur, adalah di Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara tempat mereka bekerja.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (RUL)

  • Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.

    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 

    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 

    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 

    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 

    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 

    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 

    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 

    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 

    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.

    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 

    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 

    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.

    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 

    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 

    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 

    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 

    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 

    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 

    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 

    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 

    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 

    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 

    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 

    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 

    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 

    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 

    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 

    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 

    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 

    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 

    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 

    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 

    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 

    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 

    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 

    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 

    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 

    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.
     
    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 
     
    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 
     
    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 
     
    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 
     
    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 
     
    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 
     
    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 
     
    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 
     
    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.
     
    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 
     
    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 
     
    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.
     
    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 
     
    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 
     
    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 
     
    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 
     
    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 
     
    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 
     
    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 
     
    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

     
    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 
     
    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 
     
    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 
     
    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 
     
    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 
     
    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 
     
    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 
     
    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 
     
    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 
     
    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 
     
    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 
     
    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 
     
    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 
     
    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 
     
    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 
     
    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 
     
    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 
     
    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 
     
    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (RUL)

  • Cegah Polusi Plastik, Bukan Sekadar Gaya Hidup tapi Gerakan Kolektif Anak Bangsa!

    Cegah Polusi Plastik, Bukan Sekadar Gaya Hidup tapi Gerakan Kolektif Anak Bangsa!

    Jakarta: Polusi plastik bukan sekadar urusan tempat sampah penuh atau pantai yang kotor. Ini soal masa depan bumi yang kita tinggali, tentang laut yang terkontaminasi mikroplastik, dan udara yang kita hirup. 
     
    Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyuarakan keprihatinannya atas ancaman ini dalam diskusi daring bertema “Membedah Masalah Polusi Plastik di Indonesia” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.
     
    “Membangun komitmen menjaga lingkungan hidup dari berbagai ancaman polusi, termasuk polusi plastik, merupakan tanggung jawab setiap anak bangsa,” tegas Lestari Moerdijat dikutip pada Kamis, 5 Juni 2025.
    Sampah plastik mendominasi timbunan sampah nasional
    Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK tahun 2023, Indonesia menghasilkan sekitar 33,5 juta ton sampah per tahun, dan sekitar 6,1 juta ton atau 18,4 persen dari jumlah itu adalah sampah plastik. 

    Lestari, yang akrab disapa Rerie, menekankan bahwa edukasi masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa lingkungan hidup adalah sumber kehidupan kita semua.
     

    Gerakan kolektif jadi kunci solusi
    Menanggapi masalah ini, para pemangku kepentingan dari berbagai sektor sepakat bahwa penyelesaian polusi plastik tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
     
    Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkuler di KLHK, Agus Rusly mengungkapkan bahwa Indonesia aktif dalam forum global seperti United Nations Environmental Assembly (UNEA). Namun, upaya ini harus dibarengi langkah konkret di dalam negeri.
     
    “Sejatinya mikroplastik dihasilkan dari setiap rumah tangga. Zat warna pada pakaian kita hanya dapat menempel karena ada mikro plastik, yang saat pakaian itu dicuci mikro plastik itu akan lepas ke lingkungan,” jelas Agus. 
     
    Ia juga menyebut sabun cuci muka sebagai sumber lain mikroplastik.
    Industri daur ulang jadi solusi yang masih terbatas
    Ketua Bidang Sustainability dan Social Impact GAPMMI, Arief Susanto, menilai bahwa plastik masih dibutuhkan untuk melindungi makanan dan minuman, karena belum ada material pengganti yang seefisien itu.
     
    “Saat ini sudah ada 200 industri daur ulang plastik dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton per tahun, namun baru mampu mendaur ulang sekitar 800 ribu ton,” jelas Arief.
     
    Ia berharap masyarakat dan pelaku industri mau ikut serta dalam pengelolaan sampah plastik.
    Dampaknya ke kesehatan
    Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melalui Andreas Aditya Salim mengingatkan bahwa konsumsi plastik yang masuk ke tubuh manusia di Indonesia sudah mencapai 15 gram per kapita per bulan. Menurutnya, pendekatan reduce, reuse, recycle belum cukup.
     
    “Pada satu titik plastik itu sudah tidak bisa di-recycle lagi. Pada akhirnya, upaya tersebut hanya mampu menunda plastik kembali ke lingkungan,” tegas Andreas.
     
    Ia menyarankan agar pengendalian sampah juga dibarengi dengan pengurangan produksi plastik dari hulu.
     
    Sementara itu, Wartawan Media Indonesia, Indrastuti, menyampaikan bahwa pengelolaan sampah di tingkat daerah masih jauh dari ideal. 
     
    “Anggaran Pemda idealnya sekitar 3 persen, tapi realisasinya baru 0,06 persen dari total anggaran,” ungkapnya.
     
    Ia mendorong agar perusahaan pengelola sampah yang aktif diberi insentif sebagai bentuk penghargaan.
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat juga menambahkan bahwa larangan penggunaan kantong plastik di minimarket sudah efektif mengurangi sampah plastik. Namun menurutnya, produsen makanan dan minuman harus mulai beralih ke kemasan yang mudah terurai.
     
    “Pengurangan pemakaian kemasan plastik juga bisa dilakukan negara dengan memperbanyak ketersediaan air keran yang layak minum. Bukankah air bersih untuk rakyat itu kebutuhan dasar juga?” ujar Saur.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Bangun Kesadaran Bersama untuk Atasi Persoalan Sampah

    Bangun Kesadaran Bersama untuk Atasi Persoalan Sampah

    Mohamad Mamduh • 30 April 2025 17:35

    Jakarta: Membangun kesadaran bersama setiap warga negara untuk fokus mengatasi pekerjaan rumah terkait persoalan sampah harus segera dilakukan. 

    “Sejatinya mengelola lingkungan hidup dan menyelesaikan persoalan sampah harus dipahami sebagai gerakan kebangsaan, seperti yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Gotong-Royong Mengatasi Darurat Sampah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (30/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sugeng Suparwoto, M.T. (Wakil Ketua Komisi XII DPR RI),  Ir. Junaidi, M.T. (Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kab. Banyumas), dan Titik Nuraini (Ketua Komunitas Peduli Kali Loji) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Putri Rosmalia Octaviyani (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan tentang kewenangan negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam. Itu berarti, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, negara memiliki hak untuk mengatur, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut. 

    Di sisi lain, tambah dia, negara juga mesti hadir dalam berbagai upaya melestarikan lingkungan hidup dengan melibatkan seluruh anak bangsa.  Termasuk, jelasnya, dalam pengelolaan sampah sebagai bagian upaya merawat bumi. 

    Peringatan Hari Bumi Internasional pada 22 April lalu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mengingatkan kita bahwa pekerjaan rumah terkait pengelolaan sampah di negeri ini masih banyak yang belum tuntas. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar semua pihak membangun kerja sama dengan baik dalam pengelolaan sampah dan membangun kesadaran masyarakat untuk mengatasi darurat sampah. 

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, M.T. berpendapat, problem sampah yang paling akut adalah membangkitkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya mengelola sampah. 

    Menurut Sugeng, dalam perkembangannya saat ini sampah bahkan menjadi salah satu penyebab banjir, menimbulkan persoalan lingkungan secara fisik dan sosial. 

    Sugeng menilai, konsep tata kelola sampah di Indonesia secara umum masih dalam bentuk upaya pencegahan dengan meminimalkan produksi sampah melalui upaya pemanfaatan ulang, daur ulang, hingga open dumping. 

    Saat ini, ujar Sugeng, sejumlah upaya menekan produksi sampah sudah dimulai antara lain dari produsen dengan mendesain ulang produk tanpa kemasan, retail tidak menyediakan kantong plastik, dan perbaikan gaya hidup yang mengedepankan pemanfaatan ulang sebuah produk. 

    Diakui Sugeng, energi di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dalam konteks pengelolaan sampah, menurut Sugeng, harus diarahkan bagaimana sampah bisa menjadi penopang swasembada energi dan bahan bakar rendah karbon. 

    Saat ini, ungkap Sugeng, pihaknya sedang melakukan revisi UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam upaya mengubah paradigma pengelolaan sampah yang menekankan pada pengurangan dan penanganan sampah. 

    Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kabupaten Banyumas, Junaidi mengungkapkan, pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas saat ini sudah didelegasikan kepada kelompok swasembada masyarakat. 

    Dengan luas wilayah lebih dari 139.115 hektare, ujar Junaidi, Kabupaten Banyumas sudah tidak memakai pengelolaan sampah konvensional seperti open dumping. 

    Junaidi mengungkapkan, Kabupaten Banyumas juga pernah mengalami darurat sampah, ketika sejumlah tempat pembuangan akhir sampah ditutup oleh masyarakat. 

    Menurut Junaidi, salah satu solusi yang dihadirkan adalah program sulap sampah menjadi uang (Sumpah Beruang) yang memadukan gerakan ekonomi sirkular, pemberdayaan masyarakat, dan gotong-royong. 

    Ketua Komunitas Peduli Kali Loji, Titik Nuraini berpendapat, keterlibatan aktif masyarakat di lapangan sangat penting dalam upaya mengelola sampah. 

    Kepercayaan yang tumbuh dari masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah dengan baik, ujar Titik, merupakan hasil dari proses pendekatan yang dilakukan. 

    Antara lain, ungkap Titik, seperti konsisten melakukan aksi bersama masyarakat membersihkan sungai, saluran air di lingkungan tempat tinggal, sehingga terbangun kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. 

    Menurut Titik, strategi menumbuhkan aksi  kolektif komunitas dan warga penting untuk dilakukan dalam upaya menumbuhkan budaya baru memilah sampah dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan. 

    Diakui Titik, pola pikir lama masyarakat masih jadi kendala di lapangan, karena mereka masih beranggapan bahwa menjaga lingkungan bukan tanggung jawab masyarakat. 

    Titik berpendapat, gotong-royong bukan sekadar gerak bersama-sama semata, tetapi lebih jauh lagi harus secara kolektif, lintas sektor dan kelas. 

    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Putri Rosmalia Octaviyani berpendapat, permasalahan sampah di Indonesia dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. 

    Peristiwa kebakaran tempat pembuangan akhir sampah, ujar Putri, selalu terjadi secara bergantian di sejumlah daerah. 

    Secara umum, tambah Putri, penerapan pengelolaan sampah yang baik belum sepenuhnya dilakukan di daerah-daerah. Padahal, tambah dia, permasalahan sampah juga bisa memicu masalah sosial. 

    Edukasi sejak dini terkait sejumlah isu lingkungan, menurut Putri, penting untuk dilakukan. Selain itu, jelas dia, butuh komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat pentingnya menanamkan nilai-nilai untuk membuang sampah pada tempatnya kepada masyarakat. Kampanye terkait hal itu, jelas Saur, bisa melalui media massa atau bahkan media sosial. 

    Selain itu, tambah Saur, jika ada daerah yang sukses mengelola sampah dengan baik, seperti Banyumas, bisa dipelajari, ditiru, dan dilaksanakan. 

    “Bila negara lain sudah mengaplikasikan pengelolaan sampah seperti di Banyumas, mengapa daerah lain tidak segera menirunya,” ujar Saur.

    Jakarta: Membangun kesadaran bersama setiap warga negara untuk fokus mengatasi pekerjaan rumah terkait persoalan sampah harus segera dilakukan. 
     
    “Sejatinya mengelola lingkungan hidup dan menyelesaikan persoalan sampah harus dipahami sebagai gerakan kebangsaan, seperti yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Gotong-Royong Mengatasi Darurat Sampah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (30/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sugeng Suparwoto, M.T. (Wakil Ketua Komisi XII DPR RI),  Ir. Junaidi, M.T. (Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kab. Banyumas), dan Titik Nuraini (Ketua Komunitas Peduli Kali Loji) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Putri Rosmalia Octaviyani (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan tentang kewenangan negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam. Itu berarti, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, negara memiliki hak untuk mengatur, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut. 
     
    Di sisi lain, tambah dia, negara juga mesti hadir dalam berbagai upaya melestarikan lingkungan hidup dengan melibatkan seluruh anak bangsa.  Termasuk, jelasnya, dalam pengelolaan sampah sebagai bagian upaya merawat bumi. 
     
    Peringatan Hari Bumi Internasional pada 22 April lalu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mengingatkan kita bahwa pekerjaan rumah terkait pengelolaan sampah di negeri ini masih banyak yang belum tuntas. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar semua pihak membangun kerja sama dengan baik dalam pengelolaan sampah dan membangun kesadaran masyarakat untuk mengatasi darurat sampah. 
     
    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, M.T. berpendapat, problem sampah yang paling akut adalah membangkitkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya mengelola sampah. 
     
    Menurut Sugeng, dalam perkembangannya saat ini sampah bahkan menjadi salah satu penyebab banjir, menimbulkan persoalan lingkungan secara fisik dan sosial. 
     
    Sugeng menilai, konsep tata kelola sampah di Indonesia secara umum masih dalam bentuk upaya pencegahan dengan meminimalkan produksi sampah melalui upaya pemanfaatan ulang, daur ulang, hingga open dumping. 
     
    Saat ini, ujar Sugeng, sejumlah upaya menekan produksi sampah sudah dimulai antara lain dari produsen dengan mendesain ulang produk tanpa kemasan, retail tidak menyediakan kantong plastik, dan perbaikan gaya hidup yang mengedepankan pemanfaatan ulang sebuah produk. 
     
    Diakui Sugeng, energi di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dalam konteks pengelolaan sampah, menurut Sugeng, harus diarahkan bagaimana sampah bisa menjadi penopang swasembada energi dan bahan bakar rendah karbon. 
     
    Saat ini, ungkap Sugeng, pihaknya sedang melakukan revisi UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam upaya mengubah paradigma pengelolaan sampah yang menekankan pada pengurangan dan penanganan sampah. 
     
    Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintahan Kabupaten Banyumas, Junaidi mengungkapkan, pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas saat ini sudah didelegasikan kepada kelompok swasembada masyarakat. 
     
    Dengan luas wilayah lebih dari 139.115 hektare, ujar Junaidi, Kabupaten Banyumas sudah tidak memakai pengelolaan sampah konvensional seperti open dumping. 
     
    Junaidi mengungkapkan, Kabupaten Banyumas juga pernah mengalami darurat sampah, ketika sejumlah tempat pembuangan akhir sampah ditutup oleh masyarakat. 
     
    Menurut Junaidi, salah satu solusi yang dihadirkan adalah program sulap sampah menjadi uang (Sumpah Beruang) yang memadukan gerakan ekonomi sirkular, pemberdayaan masyarakat, dan gotong-royong. 
     
    Ketua Komunitas Peduli Kali Loji, Titik Nuraini berpendapat, keterlibatan aktif masyarakat di lapangan sangat penting dalam upaya mengelola sampah. 
     
    Kepercayaan yang tumbuh dari masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah dengan baik, ujar Titik, merupakan hasil dari proses pendekatan yang dilakukan. 
     
    Antara lain, ungkap Titik, seperti konsisten melakukan aksi bersama masyarakat membersihkan sungai, saluran air di lingkungan tempat tinggal, sehingga terbangun kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. 
     
    Menurut Titik, strategi menumbuhkan aksi  kolektif komunitas dan warga penting untuk dilakukan dalam upaya menumbuhkan budaya baru memilah sampah dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan. 
     
    Diakui Titik, pola pikir lama masyarakat masih jadi kendala di lapangan, karena mereka masih beranggapan bahwa menjaga lingkungan bukan tanggung jawab masyarakat. 
     
    Titik berpendapat, gotong-royong bukan sekadar gerak bersama-sama semata, tetapi lebih jauh lagi harus secara kolektif, lintas sektor dan kelas. 
     
    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Putri Rosmalia Octaviyani berpendapat, permasalahan sampah di Indonesia dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. 
     
    Peristiwa kebakaran tempat pembuangan akhir sampah, ujar Putri, selalu terjadi secara bergantian di sejumlah daerah. 
     
    Secara umum, tambah Putri, penerapan pengelolaan sampah yang baik belum sepenuhnya dilakukan di daerah-daerah. Padahal, tambah dia, permasalahan sampah juga bisa memicu masalah sosial. 
     
    Edukasi sejak dini terkait sejumlah isu lingkungan, menurut Putri, penting untuk dilakukan. Selain itu, jelas dia, butuh komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat pentingnya menanamkan nilai-nilai untuk membuang sampah pada tempatnya kepada masyarakat. Kampanye terkait hal itu, jelas Saur, bisa melalui media massa atau bahkan media sosial. 
     
    Selain itu, tambah Saur, jika ada daerah yang sukses mengelola sampah dengan baik, seperti Banyumas, bisa dipelajari, ditiru, dan dilaksanakan. 
     
    “Bila negara lain sudah mengaplikasikan pengelolaan sampah seperti di Banyumas, mengapa daerah lain tidak segera menirunya,” ujar Saur.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (MMI)

  • Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

    Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

    Jakarta: Kebijakan tarif resiprokal yang diambil Amerika Serikat baru-baru ini memicu kegelisahan negara-negara mitranya, termasuk Indonesia. 
     
    Pemerintah AS Donald Trump mengumumkan bahwa beberapa produk asal Tiongkok seperti smartphone dan laptop dikenakan tarif impor hingga 145 persen. 
     
    Meski Indonesia bukan sasaran langsung, kebijakan ini bisa berdampak besar secara global, termasuk bagi rantai pasok dan perdagangan Indonesia.

    Menyikapi kondisi itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong penguatan kerja bersama dengan strategi yang tepat dalam menghadapi sejumlah tantangan yang muncul akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Negeri Paman Sam itu.
     
    “Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan global yang terus berubah saat ini,” Lestari dalam sambutan pada diskusi daring bertema Dampak “Trump Reciprocal Tariffs” Terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 16 April 2025.
     

    Dampak ke Indonesia tak bisa diabaikan
    Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti juga menyatakan bahwa Indonesia harus bersikap sigap menghadapi dampak dari kebijakan tarif AS ini. 
     
    Sebab, kebijakan tarif resiprokal ini menimbulkan ketegangan pada perekonomian global dan antara lain berdampak pada distribusi rantai pasok.
     
    Asal tau saja, tarif yang diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi ini, tambah dia, harus menjadi perhatian. 
     
    Saat ini pemerintah Amerika Serikat menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari dan selama masa penundaan itu tarif yang berlaku bagi Indonesia 10 persen.
     
    Dyah berharap ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan tarif tersebut. 
     

    Peluang tetap ada, asal sigap
    Meski situasi penuh ketidakpastian, peluang tetap terbuka. Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco berpendapat bahwa dampak perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan menguntungkan ASEAN. 
     
    Namun, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam. Dalam hal ini dia juga mengungkapkan, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO. 
     
    “Indonesia punya pasar yang luar biasa besar,” ujar Badri.
     
    Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri. 
     
    Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis. 
     
    Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan. 
     

    Perang tarif berikan berbagai macam imbas
    Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban, Tarli Nugroho berpendapat, saat ini kondisi perekonomian tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang dunia usaha kita belum pulih. 
     
    Perang dagang yang terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru yang bisa menguntungkan atau merugikan kita. 
     
    Bagi ekonomi Indonesia perang tarif yang terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain, Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk Tiongkok yang sedang berperang dagang dengan Amerika Serikat. 
     
    Menurut Tarli, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang dagang saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi penting untuk dilakukan. 
     
    “Politik bebas aktif harus terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah dampak perang dagang yang terjadi saat ini,” tegas Tarli. 
     
    Anggota Komisi XI DPR RI, Martin Manurung berpendapat, suka atau tidak suka, kebijakan yang diambil Trump akan berdampak juga pada pasar domestik mereka. 
     
    “Di era perdagangan global saat ini tidak ada satu pun negara yang untung sendirian,” ujar Martin. 
     
    Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik. 
     

    Jangan asal buat kebijakan
    Sementara itu, Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terlihat Negeri Tirai Bambu itu lebih siap dengan sejumlah strategi yang diterapkannya. 
     
    Selain itu, Saur mengingatkan, dalam menyikapi perang dagang yang terjadi jangan sampai mengambil kebijakan yang terlalu ekstrem, karena sejatinya ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 10 persen.
     
    “Penghapusan batasan persyaratan kandungan lokal produk tertentu berpotensi mematikan industri dalam negeri yang sangat penting bagi keberlanjutan produk lokal,” ujar Saur.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Patriotisme Perempuan Harus Mampu Mendorong Kemajuan Bangsa

    Patriotisme Perempuan Harus Mampu Mendorong Kemajuan Bangsa

    Medcom • 05 Maret 2025 19:47

    Jakarta: Patriotisme perempuan harus mampu dibangkitkan agar mampu mendorong semangat bersama untuk memperjuangkan hak-haknya dalam mengisi kemerdekaan. 

    “Berbagai kisah perjuangan perempuan mengisi lembar sejarah perjuangan bangsa kita sejak dulu. Karena perjuangan perempuan adalah perjuangan yang berkelanjutan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi bertema “Peringatan Hari Perempuan Internasional 2025 – Patriotisme Perempuan: Dulu, Kini, dan Nanti” yang diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bersama Forum Diskusi Denpasar 12 dan Keluarga Besar Wirawati Catur Panca, di ruang Delegasi, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Maret 2025. 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Pia Feriasti Megananda, BA (Ketua Umum Wirawati Catur Panca), Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.M. (Ketua Dewan Pers), dan Nicky Clara (Social Entrepreneur) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Irine Hiraswari Gayatri, Ph.D (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) sebagai penanggap. 

    Lestari menegaskan, perempuan di Nusantara sejak dahulu adalah perempuan yang tangguh. 

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Butuh Afirmasi dan Edukasi untuk Dorong Perempuan Aktif di Dunia Politik

    Di Aceh, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pada masa lalu bahkan dipimpin para sultana dengan pemikiran yang jauh melampaui zamannya. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mengungkapkan, pada abad ke-16 juga ada pejuang perempuan bernama Ratu Kalinyamat dari Jepara yang menerapkan konsep poros maritim di Nusantara untuk menggalang aliansi dalam melawan Portugis. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap momentum diskusi tentang patriotisme perempuan ini dapat membangkitkan semangat para perempuan untuk sama-sama bergandeng tangan menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang belum selesai dalam proses pembangunan. 

    Pada sambutan tertulisnya, Ketua Umum Wirawati Catur Panca, Pia Feriasti Megananda mengungkapkan, acara diskusi tentang patriotisme perempuan yang diselenggarakan di gedung MPR RI ini merupakan simbol perjuangan bangsa, yang juga melibatkan perempuan. 

    Menurut Pia, peran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa berkelanjutan sejak masa lalu, masa kini, hingga masa datang. 

    Di masa lalu, ujar Pia, pejuang perempuan memiliki patriotisme yang tinggi. Selain memperjuangkan kemerdekaan bangsa, pejuang perempuan juga memperjuangkan hak-hak mereka. 

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan keterlibatan aktif perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan di sejumlah bidang memang sudah terjadi sejak dahulu. 

    Namun, tambah dia, di era saat ini, pada sejumlah kasus, perempuan tidak dipandang sama dengan laki-laki. 

    Diakui Ninik, dalam konteks penerapan kesetaraan gender saat ini ada kemajuan. Namun, tambah dia, di beberapa sektor terjadi stagnasi, bahkan kemunduran dalam pelaksanaan kesetaraan gender. 

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berharap momentum diskusi tentang patriotisme perempuan ini dapat membangkitkan semangat para perempuan untuk sama-sama bergandeng tangan menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang belum selesai dalam proses pembangunan. Foto: Dok. Istimewa)

    Penerapan aturan yang berbeda berdasarkan suku, ras, dan agama, ujar Ninik, menyebabkan stagnasi penerapan kesetaraan gender di sejumlah sektor. 

    Sejumlah regulasi, ungkap Ninik, mendorong terjadinya diskriminasi yang memicu terjadinya tindak kekerasan dan sejumlah hal yang merugikan perempuan. 

    Sehingga, ujar dia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam hal penerapan kesetaraan gender di tanah air. 

    Social Entrepreneur Nicky Clara mengungkapkan terlahir sebagai perempuan disabilitas menghadapi tantangan yang berlapis-lapis. 

    Stigma terkait perempuan dan disabilitas sangat kuat. Bahkan di sejumlah daerah, perempuan dengan disabilitas sampai dikurung. 

    Menurut Nicky, bila tidak mengikutsertakan perempuan dalam pengembangan ekonomi, negara akan kehilangan. Tetapi, tambah dia, faktanya hanya kurang dari 30 persen perempuan yang melek keuangan. 

    Karena itu, ujar Nicky, upaya pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi merupakan langkah yang penting. 

    Peneliti BRIN, Irine Hiraswari Gayatri berpendapat, gerakan perempuan itu berkembang sesuai zamannya, tetapi ada yang konsisten dalam setiap perjuangan itu yaitu militansi. 

    Diakui Irine, keberhasilan gerakan perempuan sering kali bergantung pada faktor lokal dan global.  Selain itu, tambah dia, juga menghadapi tantangan dalam konteks kondisi sosial dan ekonomi. 

    Menurut dia, sejumlah langkah afirmasi di bidang politik itu sejatinya upaya untuk mengakselerasi keterwakilan perempuan di parlemen. 

    Namun, disayangkan upaya itu tidak dibarengi dengan pendidikan politik yang memadai bagi perempuan. 

    Pada kesempatan itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, saat ini di Kabinet Merah Putih terdapat 5 menteri perempuan dan 9 wakil menteri perempuan. 

    Kondisi itu, sesuatu yang belum pernah terjadi. Bila itu berhasil, di masa depan kita akan punya 9 menteri perempuan. 

    Tetapi, ujar Saur, ada juga bidang-bidang yang tidak pernah dijabat oleh perempuan, sekarang dijabat perempuan, seperti Wakil Menteri  Pekerjaan Umum, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi. “Bila angle itu yang dipakai saya tidak melihat ada regresi,” ujar Saur. 

    Saur khawatir, label yang dibuat terhadap perempuan dan laki-laki itu memperkuat diskriminasi. 

    Sebagai contoh, tambah Saur, kata bangsawan tidak ada bangsawati, negarawan tidak ada negarawati, rupawan tidak ada rupawati. 

    “Mengapa sampai ke kita ada kata taruna dan taruni? Taruna itu berasal bahasa Pali rumpun Indo Arya yang artinya muda,” ujarnya. 

    Jadi, tegas Saur, justru penciptaan bahasa itulah yang menyebabkan penguatan diskriminasi. Menurut Saur, kondisi tersebut harus dikoreksi melalui alam pikiran dalam berbahasa. 

    Jakarta: Patriotisme perempuan harus mampu dibangkitkan agar mampu mendorong semangat bersama untuk memperjuangkan hak-haknya dalam mengisi kemerdekaan. 
     
    “Berbagai kisah perjuangan perempuan mengisi lembar sejarah perjuangan bangsa kita sejak dulu. Karena perjuangan perempuan adalah perjuangan yang berkelanjutan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi bertema “Peringatan Hari Perempuan Internasional 2025 – Patriotisme Perempuan: Dulu, Kini, dan Nanti” yang diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bersama Forum Diskusi Denpasar 12 dan Keluarga Besar Wirawati Catur Panca, di ruang Delegasi, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Maret 2025. 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Pia Feriasti Megananda, BA (Ketua Umum Wirawati Catur Panca), Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.M. (Ketua Dewan Pers), dan Nicky Clara (Social Entrepreneur) sebagai narasumber. 

    Selain itu hadir pula Irine Hiraswari Gayatri, Ph.D (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) sebagai penanggap. 
     
    Lestari menegaskan, perempuan di Nusantara sejak dahulu adalah perempuan yang tangguh. 
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Butuh Afirmasi dan Edukasi untuk Dorong Perempuan Aktif di Dunia Politik
     
    Di Aceh, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pada masa lalu bahkan dipimpin para sultana dengan pemikiran yang jauh melampaui zamannya. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mengungkapkan, pada abad ke-16 juga ada pejuang perempuan bernama Ratu Kalinyamat dari Jepara yang menerapkan konsep poros maritim di Nusantara untuk menggalang aliansi dalam melawan Portugis. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap momentum diskusi tentang patriotisme perempuan ini dapat membangkitkan semangat para perempuan untuk sama-sama bergandeng tangan menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang belum selesai dalam proses pembangunan. 
     
    Pada sambutan tertulisnya, Ketua Umum Wirawati Catur Panca, Pia Feriasti Megananda mengungkapkan, acara diskusi tentang patriotisme perempuan yang diselenggarakan di gedung MPR RI ini merupakan simbol perjuangan bangsa, yang juga melibatkan perempuan. 
     
    Menurut Pia, peran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa berkelanjutan sejak masa lalu, masa kini, hingga masa datang. 
     
    Di masa lalu, ujar Pia, pejuang perempuan memiliki patriotisme yang tinggi. Selain memperjuangkan kemerdekaan bangsa, pejuang perempuan juga memperjuangkan hak-hak mereka. 
     
    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan keterlibatan aktif perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan di sejumlah bidang memang sudah terjadi sejak dahulu. 
     
    Namun, tambah dia, di era saat ini, pada sejumlah kasus, perempuan tidak dipandang sama dengan laki-laki. 
     
    Diakui Ninik, dalam konteks penerapan kesetaraan gender saat ini ada kemajuan. Namun, tambah dia, di beberapa sektor terjadi stagnasi, bahkan kemunduran dalam pelaksanaan kesetaraan gender. 
     

    (Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berharap momentum diskusi tentang patriotisme perempuan ini dapat membangkitkan semangat para perempuan untuk sama-sama bergandeng tangan menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang belum selesai dalam proses pembangunan. Foto: Dok. Istimewa)
     
    Penerapan aturan yang berbeda berdasarkan suku, ras, dan agama, ujar Ninik, menyebabkan stagnasi penerapan kesetaraan gender di sejumlah sektor. 
     
    Sejumlah regulasi, ungkap Ninik, mendorong terjadinya diskriminasi yang memicu terjadinya tindak kekerasan dan sejumlah hal yang merugikan perempuan. 
     
    Sehingga, ujar dia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam hal penerapan kesetaraan gender di tanah air. 
     
    Social Entrepreneur Nicky Clara mengungkapkan terlahir sebagai perempuan disabilitas menghadapi tantangan yang berlapis-lapis. 
     
    Stigma terkait perempuan dan disabilitas sangat kuat. Bahkan di sejumlah daerah, perempuan dengan disabilitas sampai dikurung. 
     
    Menurut Nicky, bila tidak mengikutsertakan perempuan dalam pengembangan ekonomi, negara akan kehilangan. Tetapi, tambah dia, faktanya hanya kurang dari 30 persen perempuan yang melek keuangan. 
     
    Karena itu, ujar Nicky, upaya pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi merupakan langkah yang penting. 
     
    Peneliti BRIN, Irine Hiraswari Gayatri berpendapat, gerakan perempuan itu berkembang sesuai zamannya, tetapi ada yang konsisten dalam setiap perjuangan itu yaitu militansi. 
     
    Diakui Irine, keberhasilan gerakan perempuan sering kali bergantung pada faktor lokal dan global.  Selain itu, tambah dia, juga menghadapi tantangan dalam konteks kondisi sosial dan ekonomi. 
     
    Menurut dia, sejumlah langkah afirmasi di bidang politik itu sejatinya upaya untuk mengakselerasi keterwakilan perempuan di parlemen. 
     
    Namun, disayangkan upaya itu tidak dibarengi dengan pendidikan politik yang memadai bagi perempuan. 
     
    Pada kesempatan itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, saat ini di Kabinet Merah Putih terdapat 5 menteri perempuan dan 9 wakil menteri perempuan. 
     
    Kondisi itu, sesuatu yang belum pernah terjadi. Bila itu berhasil, di masa depan kita akan punya 9 menteri perempuan. 
     
    Tetapi, ujar Saur, ada juga bidang-bidang yang tidak pernah dijabat oleh perempuan, sekarang dijabat perempuan, seperti Wakil Menteri  Pekerjaan Umum, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi. “Bila angle itu yang dipakai saya tidak melihat ada regresi,” ujar Saur. 
     
    Saur khawatir, label yang dibuat terhadap perempuan dan laki-laki itu memperkuat diskriminasi. 
     
    Sebagai contoh, tambah Saur, kata bangsawan tidak ada bangsawati, negarawan tidak ada negarawati, rupawan tidak ada rupawati. 
     
    “Mengapa sampai ke kita ada kata taruna dan taruni? Taruna itu berasal bahasa Pali rumpun Indo Arya yang artinya muda,” ujarnya. 
     
    Jadi, tegas Saur, justru penciptaan bahasa itulah yang menyebabkan penguatan diskriminasi. Menurut Saur, kondisi tersebut harus dikoreksi melalui alam pikiran dalam berbahasa. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Mulai Tekan Diskriminasi Perempuan dengan Berbahasa

    Mulai Tekan Diskriminasi Perempuan dengan Berbahasa

    Jakarta: Berbicara perempuan, kesetaraan terhadap laki-laki belakangan ini sering kali disuarakan, baik itu di media sosial maupun melalui demonstrasi. Menurut wartawan senior Saur Hutabarat, diskriminasi terhadap perempuan harus dimulai dari berbahasa.

    “Saya tuh mengkhawatirkan bahwa label yang kita kasih perempuan dan laki-laki itu justru memperkuat diskriminasi. Contoh bangsawan dan bangsawati, negarawan tidak ada negarawati, rupawan tidak ada rupawati. Kenapa sampai ke kita ada taruna ada taruni?” kata Saur Hutabarat dalam pertemuan daring Forum Diskusi Denpasar 12 dengan tema patriotisme perempuan, Rabu, 5 Maret 2025.

    Ia mencontohkan bahwa kata taruna sebenarnya berartikan muda. Pun, ia juga menekankan bahwa karang taruna memiliki arti tempat untuk anak-anak muda. Namun, tak ada yang namanya karang taruni khusus perempuan. Jadi, ia menekankan bahwa mulailah dengan kebiasaan berbahasa.

    Baca juga: Ramai #KaburAjaDulu, Saur Hutabarat: Cuma Samar Pergi, Bukan Melarikan Diri

    Saur Hutabarat mengungkapkan bahwa anggapan bahasa yang membedakan antara laki-laki dan perempuan merupakan bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan terhadap sesama. Bahasa menjadi salah satu penyebab munculnya diskriminasi ini.

    Untuk mulai tidak melakukan diskriminasi, Sahur Hutabarat menyarankan untuk mulai dari berbahasa kepada sesama. Sebaiknya, tidak ada lagi menyebutkan anggapan bahasa yang membedakan laki-laki dan perempuan.

    “Jadi, saya berpandangan bahwa itu perlu dikoreksi mulai dari alam pikiran berbahasa. Contoh wartawan, ada wartawan ada wartawati. Tetapi tidak ada persatuan wartawati, adanya persatuan wartawan,” jelas Saur Hutabarat.

    “Jadi terlalu diskriminasi dimulai dari cara kita berpikir, cara kita berbahasa. Itu dulu yang perlu dikoreksi,” pungkasnya.

    Jakarta: Berbicara perempuan, kesetaraan terhadap laki-laki belakangan ini sering kali disuarakan, baik itu di media sosial maupun melalui demonstrasi. Menurut wartawan senior Saur Hutabarat, diskriminasi terhadap perempuan harus dimulai dari berbahasa.
     
    “Saya tuh mengkhawatirkan bahwa label yang kita kasih perempuan dan laki-laki itu justru memperkuat diskriminasi. Contoh bangsawan dan bangsawati, negarawan tidak ada negarawati, rupawan tidak ada rupawati. Kenapa sampai ke kita ada taruna ada taruni?” kata Saur Hutabarat dalam pertemuan daring Forum Diskusi Denpasar 12 dengan tema patriotisme perempuan, Rabu, 5 Maret 2025.
     
    Ia mencontohkan bahwa kata taruna sebenarnya berartikan muda. Pun, ia juga menekankan bahwa karang taruna memiliki arti tempat untuk anak-anak muda. Namun, tak ada yang namanya karang taruni khusus perempuan. Jadi, ia menekankan bahwa mulailah dengan kebiasaan berbahasa.

    Baca juga: Ramai #KaburAjaDulu, Saur Hutabarat: Cuma Samar Pergi, Bukan Melarikan Diri
     
    Saur Hutabarat mengungkapkan bahwa anggapan bahasa yang membedakan antara laki-laki dan perempuan merupakan bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan terhadap sesama. Bahasa menjadi salah satu penyebab munculnya diskriminasi ini.
     
    Untuk mulai tidak melakukan diskriminasi, Sahur Hutabarat menyarankan untuk mulai dari berbahasa kepada sesama. Sebaiknya, tidak ada lagi menyebutkan anggapan bahasa yang membedakan laki-laki dan perempuan.
     
    “Jadi, saya berpandangan bahwa itu perlu dikoreksi mulai dari alam pikiran berbahasa. Contoh wartawan, ada wartawan ada wartawati. Tetapi tidak ada persatuan wartawati, adanya persatuan wartawan,” jelas Saur Hutabarat.
     
    “Jadi terlalu diskriminasi dimulai dari cara kita berpikir, cara kita berbahasa. Itu dulu yang perlu dikoreksi,” pungkasnya.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Puncak Peringatan Journalist Day 2025, MGN Beri Penghargaan untuk Jurnalis & Supporting

    Puncak Peringatan Journalist Day 2025, MGN Beri Penghargaan untuk Jurnalis & Supporting

    Jakarta: Media Group Network (MGN) memberikan apresiasi bagi jurnalis dan supporting di Journalist Day 2025. Penghargaan spesial juga diberikan kepada tokoh senior.

    Ketua Journalist Day 2025 Zilvia Iskandar mengatakan Journalist Day yang sudah memasuki tahun kelima ini merupakan hari para pewarta merayakan dan dirayakan eksistensinya.

    “Kita ingin denyutnya bisa dirasakan di semua lini. Kami ingin teman-teman tahu betapa bangganya kami, sudah berkontribusi kepada institusi dan masyarakat,” ujar Zilvia saat membuka acara Journalist Day 2025 di Gedung Metro TV, Jakarta, Rabu 26 Februari 2025.

    Sejumlah tokoh turut hadir dalam Journalist Day 2025, antara lain CEO Media Group, Mirdal Akib, Gubernur ABN NasDem IGK Manila, Direktur Utama Metro TV Arief Suditomo, Dewan Pengarah Redaksi Media Goup Saur Hutabarat, serta Ketua Dewan Redaksi Media Grup Elman Saragih. 

    Kemudian, Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi, Pemimpin Redaksi Media Indonesia Abdul Kohar, Pemimpin Redaksi Metro TV Budiyanto dan Direktur Nusantara TV Don Bosco.
    Penghargaan Journalist Day 2025

    Tahun ini, Journalist Day 2025 hadir dengan tajuk ‘Beyond Limits’. Media Group Network (MGN) menggelar 16 kategori lomba dan 34 penghargaan kepada jurnalis MGN. Penghargaan ini diharapkan memberikan inspirasi bagi para insan pers.

    16 kategori perlombaan yang dibagi dua klaster besar, yakni based on products dan kedua based on person.  Untuk based on product sifatnya bidding, semua karya bisa diikutkan.

    Di dalamnya ada kategori masterpiece, terdiri dari TV, digital, dan cetak. Kemudian best products, best interview, dan best creative content yaitu di TV, digital, dan cetak.

    Sedangkan penghargaan based on person meliputi penghargaan di berbagai posisi seperti presenter, camera person, video journalist, producer, reporter, dan lain sebagainya.

    Masing-masing kategori tersebut dinilai oleh juri eksternal dan internal. Juri penghargaan based on products terdiri dari Agus Sudibyo selaku Ketua Dewan Pakar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Abdul Kohar (anggota dewan redaksi Media Group) hingga Jhon Don Bosco Adja (jurnalis senior).

    Sementara untuk best products yang menjadi juri antara lain Ahmad Firdaus Pemred Medcom, Aries Fadhilah Wapemred Metro TV serta Farah Dina Head of Digital Hub.

    CEO Media Group Muhammad Mirdal Akib menyampaikan Media Group Network (MGN) mendedikasikan satu hari dalam setahun untuk mengapresiasi jurnalis. “Satu hari kita dedikasikan untuk semacam festival untuk kita semua. Selamat hari Journalist Day,” kata Mirdal dalam sambutannya.
    Berikut daftar pemenang apresiasi Journalist day 2025:

    Best On Product

    Best Report: Farhan Zuhri (Media Indonesia) dengan karya Transportasi Publik Berkelanjutan Simbol Kemajuan.
    Best Interview: Tim Kick Andy (Metro TV) dengan judul Tikus Diracun Amran.
    Best Creative TV Content: Tim Kontroversi Metro TV dengan karya berjudul Alangkah Lucunya Pagar Laut Ini. 
    Best Creative Digital Content: Tim Digital Hub – Tops Song 2024 (Medcom).
    Best Creative Printed Content: Briyan (Media Indonesia) dengan judul Palestina Menolak
    Takluk. 
    The Most Viral Content: Tim Digital Hub, ‘Prabowo Persilahkan Jokowi untuk Foto Bersama’.
    Best Supporting Journalism
    Best Supporting Journalism Direktorat News: Ibnu Mubarauq
    Best Supporting Journalism Direktorat Programing & Development: Muhamad Iqbal S
    Best Supporting Journalism Direktorat Sales & Marketing: Tri Kurniawati
    Best Supporting Journalism Direktorat Teknik & IT: Reza Novayansha
    Best Supporting Journalism Direktorat Finance SC & SCM: Hesti Asriani
    Best On Person

    Best Reporter: M. Septiansyah Yusup
    Best Reporter Camera Person: M Robby Pratama
    Best Video Journalist: Siti Yona Hukmana
    Best Presenter: Valentinus Resa
    Karya Jurnalistik Masterpiece

    TV Masterpiece: Tim Realitas Metro TV, dengan karya Hidup di Zona Merah Kampung Narkoba di Jakarta
    Digital Masterpiece: Tim Si Paling Kontroversi Metro TV dengan karya Pegi Bebas, Polisi Akui Salah Tangkap
    Printed Masterpiece: Ika Kusumawinata dan Irfan Sihombing (Media Indonesia), dengan karya Jalan Panjang Jepang Menjadi Pemenang
    Journalist of The Year 2025 MGN: Rahdhini Ikaningrum (Metro TV)

    Selain itu, terdapat dua penghargaan spesial pada Journalist Day 2025. Pertama adalah Special Appreciation As Senior Militant Metro TV yang diberikan kepada Desi Fitriani.

    Penghargaan spesial juga diberikan kepada Sahril Helmi, jurnalis Metro TV yang gugur saat bertugas. 

     

    Jakarta: Media Group Network (MGN) memberikan apresiasi bagi jurnalis dan supporting di Journalist Day 2025. Penghargaan spesial juga diberikan kepada tokoh senior.
     
    Ketua Journalist Day 2025 Zilvia Iskandar mengatakan Journalist Day yang sudah memasuki tahun kelima ini merupakan hari para pewarta merayakan dan dirayakan eksistensinya.
     
    “Kita ingin denyutnya bisa dirasakan di semua lini. Kami ingin teman-teman tahu betapa bangganya kami, sudah berkontribusi kepada institusi dan masyarakat,” ujar Zilvia saat membuka acara Journalist Day 2025 di Gedung Metro TV, Jakarta, Rabu 26 Februari 2025.

    Sejumlah tokoh turut hadir dalam Journalist Day 2025, antara lain CEO Media Group, Mirdal Akib, Gubernur ABN NasDem IGK Manila, Direktur Utama Metro TV Arief Suditomo, Dewan Pengarah Redaksi Media Goup Saur Hutabarat, serta Ketua Dewan Redaksi Media Grup Elman Saragih. 
     
    Kemudian, Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi, Pemimpin Redaksi Media Indonesia Abdul Kohar, Pemimpin Redaksi Metro TV Budiyanto dan Direktur Nusantara TV Don Bosco.

    Penghargaan Journalist Day 2025

    Tahun ini, Journalist Day 2025 hadir dengan tajuk ‘Beyond Limits’. Media Group Network (MGN) menggelar 16 kategori lomba dan 34 penghargaan kepada jurnalis MGN. Penghargaan ini diharapkan memberikan inspirasi bagi para insan pers.
     
    16 kategori perlombaan yang dibagi dua klaster besar, yakni based on products dan kedua based on person.  Untuk based on product sifatnya bidding, semua karya bisa diikutkan.
     
    Di dalamnya ada kategori masterpiece, terdiri dari TV, digital, dan cetak. Kemudian best products, best interview, dan best creative content yaitu di TV, digital, dan cetak.
     
    Sedangkan penghargaan based on person meliputi penghargaan di berbagai posisi seperti presenter, camera person, video journalist, producer, reporter, dan lain sebagainya.
     
    Masing-masing kategori tersebut dinilai oleh juri eksternal dan internal. Juri penghargaan based on products terdiri dari Agus Sudibyo selaku Ketua Dewan Pakar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Abdul Kohar (anggota dewan redaksi Media Group) hingga Jhon Don Bosco Adja (jurnalis senior).
     
    Sementara untuk best products yang menjadi juri antara lain Ahmad Firdaus Pemred Medcom, Aries Fadhilah Wapemred Metro TV serta Farah Dina Head of Digital Hub.
     
    CEO Media Group Muhammad Mirdal Akib menyampaikan Media Group Network (MGN) mendedikasikan satu hari dalam setahun untuk mengapresiasi jurnalis. “Satu hari kita dedikasikan untuk semacam festival untuk kita semua. Selamat hari Journalist Day,” kata Mirdal dalam sambutannya.
    Berikut daftar pemenang apresiasi Journalist day 2025:

    Best On Product

    Best Report: Farhan Zuhri (Media Indonesia) dengan karya Transportasi Publik Berkelanjutan Simbol Kemajuan.
    Best Interview: Tim Kick Andy (Metro TV) dengan judul Tikus Diracun Amran.
    Best Creative TV Content: Tim Kontroversi Metro TV dengan karya berjudul Alangkah Lucunya Pagar Laut Ini. 
    Best Creative Digital Content: Tim Digital Hub – Tops Song 2024 (Medcom).
    Best Creative Printed Content: Briyan (Media Indonesia) dengan judul Palestina Menolak
    Takluk. 
    The Most Viral Content: Tim Digital Hub, ‘Prabowo Persilahkan Jokowi untuk Foto Bersama’.

    Best Supporting Journalism

    Best Supporting Journalism Direktorat News: Ibnu Mubarauq
    Best Supporting Journalism Direktorat Programing & Development: Muhamad Iqbal S
    Best Supporting Journalism Direktorat Sales & Marketing: Tri Kurniawati
    Best Supporting Journalism Direktorat Teknik & IT: Reza Novayansha
    Best Supporting Journalism Direktorat Finance SC & SCM: Hesti Asriani

    Best On Person

    Best Reporter: M. Septiansyah Yusup
    Best Reporter Camera Person: M Robby Pratama
    Best Video Journalist: Siti Yona Hukmana
    Best Presenter: Valentinus Resa

    Karya Jurnalistik Masterpiece

    TV Masterpiece: Tim Realitas Metro TV, dengan karya Hidup di Zona Merah Kampung Narkoba di Jakarta
    Digital Masterpiece: Tim Si Paling Kontroversi Metro TV dengan karya Pegi Bebas, Polisi Akui Salah Tangkap
    Printed Masterpiece: Ika Kusumawinata dan Irfan Sihombing (Media Indonesia), dengan karya Jalan Panjang Jepang Menjadi Pemenang
    Journalist of The Year 2025 MGN: Rahdhini Ikaningrum (Metro TV)
     
    Selain itu, terdapat dua penghargaan spesial pada Journalist Day 2025. Pertama adalah Special Appreciation As Senior Militant Metro TV yang diberikan kepada Desi Fitriani.
     
    Penghargaan spesial juga diberikan kepada Sahril Helmi, jurnalis Metro TV yang gugur saat bertugas. 
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)