Banyak Menteri Prabowo Berkunjung ke Solo, Demokrat Bantah Jokowi Cawe-cawe
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra)
Partai Demokrat
, Herzaky Mahendra Putra, menegaskan bahwa Presiden ke-7 Joko Widodo tidak melakukan intervensi dalam pemerintahan Presiden
Prabowo
Subianto.
Pernyataan ini disampaikan menyusul kunjungan sejumlah menteri dari Kabinet Merah Putih yang bertemu dengan
Jokowi
dalam beberapa waktu terakhir.
Herzaky mengatakan, kunjungan tersebut hanya bersifat silaturahmi untuk meminta masukan terkait peran mereka sebagai menteri.
“Oh enggak, enggak cawe-cawe. Tadi konteksnya, Pak Jokowi punya pengalaman 10 tahun. Pak SBY punya pengalaman 10 tahun. Sayang dan rugi kalau enggak mau ngobrol. Enggak mau minta masukan,” ujar Herzaky, di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, pada Minggu (13/4/2025).
Dia menegaskan bahwa masukan yang diberikan Jokowi hanyalah sekadar masukan, dan keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo sebagai pemimpin negara.
“Bukan Pak Jokowi, bukan Pak SBY,” tegas dia.
Herzaky juga menilai pertemuan dengan Jokowi adalah hal yang biasa, mengingat Prabowo adalah sosok yang terbuka untuk berdiskusi.
Sejumlah tokoh, termasuk Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga sering diajak berdiskusi oleh Prabowo.
“Pak Presiden ini orang yang sangat terbuka dan ingin dapat perspektif atau gambaran yang luas, komprehensif dan mendalam sebelum memutuskan sesuatu. Dan semuanya
by data
,
by evidence
. Dan beliau melihat bahwa ada Pak Jokowi, ada Pak SBY ini sudah punya pengalaman. Tetapi kan bukan sumber satu-satunya,” ujar dia.
Sebelumnya, sejumlah menteri Prabowo terlihat mengunjungi kediaman Jokowi.
Mereka, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Zulkifli Hasan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, yang secara khusus menemui Jokowi di Solo, Jawa Tengah, saat momen Lebaran.
Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono serta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga hadir pada pertemuan tersebut pada Jumat (11/4/2025) siang.
Menariknya, setelah pertemuan, Trenggono dan Budi Gunadi menyebut Jokowi sebagai “bos”.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Sakti Wahyu Trenggono
-
/data/photo/2025/04/13/67fb7d052952a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Banyak Menteri Prabowo Berkunjung ke Solo, Demokrat Bantah Jokowi Cawe-cawe Nasional 13 April 2025
-
.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri yang Menganggap Jokowi Bos Layak Ditendang dari Kabinet Prabowo
GELORA.CO – Pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga menilai para menteri era Prabowo Subianto yang menganggap bahwa Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai bos, pantas dicopot dari jabatan di Kabinet Merah Putih.
“Layak ditendang dari Kabinet Prabowo Subianto,” kata Jamiluddin melalui layanan pesan, Minggu (13/4).
Pengamat dari Universitas Esa Unggul itu mengatakan pernyataan menteri yang menilai Jokowi sebagai bos sama aja tak menganggap posisi Prabowo di kursi Presiden RI.
“Para menteri tersebut tak pantas lagi bersama Prabowo karena bosnya Joko Widodo. Ini artinya, para menteri itu tidak mengangap Prabowo sebagai bosnya,” kata dia.
Jamiluddin mengatakan para menteri yang bilang Jokowi sebagai bos secara formal ialah bawahan Prabowo di kabinet.
Oleh karena itu, kata dia, para menteri seharusnya bisa menghormati status Prabowo yang menjadi pemimpin.
“Ini artinya, Prabowo seharusnya menjadi bos para menteri tersebut,” ujar Jamiluddin.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bersilaturahmi ke kediaman Presiden ketujuh RI Jokowi, di Solo, Jawa Tengah, Jumat (11/4).
Trenggono dan BGS sapaan Budi Gunadi Sadikin menyebut Jokowi sebagai bos setelah kedua tokoh selesai bersilaturahmi.
“Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono saat diwawancarai awak media usai pertemuan dengan Jokowi, Jumat.
-

Ngapain Menteri Gantian Temui Jokowi saat Prabowo di Luar Negeri?
GELORA.CO – Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti fenomena sejumlah menteri justru berbondong-bondong menemui Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi di Solo.
Padahal di saat bersamaan Presiden Prabowo Subianto sedang melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara di Timur Tengah.
“Pertanyaan pertama, ngapain presiden ke luar negeri tapi beberapa menteri malah ke Solo menemui Pak Jokowi?” ujar Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Minggu 13 April 2025.
Ia kemudian mengemukakan dua kemungkinan alasan di balik pertemuan di Solo itu. Pertama, bisa jadi para menteri tersebut memang dipanggil langsung oleh Jokowi.
Hal ini, menurut Rocky, berhubungan dengan keingintahuan Jokowi mengenai isi pembicaraan antara Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
“Pak Jokowi pasti ingin tahu apa yang dibicarakan antara Prabowo dan Ibu Mega. Dugaan paling logis ya soal reshuffle kabinet, nggak mungkin soal lain,” kata Rocky.
Kemungkinan kedua, lanjut sosok yang akrab disapa RG itu, pertemuan tersebut merupakan inisiatif pribadi dari para menteri sebagai bentuk loyalitas.
“Bisa jadi mereka datang sekadar untuk memperlihatkan kesetiaan, atau meyakinkan Pak Jokowi bahwa mereka masih melihatnya sebagai guru politik,” tambahnya.
Rocky juga mencatat bahwa beberapa menteri menyebut Jokowi masih sebagai “bos”, yang memperkuat kesan bahwa hubungan politik antara Jokowi dan para pembantunya belum sepenuhnya beralih ke kepemimpinan Prabowo.
“Tetapi yang menarik adalah konteks dari kehadiran mereka ketika Presiden Prabowo ada di luar negeri,” tegas Rocky Gerung.
Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih silih berganti datang ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah.
Mulai dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono; Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin; Menko Pangan, Zulkifli Hasan; hingga Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.
-

Silaturahmi atau Isyarat ‘Matahari Kembar’?
– Pemilu 2029 masih lama namun hawa persaingan, timses serta konsolidasi sangat terasa .
Kunjungan beruntun sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju ke kediaman Jokowi di Solo selama Lebaran memantik pertanyaan publik.
Di tengah masa transisi kekuasaan, silaturahmi yang disebut ‘biasa’ itu dinilai punya makna politik yang tak bisa diabaikan.
Momentum Lebaran 2025 dimanfaatkan sejumlah menteri kabinet untuk bersilaturahmi ke rumah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di Surakarta.
Namun, langkah ini bukan sekadar agenda personal.
Dalam dinamika politik pasca-Pilpres dan menjelang pemerintahan baru, pertemuan bertubi-tubi ini justru memantik isu panas: ada apa di balik silaturahmi ini?
Kehadiran mereka, yang diklaim sebagai kunjungan Lebaran, menjadi sorotan.
Di tengah proses transisi menuju pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, muncul kekhawatiran soal potensi “matahari kembar” di tubuh kekuasaan.
PKS Ingatkan: Jangan Ada Dua Pusat Komando
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menanggapi serius pertemuan intens para menteri dengan Jokowi.
Ia menyebut silaturahmi adalah tradisi baik, namun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah dipimpin Prabowo Subianto.
“Silaturahmi itu bagus, tapi jangan sampai menimbulkan persepsi adanya dua matahari dalam satu pemerintahan,” kata Mardani, Jumat (11/4/2025).
Menurutnya, Prabowo telah menunjukkan kapasitas dan arah kepemimpinannya dengan tegas.
Namun tetap, kesan adanya dualisme komando harus dihindari agar tak menciptakan kebingungan dalam birokrasi dan publik.
“Satu matahari saja sudah cukup berat, apalagi dua,” ujarnya tegas.
Parade Menteri: Dari Bahlil hingga Menkes
Kunjungan dimulai sejak Rabu malam, 9 April 2025, ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Kepala BKKBN Wihaji datang ke kediaman Jokowi.
Esok harinya, giliran Menko Perekonomian Zulkifli Hasan yang hadir.
Pada Jumat (11/4), Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono disusul Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin datang membawa keluarga masing-masing.
Para menteri itu kompak menyebut agenda mereka hanya untuk “silaturahmi Lebaran” dan menjalin hubungan baik dengan Jokowi, yang disebut sebagian dari mereka masih dianggap “bos”.
“Silaturahmi sama bekas bos saya, sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono, tersenyum.
Publik Bertanya: Apa Makna Silaturahmi Ini?
Meski narasi yang dibangun adalah hubungan personal dan Lebaran, publik tak menelan mentah-mentah penjelasan itu.
Waktu dan pola kunjungan yang beruntun justru memperkuat spekulasi: apakah ini hanya silaturahmi atau sinyal arah kekuasaan baru yang tidak tunggal?
Dalam situasi transisi, setiap gestur politik dibaca dalam banyak lapisan.
Di satu sisi, silaturahmi bisa dimaknai sebagai penghormatan kepada pemimpin sebelumnya.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kekuasaan Jokowi masih memengaruhi arah kebijakan dan komposisi kabinet di masa depan.
Loyalitas Politik Harus Jelas
Mardani Ali Sera menyampaikan satu pesan utama: loyalitas birokrat dan menteri harus tunggal.
Ia berharap semua elemen kabinet tetap memegang komando dari presiden terpilih yang sah—bukan terpecah antara dua figur.
“Pak Prabowo adalah presiden kita. Pemerintahan ke depan harus berjalan di bawah satu arah, bukan dua poros kekuasaan,” ujarnya.
Di tengah suasana Lebaran yang hangat, silaturahmi bisa jadi terasa wajar. Tapi dalam politik, tak ada yang benar-benar tanpa makna.
Ramai-ramai menteri menemui Jokowi di masa transisi bisa dilihat sebagai manuver simbolik, penguatan relasi, atau bahkan penegasan pengaruh.
Namun satu hal pasti: Indonesia hanya butuh satu matahari untuk memimpin, bukan dua. Pemerintahan Prabowo perlu didukung penuh, tanpa bayang-bayang kekuasaan ganda.***
-

KKP tangkap kapal ikan Filipina di Laut Sulawesi
Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap satu kapal ikan asal Filipina yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di Perairan Kepulauan Talaud, Laut Sulawesi.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) mengatakan penangkapan kapal ikan jenis pump boat dengan nama M/BCA CHRISTIAN JAME tersebut dilakukan oleh speedboat pengawasan Napoleon 17 saat melakukan operasi.
“Armada pengawasan kami Napoleon 17 di bawah kendali Stasiun PSDKP Tahuna berhasil mengamankan satu unit kapal ikan Filipina yang menangkap hasil laut di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia,” kata Ipunk dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Ipunk menjelaskan pada saat dilakukan penghentian dan pemeriksaan pada Jumat (11/4), kapal jenis pump boat ini tidak memiliki dokumen perizinan dari Pemerintah Indonesia, dan ditemukan tangkapan ikan tuna, serta kapal diawaki oleh tiga orang berkewarganegaraan Filipina.
“Kapal tidak memiliki dokumen perizinan dari pemerintah Indonesia, jenisnya pump boat alat tangkap hand line, dengan target tuna yang termasuk salah satu ikan bernilai ekonomis tinggi,” terang Ipunk.
Kepala Stasiun PSDKP Tahuna, Martin Yermias Luhulima menyampaikan penangkapan satu kapal itu didukung informasi awal dari nelayan setempat yang melaporkan adanya kapal asal Filipina masuk dan menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan 716, Laut Sulawesi yang memang berbatasan langsung dengan perairan Filipina.
“Kami menerima laporan dari nelayan ada kapal ikan Filipina masuk dan menangkap ikan di wilayah Indonesia, informasi ini kami tindaklanjuti dengan menggelar operasi pengawasan,” ujar Martin.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono terus berupaya untuk dapat mengelola sumber daya perikanan di Indonesia melalui kebijakan Ekonomi Biru.
Untuk itu, pihaknya tidak akan memberi ampun kepada para pelaku illegal fishing, karena dapat mengancam keberlanjutan sumber daya perikanan dan kesejahteraan nelayan Indonesia.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2024/10/20/671480c708abf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Antara Solo dan Jakarta: Satu Kabinet, Dua Magnet Pengaruh Nasional 12 April 2025
Antara Solo dan Jakarta: Satu Kabinet, Dua Magnet Pengaruh
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih dalam beberapa hari terakhir terlihat silih berganti mengunjungi kediaman Presiden ke-7 RI Joko Widodo (
Jokowi
) di Solo, Jawa Tengah, pada momen Lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah.
Mulai dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, hingga Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dan Menko Pangan Zulkifli Hasan, seluruhnya tampak nyaman menjalin komunikasi dengan Jokowi.
Dalam kunjungan itu, tak sedikit dari mereka yang masih menyebut Jokowi sebagai “bos”, kendati kini berada di bawah kepemimpinan Presiden
Prabowo
Subianto.
Fenomena ini pun memunculkan kembali perbincangan soal dua magnet pengaruh dalam satu kabinet.
Dalam hal ini, Prabowo sebagai kepala negara aktif. Sementara, Jokowi sebagai mantan presiden yang masih memiliki daya tarik politik serta kedekatan personal dengan sejumlah menteri.
Kunjungan para menteri tak hanya untuk bersilaturahmi. Mereka juga membahas program kementerian, bahkan meminta restu dan masukan dari Jokowi.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya kesan “
matahari kembar
” dalam pemerintahan Prabowo.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut Jokowi sebagai bos saat mengunjungi Presiden ke-7 RI itu di Jalan Kutai Utara, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (11/4/2025) siang.
Kunjungan dilakukan secara bergantian, dimulai dengan Trenggono yang terlebih dahulu bertemu dengan Jokowi.
“Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” kata Trenggono.
Dalam pertemuan tersebut, menurut Trenggono, salah satu arahan yang diberikan berkaitan dengan kemajuan dalam memimpin KKP.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa pertemuan ini merupakan bentuk silaturahmi.
“Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat karena sudah masih jadi menteri kesehatan kan,” ungkap Budi setelah pertemuan.
Sebelumnya, Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi juga telah berkunjung ke Solo pada libur Lebaran kedua, Selasa (1/4/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Budi berbincang mengenai program Koperasi Desa Merah Putih.
“Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih memang merupakan instrumen untuk memberantas rentenir tengkulak yang menyengsarakan masyarakat. Ya, tadi saya sampaikan,” ujarnya saat diwawancarai setelah bertemu Jokowi.
Budi mengungkapkan bahwa Jokowi juga berpesan agar program Kopdes Merah Putih dilaksanakan dengan hati-hati, agar menjadi salah satu instrumen untuk kemajuan masyarakat desa.
“Beliau sangat concern dengan kemajuan masyarakat desa,” jelas Budi.
“Pokoknya beliau terus memberi yang terbaik, pikiran-pikiran, dan saran untuk kemajuan Indonesia,” lanjutnya.
Setelahnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, bersama Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, dan keluarga juga menemui Jokowi di Solo pada Selasa (8/4/2025) malam.
“Datang bersilaturahmi dengan Bapak Jokowi Presiden RI ke-7 di kediaman dalam rangka Hari Raya,” kata Bahlil saat ditemui usai pertemuan.
Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut bahwa hubungannya dengan Jokowi layaknya hubungan antara guru dan murid, yang telah terjalin sejak awal ia menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
“Saya kan muridnya Bapak Presiden Jokowi dari waktu saya anggota kabinet pertama. Saya menjadi anggota kabinet dan banyak dinasihati untuk bagaimana membangun negara ke depan,” jelasnya.
Sehari setelahnya, giliran Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas).
Terkait isi pertemuan dengan Jokowi, Zulhas mengaku pertemuan ini bentuk silaturahmi pada momen Idul Fitri 1446 Hijriah.
Zulhas menjelaskan selama pertemuan juga membicarakan banyak hal. Mengingat, Zulhas merupakan menteri perdagangan saat Jokowi menjabat.
“Lebaran kan, saya kan menterinya bapak. Ya, banyak dibimbing dulu 2 tahun dipercaya beliau sama Ibu. Masa Lebaran saja saya enggak datang,” jelasnya.
“Silaturahmi, ya tentu ada situasi-situasi terakhir ekonomi dan sebagainya ya
silaturahmi Lebaran
,” lanjutnya.
Politikus PKS Mardani Ali Sera menanggapi kunjungan khusus sejumlah menteri Presiden Prabowo ke kediaman Jokowi di Solo pada momen Idul Fitri 1446 Hijriah.
Dia menilai silaturahmi Lebaran sah saja dilakukan oleh semua pihak.
Namun, dia mengingatkan agar hal tersebut jangan justru memunculkan kesan adanya matahari kembar dalam pemerintahan.
“Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani saat dihubungi, Jumat (11/4/2025).
Mardani meyakini bahwa Prabowo tidak akan merasa tersinggung dengan kunjungan para menterinya ke Presiden terdahulu.
Meski begitu, dia menekankan pentingnya jajaran kabinet untuk menjaga kewibawaan sosok pemimpin tertinggi dalam sistem pemerintahan.
“Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya. Dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi,” kata Mardani.
“Namun, yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua,” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat politik Adi Prayitno menilai pernyataan dua menteri di Kabinet Merah Putih yang menyebut Jokowi dengan sebutan bos bisa dianggap tidak elok.
Sebab, kepala negara yang saat ini adalah Presiden RI Prabowo Subianto, bukan Jokowi.
“Ya, di mata publik dinilai offset dan bahkan juga bisa dinilai kurang elok karena saat ini ya presidennya itu adalah Pak Prabowo Subianto, bukan yang lain,” kata Adi saat dihubungi, Jumat.
Adi menilai Trenggono dan Budi memang bisa menyebut Jokowi sebagai bosnya sebagai bentuk terima kasih.
Apalagi, dua orang ini pertama kali menjadi menteri di era Jokowi dan dilanjutkan di saat Prabowo memimpin Indonesia.
Menurutnya, sebutan bos itu adalah ungkapan syukur dan terima kasih meskipun Jokowi tak lagi jadi presiden.
“Sebenarnya sah saja kedua menteri itu bilang Pak Jokowi adalah bosnya ya sebagai ekspresi bentuk terima kasih, karena keduanya memang di era Pak Jokowi mendapatkan posisi yang cukup strategis, itu tidak ada bantahan,” ucap dia.
Akan tetapi, pemerintahan saat ini sudah berganti dengan era Presiden Prabowo. Sementara menteri adalah pembantu dari presiden.
Dosen dari UIN ini pun khawatir pernyataan Trenggono dan Budi menimbulkan polemik adanya matahari kembar.
“Karena sampai hari ini kan publik masih tak berhenti berspekulasi soal adanya matahari kembar, itu dikhawatirkan dengan adanya pernyataan bos selain Pak Prabowo justru makin mempertebal bahwa sebenarnya ya menteri-menteri di kabinet saat ini punya bos lain selain Pak Prabowo,” kata Adi.
Oleh karenanya, ia mengimbau para menteri di Kabinet Presiden Prabowo untuk berhati-hati dalam memberikan pernyataan ke publik.
“Mestinya hati-hati, pejabat publik itu statement-statementnya kerap dinilai oleh publik,” ucap Adi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.



