Tag: Sanae Takaichi

  • Gelombang Politik AS hingga Jepang Bikin Saham-Emas Cetak Rekor

    Gelombang Politik AS hingga Jepang Bikin Saham-Emas Cetak Rekor

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi global mendapat guncangan dari gejolak politik yang terjadi pada awal pekan ini di Jepang, Prancis, hingga Amerika Serikat.

    Melansir Reuters, Selasa (6/10/2025), bursa saham Jepang menguat menyusul terpilihnya Sanae Takaichi sebagai ketua partai berkuasa, Partai Demokrat Liberal (LDP).

    Indeks Nikkei 225 menguat 0,62% ke level 48.250 pada awal perdagangan hari ini. Sementara itu, yen Jepang melemah 0,3% ke level 150,4 yen per dolar AS.

     Sanae Takaichi terpilih sebagai ketua (LDP dan berpeluang besar menjadi perdana menteri berikutnya, sekaligus perempuan pertama yang memimpin Negeri Sakura tersebut.

    Melansir Al Jazeera pada Senin (6/10/2025), Takaichi mengalahkan Shinjiro Koizumi, putra mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi, dalam pemungutan suara putaran kedua pada Sabtu (4/10/2025) akhir pekan lalu, setelah tidak ada dari lima kandidat yang meraih suara mayoritas pada putaran pertama.

    Pemungutan suara di parlemen untuk menetapkan perdana menteri baru dijadwalkan berlangsung pada 15 Oktober.

    Mantan Menteri Keamanan Ekonomi itu dikenal berhaluan kanan dalam tubuh LDP. Takaichi, 64 tahun, terpilih melalui proses internal yang melibatkan 295 anggota parlemen LDP dan sekitar 1 juta anggota partai, atau setara hanya 1% dari total populasi Jepang.

    Dia diperkirakan menggantikan Perdana Menteri Shigeru Ishiba karena LDP masih menjadi partai terbesar di parlemen. Namun, setelah mengalami kekalahan elektoral signifikan, koalisi yang dipimpin LDP kehilangan mayoritas di kedua tingkat parlemen dan membutuhkan dukungan oposisi untuk membentuk pemerintahan efektif.

    Shutdown AS Masih Berlanjut

    Di Amerika Serikat, penutupan pemerintah AS atau shutdown yang masih berlanjut hingga hari ini, namun berpotensi berakhir segera usai adanya rencana negosiasi antara Presiden Donald Trump dan Kongres.

    Presiden Donald Trump menyatakan siap bernegosiasi dengan Partai Demokrat terkait subsidi layanan kesehatan. Jika anggaran disetujui, shutdown yang telah berlangsung sejak pekan lalu tersebut akan berakhir.

    “Kami berbicara dengan (Partai) Demokrat, dan ada kemungkinan hal-hal baik akan terjadi terkait layanan kesehatan. Saya seorang Republik, tetapi saya ingin melihat kemajuan di bidang kesehatan, bahkan lebih dari Demokrat,” ujar Trump di Gedung Putih dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/10/2025) waktu setempat, tanpa menyebutkan nama anggota parlemen tertentu.

    Trump menilai belum ada tekanan politik yang cukup pada kedua pihak untuk mengakhiri kebuntuan, tetapi memberi sinyal kemungkinan terobosan. Meski demikian, dia memperingatkan bahwa kelanjutan shutdown dapat berujung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja federal.

    Partai Demokrat menegaskan mereka tidak akan mendukung rancangan undang-undang anggaran sementara kecuali mencakup perpanjangan subsidi Affordable Care Act (ACA) yang akan berakhir pada akhir 2025, serta menghapus pemangkasan program Medicaid yang diberlakukan melalui undang-undang belanja era Trump.

    Shutdown yang berkepanjangan tersebut tidak membuat bursa saham di Wall Street tertekan. Melansir Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 63,31 poin atau 0,14% menjadi 46.694,97 pada Senin (6/10).

    Sementara itu, S&P 500 naik 24,49 poin atau 0,36% ke 6.740,28 dan Nasdaq Composite melonjak 161,16 poin atau 0,71% ke 22.941,67.

  • Video: Sosok Ini Digadang-gadang Jadi PM Perempuan Pertama Jepang

    Video: Sosok Ini Digadang-gadang Jadi PM Perempuan Pertama Jepang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Partai berkuasa Jepang memilih Sanae Takaichi, seorang nasionalis konservatif, sebagai ketua baru pada hari Sabtu (4/10), waktu setempat. Terpilihnya Takaichi sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) juga menempatkannya sebagai calon Perdana Menteri perempuan pertama Jepang. Lantas seperti apa sosok Sanae Takaichi?

    Selengkapnya saksikan di CNBC Indonesia.

  • Breaking News! Sanae Takaichi Sah Terpilih Jadi Perdana Menteri Jepang

    Breaking News! Sanae Takaichi Sah Terpilih Jadi Perdana Menteri Jepang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sanae Takaichi baru saja terpilih menjadi pemimpin wanita pertama Jepang. Dia baru saja terpilih menjadi pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang.

    Mengutip laporan Nikkei Asia, Sanae terpilih pada hari Sabtu waktu setempat. Kemungkinan dia juga bakal menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam dua minggu ke depan, dikutip Sabtu (4/10/2025).

    Posisi itu sebelumnya diisi oleh Shigeru Ishiba dan akan segera lengser dari jabatannya.

    Sanae mengalahkan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumo dalam pemilihan putaran kedua. Dalam putaran sebelumnya, lima kandidat tidak bisa mengantongi suara mayoritas.

    Nikkei melaporkan ini jadi kali ketiga perempuan 64 tahun itu mencoba untuk menjadi pemimpin partai.

    Sosok Sanae, Dikenal Sebagai Konservatif Garis Keras

    Masih dilansir dari unggahan di akun Instagram resmi Nikkei Asia, Sanae dikenal sebagai tokoh konservatif garis keras. Dia diketahui dekat dengan mendiang Perdana Menteri Shinzo Abe, yang juga mantan pemimpin LDP.

    Dia juga mengaku Margaret Thatcher yang merupakan mantan perdana menteri Inggris adalah panutannya

    Sanae juga telah menyiapkan beberapa tujuannya untuk ekonomi Jepang. Dari tax cut dan juga investasi semikonduktor serta sektor strategis lainnya.

    Selain itu, dia juga mengadvokasi kebijakan fiskal dan moneter yang agresif. Sejumlah ahli mengatakan masalah seperti yen yang lemah, harga saham tinggi, dan akselerasi inflasi bisa terselesaikan di bawah pemerintahannya nanti.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Takaichi Akan Jadi PM Perempuan Pertama Jepang, Siapa Dia?

    Takaichi Akan Jadi PM Perempuan Pertama Jepang, Siapa Dia?

    Jakarta

    Sanae Takaichi terpilih sebagai ketua Partai Demokrat Liberal pada hari Sabtu (4/10). Dengan terpilihnya dia sebagai pemimpin baru partai berkuasa Jepang tersebut, perempuan berumur 64 tahun itu diperkirakan akan menjadi perdana menteri (PM) perempuan pertama Jepang.

    Tokoh konservatif ini telah memposisikan dirinya sebagai pemimpin garis keras yang berfokus pada pertahanan nasional dan keamanan ekonomi.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (4/10/2025), Takaichi berhasil mengalahkan kandidat perubahan generasi, Shinjiro Koizumi, putra mantan perdana menteri berusia 44 tahun yang gemar berselancar, dan Yoshimasa Hayashi yang berpengalaman namun kurang karismatik.

    Setelah nantinya dikonfirmasi oleh parlemen, Takaichi akan menjadi kepala pemerintahan perempuan pertama negara itu dan pemimpin kelima Jepang dalam beberapa tahun terakhir.

    Dalam upaya untuk merebut kembali dukungan pemilih, Takaichi telah mengambil sikap tegas terhadap imigrasi dan turis asing — keduanya muncul sebagai isu kunci dalam persaingan kepemimpinan LDP.

    Sebagai mantan menteri keamanan ekonomi, ia sebelumnya merupakan kritikus vokal China dan pengembangan militernya di Asia-Pasifik.

    Takaichi juga merupakan pengunjung tetap Kuil Yasukuni, yang menghormati para penjahat perang bersama dengan 2,5 juta korban perang, dan dipandang oleh negara-negara Asia sebagai simbol masa lalu militeristik Jepang.

    Namun, selama pemilihan terbaru LDP, ia secara signifikan melunakkan retorikanya — sangat kontras dengan pemungutan suara tahun lalu ketika ia berjanji untuk mengunjungi Yasukuni sebagai perdana menteri, dan akhirnya kalah dari perdana menteri saat ini, Shigeru Ishiba.

    Pernah jadi drummer di band heavy metal kampus, Takaichi memandang mendiang Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher sebagai pahlawan politiknya.

    Namun, meskipun pemilihannya “akan menjadi langkah maju bagi partisipasi perempuan dalam politik”, menurut Sadafumi Kawato, profesor emeritus Universitas Tokyo, ia menunjukkan sedikit kecenderungan untuk melawan norma-norma patriarki.

    Jepang berada di peringkat 118 dari 148 negara dalam Laporan Kesenjangan Gender 2025 dari Forum Ekonomi Dunia, terutama karena kurangnya representasi perempuan dalam pemerintahan, sementara Islandia, Finlandia, dan Norwegia menduduki tiga posisi teratas.

    Takaichi menikmati dukungan yang kuat di sayap konservatif LDP dan di antara para pengikut mantan perdana menteri Shinzo Abe yang dibunuh.

    Ia mendukung pelonggaran moneter yang agresif dan pengeluaran fiskal yang besar, menggemakan kebijakan “Abenomics” mentor politiknya, yang jika diterapkan kembali dapat mengguncang pasar.

    Ia juga menyuarakan keprihatinannya yang kuat akan kejahatan dan pengaruh ekonomi warga asing di Jepang, menyerukan aturan yang lebih ketat.

    Mengenai tarif, ia menyampaikan dalam diskusi panel bulan ini, bahwa ia tidak akan ragu untuk mendorong renegosiasi dengan AS, jika kesepakatan tersebut diimplementasikan dengan cara yang dianggap merugikan atau tidak adil bagi Jepang.

    Lihat juga Video ‘PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur dari Jabatan’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Breaking News! Sanae Takaichi Sah Terpilih Jadi Perdana Menteri Jepang

    Sanae Takaichi Bakal Jadi PM Perempuan Pertama Jepang, “Iron Lady 2.0”

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jepang bersiap menyambut babak baru dalam sejarah politiknya dengan terpilihnya Sanae Takaichi sebagai pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP). Jika disahkan parlemen, perempuan berusia 64 tahun itu akan menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah Jepang.

    Takaichi dikenal sebagai politikus konservatif garis keras dengan pandangan nasionalis yang tegas. Dalam pemilihan ketua LDP pada Sabtu (4/10/2025), ia mengalahkan dua pesaing utamanya, yakni Shinjiro Koizumi, politisi muda berusia 44 tahun yang dikenal membawa semangat perubahan generasi, serta Yoshimasa Hayashi, sosok senior yang berpengalaman namun kurang karisma.

    Kemenangan Takaichi hampir pasti mengantarkannya ke kursi perdana menteri, mengingat LDP menguasai mayoritas kursi di parlemen. Ia akan menjadi pemimpin kelima Jepang dalam lima tahun terakhir, mencerminkan ketidakstabilan politik yang melanda partai penguasa di tengah tekanan publik terhadap inflasi dan skandal dana politik yang mengguncang pemerintahan.

    Adapun LDP kehilangan banyak simpati publik dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, partai nasionalis baru berhaluan anti-imigrasi, Sanseito, justru menunjukkan tren kenaikan dukungan. Untuk merebut kembali basis pemilihnya, Takaichi mengusung pendekatan keras terhadap isu imigrasi dan pariwisata asing, dua topik yang menjadi sorotan selama masa kampanye.

    Sebagai mantan menteri keamanan ekonomi, ia dikenal lantang mengkritik China atas ekspansi militer dan pengaruh ekonominya di kawasan Asia-Pasifik. Ia juga kerap mengunjungi Kuil Yasukuni, situs kontroversial yang menghormati para tentara Jepang termasuk penjahat perang, dan dianggap oleh negara-negara tetangga sebagai simbol masa lalu militerisme Jepang.

    Namun dalam kampanye kali ini, Takaichi tampak melunakkan sikapnya. Jika pada pemilihan LDP tahun lalu ia secara terbuka berjanji akan mengunjungi Yasukuni sebagai perdana menteri, janji yang berujung pada kekalahannya dari Shigeru Ishiba, kali ini ia lebih berhati-hati dan menahan retorika kerasnya.

    “Iron Lady 2.0”

    Di masa mudanya, Takaichi sempat menjadi pemain drum di band heavy metal kampus, namun kini ia kerap dibandingkan dengan tokoh idolanya, mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Julukan “Iron Lady 2.0” pun mulai melekat padanya.

    Meski langkahnya dianggap kemajuan bagi representasi perempuan dalam politik Jepang, banyak pengamat menilai Takaichi bukan pembawa agenda kesetaraan gender.

    “Walaupun terpilihnya dia merupakan langkah maju bagi partisipasi perempuan dalam politik, dia tidak menunjukkan keinginan kuat untuk menantang norma-norma patriarkal,” ujar Sadafumi Kawato, profesor emeritus Universitas Tokyo, dilansir AFP.

    Takaichi termasuk dalam sayap kanan LDP yang menentang reformasi hukum pernikahan era abad ke-19 yang mewajibkan pasangan suami istri berbagi nama keluarga. Aturan ini secara praktik membuat sebagian besar perempuan harus menggunakan nama suaminya setelah menikah.

    “Isu itu kemungkinan tidak akan terselesaikan selama masa jabatannya,” kata.

    Meski demikian, dalam pidato kampanyenya, Takaichi berjanji akan meningkatkan proporsi perempuan dalam kabinet hingga mencapai “tingkat negara-negara Nordik.” Komitmen itu muncul di tengah sorotan global terhadap kesenjangan gender di Jepang, yang menempati peringkat ke-118 dari 148 negara dalam Laporan Kesenjangan Gender Dunia 2025 versi World Economic Forum.

    Semangat “Abenomics”

    Kemenangan Takaichi juga mempertegas keberlanjutan pengaruh mendiang mantan perdana menteri Shinzo Abe, yang dikenal sebagai mentor politiknya. Ia mendapat dukungan kuat dari faksi konservatif LDP dan para pengikut garis keras Abe.

    Dalam kebijakan ekonomi, Takaichi berjanji melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter agresif dan belanja fiskal besar-besaran – cerminan dari semangat “Abenomics” yang sempat menjadi fondasi ekonomi Jepang di era Abe.

    Namun, kebijakan semacam itu, menurut sejumlah ekonom, dapat memicu gejolak di pasar keuangan yang tengah berupaya menstabilkan inflasi.

    Selain isu ekonomi, Takaichi juga menyoroti kejahatan dan pengaruh ekonomi asing di Jepang. Ia menyerukan penerapan aturan yang lebih ketat, langkah yang dinilai para analis sebagai strategi untuk menarik kembali pemilih yang berpindah ke partai nasionalis berhaluan keras.

    Mengenai hubungan dagang dengan Amerika Serikat, Takaichi menyatakan tidak akan segan menuntut renegosiasi tarif bila perjanjian berjalan dengan cara yang merugikan kepentingan Jepang.

    “Saya tidak akan ragu mendorong pembicaraan ulang dengan AS jika kesepakatan dianggap merugikan atau tidak adil bagi Jepang,” ujarnya dalam sebuah diskusi panel bulan ini.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tokoh Garis Keras Takaichi Akan Jadi PM Wanita Pertama Jepang

    Tokoh Garis Keras Takaichi Akan Jadi PM Wanita Pertama Jepang

    Jakarta

    Sanae Takaichi terpilih menjadi pemimpin partai berkuasa Jepang pada hari Sabtu (4/10), menempatkannya untuk menjadi perdana menteri (PM) perempuan pertama di negara itu.

    Wanita berusia 64 tahun ini, yang idolanya adalah Margaret Thatcher, terpilih untuk membangkitkan kembali partai berkuasa, Partai Demokrat Liberal (LDP) yang sedang terpuruk, di tengah kelompok anti-imigrasi baru yang mulai menyerang.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (4/10/2025), konservatif garis keras ini, hampir pasti akan disetujui oleh parlemen sebagai perdana menteri kelima Jepang dalam beberapa tahun, sebuah langkah yang menurut media lokal dapat terjadi pada pekan depan tanggal 13 Oktober mendatang.

    Ia terpilih sebagai presiden LDP pada hari Sabtu setelah memenangkan pemilihan putaran kedua melawan Shinjiro Koizumi (44), putra seorang mantan perdana menteri Jepang.

    Keduanya memasuki putaran kedua setelah Yoshimasa Hayashi yang moderat, dijuluki “Mr. 119” berdasarkan nomor telepon darurat Jepang, tersingkir bersama dua kandidat lainnya.

    Takaichi kini menghadapi sejumlah isu kompleks termasuk populasi yang menua, pergolakan geopolitik, ekonomi yang melemah, dan meningkatnya kekhawatiran tentang imigrasi.

    Namun, pertama-tama, ia harus memastikan bahwa LDP, yang telah memerintah hampir tanpa henti sejak 1955, dapat kembali menggalang dukungan pemilih.

    Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang akan lengser mengambil alih kepemimpinan tahun lalu, tetapi koalisi pimpinan LDP-nya kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen, dan ia pun menyerah.

    Salah satu partai yang sedang naik daun adalah Sanseito, yang senada dengan gerakan populis lainnya dengan menyebut imigrasi sebagai “invasi diam-diam” dan menyalahkan pendatang baru atas berbagai masalah.

    Takaichi dan Koizumi dalam kampanye LDP berusaha menarik minat pemilih yang tertarik dengan pesan Sanseito tentang orang asing, baik imigran maupun kerumunan turis.

    Jepang harus “mempertimbangkan kembali kebijakan yang mengizinkan masuknya orang-orang dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda”, kata Takaichi.

    Lihat juga Video ‘Profesi Aneh Ini Lagi Tren di Jepang, Bayarannya Rp 2 Juta Per 30 Menit’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Calon PM Wanita Pertama di Jepang Janji Mau Tarik Investasi Besar-besaran

    Calon PM Wanita Pertama di Jepang Janji Mau Tarik Investasi Besar-besaran

    Jakarta

    Jepang punya calon perdana menteri wanita untuk pertama kalinya. Ialah Sanae Takaichi .

    Sanae baru saja mengusulkan pengeluaran fiskal untuk mendukung investasi di sektor-sektor penting seperti pangan, energi, dan ketahanan ekonomi. Dia menegaskan kembali perlunya paket stimulus untuk memitigasi kenaikan biaya hidup.

    Selain itu, Sanae juga mengatakan isu yang lebih mendasar adalah meningkatkan potensi pertumbuhan Jepang yang rendah.

    Wanita 64 tahun itu mengatakan jika dia menjadi Perdana Menteri Jepang, pemerintah akan bekerja sama dengan dunia usaha dan akademisi untuk menyusun kerangka kerja guna meningkatkan investasi di sektor-sektor kunci bagi manajemen krisis Jepang.

    “Inti dari kerangka kerja ini adalah investasi manajemen krisis. Ini melibatkan negara yang secara proaktif memberikan dukungan keuangan kepada sektor-sektor penting untuk meminimalkan risiko bagi negara kita. Seperti ekonomi, pangan, energi, dan keamanan nasional,” kata Sanae dilansir dari Reuters, Kamis (2/10/2025).

    Dia juga mengidentifikasi kecerdasan buatan (AI), semikonduktor, fusi nuklir, material, bioteknologi, kedokteran canggih, dan pertahanan sebagai sektor-sektor kunci yang akan menjadi fokus investasi.

    “Di bidang-bidang ini, kami bertujuan menciptakan siklus yang baik antara manajemen krisis dan pertumbuhan dengan menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab dan proaktif secara strategis,” ujarnya.

    “Tentu saja, kami akan terus memperhatikan disiplin fiskal, yang jelas prioritas utama adalah memastikan keberlanjutan fiskal. Untuk itu, kami akan memantau pasar dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menstabilkan dan mengurangi rasio utang terhadap PDB,” tegasnya melanjutkan.

    Sanae selama ini dikenal sebagai pendukung belanja fiskal yang besar. Kini, dia dipandang sebagai salah satu kandidat terdepan dalam pemilihan pengganti Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang telah memutuskan untuk mundur pada hari Sabtu.

    Lihat juga Video:Dubes RI untuk Bulgaria Sukses Tarik Investasi Bahan Makanan USD 2 Juta

    (kil/kil)

  • PM Jepang Mundur, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    PM Jepang Mundur, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    Jakarta

    Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (07/09) malam, setelah koalisi yang ia pimpin kehilangan mayoritas kursi di kedua majelis parlemen.

    Langkah ini diambil menjelang pemungutan suara internal Partai Liberal Demokrat (LDP) yang dijadwalkan Senin (08/09). Pemungutan suara itu hampir pasti akan memaksa Ishiba turun dari jabatan perdana menteri.

    Dengan pengunduran diri ini, Ishiba setidaknya bisa mundur dengan kesuksesan yang ia capai, yakni menyelesaikan kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat.

    “Negosiasi terkait tarif dengan AS telah mencapai kesimpulan, dan saya percaya ini adalah momen yang tepat untuk mundur,” ujar Ishiba pada Minggu (07/09).

    Namun, kepergiannya, serta empat minggu masa kampanye untuk memilih penggantinya dipastikan akan memicu ketidakpastian politik, tepat saat Jepang menghadapi tantangan besar di dalam negeri dan di panggung internasional.

    “Kebuntuan politik membuat hampir tak ada kemajuan dalam menangani isu-isu yang mempengaruhi masyarakat, seperti kenaikan harga, krisis biaya hidup yang memburuk, kekhawatiran soal upah, serta keamanan nasional,” kata Hiromi Murakami, profesor ilmu politik di kampus Universitas Temple Tokyo.

    Ia menambahkan, “Publik menginginkan solusi nyata untuk problema yang mereka hadapi. Saya pikir mereka sangat kecewa melihat pemimpin yang baru menjabat kurang dari setahun kini mengundurkan diri, dan kita harus memulai lagi dari awal.”

    Jelang pemilu Oktober, persaingan kian memanas

    Ishiba akan tetap menjabat sebagai perdana menteri sementara hingga LDP memilih pemimpin baru. Siapa pun yang terpilih akan langsung memimpin pemerintahan minoritas yang harus berkompromi dengan partai lain agar kebijakan bisa berjalan.

    Pemilihan internal LDP diperkirakan berlangsung awal Oktober. Sejumlah nama sudah mencuat sebagai kandidat potensial.

    Beberapa hari sebelum Ishiba mundur, jajak pendapat mengungkap dua pesaing terkuat, yaitu mantan Menteri Keamanan Ekonomi sekaligus tokoh nasionalis Sanae Takaichi, yang didukung sekitar 23% responden, dan Shinjiro Koizumi, politisi sentris, dengan dukungan 20,9%.

    Takaichi sebelumnya kalah dari Ishiba dalam perebutan kursi pemimpin partai tahun lalu. Meski unggul di putaran pertama, ia akhirnya dikalahkan karena mayoritas anggota LDP khawatir dengan pandangan sayap kanannya dalam sejumlah isu penting.

    Namun, menguatnya kelompok politik sayap kanan di Jepang membuat posisi Takaichi kini tampak lebih diterima. Dalam pemilu Juli lalu, LDP kehilangan kursi terutama kepada partai-partai nasionalis sayap kanan, seperti Partai Konservatif Jepang dan Sanseito.

    Kedua partai tersebut menolak imigrasi, ingin melarang warga asing memiliki properti di Jepang, serta mendorong peningkatan drastis anggaran pertahanan untuk menghadapi ancaman dari Cina, Korea Utara, dan Rusia.

    Mereka juga mendukung kebijakan konservatif lain, seperti memperkuat posisi keluarga kekaisaran, menolak hak lebih luas bagi komunitas LGBTQ+, dan mempertahankan larangan bagi perempuan untuk tetap memakai nama keluarga setelah menikah.

    Siapa saja calon perdana menteri Jepang yang baru?

    Menurut Stephen Nagy, profesor hubungan internasional di International Christian University, baik Takaichi maupun Koizumi menghadapi tantangan besar.

    “Koizumi sangat fasih berbicara, pintar, dan ia adalah putra Junichiro Koizumi, perdana menteri populer yang memimpin selama enam tahun mulai 2001,” kata Nagy kepada DW.

    “Namun, ia masih muda, baru berusia 44 tahun, dan pengalamannya terbatas. Saya juga ragu apakah para politisi senior yang berpengaruh di LDP memiliki pandangan yang sejalan dengannya.”

    Di sisi lain, Takaichi memiliki pengalaman luas dan dikenal sebagai protege mendiang Shinzo Abe. Ia pernah memimpin dewan kebijakan partai dan menjabat di kabinet. Jika terpilih, Takaichi akan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang.

    Namun, Nagy menilai sejumlah pandangan Takaichi, seperti penolakannya terhadap pernikahan sesama jenis dan sikap konservatif soal penggunaan nama keluarga setelah menikah, tidak sejalan dengan keinginan sebagian besar pemilih.

    Nama lain yang diperkirakan ikut maju antara lain Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi dan Taro Kono, politisi yang dikenal memiliki gaya berbeda dari arus utama LDP.

    Nagy memperkirakan Jepang bisa kembali mengalami ketidakstabilan seperti era setelah masa jabatan Junichiro Koizumi, ketika negara tersebut berganti enam perdana menteri dalam enam tahun.

    “Saya pikir Jepang akan kembali mengalami pergantian perdana menteri setiap tahun selama lima atau enam tahun mendatang, hingga muncul seorang pemimpin yang mampu menyatukan partai kembali,” ujarnya.

    Peluang untuk reset nasional?

    LDP selama ini dikenal sebagai partai besar dengan spektrum politik kanan-tengah yang luas. Meski menghadapi tantangan dari gerakan sayap kanan yang semakin vokal, Nagy percaya LDP tidak akan mengalami kehancuran seperti partai-partai Jepang sebelumnya yang bubar lalu lahir kembali dengan nama dan kebijakan baru.

    Namun, Murakami berpendapat sebaliknya. Ia melihat partai yang telah mendominasi politik Jepang sejak 1955 itu mungkin telah mencapai batasnya.

    “Ada jurang besar antara kelompok sayap kanan dan kelompok sentris di LDP, dan jurang itu makin melebar,” kata Murakami. “Hal ini membuat partai sulit mencapai konsensus kebijakan, apalagi bekerja sama dengan partai lain dalam koalisi.”

    Meski demikian, Murakami menekankan bahwa krisis juga bisa menjadi peluang.

    “Mungkin ini saat yang tepat bagi LDP dan rakyat Jepang untuk benar-benar berdiskusi serius tentang masa depan terbaik bagi negara ini,” ujarnya.

    “Ini bisa menjadi kesempatan kita untuk melakukan reset nasional.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “PM Ishiba Mundur: Pasar Saham Jepang Melonjak, Yen Tertekan” di sini:

    (ita/ita)

  • Eks Menlu ‘Pembisik Trump’ Calonkan Diri Jadi PM Baru Jepang

    Eks Menlu ‘Pembisik Trump’ Calonkan Diri Jadi PM Baru Jepang

    Tokyo

    Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Toshimitsu Motegi, yang dijuluki sebagai “Pembisik Trump”, menjadi kandidat pertama yang mengumumkan pencalonan sebagai pemimpin baru Jepang, setelah Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya.

    Motegi sedang berupaya memimpin Jepang menghadapi gejolak baru yang berasal dari kenaikan harga pangan dan dampak tarif Amerika Serikat (AS) terhadap sektor otomotif yang krusial.

    Pengumuman untuk maju sebagai salah satu kandidat PM baru Jepang diumumkan Motegi dalam pernyataan kepada wartawan pada Senin (8/9) waktu setempat, atau sehari setelah pengumuman mundur dari Ishiba. Dalam pengumumannya, Ishiba menyebut hasil buruk LDP dalam dua pemilu sebagai alasannya mundur.

    Selama 11 bulan kepemimpinannya yang penuh gejolak, Ishiba kehilangan mayoritas dukungan di kedua majelis parlemen Jepang. Kekalahan itu memberikan pukulan telak bagi LDP yang telah berkuasa hampir tanpa henti sejak tahun 1955 silam.

    Seruan berulang kali agar Ishiba bertanggung jawab atas kekalahan tersebut, menurut laporan, membuat posisinya tidak dapat dipertahankan.

    Usai pengunduran diri Ishiba, Partai Demokrat Liberal (LDP) yang sejak lama dominan dalam pemerintahan Jepang akan memilih ketua barunya, dilaporkan pada awal Oktober mendatang.

    “Kita harus memajukan Jepang, menyelesaikan masalah-masalah sulit di dalam negeri dan luar negeri,” cetus Motegi saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Senin (8/9/2025).

    “Saya telah memutuskan untuk mencalonkan diri,” ucapnya.

    Motegi yang berusia 69 tahun ini, merupakan mantan Sekretaris Jenderal LDP dan mantan Menteri Perdagangan.

    Dengan bahasa Inggris yang fasih, Motegi yang lulusan Harvard ini dijuluki sebagai “Pembisik Trump” — Presiden AS Donald Trump — karena kepiawaiannya dalam mengurusi perundingan dagang AS-Jepang yang sulit.

    Selain Motegi, kandidat lainnya untuk PM baru Jepang adalah Sanae Takaichi, seorang nasionalis garis keras berusia 64 tahun dan mantan drummer heavy metal yang kalah dari Ishiba dalam pemilihan tahun 2024 lalu. Jika terpilih, Takaichi akan menjadi PM wanita pertama di Jepang.

    Menteri Pertanian era Ishiba, Shinjiro Koizumi, yang baru-baru ini ditugaskan menurunkan harga beras, juga bisa mencalonkan diri. Koizumi yang berusia 44 tahun merupakan putra dari mantan PM Jepang Junichiro Koizumi.

    Para calon lainnya termasuk Yoshimasa Hayashi yang merupakan juru bicara pemerintahan Ishiba dan Takayuki Kobayashi yang merupakan mantan Menteri Keamanan Ekonomi.

    Pekan ini, LDP akan membahas kapan dan bagaimana pemilihan ketua baru mereka akan digelar. Namun nantinya ketua baru LDP masih membutuhkan persetujuan dari kedua majelis parlemen Jepang untuk bisa menjadi PM baru negara tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sederet Nama Calon PM Baru Jepang, Pengganti Shigeru Ishiba

    Sederet Nama Calon PM Baru Jepang, Pengganti Shigeru Ishiba

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah nama calon Perdana Menteri Jepang pengganti Shigeru Ishiba mencuat setelah pengumuman pengunduran diri pada Minggu (7/9/2025).

    Dilansir Bloomberg, partai yang berkuasa di Jepang harus memutuskan arah masa depannya dengan memilih pemimpin baru usai pengunduran diri Shigeru Ishiba imbas hasil pemilu yang suram pada Juli 2025.

    Partai Demokrat Liberal (LDP) ingin melakukan penyegaran kepemimpinan setelah kehilangan kendali dalam dua pemilu nasional di bawah kepemimpinan Ishiba. Hasil yang suram tersebut menunjukkan bahwa para pemilih frustrasi dengan langkah-langkah penanggulangan inflasi LDP, dugaan korupsi di dalam partai, dan masalah warga asing yang berkunjung dan bekerja di Jepang.

    Pemimpin baru perlu segera menyatukan partai yang semakin terpecah belah dalam hal apakah akan menarik minat generasi muda yang khawatir dengan beban pajak untuk mendukung populasi yang menua atau menarik pemilih sayap kanan yang telah meninggalkan LDP dan memilih partai oposisi kecil, Sanseito.

    Siapa pun yang menggantikan Ishiba sebagai pemimpin baru, dan kemungkinan besar sebagai perdana menteri, akan menghadapi lanskap politik yang menantang mengingat hilangnya mayoritas parlemen. 

    Untuk melanjutkan kebijakan, pemimpin baru perlu mendapatkan dukungan yang memadai dari oposisi. Sejumlah partai oposisi kecil telah mengajukan tuntutan pemotongan pajak yang akan semakin menekan beban utang Jepang yang besar, yang berpotensi meningkatkan kekhawatiran di kalangan investor.

    Berikut ini sekilas tentang calon-calon potensial untuk menggantikan Ishiba:

    Sanae Takaichi

    Tokoh konservatif garis keras Sanae Takaichi menduduki puncak daftar dalam banyak jajak pendapat baru-baru ini. Takaichi, yang mengutip mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher sebagai inspirasi utama, kalah tipis dari Ishiba dalam putaran kedua dalam pemilihan kepemimpinan LDP tahun lalu. 

    Jika terpilih, dia akan menjadi perdana menteri wanita pertama Jepang. Seperti Thatcher, kepemimpinannya kemungkinan akan mengarahkan negara ke arah konservatisme pada tingkat politik. 

    Namun pada kebijakan ekonomi, LDP yang dipimpin Takaichi kemungkinan akan bergerak menuju pelonggaran moneter yang berkelanjutan dan pengeluaran fiskal yang lebih longgar, sebuah langkah yang dapat meresahkan investor dengan kekhawatiran tentang status fiskal Jepang. 

    Bagi sebagian orang, Takaichi mungkin juga memberi kesan bahwa partai tersebut berbalik arah ke kebijakan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe daripada bergerak maju dengan sesuatu yang baru.

    Shinjiro Koizumi

    Putra salah satu perdana menteri reformis paling tersohor di Jepang, Shinjiro Koizumi telah menjadi wajah kebijakan LDP untuk menurunkan harga beras, sebuah upaya besar-besaran dengan konsekuensi budaya dan politik yang besar. 

    Sebagai menteri pertanian, Koizumi merilis stok beras darurat ke pedagang grosir dan berhasil menurunkan harga, mendapatkan dukungan dari sebagian penduduk, sekaligus mengasingkan petani padi. ​​

    Langkah-langkah tersebut tidak cukup untuk mengubah peruntungan LDP dalam pemilihan bulan Juli, tetapi strategi tersebut memberikan dukungan bagi pandangan bahwa dia tidak hanya dapat berbicara tentang reformasi, tetapi juga dapat mewujudkannya. 

    Koizumi adalah salah satu dari tiga kandidat terakhir yang mencalonkan diri dalam pemilihan pimpinan LDP tahun lalu, meskipun akhirnya kalah dari Ishiba. 

    Di usia 44 tahun, Koizumi akan mewakili generasi baru yang mungkin dapat memanfaatkan pendukung tradisional LDP dan pemilih swing yang menganggap generasi tua partai kurang peka. Meski begitu, kecenderungannya yang lebih liberal kemungkinan akan menjauhkan kaum sayap kanan dalam partai.

    Yoshimasa Hayashi

    Yoshimasa Hayashi saat ini menjabat sebagai kepala sekretaris kabinet dan salah satu ajudan terdekat Ishiba. Dia menjadi kandidat penerus dan kemungkinan akan mengurangi gejolak di pasar. 

    Hayashi sering dianggap lebih dekat dengan China dibandingkan tokoh-tokoh penting partai lainnya, tetapi dia menepis kritik bahwa pro-China, dengan mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang mengutamakan dialog. 

    Ketika pemerintahan sebelumnya membutuhkan pengganti menteri yang tidak lama menjabat, Hayashi datang dan menenangkan situasi. Hayashi menempuh pendidikan di Universitas Harvard dan menghabiskan sebagian besar masa pemerintahan Kishida sebagai menteri luar negeri.