Tag: Satriwan Salim

  • P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    Jakarta

    Pemerintah kini tak hanya mewajibkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), tapi juga wajib punya sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan syarat sertifikasi baru diwajibkan sekarang.

    “Ini (syarat sertifikasi) mestinya dari awal gitu. Dari awal sudah disiapkan oleh BGN (Badan Gizi Nasional). Sejak sebelum program MBG itu dilaksanakan, diimplementasikan gitu,” ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim kepada wartawan, Juamt (2/10/2025).

    Satriwan menyebut adanya syarat sertifikasi usai program MBG jalan berbulan-bulan menandakan Badan Gizi Nasional tidak siap melaksanakan program unggulan dari Presiden Prabowo Subianto. Satriwan juga menyoroti pemerintah yang baru membuat syarat sertifikasi untuk dapur MBG usai banyak korban keracunan.

    “Tentu kita sangat sedih sekali ya sudah jatuh korban gitu. Sudah menyebar luas (kasus keracunan) bahkan makin meningkat ya sebaran anak-anak yang keracunan termasuk guru gitu. Nah kemudian SOP nya baru disiapkan. Kemudian apa sertifikasi standar gizi manajemen risikonya baru disiapkan. Nah ini dari segi perencanaan tentu tidak baik gitu,” kata Satriwan.

    Satriwan meminta program MBG tidak dipukul rata dibagikan kepada pelajar di seluruh Indonesia. Namun, lebih ditargetkan kepada anak-anak yang tidak mampu.

    Satriwan turut menyorot adanya sekolah yang pelajarnya berasal dari keluarga mampu juga mendapatkan MBG. Padahal di sekolah bonafit tersebut, terangnya, juga disediakan program makan siang mandiri yang dari segi kualitas dan harga di atas MBG.

    “Sekolah-sekolah seperti ini selayaknya mereka tidak perlu mendapatkan MBG dari pemerintah gitu. Makanya kami sangat menyayangkan sekali ketika sekolah-sekolah swasta yang sudah punya program MBG secara mandiri kemudian diwajibkan oleh pemerintah daerah gitu ya untuk mengikuti program MBG juga,” jelasnya.

    Dia meminta ahli gizi dilibatkan di sekolah untuk mencoba MBG sebelum diberikan kepada pelajar. Nantinya, yang mencicipi MBG di sekolah adalah ahli gizi, bukan guru.

    “Guru tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk mengecek apakah makanan ini bergizi atau tidak bergizi,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI bersama Badan Gizi Nasional menyepakati setiap dapur MBG harus mempunyai sertifikat HACCP. Sertifikat ini berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risiko.

    “Kita juga membereskan masalah sertifikasinya. Jadi standar minimum SPPG-nya. Kita juga sudah menyepakati BGN akan mewajibkan sertifikasi layak higiene dan sanitasi dari Kemenkes. Kemudian ada proses HACCP untuk prosesnya, terutama berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risikonya,” jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    Selian itu, Budi mengatakan setiap SPPG nantinya akan memiliki sertifikasi halal. Dia menyebutkan proses sertifikasi ini akan ditambah dengan rekognisi atau pengakuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    “Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi. Ini proses standarisasi awal minimalnya seperti apa. Kita juga sudah membahas bagaimana ada akselerasi dari sisi masing-masing penerbit sertifikasi agar prosesnya bisa cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya izin yang mahal-mahal,” kata dia.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/ygs)

  • Program MBG Prabowo Sedot Separuh Anggaran Pendidikan Rp758 Triliun

    Program MBG Prabowo Sedot Separuh Anggaran Pendidikan Rp758 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar Rp757,8 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka tersebut naik 9,8% dibandingkan dengan outlook 2025 senilai Rp690,1 triliun.

    Anggaran sektor pendidikan tersebut melanjutkan tren pertumbuhan sejak 2022 yang saat itu hanya mencapai Rp480,3 triliun dengan puncak kenaikan tertinggi terjadi pada 2025 dengan lonjakan 21,3%.

    Namun demikian, jika melihat lebih rinci anggaran sektor pendidikan pada RAPBN 2026, pemerintah mengalokasikan sebesar 44,2% dari anggaran sektor pendidikan atau sekitar Rp335 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Besaran alokasi anggaran MBG pada 2026 melonjak drastis sebesar 371,8% dari tahun ini yang hanya senilai Rp71 triliun.

    Anggaran MBG pada tahun depan akan digunakan untuk menjangkau siswa, ibu hamil dan balita dengan jumlah penerima 82,9 juta penerima dan dimanfaatkan untuk 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Rencananya, anggaran MBG tahun 2026 disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp269 triliun dengan pencadangan Rp67 triliun.

    Selain untuk MBG, anggaran pendidikan senilai Rp757,8 triliun tersebut dialokasikan untuk para mahasiswa akan mendapatkan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah yang dialokasikan sebesar Rp17,2 triliun bagi 1,2 juta mahasiswa, lalu Program Indonesia Pintar (PIP) senilai Rp15,6 triliun untuk 21,1 juta siswa dan program beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dialokasikan sebesar Rp25 triliun bagi 4.000 mahasiswa. Adapun total manfaat yang diterima siswa dan mahasiswa dari empat program yakni MBG, KIP kuliah, PIP, dan LPDP senilai Rp401,5 triliun.

    Selanjutnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp178,7 triliun kepada guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Rinciannya yakni tunjangan profesi guru non PNS senilai Rp19,2 triliun untuk 754.747 guru, tunjangan guru ASN daerah senilai Rp68,7 triliun untuk 1,6 juta guru, tunjangan dosen non ASN senilai Rp32 triliun untuk 80.325 dosen, dan tunjangan guru dan dosen berstatus ASN serta tenaga pendidik senilai Rp82,9 triliun.

    Kemudian, anggaran sektor pendidikan juga dialokasikan untuk sekolah dan kampus senilai Rp150,1 triliun. Rincian anggaran tersebut untuk sekolah rakyat dialokasikan sebesar Rp24,9 triliun dimana terdiri pembangunan 200 sekolah baru senilai Rp20 triliun dan operasional 200 sekolah senilai Rp4,9 triliun. Lalu bantuan operasional sekolah Rp64,3 triliun untuk 53,6 juta siswa, bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (BOP PAUD) Rp5,1 triliun untuk 7,7 juta siswa. Anggaran juga dialokasi untuk renovasi 800 madrasah dan 11.686 unit sekolah senilai Rp22,5 triliun, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOP PTN) untuk 201 PTN dan lembaga senilai Rp9,4 triliun, dan pembangunan sekolah unggulan di 9 lokasi senilai Rp3 triliun.

    Presiden Prabowo Subianto mengatakan pihaknya akan terus menjaga mandatory spending pendidikan sebesar 20% dari total APBN. Prabowo mengklaim alokasi anggaran pendidikan merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia atau dalam kurun waktu 80 tahun terakhir. Menurutnya, meningkatnya anggaran di sektor ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih bermutu.

    “Pendidikan adalah instrumen untuk memberantas kemiskinan. Pemerintah berkomitmen memenuhi anggaran pendidikan 20 persen, yaitu sekitar Rp757,8 triliun untuk tahun 2026. Terbesar sepanjang sejarah NKRI,” ujarnya dalam Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan pada Jumat (15/8/2025). 

    Namun demikian, Prabowo mewanti-wanti agar anggaran pendidikan harus diawasi agar tepat sasaran. Hal ini karena pendidikan bermutu merupakan salah satu fokus pemerintah untuk memberantas kemiskinan. Pendidikan juga merupakan senjata paling ampuh untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing global. Anggaran untuk sektor pendidikan sendiri juga digunakan untuk meningkatkan kualitas guru, memperkuat pendidikan vokasi, dan penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja.

    Prabowo juga mendorong Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk menyediakan beasiswa lebih masif lagi di berbagai universitas terbaik dunia. Hal ini merupakan upaya ini penting demi mewujudkan generasi yang cerdas dan berdaya saing tinggi secara internasional. Pada tahun depan, LPDP ditargetkan dapat memberi beasiswa sebanyak 4.000 mahasiswa untuk mewujudkan generasi cerdas, inovatif, dan produktif yang siap bersaing di panggung global.

    “Kita harus mengejar ketertinggalan kita di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika. Semua untuk mewujudkan generasi cerdas, inovatif, produktif yang siap bersaing di panggung global,” katanya. 

    Anggaran pendidikan juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, termasuk mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menguasai sains, teknologi, dan kecerdasan buatan (AI). 

    “Tidak ada bangsa maju yang tidak menguasai sains dan teknologi. Kita juga harus menguasai artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Untuk itu, kami optimalkan 20 persen dari APBN untuk pendidikan mencetak talenta-talenta hebat. Dukungan anggaran tersebut digunakan sebaik-baiknya untuk semua aspek peningkatan pendidikan nasional,” ucapnya. 

    Pemerintah akan mendistribusikan 288.000 televisi internet/smart TV untuk memfasilitasi pembelajaran bagi siswa sekolah di pelosok desa-desa. Hal ini agar anak-anak di pelosok desa tak lagi tertinggal dan dapat mengikuti pelajaran dari guru-guru terbaik yang mengajar secara virtual. 

    Pemerintah juga merenovasi terhadap sedikitnya 13.800 sekolah reguler dan 1.400 madrasah pada tahun ini. Selain itu, pemerintah berkomitmen dalam memutus rantai kemiskinan absolut melalui Program Sekolah Rakyat. Pemerintah menargetkan pendirian 300 Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia. Program tersebut diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga berpenghasilan sangat rendah khususnya kelompok desil 1 dan desil 2 berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Seluruh siswa diasramakan dan dibekali pendidikan berkualitas untuk memberi mereka peluang masa depan yang lebih baik.

    “Salah satu upaya kita untuk memutus rantai kemiskinan absolut adalah membentuk Sekolah Rakyat. Kita sudah berhasil membangun dan membuka 100 Sekolah Rakyat. Kita harapkan tahun depan menjadi 200. Tahun selanjutnya menjadi 300 dan seterusnya. Anak-anak yang orang tuanya miskin tidak perlu terus miskin. Ini yang kita upayakan dan kita kerjakan sekarang,” tuturnya.

    Selain sekolah rakyat, Pemerintah juga akan melanjutkan pembangunan 20 Sekolah Unggul Garuda dan 80 Sekolah Unggul Garuda Transformasi, dan SMA Taruna Nusantara terintegrasi di berbagai daerah. Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda bakal diperkuat sebagai jembatan pembangkit harapan bagi anak-anak miskin untuk meraih pendidikan terbaik.

    Prabowo juga akan memperkuat kesejahteraan guru dan dosen di Indonesia. Pemerintah telah meningkatkan gaji guru aparatur sipil negara (ASN) serta memberikan tunjangan layak bagi guru non-ASN. Tunjangan guru tersebut ditransfer langsung dari Pemerintah Pusat ke setiap guru yang menjadi sasaran di seluruh Indonesia. Tunjangan profesi guru non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tunjangan profesi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah disiapkan secara memadai.

    Di sisi lain, Prabowo juga bertekad untuk menghilangkan stunting dalam waktu singkat melalui program MBG. Menurutnya, melalui program MBG, pemerintah akan membangun generasi unggul anak-anak, yang diharapkan akan melahirkan generasi unggul dari tubuh yang sehat dengan gizi yang terpenuhi.

    “Kita hilangkan stunting dalam waktu yang secepat-cepatnya program MBG telah dilaksanakan di seluruh provinsi dan terus dibangun agar menjangkau seluruh pelosok negeri. Alokasi anggaran untuk MBG tahun 2026 kita alokasikan sebesar Rp335 triliun untuk sebanyak 82,9 juta siswa, ibu hamil, dan balita yang akan menerima manfaat asupan gizi optimal melalui SPPG yang dibangun di Tanah Air,” terangnya. 

    Menurutnya, program MBG akan efektif memberikan manfaat yang lebih luas dan optimal dalam meningkatkan kualitas gizi masa anak-anak kita kualitas SDM masa depan Indonesia. Selain itu, program MBG juga untuk memberdayakan UMKM dan memperkuat ekonomi lokal, serta membuka peluang lapangan pekerjaan baru.

    “Program ini menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan baru dan memberdayakan jutaan petani, nelayan, peternak dan pelaku-pelaku UMKM,” ujarnya. 

    Adapun program MBG yang diluncurkan pada 6 Januari 2025, ditargetkan diterima oleh 82,9 juta pada akhir 2025. Hingga kini, MBG telah diterima oleh 20 juta penerima manfaat yang terdiri atas anak-anak sekolah, anak-anak balita, ibu-ibu hamil, dan ibu-ibu menyusui di 38 provinsi.

    “Kita bangun generasi unggul, anak-anak kita melalui makan bergizi gratis. Generasi unggul lahir dari tubuh yang sehat, dengan gizi terpenuhi. Kita hilangkan stunting dalam waktu yang secepat-cepatnya. Program MBG telah dilaksanakan di seluruh provinsi,” kata Prabowo. 

    MUTU PENDIDIKAN TERANCAM

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat naiknya anggaran MBG sebesar 371,8% dari Rp71 triliun pada 2025 menjadi Rp335 triliun di tengah efisiensi anggaran berarti beban belanja MBG mengambil porsi dana transfer ke daerah atau penambahan utang baru. Menurutnya, pelaksanaan program MBG sebaiknya dilakukan evaluasi terlebih dahulu. 

    “Evaluasi dulu jangan terburu-buru menambah anggaran, masih ada kasus keracunan, nilai gizi yang tidak terstandarisasi, hingga kekhawatiran penyimpangan anggaran di level teknis,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (16/8/2025). 

    Dia menilai porsi anggaran MBG yang mencapai 44,2% dari total alokasi sektor pendidikan berisiko menciptakan distorsi. Terlebih, pekerjaan rumah sektor pendidikan masih banyak termasuk kesejahteraan guru honorer, peningkatan kualitas pendidikan, renovasi sekolah rusak, hingga penyediaan fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar.

    Selain itu, besarnya anggaran MBG pada pos dana sektor pendidikan juga dapat mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan. Dia menilai program MBG seharusnya sebagai pelengkap bukan pengganti dalam proses perbaikan SDM.

    “MBG mengambil porsi yang cukup besar di pos pendidikan, bukan sekedar dari efisiensi anggaran. Anggaran MBG jauh di atas anggaran kesehatan yang dialokasikan Rp244 triliun,” kata Bhima. 

    Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Baidul Hadi mengatakan program MBG salah satu kebijakan pemerintah menjadi janji kampanye yang justru jauh dari panggang api prinsip produktif. Di tengah banyaknya pekerjaan rumah dari implementasi program MBG, anggaran yang fantastis telah membebani APBN secara signifikan.

    Menurutnya, program MBG yang digadang akan memberikan multiplier effect pada sektor UMKM, petani, peternak dan nelayan ini justru belum dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi RI. 

    “Pemerintah harus legowo untuk mengakui ada banyak masalah dalam program MBG. Pemerintah harus mengevaluasi program MBG dan melakukan perbaikan-perbaikan. Program MBG hanya perlu dilakukan di daerah-daerah dengan tingkat status gizi dan kesehatan anak yang rendah. Pemerintah seharusnya memprioritaskan program peningkatan sumber daya manusia dan pengentasan kemiskinan,” ucapnya kepada Bisnis. 

    Dampak dari sempitnya ruang fiskal dengan memaksakan program MBG yakni berpotensi mengeleminasi program-program prioritas yang tak kalah penting bagi pembangunan Indonesia. Semestinya, pemerintah memperkuat anggaran pendidikan dengan mengalokasikan porsi lebih besar pada pemerataan infrastruktur sarana dan prasarana, peningkatan kapasitas guru, pengembangan riset dan teknologi pendidikan. Hal ini merupakan investasi jangka panjang untuk meningkatkan mutu pendidikan Tanah Air. 

    “Masih banyak tantangan di dunia pendidikan seperti kesenjangan mutu, rendahnya kompetensi literasi numerasi, dan minimnya inovasi pembelajaran. Ini yang semestinya mendapatkan fokus alokasi besar di anggaran pendidikan,” tuturnya. 

    Koordinator Nasional (Kornas) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyayangkan fokus pemerintah dalam memberikan makan gratis melalui besaran porsi program MBG di sektor pendidikan. Semestinya, pemerintah membesarkan anggaran untuk memacu kemampuan literasi, numerasi siswa dan meningkatkan kesejahteraan guru. 

    “Bagi kami, hal ini tidak proporsional. MBG memang bisa saja pakai anggaran pendidikan, tetapi kami justru mempertanyakan kenapa pemerintah terlalu terobsesi langsung ke semua siswa sehingga anggaran pendidikan pun akhirnya disedot untuk MBG,” ujarnya dilansir Antara. 

    Namun demikian, pihaknya mengapresiasi capaian pendidikan nasional selama 299 hari berada di bawah pemerintahan Prabowo. 

    “Pertama, kalau berbicara tentang kelengkapan infrastruktur pendidikan, renovasi 13.800 sekolah-sekolah di Indonesia saya pikir itu angka yang sangat fantastis. Dan itu merupakan quick win yang perlu diapresiasi,” katanya. 

    Pihaknya juga mengapresiasi atas akan dibukanya 148 program studi baru di 57 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia. Pasalnya, selama ini fakultas kedokteran itu cenderung memberikan kesan hanya untuk siswa yang berasal dari keluarga mampu saja.

    “Jadi, ketika pemerintah kemudian memberikan beasiswa yang banyak, kemudian penambahan prodi-prodi kedokteran, tentu ini akan memperluas kesempatan anak-anak di daerah untuk menjadi dokter-dokter profesional dan dokter spesialis,” ucapnya. 

    Dia meminta agar pemerintah untuk memperkuat sejumlah hal di bidang pendidikan. Salah satunya tentang realokasi anggaran pendidikan agar lebih berimbang bagi pendidikan di tingkat dasar. Pasalnya, saat ini alokasi anggaran pendidikan di tingkat dasar dan menengah menjadi yang paling kecil dengan 4,6% dari total anggaran pendidikan.

    Selain itu, dia berharap Prabowo memenuhi janji kampanyenya, yakni mewujudkan upah minimum guru demi menjamin profesi guru terutama bagi guru-guru non-ASN dan honorer. Pasalnya, selama ini pemberian tunjangan untuk guru hanya ditujukan kepada guru yang telah tersertifikasi. Hingga kini terdapat sekitar 1,6 juta guru yang belum mendapatkan sertifikat pendidik. Di sisi lain, dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf A UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebut bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.

    “Sampai hari ini, pemerintah belum menetapkan standar upah minimum bagi guru non ASN, termasuk  honorer, kesejahteraan mereka masih di bawah penghasilan minimum. Jika Pak Prabowo mampu merealisasikan janji dalam Astacita-nya, maka guru-guru non ASN tentu akan mendapatkan kesejahteraan karena ada standar upah yang layak, seperti halnya buruh atau pekerja,” tutur Satriwan.

    Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai capaian pendidikan nasional sebagaimana disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 menuju ke arah yang lebih baik.

    “Secara garis besar, langkah-langkah yang disampaikan Presiden menunjukkan arah positif,” ujarnya dilansir Antara. 

    Menurutnya, berbagai langkah positif bidang pendidikan yang berhasil dicapai di antaranya peningkatan kesejahteraan guru, perbaikan sarana prasarana, dan perluasan akses pendidikan tinggi di bidang kesehatan. Namun demikian, terdapat sejumlah hal yang harus menjadi perhatian yakni terkait soal implementasi, keberlanjutan, pengembangan kualitas pendidikan dan pembelajaran yang saat ini dinilai belum maksimal.

    “Kita bisa membangun ribuan sekolah baru tetapi tanpa peningkatan kompetensi guru dan pengawasan mutu, hasilnya bisa tidak sebanding dengan investasinya,” katanya.

    Ina menilai kualitas pendidikan 4.0 diukur dari kemampuan lulusan memecahkan masalah, berkolaborasi, dan berinovasi. Oleh karena itu, Pemerintah RI diharapkan dapat meningkatkan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran agar bisa menjadi lebih baik dan sebanding dengan nilai investasi yang dikeluarkan.

  • 7
                    
                        Sri Mulyani Dinilai Tak Paham Konstitusi Usai Singgung Gaji Guru dan Dosen
                        Nasional

    7 Sri Mulyani Dinilai Tak Paham Konstitusi Usai Singgung Gaji Guru dan Dosen Nasional

    Sri Mulyani Dinilai Tak Paham Konstitusi Usai Singgung Gaji Guru dan Dosen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memahami spirit Undang-Undang Dasar 1945 ketika menyinggung rendahnya gaji dosen dan guru.
    “Ïni menandakan bahwa Bu Menteri tidak memahami, tidak mengerti betul itu yang apa spirit dari Pasal 31 undang-undang Dasar 45 bahwa untuk mendapatkan pendidikan adalah hak warga negara,” ujar Satriwan saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (11/8/2025).
    Ia menuturkan, UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa semua warga negara berhak mendapatkan pelayananan pendidikan sehingga negara wajib membiayai pendidikan nasional.
    Satriwan melanjutkan, Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 juga menyatakan bahwa tujuan nasional negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
    Oleh sebab itu, guru dan dosen sebagai garda terdepan untuk mencapai tujuan tersebut semestinya dimuliakan dan mendapatkan tempat yang bermartabat. 
    “Dalam kenyataannya mereka profesi mulia terhormat bermartabat, tetapi mereka tidak mendapatkan kesejahteraan yang sesuai dengan apa yang sudah mereka lakukan untuk mencapai cita-cita mulia tadi,” ujar Satriwan.
    Satriwan menilai, ini bukan kali pertama pernyataan dari Sri Mulyani seakan tidak menganggap penting profesi guru dan dosen.
    “Tahun 2018 pernah menyampaikan juga bahwa anggaran APBN untuk tunjangan guru, dalam artian untuk tunjangan sertifikasi guru, sangat besar, tetapi kualitasnya masih rendah,” ucap dia.
    Kemudian, pada 2024, Sri Mulyani menawarkan skema atau pola baru dalam penghitungan APBN untuk pendidikan sebagai
    mandatory budgeting
    yang minimal 20 persen diambil dari pendapatan, bukan dari pengeluaran APBN.
    “Bu Sri Mulyani mesti menginsafi, menyadari bahwa untuk aspek dalam tata kelola negara, khususnya aspek pendidikan dan sektor kesehatan, ini adalah dua sektor yang paling fundamental untuk memajukan sumber daya manusia,” kata Satriwan.
    “Pendidikan itu memang harus dibiayai oleh negara karena itu adalah tugas, itu kewajiban negara dan pemerintah secara konstitusional,” ujar dia.
    Sebagai informasi, Menkeu Sri Mulyani menyoroti curahan hati sejumlah orang yang merasa gaji guru dan dosen di Indonesia sangat rendah.
    Ia lalu mengatakan, masalah tersebut memang menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan anggaran belanja negara.
    Tantangan ini kemudian menimbulkan tanda tanya besar: haruskah masyarakat ikut menanggung gaji guru dan dosen agar profesi ini mendapatkan gaji yang layak?
    Pasalnya, jika hanya mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dikhawatirkan kesejahteraan guru dan dosen menjadi kurang.
    “Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus dibiayai oleh keuangan negara atau ada partisipasi dari masyarakat?” ucap Sri saat menghadiri acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Kamis (7/8/2025).
    Ucapan Sri Mulyani Indrawati ini menuai kritik dari berbagai pihak.
    Ia dianggap kurang peka terhadap banyaknya tenaga pendidik di Indonesia yang masih mendapat bayaran kecil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Disarankan Terapkan Konsep Kokurikuler Saat Ramadhan Dibandingkan Libur Sekolah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Januari 2025

    Pemerintah Disarankan Terapkan Konsep Kokurikuler Saat Ramadhan Dibandingkan Libur Sekolah Nasional 17 Januari 2025

    Pemerintah Disarankan Terapkan Konsep Kokurikuler Saat Ramadhan Dibandingkan Libur Sekolah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (
    P2G
    ) menyarankan pemerintah menerapkan konsep
    kokurikuler
    saat
    Ramadhan
    dibandingkan dengan libur selama satu bulan penuh.
    Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menuturkan, lembaga pendidikan dapat menerapkan konsep tersebut untuk proses belajar-mengajar selama tiga minggu sekolah.
    Konsep kokurikuler masuk ke dalam
    Kurikulum Merdeka
    menurut Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

    Kokurikuler
    itu di mana dalam Kurikulum Merdeka, siswa itu diwajibkan melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis proyek yang sifatnya kokurikuler,” kata Satriwan, kepada Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
    Satriwan mengatakan, konsep kokurikuler P5 yang merupakan kegiatan kokurikuler berbasis proyek bisa menjadi opsi yang dipilih pemerintah.
    P5 merupakan singkatan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
    “Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat mengangkat tema-tema puasa Ramadhan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai disiplin, nilai-nilai toleransi, nilai-nilai empati, solidaritas, dan kepedulian sosial kepada sesama serta lingkungan,” ujar dia.
    Dengan demikian, kata Satriwan, peserta didik tetap mengikuti proses pembelajaran dengan baik mengikuti konsep kokurikuler P5.
    “Jadi anak-anak tidak dirugikan selama tiga minggu itu, bahkan ada proyek yang mengangkat topik mengenai seputar Ramadhan, membangun karakter,” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, wacana libur sekolah saat Ramadhan 2025 diungkapkan oleh Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i.
    Kebijakan serupa pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), di mana sekolah diliburkan selama satu bulan penuh saat Ramadhan.
    Sejauh ini, ada tiga usulan yang mengemuka dan dipertimbangkan pemerintah terkait libur sekolah selama bulan Ramadhan tahun ini.
    Pertama, libur penuh selama Ramadhan dengan kegiatan keagamaan.
    Kedua, libur sebagian, seperti awal Ramadhan libur beberapa hari dan masuk kembali hingga menjelang Idul Fitri.
    Ketiga, sekolah tetap masuk penuh seperti biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dibanding Libur, P2G Sarankan Sekolah Kurangi Jam Belajar saat Ramadhan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Januari 2025

    Dibanding Libur, P2G Sarankan Sekolah Kurangi Jam Belajar saat Ramadhan Nasional 17 Januari 2025

    Dibanding Libur, P2G Sarankan Sekolah Kurangi Jam Belajar saat Ramadhan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Perhimpunan Pendidikan dan Guru (
    P2G
    ) menyarankan sekolah mengurangi durasi pembelajaran saat bulan Ramadhan dibandingkan meliburkan anak didik mereka satu bulan penuh.
    Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menuturkan, usulan tersebut bisa dilaksanakan mengikuti durasi pembelajaran di setiap sekolah.
    “P2G memberikan usulan ya kepada pemerintah, durasi pembelajaran di sekolah itu misalnya di jenjang SMA atau SMK normalnya 1 jam pelajaran, menjadi 45 menit,” kata Satriwan kepada
    Kompas.com
    , Jumat (17/1/2025).
    Satriwan mengatakan, pemerintah juga dapat memperpendek durasi pembelajaran di jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah dasar (SD).
    “Bulan puasa, pemerintah bisa memperpendek ya durasi jam pelajaran, misal dari 45 menit dijadikan 30 menit,” ucap dia.
    Opsi lainnya, setiap lembaga pendidikan juga dapat memundurkan jadwal masuk dan pulang sekolah daripada biasanya.
    “Atau misalnya masuk pukul 06.30 atau 07.00 itu, agak lebih mundur menjadi 07.30. Jadi masuknya dimundurkan sedangkan pulangnya dipercepat,” kata Satriwan.
    Menurut dia, opsi tersebut lebih baik dibandingkan kebijakan libur sekolah satu bulan penuh saat Ramadhan yang dapat memengaruhi honor guru.
    Satriwan mengatakan, komponen pendapatan guru, seperti biaya transportasi, bakal dipotong jika tidak ada aktivitas belajar-mengajar di sekolah.
    “Yayasan itu tidak akan membayarkan gaji guru secara penuh karena komponen di dalam gaji itu ada yang namanya uang transport,” ujarnya.
    Dengan demikian, pendapatan guru akan turun jika sekolah libur, padahal kebutuhan mereka akan meningkat pada bulan Ramadhan.
    “Kita tahu ya masyarakat itu konsumsinya meningkat, kebutuhannya itu juga makin banyak untuk Lebaran, tetapi penghasilan guru justru menurun drastis,” kata Satriwan.
    Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa keputusan libur sekolah saat Ramadhan sudah disepakati dan saat ini masih menunggu Surat Edaran (SE) bersama.
    Ia menyebutkan ada tiga opsi yang dipertimbangkan pemerintah.
    Pertama, libur penuh selama Ramadhan dengan kegiatan keagamaan.
    Kedua, libur sebagian, seperti awal Ramadhan libur beberapa hari dan masuk kembali hingga menjelang Idul Fitri.
    “Ketiga, sekolah tetap masuk penuh seperti biasa,” kata Abdul Mu’ti di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (13/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Untung Rugi Libur Sekolah saat Ramadan, Bagaimana Keputusan Kemenag?

    Untung Rugi Libur Sekolah saat Ramadan, Bagaimana Keputusan Kemenag?

    YOGYAKARTA – Kementerian Agama tengah mempertimbangkan wacana libur sekolah satu bulan full selama Ramadan 2025. Wacana yang bergulir ini pun menjadi perbincangan di masyarakat, ada yang pro serta kontra. Tidak sedikit pihak yang menyoroti untung rugi libur sekolah saat Ramadan. 

    Wacana libur satu bulan penuh tersebut mengacu dari tradisi di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Meski kebijakan serupa pernah diberlakukan sebelumnya, namun saat ini banyak pandangan dari berbagai pihak yang merespon wacana tersebut. Ada yang menekankan pertimbangan aspek sosial, pendidikan, hingga ekonomi. 

    Bagaimana Keputusan Kemenag?

    Mengenai kebijakan libur tersebut masih dalam pertimbangan dan belum ada keputusan resmi dari Kemenag. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan bahwa kebijakan tersebut sudah diterapkan di pondok pesantren. Namun untuk di sekolah umum dan madrasah, hal itu masih dirumuskan. 

    “Sebetulnya, kami masih mempertimbangkan, terutama untuk sekolah di bawah naungan Kementerian Agama,” jelasnya.

    Menag juga meminta masyarakat untuk menunggu hasil pembahasan mengenai kebijakan libur selama Ramadan tersebut. Wamenag Romo HR Muhammad Syafi’i juga menyebutkan bahwa ada wacana tersebut, namun belum ada pembahasan lebih lanjut. 

    “Heeh (iya) sudah ada wacana (libur selama puasa). Oh kami belum bahas, tapi bacaannya kayaknya ada, tapi saya belum bahas itu,” ucap Syafi’i pada Senin (30/12) akhir tahun lalu. 

    Untung Rugi Libur Sekolah saat Ramadan

    Salah satu pihak yang menanggapi wacana kebijakan tersebut adalah Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim. Ia mengingatkan bahwa perlu analisis holistik sebelum kebijakan tersebut diterapkan. 

    Satriwan Salim mengidentifikasi lima aspek utama yang harus diperhatikan mengenai dampak libur sekolah selama Ramadan penuh: 

    Layanan Pendidikan untuk Siswa Non-Muslim Libur satu bulan penuh berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap siswa non-Muslim. Jika mereka tetap masuk sekolah, sementara siswa Muslim libur, terjadi ketimpangan.  Sebaliknya, jika semua siswa diliburkan, hak pendidikan siswa non-Muslim dapat terabaikan. Dampak pada gaji guru Guru-guru di sekolah atau madrasah swasta, terutama di daerah dengan anggaran minim, khawatir penghasilan mereka berkurang.  Data P2G menunjukkan bahwa 95 persen madrasah adalah swasta, dengan gaji guru yang sering di bawah Rp1 juta per bulan.  Orang tua siswa juga mungkin keberatan membayar SPP selama libur panjang. Perlu penyesuaian jam belajar Daripada libur penuh, jam belajar selama Ramadhan dapat dimodifikasi. Misalnya, mengurangi durasi jam pelajaran atau membuat program khusus seperti Pesantren Ramadhan.  Dengan begitu, siswa tetap mendapatkan pembelajaran sekaligus menyesuaikan aktivitas spiritual. Lemahnya pengawasan siswa Libur penuh bisa melemahkan pengawasan siswa. Orang tua yang bekerja mungkin tidak dapat memantau anak-anak secara optimal.  Akibatnya, siswa berisiko menghabiskan waktu untuk aktivitas kurang produktif seperti penggunaan gawai berlebihan. Risiko Libur Panjang Libur berkepanjangan dapat memperbesar learning loss, apalagi jika tidak ada program pembelajaran alternatif.  Selain itu, libur panjang berpotensi meningkatkan perilaku negatif, seperti adiksi gawai atau keterlibatan dalam kegiatan yang tidak terkendali, termasuk tawuran atau kekerasan. 

    Program Alternatif Selama Ramadan

    Anwar Abbas, seorang pengamat sosial dan keagamaan, menyambut positif wacana ini. Menurutnya, libur selama bulan Ramadhan dapat menjadi peluang bagi siswa untuk memperdalam pemahaman mereka tentang makna bulan suci serta menanamkan nilai-nilai spiritual.

    Namun, ia juga menyarankan agar pembelajaran daring tetap dilaksanakan agar pendidikan tetap berlanjut. Selain itu, ia mengusulkan program Pesantren Ramadhan sebagai alternatif. Program berbasis spiritual di sekolah ini menggabungkan pendekatan pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

    Demikianlah ulasan mengenai untung rugi libur sekolah saat Ramadan tengah menjadi perbincangan banyak orang. Kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan beberapa aspek, seperti dampak sosial, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Baca juga Pemprov Jakarta tunggu arahan pusat mengenai wacana libur sekolah saat Ramadan. 

    Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.

  • DPR Minta Kemenag dan Kemendikdasmen Duduk Bersama soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan – Page 3

    DPR Minta Kemenag dan Kemendikdasmen Duduk Bersama soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan – Page 3

    Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah  yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.

    “Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

     Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di guru sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.

    “Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat,” ungkap Satriwan.

    Selain itu, dia juga melihat setiap ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

    “Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak,” jelas Satriwan.

    Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.

     

  • P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan – Page 3

    P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah  yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.

    “Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

    Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di guru sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.

    “Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat,” ungkap Satriwan.

    Selain itu, dia juga melihat setiap ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

    “Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak,” jelas Satriwan.

    Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.

    Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan ramadan. Sebab sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.

    “Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal,” kata Satriwan menjelaskan.

    Satriwan juga melihat, lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.

    “Tapi faktanya orang tua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah,” jelas dia.

     

  • P2G: Pemerintah Jangan Tergesa-gesa Hapus Sistem Zonasi Tanpa Kajian Akademik – Page 3

    P2G: Pemerintah Jangan Tergesa-gesa Hapus Sistem Zonasi Tanpa Kajian Akademik – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pernyataan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tentang penghapusan sistem zonasi terburu-buru. 

    “Jangan sampai pemerintah pusat asal menghapus saja, jangan tergesa-gesa begitu tanpa ada kajian akademik yang objektif dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation),” ujar Koordinator Nasional (Kornas) P2G Satriwan Salim dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2024).

    Sejauh ini, kata Satriwan, pihaknya belum melihat Mendikdasmen Abdul Muti melakukan kajian dan pelibatan publik dalam diskusi yang mengundang semua unsur pemangku kepentingan pendidikan seperti: organisasi pendidikan, organisasi guru, akademisi, kampus LPTK, dan orangtua murid.

    Memang, lanjut dia, Abdul Muti sudah mengumpulkan para kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi Nasional mengevaluasi kebijakan pendidikan termasuk PPDB Zonasi, tapi publik belum melihat bagaimana hasil rekomendasinya.

    Jangan sampai keputusan mendadak menghapus sistem PPDB Zonasi ini berdampak kontraproduktif kepada siswa dan sistem pendidikan secara umum, yaitu: makin tingginya angka putus sekolah, menciptakan kastaisasi sekolah kembali, biaya pendidikan di sekolah swasta makin mahal, dan anak-anak dari keluarga miskin makin tertinggal jauh di belakang.

    “Yang dibutuhkan saat ini adalah evaluasi dan kajian mendalam mengenai sistem PPDB Zonasi. Misalnya, jika dilanjutkan, perbaikannya di aspek apa saja. Jika dihapus, bagaimana sistem penggantinya bagaimana skema masuk sekolah negeri? Bagaimana dampak negatif terhadap pemenuhan hak-hak anak? Dampak terhadap sistem pendidikan nasional?,” ujarnya

    Satriwan mengatakan, Mendikdasmen hendaknya melibatkan partisipasi publik semua unsur pemangku kepentingan pendidikan. Jadi, tidak bisa asal memutuskan apalagi dilakukan tergesa-gesa.

    “P2G berharap Kemdikdasmen membuat grand design skema Penerimaan Peserta Didik Baru yang lebih berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berpihak pada seluruh anak Indonesia,” kata dia.

     

     

  • Perhimpunan Pendidikan dan Guru Tolak Perubahan Kurikulum Merdeka

    Perhimpunan Pendidikan dan Guru Tolak Perubahan Kurikulum Merdeka

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mengkritik rencana penerapan konsep deep learning yang diusung Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Ia menilai perubahan kebijakan kurikulum yang terlalu cepat tidak sesuai dengan prinsip kesinambungan, terutama mengingat Kurikulum Merdeka yang baru diterapkan.  

    “Kami jelas menolak. Kurikulum Merdeka baru berusia satu tahun, dan bahkan secara resmi baru diresmikan pada Juli 2024 untuk diterapkan secara nasional,” ujar Satriwan dalam wawancara virtual dengan Beritasatu.com, Jumat (15/11/2024).

    Satriwan menambahkan, perubahan kurikulum seharusnya tidak dilakukan secara terburu-buru. Ia menekankan pentingnya memperhatikan berbagai aspek mendasar, seperti kesiapan fasilitas, pelatihan guru, dan kemampuan siswa untuk beradaptasi.  

    “Kurikulum harus didasarkan pada kajian ilmiah yang matang. Selain itu, pelatihan guru dan kesiapan peserta didik juga harus dipertimbangkan,” jelas Satriwan.

    Meski demikian, Satriwan menegaskan, perubahan kurikulum bukan hal yang dilarang, asalkan didasarkan pada pertimbangan yang matang. Ia menyarankan agar perancangan kebijakan melibatkan berbagai pihak untuk memastikan implementasinya lebih efektif.  

    “Kami tidak alergi terhadap perubahan kurikulum, tetapi semuanya harus dipertimbangkan dengan cermat,” tutupnya.