Jakarta (beritajatim.com) – Pemerintah kembali mengangkat isu ketahanan pangan dan energi dalam pokok-pokok kebijakan fiskal dan asumsi ekonomi makro RAPBN 2026 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sidang paripurna DPR RI pada Senin, 20 Mei 2025. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat mengingatkan bahwa akselerasi dua program strategis tersebut masih belum optimal.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyoroti lemahnya realisasi program ketahanan pangan, terutama menyangkut tingginya ketergantungan pada impor bahan pangan pokok dan energi yang menyedot anggaran besar. Ia menyebut, salah satu agenda penting yang belum dimaksimalkan adalah redistribusi lahan.
“Pemerintah perlu melanjutkan program redistribusi lahan 4,5 juta hektar untuk petani dan perkebunan rakyat, menyiapkan tenaga kerja terampil pedesaan untuk pengelolaan redistribusi lahan, dan dukungan teknologi terapan pada sektor pertanian yang termutakhir untuk mendorong efisiensi produksi,” ujarnya.
Disrupsi pada sektor pertanian akibat alih fungsi lahan, berkurangnya tenaga kerja muda di desa, serta lambatnya adopsi teknologi dinilai menjadi penghambat besar dalam pencapaian ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, DPR meminta pemerintah untuk menjadikan redistribusi lahan sebagai prioritas utama di RAPBN 2026.
Sementara itu, di sektor energi, pembangunan kilang minyak yang ditargetkan pemerintah juga dinilai berjalan lambat. Proyek kilang petrokimia di Tuban, Jawa Timur, disebut sebagai salah satu contoh yang masih tersendat pengerjaannya.
“Nasib yang sama juga terjadi pada program ketahanan energi. Program pembangunan lima kilang minyak bumi perlu dilanjutkan, termasuk kilang petrokimia di Tuban yang tersendat, sebagai strategi untuk menambah kapasitas pengolahan minyak nasional agar tidak bergantung pada impor,” tegasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya meningkatkan kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam struktur energi nasional, serta memperbaiki mismatch antara produksi, konsumsi, dan distribusi energi. DPR menilai peningkatan porsi EBT dan pembangunan kilang dalam negeri penting untuk memperkuat kemandirian energi nasional dan mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi global.
Dalam asumsi makro RAPBN 2026, pemerintah menargetkan lifting minyak bumi sebesar 600–605 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 953–1017 ribu barel setara minyak per hari. Namun target tersebut dinilai tidak akan tercapai tanpa percepatan pembangunan infrastruktur energi dalam negeri. [beq]









/data/photo/2025/03/27/67e4d3465cd39.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)