Tag: Sarifuddin Sudding

  • 10
                    
                        Rumah Hakim Khamozaro Terbakar: Ada Teror Usai Tangani Kasus Korupsi
                        Nasional

    10 Rumah Hakim Khamozaro Terbakar: Ada Teror Usai Tangani Kasus Korupsi Nasional

    Rumah Hakim Khamozaro Terbakar: Ada Teror Usai Tangani Kasus Korupsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rumah milik Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan Khamozaro Waruwu yang berada di Kompleks Taman Harapan Indah, Tanjungsari, Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara, terbakar pada Selasa (4/11/2025).
    Peristiwa itu terjadi ketika hakim yang menangani kasus korupsi itu tengah memimpin jalannya sidang di PN Medan. Beruntung tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, lantaran rumah dalam kondisi sepi saat peristiwa terjadi.
    Meski
    polisi
    telah mendatangi kediaman Khamozaro untuk mengecek penyebab kebakaran dan menggali informasi pada Rabu (5/11/2025), hingga kini belum ada kepastian terkait penyebab terbakarnya rumah tersebut.
    Khamozaro hanya mengaku mendapat teror dari orang tak dikenal (OTK) melalui sambungan telepon sebelum peristiwa itu terjadi. Oleh karenanya, polisi pun didesak mengusut tuntas peristiwa ini.
    Khamozaro mengungkapkan dirinya tak sedang berada di tempat saat peristiwa itu terjadi. Ketika sedang memimpin sidang di PN Medan, ia dihubungi tetangganya yang ngin memberi kabar bahwa rumahnya terbakar.
    “Mereka menelpon. Karena (sedang) sidang, makanya enggak saya angkat. Saya WA (WhatsApp), saya bilang kalau saya sedang ada sidang. Lalu dibalas, ‘rumah bapak kebakar’,” ujar Khamozaro saat diwawancarai di depan rumahnya pada Selasa malam.
    Setelah mendapat kabar tersebut, Khamozaro segera menutup sidang dan bergeas ke rumah untuk melihat kondisinya. Adapun bagian rumah yang terbakar adalah kamar.
    Meski hanya kamarnya yang terbakar, namun banyak dokumen penting serta barang berharga yang ludes terbakar. 
    Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (
    Ikahi
    ) Yasardin mengungkapkan, berdasarkan keterangan Khamozaro banyak dokumen penting yang hangus terbakar, meski tak dirinci dokumen apa saja yang dimaksud.
    “Akibat kebakaran tersebut semua penyimpanan dokumen serta barang berharga terbakar, hanya tinggal baju di badan saja,” kata Yasardin dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Agung, Kamis (6/11/2025).
    Sebelum rumahnya terbakar, kepada Ikahi, Khamozaro mengungkapkan bahwa dirinya sempat mendapatkan teror telepon dari orang tak dikenal hingga sepuluh kali.
    Dalam terornya, penelepon tidak berbicara sama sekali ketika Khamozaro mengangkatnya. Sebaliknya, penelepon itu justru langsung mematikan sambungan teleponnya.
    “Memang menurut informasi yang bersangkutan, yang bersangkutan itu sebelum terjadinya kebakaran ini sering ditelepon dan ditelepon itu tidak dijawab (saat diangkat). Hanya sekedar mengganggu gitu,” ujarnya.
    “Ada datanya. Jadi sering. Dan lebih dari 10 kali itu berulang-ulang. Dan orangnya tidak mau diajak bicara. Jadi dijawab HP-nya tapi tidak mau ngomong,” ujarnya lagi.
    Peristiwa ini, menurut Yasardin, terjadi usai Khamozaro menangani kasus dugaan korupsi terkait proyek jalan di Sumatera Utara dengan total nilai mencapai Rp 231,8 miliar, sejak September 2025 lalu.
    Kasus ini melibatkan Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut; Rasuli Efendi Siregar, eks Kepala UPTD Dinas PUPR Gunung Tua; serta Heliyanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut.
    “Beliau angkat tetapi orang yang menelpon itu diajak bicara tidak mau. Jadi dimatikan lagi. Tapi itu berulang-ulang, terjadi berulang-ulang setelah menangani perkara ini,” ungkap Yasardin.
    Meski demikian, Yasardin enggan berspekulasi bahwa peristiwa itu terkait dengan kasus hukum yang tengah ditangani Khamozaro. 
    Ikahi masih menunggu pengusutan resmi yang saat ini tengah dilakukan oleh pihak kepolisian.
    “Nah ini, kalau dikatakan indikasi ya boleh juga-juga indikasi. Tapi belum juga bisa kita pastikan berhubungan dengan perkara yang bersangkutan yang sedang menjadi perhatian masyarakat, terutama masyarakat Sumatera Utara,” tuturnya.
    Secara terpisah, anggota
    Komisi III
    DPR, Sarifuddin Sudding berharap agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan tim investigasi khusus dan memastikan proses penyelidikan dilakukan secara terbuka dan profesional.
    Ia menduga bahwa insiden ini adalah kejahatan terencana, sehingga harus diusut tuntas.
    “Ini bukan lagi intimidasi, akan tetapi sudah kejahatan terencana yang bisa mengancam keselamatan jiwa hakim dan keluarganya. Dan karenanya, aparat kepolisian harus bertindak untuk melakukan penyelidikan atas kasus tersebut,” kata Sudding pada Kamis.
    “Konteksnya menyentuh jantung sistem keadilan kita, dan publik berhak tahu kebenaran yang sesungguhnya,” tegas Sudding.
    Sementara itu, Yasardin menyayangkan apabila kasus terbakarnya rumah Khamozaro ini berkaitan dengan kasus korupsi yang tengah ditanganinya. Oleh karenanya ia mendesak agar kasus ini diusut tuntas.
    Selain itu, ia juga mendorong agar hakim bisa mendapatkan pengamanan yang memadai. Selama ini, hakim hanya memperoleh pengamanan ketika mereka sedang menjalankan tugasnya mengadili kasus di pengadilan. Sedangkan di rumah tidak.
    “Berharap kondisi saat ini bisa menjadi alasan kuat untuk segera merealisasikan konsep pengamanan hakim yang ada dalam RUU Jabatan Hakim yang sekarang sudah berada di Komisi III,” kata dia.
    Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menilai, perlu dipastikan ada atau tidaknya unsur kesengajaan dalam peristiwa kebakaran di rumah tersebut. 
    “Kita tanpa suuzan berharap kebakaran yang dialami hakim Tipikor di PN Sumut ini polisi harus mengungkap motif, dalang, atau siapa pelaku kebakaran rumah yang dinilai janggal. Itu harapan kita,” ujar Rudianto.
    Menurut Rudianto, pengusutan tuntas harus dilakukan agar hakim-hakim lain merasa terlindungi, dan tetap bisa independen dalam menangani perkara apapun termasuk kasus korupsi.
    Politikus Nasdem itu menegaskan bahwa negara berkewajiban menjamin keamanan dan keselamatan para hakim, termasuk anggota keluarganya.
    Sementara Sudding mendorong penerapan penuh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta menjamin independensi peradilan sebagaimana amanat konstitusi.
    Selain itu, ia meminta Mahkamah Agung dan Polri untuk meningkatkan sistem keamanan bagi hakim-hakim yang menangani kasus strategis dan bernilai tinggi.
    “Negara harus memastikan bahwa keadilan tidak surut hanya karena kebenaran yang terancam,” sambung dia.
    Lebih lanjut, Yasardin menilai perlindungan terhadap hakim di Indonesia masih sangat minim. Ia berharap, Presiden Prabowo Subianto bisa memberikan atensi terkait perlindungan dan keamanan hakim.
    “Ya mudah-mudahan ke depan dengan pemerintah Bapak Prabowo, pemerintahan Bapak Prabowo ini sangat concern kepada dunia peradilan. Mudah-mudahan ini bisa terpecahkan pada saatnya nanti,” ujarnya.
    Menurutnya, keamanan hakim sudah diatur dalam Undang-Undang 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
    Namun, kenyataannya, hakim saat ini masih diamankan oleh pihak keamanan kantor apabila sedang ada di kantornya. Sementara pengamanan di rumah hakim tidak ada.
    Secara terpisah, Khamozaro menegaskan bahwa dirinya tidak akan mundur dari tanggung jawabnya sebagai hakim. Ia melihat bahwa peristiwa yang dialaminya sebagai ujian dalam menjalankan tugas penegakan hukum.
    “Sama pimpinan di kantor, saya bilang, saya tak pernah mundur dalam menjalani tugas dengan segala tantangan,” ujar Khamozaro.
    Pria berusia 51 tahun itu menganggap kebakaran yang menimpa keluarganya sebagai cobaan yang harus dihadapi dengan tegar.
    “Ini adalah sebuah tantangan dan Tuhan pakai agar kami lebih kuat lagi. Hidup ini hanya sebentar, tetapi hidup kita harus berarti, itu jauh lebih penting,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Endus Kebakaran Rumah Hakim Khamozaro Kejahatan Terencana

    DPR Endus Kebakaran Rumah Hakim Khamozaro Kejahatan Terencana

    GELORA.CO -Komisi III DPR mengecam keras peristiwa kebakaran rumah Ketua Majelis Hakim PN Medan, Khamozaro Waruwu yang tengah menangani perkara korupsi proyek jalan senilai Rp231 miliar.

    Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menilai peristiwa ini tidak bisa dipandang sekadar insiden kebakaran biasa.

    “Ini bukan lagi intimidasi akan tetapi sudah kejahatan terencana yang bisa mengancam keselamatan jiwa hakim dan keluarganya. Dan karenanya aparat kepolisian harus bertindak untuk melakukan penyelidikan atas kasus tersebut,” kata Sudding kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.

    Ia juga berpandangan bahwa kejadian tersebut merupakan ujian bagi keteguhan hukum di tengah bayang-bayang tekanan terhadap aparat penegak hukum. 

    Ia pun meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit menurunkan tim investigasi khusus dan memastikan proses penyelidikan dilakukan secara terbuka dan profesional.

    “Kasus ini tidak boleh berhenti pada kesimpulan ‘kebakaran biasa’. Konteksnya menyentuh jantung sistem keadilan kita dan publik berhak tahu kebenaran yang sesungguhnya,” tegas Legislator PAN ini.

    Anggota komisi DPR yang membidangi urusan hukum itu mengingatkan bahwa perlindungan terhadap hakim, jaksa, dan penyidik yang menangani perkara besar harus dilakukan secara sistemik. 

    Sudding pun mendorong penerapan penuh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta menjamin independensi peradilan sebagaimana amanat konstitusi.

    “Ketika seorang hakim menunjukkan integritas dan ketegasan dalam mengungkap fakta korupsi, negara berkewajiban melindunginya. Penegakan hukum tidak boleh dibalas dengan ancaman terhadap keselamatan,” tegasnya lagi.

    Selain itu, Sudding juga berpandangan keberanian Hakim Waruwu dalam memimpin sidang perkara korupsi patut diapresiasi. Namun, keberanian semacam ini tidak boleh dibayar mahal dengan ancaman atau teror. 

    Oleh karena itu, ia meminta Mahkamah Agung dan Polri untuk meningkatkan sistem keamanan bagi hakim-hakim yang menangani kasus strategis dan bernilai tinggi.

    “Perjuangan melawan korupsi akan kehilangan maknanya jika aparat penegak hukum dibiarkan menghadapi ancaman sendirian. Negara harus memastikan bahwa keadilan tidak surut hanya karena kebenaran yang terancam,” pungkasnya.

    Kebakaran rumah Khamozaro terjadi saat ia sedang memimpin persidangan korupsi proyek jalan di Padang Lawas Utara yang menyeret eks Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting. Anak buah Gubernur Sumut Bobby Nasution itu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Medan pada 28 Juni 2025.

    Dalam beberapa kali persidangan, Khamozaro menyebut bahwa Gubernur Bobby bertanggung jawab atas pergeseran anggaran yang menjadi titik awal korupsi pembangunan jalan ruas Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Hutaimbaru-Sipiongot, Kabupaten Padang Lawas Utara.

  • Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjaring masukan dan pendapat dari akademisi dan tokoh masyarakat Aceh terkait revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang kini masuk dalam Prolegnas Prioritas Kumulatif Terbuka 2025.

    “Forum pertemuan pada hari ini (dengan tokoh masyarakat dan akademisi) merupakan bagian dari proses penyusunan revisi UUPA,” kata Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, di Banda Aceh, Selasa.

    Pertemuan Baleg bersama dengan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah rencong tersebut turut dihadiri Bupati/Wali Kota se Aceh, dan DPR Aceh, berlangsung di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh.

    Bob Hasan menyampaikan, pertemuan ini dilakukan agar aspirasi masyarakat Aceh dapat ditampung dalam proses perubahan hingga penetapan hasil revisi UUPA nantinya.

    Karena itu, dirinya mengharapkan adanya masukan-masukan serta pandangan yang baik dari kalangan masyarakat Aceh, sehingga perubahan ini sesuai harapan bersama.

    “Kami sangat menghormati dan mengharapkan masukan-masukan baik dari kalangan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi di Aceh terhadap revisi UUPA agar sesuai harapan masyarakat yang kita cintai,” ujar Bob Hasan.

    Seperti diketahui, revisi UUPA telah ditetapkan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Kumulatif Terbuka 2025. Baleg sendiri juga telah meminta pandangan terhadap revisi UUPA kepada tokoh perdamaian Aceh yaitu Wakil Presiden RI ke 10-12 Jusuf Kalla dan mantan Menkopolhukam Hamid Awaluddin.

    Disisi lain, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan. Khusus mengenai dana Otsus, diminta perpanjangan tanpa batas waktu dengan besaran 2,5 persen dari total DAU Nasional.

    Sebagai informasi, adapun rombongan Baleg DPR RI yang hadir dalam pertemuan ini yakni Bob Hasan, Mayjen Tni Mar (Purn) Sturman Panjaitan, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Martin Manurung, Hj Siti Aisyah, I Ketut Kariyasa Adnyana, Putra Nababan Cindy Monica Salsabila Setiawan, Longki Djanggola, Sigit Purnama Putra, La Tinro La Tunrung, Daniel Johan, Habib Syarief Muhammad, dan Eva Monalisa.

    Kemudian, Ahmad Irawan, Kartika Sandra Desi, Jazuli Juwaini, Yanuar Arif Wibowo, Sarifuddin Sudding, Edi Oloan Pasaribu, Wahyu Sanjaya, Benny Kabur Harman, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Rycko Menoza, I Nyoman Parta, Jamaludin Malik, Firman Soebagyo, TA Khalid, Muslim Ayub, Nasir Djamil, dan Sugiat Santoso.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR Usul Setop Patwal untuk Artis

    DPR Usul Setop Patwal untuk Artis

    Jakarta: Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengusulkan agar kepolisian berhenti menyediakan patwal untuk artis dan publik figur. Hal ini merespons polemik ramainya gerakan setop suara ‘tot tot wuk wuk’ untuk pengawalan di jalan raya.

    “Nah ini yang menurut saya perlu dihentikan, segera dihentikan hal-hal seperti itu, saya kira ini yang banyak mengganggu,” kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
     

    Sudding menambahkan perlu adanya pembatasan bagi pihak-pihak yang sejatinya tidak memiliki urgensi untuk pengawalan. Sementara, bagi pejabat agar diperketat untuk aturan penggunaan sirene dan rotator.

    “Saya kira segera dihentikan oleh pihak kepolisian, tapi penggunaan strobo dan patwal hanya diperuntukkan pertama pimpinan lembaga, kementerian, dan sebagainya, supaya betul-betul diperketat,” ujar Sudding.

    Sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Inspektur Jenderal Agus Suryonugroho membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya. Meski demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu masih tetap dilaksanakan.

    Jakarta: Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengusulkan agar kepolisian berhenti menyediakan patwal untuk artis dan publik figur. Hal ini merespons polemik ramainya gerakan setop suara ‘tot tot wuk wuk’ untuk pengawalan di jalan raya.
     
    “Nah ini yang menurut saya perlu dihentikan, segera dihentikan hal-hal seperti itu, saya kira ini yang banyak mengganggu,” kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
     

     
    Sudding menambahkan perlu adanya pembatasan bagi pihak-pihak yang sejatinya tidak memiliki urgensi untuk pengawalan. Sementara, bagi pejabat agar diperketat untuk aturan penggunaan sirene dan rotator.

    “Saya kira segera dihentikan oleh pihak kepolisian, tapi penggunaan strobo dan patwal hanya diperuntukkan pertama pimpinan lembaga, kementerian, dan sebagainya, supaya betul-betul diperketat,” ujar Sudding.
     
    Sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Inspektur Jenderal Agus Suryonugroho membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya. Meski demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu masih tetap dilaksanakan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Artis Sewa Patwal harus Dihentikan!

    Artis Sewa Patwal harus Dihentikan!

    GELORA.CO -Komisi III DPR sepakat jika jasa penyewaan Patwal yang dilengkapi strobo oleh artis atau selebritis dihentikan. Sebab, hal itu bisa mengganggu kenyamanan para pengguna jalan raya.

    “Nah ini (artis sewa patwal) yang menurut saya perlu dihentikan, segera dihentikan hal-hal seperti itu, saya kira ini yang banyak mengganggu,” tegas Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 22 September 2025.

     

    Ia menilai bahwa urgensi penggunaan Patwal oleh artis berbeda dengan pengawalan pimpinan negara atau setara itu. 

    “Katakanlah misalnya ada pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi untuk dilakukan pengawalan dan sebagainya, saya kira segera dihentikan oleh pihak kepolisian,” jelas Legislator PAN ini. 

    Kendati begitu, Sudding menilai bahwa penggunaan strobo harus dibatasi. Ia mencontohkan strobo digunakan hanya untuk pejabat tinggi negara sekelas Presiden hingga pimpinan negara.

    “Penggunaan strobo dan patwal hanya diperuntukkan pertama pimpinan lembaga, kementerian, dsb, supaya betul-betul diperketat,” ujarnya. 

    Sejauh ini, Sudding mengaku tidak pernah menggunakan jasa patwal dan strobo dalam perjalanan sehari-hari dan kedinasan. 

    “Nggak pernah. Hanya (level) pimpinan DPR,” tandasnya

  • Rapat Bareng Kajati Sulsel, Legislator Tanya Kasus Uang Palsu UIN Makassar

    Rapat Bareng Kajati Sulsel, Legislator Tanya Kasus Uang Palsu UIN Makassar

    Jakarta

    Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel). Dalam kesempatan itu, ada sejumlah kasus yang dibahas, termasuk kasus peredaran uang palsu di UIN Makassar.

    Rapat digelar di ruang rapat Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (17/9/2025). Mulanya, Kajati Sulsel Agus Salim membeberkan perkembangan kasus uang palsu di UIN Makassar yang kini tengah memasuki sidang vonis oleh hakim.

    Cuplikan video terkait kasus tersebut juga sempat disetel di ruang rapat Komisi III DPR. Selanjutnya, para anggota Komisi III DPR menanggapi perkembangan kasus tersebut.

    Salah satunya yang memberi sorotan yakni anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding. Ia menilai kasus uang palsu di UIN Makassar memang menyita perhatian publik.

    “Saya melihat bahwa persoalan ini memang cukup mendapat perhatian publik, karena ini suatu kejahatan yang saya kira menyangkut masalah, apa lagi peredaran uang palsu dan sebagainya, saya dari awal sudah memberi statement dan penghargaan dan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang ada di Sulsel yang berhasil membongkar adanya kejahatan terutama terkait pencetakan uang palsu,” kata Sarifuddin Sudding saat rapat tersebut.

    Ia lantas mempertanyakan terkait peredaran uang palsu itu. Ia bertanya bagaimana cara mendeteksi jika uang palsu yang dicetak para tersangka sudah beredar di masyarakat.

    “Nah bagaimana kalau itu misalnya sempat beredar? Bahkan sudah sempat beredar kalau saya tidak salah ya uang uang itu. Itu kan sangat sulit apa ya, kalau kita misalnya uang-uang itu beredar sangat susah dideteksi seperti yang dijelaskan tadi, karena begitu canggihnya pencetakan uang palsu itu,” tanya Sarifuddin.

    Ia juga bertanya terkait tuntutan yang diberikan Kejati Sulsel kepada para terdakwa. Kajati Sulsel Agus Salim memastikan para terdakwa dituntut hukuman maksimal.

    “Yang dilakukan jajaran penegak hukum baik di Polda maupun pihak Kejaksaan yang memberi tuntutan. Itu tuntutan maksimal pak atau apa di kasus ini?” ucap Sarifuddin.

    “Pasal 37,” jawab Agus Salim.

    “Itu tuntutan maksimal?” tanya Sarifuddin.

    “Iya,” jawab Agus Salim lagi.

    “Dan keinginan masyarakat di sana memang masyarakat juga menghendaki ini dilakukan secara maksimal terkait persoalan di Sulawesi Selatan ini,” tutur Sarifuddin.

    Seperti diketahui, polisi menetapkan 18 tersangka kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Terungkap, sindikat ini diotaki pengusaha Annar Salahuddin Sampetoding dan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim alias AI.

    Belasan tersangka itu kini tengah diadili di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa. Beberapa di antaranya juga sudah divonis oleh hakim.

    (maa/dwr)

  • 5
                    
                        Ironi Aksi Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol, Jadi Sorotan Legislator di Senayan
                        Nasional

    5 Ironi Aksi Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol, Jadi Sorotan Legislator di Senayan Nasional

    Ironi Aksi Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol, Jadi Sorotan Legislator di Senayan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai penangkapan lima orang pemain judi online (judol) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ganjil luar biasa karena seharusnya kasus itu menjadi pintu masuk bagi polisi untuk memburu bandar judol.
    “Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan,” ujar Sudding dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/8/2025).
    Menurut Sudding, langkah Polda DIY yang bergerak cepat menangkap para pelaku justru menimbulkan tanda tanya publik.
    Sebab, bandar judi online yang disebut-sebut dirugikan oleh kelima pemain tersebut justru tak tersentuh.
    “Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya. Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi enggak tangkap? Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?” kata Sudding.
    Sudding menilai kasus ini menjadi ironi karena aparat begitu sigap menindak warga yang merugikan situs judi online, tetapi lambat menangkap bandar yang jelas-jelas merugikan masyarakat.
    “Polisi bergerak cepat menangkap warga yang disebut merugikan situs judi online, namun keberadaan bandar yang jelas-jelas merupakan pelaku utama justru tak tersentuh. Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis,” kata Sudding.
    Dia mengingatkan, aparat penegak hukum tidak boleh diskriminatif dalam menangani kasus judi online yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat.
    Oleh karena itu, Sudding mendesak Polda DIY bersikap profesional, transparan, dan akuntabel.
    Dia juga meminta polisi membuka ke publik siapa aktor besar di balik operasi situs judi online tersebut.
    “Jangan sampai penegakan hukum ini digunakan untuk mengamankan kepentingan para bandar,” tegas Sudding.
    Sebelumnya, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menangkap lima pelaku judi online yang mengakali sistem dan membuat rugi bandar judi.
    Polda DIY menegaskan, penangkapan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) itu merupakan bagian dari penegakan hukum yang berangkat dari laporan warga.
    Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, mengatakan bahwa proses penindakan bermula dari informasi masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang dilakukan para pelaku.
    “Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar bahwa ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku,” ujar AKBP Slamet, Rabu (6/8/2025), dilansir dari Tribun Jogja.
    “Informasi tersebut dikembangkan oleh kami yang bekerja sama dengan intelijen, kemudian kami tindak lanjuti secara profesional,” sambung dia.
    Kanit 1 Subdit V Ditreskrimsus Polda DIY, Kompol Ardiansyah Rolindo Saputra, mengungkapkan para pelaku menyiapkan puluhan hingga ratusan SIM card untuk membuat akun baru di situs judi online.
    “Kartunya diganti-ganti agar tidak hanya mendapat free akun baru, tapi juga bisa memainkan modal dan bonus. Kalau menang, uang ditarik (withdraw), kalau kalah bikin akun baru lagi,” jelas Ardiansyah.
    Tujuan pergantian SIM card ini adalah mengelabui sistem IP address situs judi agar pelaku tetap bisa mendapatkan promo dan cashback akun baru.
    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2004 (perubahan kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), serta Pasal 303 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang perjudian.
    Mereka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
    Penangkapan para pelaku judol yang merugikan bandar judi juga dinilai masyarakat sebagai bentuk keberpihakan atau perlindungan Polda DIY terhadap bandar judol.
    Namun, hal itu dibantah oleh Polda DIY.
    Klarifikasi ini disampaikan usai viralnya penangkapan lima pelaku yang mengelabui situs judi daring di kawasan Banguntapan, Bantul.
    Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY, AKBP Saprodin, menegaskan pihaknya tidak pernah menerima “titipan” dari bandar judi online dalam penanganan kasus tersebut.
    “Yang jelas, kami tidak ada istilah korporasi atau titipan bandar. Nek (kalau) saya kena (main judol), harus ditangkap. Tidak ada satu pun bandar yang kenal saya. (Laporan) bukan dari bandar,” kata Saprodin, Kamis (7/8/2025), dikutip dari TribunJogja.com.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR Soroti Ganjilnya Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Anggota DPR Soroti Ganjilnya Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol Nasional 8 Agustus 2025

    Anggota DPR Soroti Ganjilnya Polisi Tangkap Orang yang Rugikan Bandar Judol
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai penangkapan lima orang pemain judi online (judol) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ganjil luar biasa karena seharusnya kasus itu menjadi pintu masuk bagi polisi untuk memburu bandar judol.
    “Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan,” ujar Sudding dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/8/2025).
    Menurut Sudding, langkah Polda DIY yang bergerak cepat menangkap para pelaku justru menimbulkan tanda tanya publik.
    Sebab, bandar judi online yang disebut-sebut dirugikan oleh kelima pemain tersebut justru tak tersentuh.
    “Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya. Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi enggak tangkap? Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?” kata Sudding.
    Sudding menilai kasus ini menjadi ironi karena aparat begitu sigap menindak warga yang merugikan situs judi online, tetapi lambat menangkap bandar yang jelas-jelas merugikan masyarakat.
    “Polisi bergerak cepat menangkap warga yang disebut merugikan situs judi online, namun keberadaan bandar yang jelas-jelas merupakan pelaku utama justru tak tersentuh. Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis,” kata Sudding.
    Dia mengingatkan, aparat penegak hukum tidak boleh diskriminatif dalam menangani kasus judi online yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat.
    Oleh karena itu, Sudding mendesak Polda DIY bersikap profesional, transparan, dan akuntabel.
    Dia juga meminta polisi membuka ke publik siapa aktor besar di balik operasi situs judi online tersebut.
    “Jangan sampai penegakan hukum ini digunakan untuk mengamankan kepentingan para bandar,” tegas Sudding.
    Sudding menegaskan, Komisi III DPR akan melakukan supervisi ketat terhadap aparat penegak hukum, termasuk dalam penanganan kasus-kasus judi online, untuk memastikan hukum ditegakkan demi kepentingan masyarakat.
    Diberitakan sebelumnya, Polda DIY menangkap lima orang yang diduga mengakali sistem di situs judol hingga merugikan bandar.
    Mereka adalah RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul, NF (25) warga Kebumen, serta PA (24) warga Magelang.
    Pengungkapan kasus ini dilakukan lewat penggerebekan di sebuah rumah di Banguntapan, Bantul, pada Kamis (10/7/2025).
    RDS disebut sebagai koordinator, sedangkan empat lainnya bertindak sebagai operator.
    Para tersangka memanfaatkan celah pada promo situs judi online dengan memainkan hingga 10 akun per perangkat komputer setiap hari.
    Aksi ini dilakukan selama setahun di Yogyakarta dengan keuntungan mencapai Rp 50 juta per bulan untuk RDS, sementara empat operator dibayar Rp 1,5 juta per minggu.
    Polisi mengeklaim bahwa kasus ini diungkap berdasarkan laporan masyarakat.
    Namun, publik mempertanyakan siapa pelapor tersebut dan menduga laporan datang dari pihak bandar yang merasa dirugikan.
     
    Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY, AKBP Saprodin, menegaskan pihaknya tidak pernah menerima “titipan” dari bandar judi online dalam penanganan kasus tersebut.
    “Yang jelas, kami tidak ada istilah korporasi atau titipan bandar.
    Nik
    (kalau) saya kena (main judol), harus ditangkap. Tidak ada satu pun bandar yang kenal saya. (Laporan) bukan dari bandar,” kata Saprodin, Kamis (7/8/2025), dikutip dari
    TribunJogja.com
    .

    Kasubdit V/Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menjelaskan informasi terkait aktivitas para pelaku berasal dari masyarakat sekitar lokasi kejadian.
    “Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi itu kami kembangkan bersama intelijen dan ditindaklanjuti secara profesional,” tutur Slamet, Rabu (6/8/2025) malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan DPR: Revisi UU MK Tinggal Disahkan di Rapat Paripurna

    Pimpinan DPR: Revisi UU MK Tinggal Disahkan di Rapat Paripurna

    Pimpinan DPR: Revisi UU MK Tinggal Disahkan di Rapat Paripurna
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    DPR
    Adies Kadir
    mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) tinggal disahkan sebagai undang-undang dalam
    rapat paripurna
    .
    Ungkapnya, tidak ada agenda untuk merevisi UU MK, karena hal tersebut sudah dilakukan oleh DPR periode 2019-2024.
    “Itu tinggal paripurna saja. Kita tinggal tunggu Badan Musyawarah (Bamus),” ujar Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
    Adies sendiri merupakan Wakil Ketua Komisi III yang juga anggota panitia kerja (Panja)
    revisi UU MK
    pada periode 2019-2024.
    Menurutnya, revisi UU MK yang dilakukan pada periode sebelumnya tak berkaitan dengan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
    “Undang-Undang MK tidak ada revisi, karena itu sudah direvisi pada periode anggota DPR lima tahun yang lalu,” ujar Adies.
    Adapun terkait MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah, DPR belum memiliki sikap resmi ihwal putusan tersebut.
    Menurutnya, DPR masih akan melakukan kajian secara hati-hati terhadap putusan yang mengusulkan agar pemilihan DPRD dan Pilkada digelar paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden/wakil presiden.
    “Partai-partai lain masih dalam proses mengkaji, demikian juga DPR. Kami baru berbicara awal dengan pemerintah seminggu lalu. Sekarang pemerintah juga masih mengkaji,” ujar politikus Partai Golkar itu.
    Diketahui, dalam naskah terakhir hasil pengesahan tingkat I pada Senin (13/5/2024), setidaknya tercatat empat poin krusial revisi UU MK yang dilakukan Komisi III dan pemerintah.
    Draf revisi UU MK yang diterima Kompas.com ini sudah dikonfirmasi oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding, yang juga ikut dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu tersebut.
    Poin perubahan pertama revisi UU MK adalah menghapus poin d Pasal 23 mengenai aturan pemberhentian hakim Konstitusi.
    Pada draf revisi UU MK yang terbaru, pemberhentian hakim MK karena habisnya masa jabatan dihapus. Sebagai pengganti, DPR dan pemerintah menyisipkan Pasal 23 A yaitu poin evaluasi hakim.
    Revisi UU MK juga mengatur bahwa hakim konstitusi bisa langsung diberhentikan dengan tidak hormat, jika mengalami kasus dan dijatuhi pidana tanpa mencantumkan ancaman tahunan pidananya.
    Poin perubahan kedua adalah evaluasi hakim. Hal itu tertuang pada pasal baru yang disisipkan di antara Pasal 23 dan Pasal 24, yakni Pasal 23A.
    Pada pokoknya, hakim konstitusi setelah 5 tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan atau tidak mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya.
    Untuk diketahui, ada tiga lembaga pengusul hakim MK, yakni tiga dari DPR, tiga Mahkamah Agung (MA), dan tiga dari Presiden.
    Poin perubahan ketiga adalah mengenai komposisi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
    Revisi UU MK terbaru mencantumkan Pasal 27A, mengatur mengenai komposisi hakim MKMK yang terdiri dari lima orang, yakni diusulkan masing-masing satu oleh MK, Mahkamah Agung, DPR, Presiden, dan satu hakim konstitusi.
    Poin perubahan terakhir adalah soal masa jabatan hakim MK yang tertuang dalam Pasal 87.
    Pasal 87 huruf a berbunyi, “hakim konstitusi yang telah menjabat lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10 tahun, melanjutkan jabatannya sampai dengan 10 tahun sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul.”
    Huruf b berbunyi, “hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah lebih dari 10 tahun, masa jabatannya berakhir mengikuti usia pensiun 70 tahun berdasarkan undang-undang ini, selama masa jabatannya tidak melebihi 15 tahun sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Sebut Kapolri Jabatan Karier Bukan Politik

    DPR Sebut Kapolri Jabatan Karier Bukan Politik

    Bisnis.com, Jakarta — DPR mengungkapkan masa jabatan Kapolri tidak dapat disatukan dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden.

    Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding mengemukakan jika masa jabatan Kapolri disamakan dengan jabatan presiden dan wakil presiden, maka jabatan Kapolri itu menjadi jabatan politik, bukan jabatan karier.

    Menurutnya, jika posisi Kapolri jadi jabatan politik yang hanya dijabat selama 5 tahun, maka Korps Bhayangkara tidak akan netral dan tidak bisa menjadi profesional selama menjalankan tugasnya dan fungsinya.

    “Jadi hal ini tidak hanya berbahaya bagi independensi institusi kepolisian tetapi juga bisa menciptakan politisasi aparat penegak hukum,” tuturnya di sela-sela sidang pleno MK dengan agenda mendengar keterangan DPR di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Sarifuddin menjelaskan jabatan Kapolri itu merupakan jabatan karier sehingga berlaku ketentuan batas usia pensiun yaitu 58 tahun. 

    Namun, menurut Sarufuddin, tidak menutup kemungkinan jabatan Kapolri akan berakhir sebelum memasuki usia pensiun karena pengangkatan dan pemberhentian menjadi Kapolri merupakan hak prerogratif presiden.

    “Meski tidak ada periodesasi dan berlaku usia pensiun bukan berarti Kapolri tidak bisa diberhentikan sebelum memasuki usia pensiun karena pengangkatan dan pemberhentiannya merupakan hak prerogratif presiden,” katanya.

    Sebelumnya, sejumlah mahasiswa menguji materi Pasal 11 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (NRI). 

    Pasal 11 ayat (2) UU Kepolisian berbunyi, “Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.” 

    Sementara Penjelasan Pasal 11 ayat (2) menyebutkan, “Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.”

    Sebagai informasi, para Pemohon Perkara Nomor 19/PUU-XXIII/2025 terdiri dari Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra yang berstatus sebagai Pelajar/Mahasiswa. 

    Para Pemohon mengatakan frasa ‘disertai dengan alasannya’ dalam norma tersebut tidak diatur lebih lanjut atau setidak-tidaknya tidak dirumuskan secara jelas dalam UU Kepolisian. 

    Menurut para Pemohon, pasal dimaksud tidak saja dihadapkan pada persoalan norma melainkan telah menimbulkan masalah riil, dalam situasi konkret Kapolri yang saat ini dijabat Listyo Sigit Prabowo tidak sah karena belum diangkat kembali oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU 2/2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

    Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif presiden, sekalipun dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Kapolri tersebut harus dengan persetujuan DPR sebagai mekanisme terciptanya check and balances.

    Presiden memiliki hak prerogatif mengangkat jabatan-jabatan lain yang sangat strategis yang memiliki implikasi besar terhadap pencapaian tujuan negara termasuk pengangkatan Kapolri. 

    Oleh karena pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden bersangkutan, maka semestinya setiap Presiden diberikan hak prerogatif yang sama sesuai dengan masa jabatan masing-masing Presiden. Maka, dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang mengangkat Kapolri bersangkutan, maka semestinya masa jabatan Kapolri bersangkutan harus berakhir.