Jakarta (ANTARA) – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank, melalui Indonesia Eximbank Institute, memproyeksikan kinerja ekspor kayu lapis (plywood) Indonesia akan tumbuh positif pada 2025 hingga 2026, meskipun dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi global dan tantangan pasokan bahan baku.
Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani mengatakan nilai ekspor kayu lapis pada 2025 diperkirakan meningkat sebesar 8 persen secara tahunan (yoy), didorong oleh permintaan stabil dari pasar utama seperti Amerika Serikat, China, dan Malaysia.
Tren positif ini diperkirakan berlanjut pada 2026 dengan pertumbuhan sekitar 4 persen yoy.
“Capaian ini terutama ditopang oleh permintaan dari Amerika Serikat (AS), seiring pertumbuhan industri recreational vehicle (RV) yang mendorong penggunaan plywood untuk kebutuhan interior,” ujar Rini dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan data Indonesia Eximbank Institute, ekspor plywood Indonesia pada semester I 2025 mencatat kinerja positif di tengah pelemahan ekspor global.
Nilai ekspor tercatat naik 3,86 persen dibandingkan periode sebelumnya (ctc), sementara volume naik 3,45 persen ctc.
Menurut Rini, daya saing kayu lapis Indonesia di pasar global masih terjaga.
Harga produk dalam negeri relatif kompetitif, dan Indonesia saat ini menempati posisi eksportir plywood terbesar kedua di dunia, bersaing dengan China, Vietnam, Brasil, dan Rusia.
Selain itu, ekspor plywood Indonesia sudah terdiversifikasi ke lebih dari 85 negara dengan melibatkan sekitar lebih dari 400 eksportir aktif.
Dari jumlah tersebut, terdapat kisaran 20 eksportir berskala korporasi yang masing-masing mencatat nilai penjualan ekspor di atas Rp500 miliar per tahun.
Persaingan di industri domestik juga cukup sehat karena tidak ada pemain yang mendominasi pasar. Keunggulan lain Indonesia adalah ketersediaan sumber daya kayu yang melimpah dan adanya sertifikasi SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu) yang diakui secara internasional.
“Faktor-faktor ini memberi stabilitas pada ekspor Indonesia meskipun permintaan di beberapa negara cenderung melemah,” tambah Rini.
Meski demikian, sejumlah tantangan perlu diantisipasi.
Negara pesaing baru seperti Tanzania dan Kamerun mulai masuk ke pasar utama, sementara pasokan kayu bersertifikasi masih terbatas karena biaya kepatuhan SVLK yang tinggi.
Beberapa pesaing juga mulai menunjukkan tren ekspor yang lebih agresif, sehingga Indonesia perlu memperkuat posisinya.
Rini menekankan bahwa dalam jangka panjang, keberhasilan ekspor kayu lapis Indonesia akan sangat bergantung pada upaya mempermudah akses sertifikasi kayu, menjaga efisiensi biaya produksi, serta meningkatkan penetrasi pasar melalui perjanjian perdagangan internasional.
Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia berpeluang mempertahankan posisinya sebagai salah satu eksportir plywood utama dunia dengan pertumbuhan berkelanjutan.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.





