Tag: Saeful Bahri

  • Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya terkait dengan alasan partai memilih Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan serta ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW pada periode yang lalu. 

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth. 

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan dirinya tidak pernah merestui adanya praktik kotor dalam proses Pergantian Antawaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan suap PAW DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku. Maka tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” ujar Hasto dalam persidangan.

    Menurut Hasto, ia juga secara langsung memperingatkan Harun Masiku agar tidak memberikan uang dalam bentuk apapun kepada Saeful Bahri. Sebagai informasi, Saeful Bahri adalah mantan terpidana kasus suap Harun Masiku yang telah menjalani kurungan penjara selama 1 tahun 8 bulan.

    Setelah mendapat informasi adanya permintaan dana, Hasto kemudian memanggil Saeful ke Rumah Aspirasi PDI Perjuangan di Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat, untuk memberikan teguran langsung.

    “Saya sampaikan, ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’. Kemudian Saeful meminta maaf,” tutur Hasto, menirukan kembali ucapannya saat itu.

    Lebih lanjut, Hasto juga membantah adanya pembicaraan ataupun lobi-lobi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses PAW tersebut.

    “Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” ucap Hasto.

    Sebagai bentuk sanksi, Hasto menyebut Saeful Bahri tidak lagi diundang dalam kegiatan-kegiatan internal, termasuk acara yang digelar di Rumah Aspirasi setelah insiden tersebut. 

    “Setelah itu saya mengadakan acara di Rumah Aspirasi. (Saeful) tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” kata Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa. 

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membantah keras tuduhan dirinya menalangi dana suap untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Hasto menyatakan istilah “dana talangan” muncul karena kebohongan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, kepada istrinya.

    Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan terhadap buronan KPK, Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    Pernyataan Hasto menjawab pertanyaan Jaksa yang menyinggung soal percakapan antara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah yang menyebut Hasto akan menalangi dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kepentingan Harun Masiku.

    “Mengenai ada percakapan Saeful dan Donny yang mengatakan bahwa nanti saudara terdakwa lah yang akan melakukan talangan, dana talangan untuk pengurusan Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar itu benar ada?” ucap jaksa.

    “Tidak benar. Yang jelas dari pengakuan saudara Saeful dan juga dalam fakta persidangan yang lalu, itu bahwa munculnya istilah ‘dana talangan’ itu pertama kali karena Saeful berbohong sama istri,” kata Hasto.

    Hasto menegaskan tidak pernah menyetujui atau mengetahui adanya dana operasional untuk pengurusan PAW Harun Masiku. Ia juga membantah adanya komunikasi dengan Saeful, Donny, atau Harun terkait dana talangan tersebut.

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke donny atau saya ke Harun Masiku untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan karena saya nggak tahu sama sekali adanya dana operasional itu,” tutur Hasto.

    Jaksa juga mengonfirmasi pernyataan saksi Donny Tri Istiqomah yang mengaku menerima uang Rp400 juta dari staf Hasto di DPP PDIP, Kusnadi, atas perintah Hasto. Namun Hasto membantah tuduhan itu.

    “Di tanggal 16 Desember 2019 itu di DPP, Kusnadi menemui saksi Donny Tri Istiqomah. Pada saat itu Kusnadi menyerahkan dana talangan dari saudara sebesar Rp400 juta yang dibungkus dalam amplop warna coklat di dalam ransel warna hitam, dengan mengatakan, ‘mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta Harun Masiku’, bagaimana tanggapan saudara?” kata jaksa.

    “Iya betul, saya memanggil di rumah aspirasi,” ujar Hasto.

    “Apa penjelasan dari Saeful Bahri pada waktu itu?” ucap jaksa.

    “Jadi karena saya memberikan teguran keras, saudara Saeful minta maaf,” tutur Hasto.

    “Artinya saudara mengonfirmasi pemyampaian dari Harun Masiku bahwasanya ada dana operasional yang dibutuhkan untuk pengurusan di KPU?” ucap jaksa.

    “Tidak. Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi yang dilakukan oleh Saeful,” kata Hasto.

    Tegur Saeful karena Minta Dana ke Harun Masiku

    Hasto mengaku pernah menegur Saeful Bahri karena mendapat laporan bahwa yang bersangkutan meminta uang ke Harun Masiku. Namun ia menegaskan, tidak ada perbincangan terkait pengurusan PAW ke KPU.

    “Saya menerima informasi saudara Saeful Bahri meminta, saya langsung memberikan teguran kepada saudara Saeful Bahri,” tutur Hasto.

    “Kemudian dia langsung meminta maaf. Saya mengadakan acara di rumah aspirasi, Saeful tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” ucapnya melanjutkan. 

    Dakwaan Hasto 

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengaku pernah diajak oleh politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz untuk bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

    Hal itu disampaikan Hasto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami soal proses pengajuan uji materi di MA oleh PDIP atas peraturan KPU ihwal pelimpahan suara caleg DPR yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.

    Uji materi itu sejalan dengan keinginan PDIP untuk melimpahkan suara yang diperoleh Nazarudin Kiemas, caleg DPR 2019 dari PDIP dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia, sesuai dengan keputusan partai. Saat itu, partai memutuskan untuk memilih Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara almarhum. 

    Awalnya, JPU bertanya ke Hasto bagaimana dia mengetahui putusan MA yang akhirnya mengabulkan uji materi PDIP atas peraturan KPU dimaksud. Hasto menjawab bahwa hal itu diketahui dari surat yang diterima DPP PDIP dari MA. 

    Kemudian, JPU bertanya apabila Hasto ingat bahwa informasi itu dia dapatkan bersamaan dengan saat pertemuan dengan Ketua MA. Menurut pengakuan Hasto, dia belum mengetahui ihwal putusan uji materi yang diajukan saat melakukan pertemuan di MA. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu mengungkap pertemuannya dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali, atas ajakan politisi senior PPP Djan Faridz pada 23 September 2019. Dia menyebut Djan saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang juga Ketua DPP PDIP. 

    “Saya berada di MA itu nanti bisa dilihat dalam fakta persidangan yang lalu, itu bersama dengan Pak Djan Faridz. Ya saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu saya belum tahu,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    JPU lalu menyebut bahwa saksi Saeful Bahri sebelumnya menerangkan bahwa Harun Masiku pernah mengirimkan gambarnya bersama dengan Hasto dan Djan. 

    Hasto kemudian mengakui bahwa sempat bertemu dengan Harun di ruang tunggu Ketua MA, namun dia membantah ada pembicaraan soal fatwa MA terkait dengan putusan uji materi dari PDIP. 

    Dia menyebut pertemuan dengan Ketua MA bersama Djan Faridz saat itu membahas soal kinerja lembaga peradilan di bawag kepemimpinan Hatta Ali.

    “Saya sebelumnya kalau tidak salah itu diajak Pak Djan Faridz mau ke MA. Karena Pak Djan Faridz adalah sebagai Staf Ahlinya Pak Laoly. Kemudian saya diajak, ya saya bergabung, kami satu mobil berdua menggunakan mobilnya Pak Djan Faridz. Ketika kami sampai di sana, kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku,” ungkap Hasto.

    Di sisi lain, Hasto membantah ada komunikasi dengan Harun saat bertemu di kantor Ketua MA. Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, Harun meninggalkan ruangan ketika pembicaraan antara Djan dan Hatta Ali berlangsung. 

    “Ketika Pak Djan Faridz sedang menyampaikan maksud dan tujuannya bertemu, saudara Harun Masiku keluar dari ruang pertemuan itu. Jadi saya sendiri tidak berbicara apa-apa dengan Harun Masiku,” terangnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menggeledah rumah Djan Faridz terkait dengan penyidikan kasus Harun Masiku pada 22 Januari 2025. Dia kemudian diperiksa oleh penyidik pada 26 Maret 2025. 

    Secara terpisah, pada saat sidang praperadilan yang diajukan Hasto di PN Jakarta Selatan, Biro Hukum KPK pernah menyebut Harun memiliki kedekatan dengan Ketua MA Hatta Ali. 

    “Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali. Dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung,” demikian bunyi jawaban Termohon KPK terhadap petitum yang diajukan Hasto, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

  • Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan dirinya memberikan uang talangan terkait dengan suap proses penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024. Uang itu diduga untuk meloloskan mantan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Bantahan itu disampaikan Hasto pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). Hal itu disampaikan olehnya ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta konfirmasinya atas keterangan sejumlah saksi di persidangan.

    Awalnya, salah seorang JPU bertanya apabila Hasto menalangi pemberian uang suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp1,5 miliar untuk meloloskan Harun ke Senayan. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. 

    “Mengenai percakapan Saeful dan Donny soal saudara terdakwa lah yang melakukan uang talangan untuk pengurusan HM [Harun Masiku] sebesar Rp1,5 miliar itu benar?,” tanya JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Namun, Hasto pun membantah. Dia menyebut kesaksian Saeful, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus suap Harun Masiku, adalah saat dia berbohong kepada istrinya ketika pulang terlambat dan membawa nama Hasto. 

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan. Saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu,” jawabnya. 

    Setelah itu, JPU kembali meminta konfirmasi Hasto soal penyerahan dana sebesar Rp400 juta darinya di kantor DPP PDIP, melalui perantara Staf PDIP, Kusnadi. Jaksa menyebut keterangan itu berasal dari Donny, kader PDIP sekaligus advokat, yang diduga merupakan kepercayaan Hasto. 

    “Ini keterangan Donny ya Pak. Diiyakan oleh Saeful Bahri,” ujar JPU kepada Hasto. 

    Meski demikian, Hasto tetap membantah. Dia menegaskan bahwa dana itu bukan berasal darinya. Dia membantah pemberian uang Rp400 juta ke Saeful melalui Kusnadi di kantor DPP PDIP. 

    “Tidak ada. [Saya] keberatan,” kata Hasto saat merespons pertanyaan JPU. 

    Sebelumnya, penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi, Arif Budi Raharjo menyebut di persidangan bahwa sebagian dari sumber dana untuk menalangi suap kepada Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Nilainya sekitar Rp400 juta. 

    “Pada saat penulisan di notulen kami sampaikan bahwa ini saudara terdakwa harus masuk karena ada sebagian sumber dana yang pada saat itu ditalangi sekitar Rp400 juta. Itu harus dipertanggungjawabkan,” terang Arif di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto bantah talangi uang suap PAW Harun Masiku Rp1,5 miliar

    Hasto bantah talangi uang suap PAW Harun Masiku Rp1,5 miliar

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful, dari saya ke Donny, atau dari saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya atas dana talangan yang saya nggak tahu sama sekali dana operasional itu,”

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah telah menalangi uang suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif untuk tersangka Harun Masiku senilai Rp1,5 miliar.

    Dirinya mengklaim bahwa hal tersebut hanya merupakan akal-akalan advokat Donny Tri Istiqomah dan mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, yang mencatut namanya.

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful, dari saya ke Donny, atau dari saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya atas dana talangan yang saya nggak tahu sama sekali dana operasional itu,” ujar Hasto dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

    Adapun keterangan penalangan dana suap tersebut sebelumnya terungkap dalam rekaman pembicaraan antara Saeful dan Donny pada 13 Desember 2019, yang diputar pada sidang pemeriksaan saksi Donny di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4).

    Menurut Hasto, istilah dana talangan tersebut pertama kali mencuat saat Saeful berbohong kepada istrinya.

    Kala itu, Saeful disebutkan pulang terlambat ke rumah, sehingga membawa-bawa nama Hasto serta adanya dana talangan dari Sekjen PDIP tersebut, saat menjelaskan alasan kepada istrinya.

    Begitu pula dengan Dony, dia mengungkapkan keterangan Donny di persidangan mengenai adanya dana talangan dari dirinya untuk diserahkan sebesar Rp400 juta kepada Saeful dan Rp600 juta kepada Harun juga tidak benar.

    “Itu bukan dana dari saya,” ucap dia.

    Hasto diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan suap.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.

    Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku Rp1,5 Miliar – Page 3

    Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku Rp1,5 Miliar – Page 3

    Hasto sendiri mengaku telah mendengar informasi bahwa Saeful Bahri meminta dana ke Harun Masiku. Hal itu membuatnya marah dan langsung menegur Saeful Bahri.

    “Tadi kan sudah saya sampaikan, saya lupa dari siapa saya mendengar. Hanya saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku. Maka kemudian tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri. Bahkan, saya juga meminta, kemudian kalau itu dari Harun masiku, saya meminta bahwa jangan berikan dana kepada Saeful, kira-kira seperti itu,” terangnya.

    “Nah ini Harun Masiku menemui suadara terdakwa berarti?” tanya jaksa.

    “Saya lupa kejadiannya,” jawab Hasto Kristiyanto.

    “Berarti kalau enggak di DPP kan di SS (Sutan Syahrir)?” sahut jaksa.

    “Iya, di DPP kemungkinan besar,” ujar Hasto.

    Kemudian, Hasto mengatakan bahwa Saeful Bahri meminta maaf setelah menerima teguran darinya. Dia menegaskan, momen tersebut terjadi hanya untuk menegur Saeful Bahri, tanpa adanya perbincangan terkait pengurusan PAW Harun Masiku ke KPU RI.

    “Artinya saudara mengonfirmasi penyampaian dari Harun Masiku bahwasanya ada dana operasional yang dibutuhkan untuk pengurusan di KPU?” cecar jaksa.

    “Oh tidak, tidak. Saya menyampaikan seperti ini, ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku. Sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’, dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi yang dilakukan oleh Saeful,” jawab Hasto.

    Selain itu, Hasto menjelaskan bahwa Saeful Bahri tidak menyampaikan terkait kebutuhan dana operasional untuk pengurusan PAW Harun Masiku. Dia mengaku hanya mendengar informasi bahwa Saeful Bahri meminta dana dan langsung berbuah teguran.

    “Tapi kan tadi saudara menegur? Artinya saudara tegur itu karena berarti Saeful Bahri menjelaskan dulu kepada saudara terdakwa memang di ada meminta uang untuk pengurusan operasional Harun Masiku?” tanya jaksa.

    “Oh tidak, jadi karena saya menerima informasi saudara Saeful Bahri meminta, saya langsung memberikan teguran kepada saudara Saeful Bahri. Kemudian dia langsung meminta maaf di situ, maka kemudian kira-kira kejadiannya pada bulan karena habis itu saya mengadakan acara di Rumah Aspirasi, Saeful tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” jawab Hasto.

  • Hasto Jelaskan Makna Jawaban ‘Ok Sip’ saat Chat dengan Saeful Bahri – Page 3

    Hasto Jelaskan Makna Jawaban ‘Ok Sip’ saat Chat dengan Saeful Bahri – Page 3

    Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menanggapi kata ‘ok sip’ yang diterjemahkan oleh ahli bahasa Frans Asisi Datang pada sidang sebelumnya, terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

    Menurut Chairul Huda, kata ‘ok sip’ tidak bisa dijadikan dasar dalam konteks terjadinya tindak pidana korupsi berupa suap.

    Awalnya, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menyinggung hasil analisis ahli bahasa yang menyebutkan kata ‘oke sip’ dapat menjadi dasar untuk menjadikan seseorang sebagai terpidana.

    “Dalam persidangan karena saksi ini sudah diperiksa menyatakan tidak ada perbuatan dari terdakwa, maka, dihadirkan ahli bahasa untuk menerjemahkan percakapan, telepon, dan ahli bahasa sampaikan harus ditanyakan kepada subjek yang berkomunikasi, yang memberi pesan dan menerima pesan,” tutur Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).

    “Pada saat persidangan kita munculkan bahwa saksi ini menyampaikan bapak itu bukan terdakwa, kemudian apakah dari keterangan ahli bahasa itu bisa membuat seseorang itu akan menjadi terpidana?” sambungnya.

    Chairul menjawab bahwa ahli bahasa hanya dapat menilai tentang teks dalam bentuk ujaran lisan. Sementara tidak bisa menyimpulkan terkait konteks di balik percakapan tersebut.

    “Tidak bisa menilai konteks, karena yang bisa menilai konteks itu adalah ahli hukum. Kalau ahli bahasa tidak bisa menilai konteks,” kata ahli hukum pidana itu.

    “Dia cuma menyatakan ‘ok sip’ artinya apa, tetapi konteksnya ini disampaikan dalam keadaan gimana, oleh siapa, dalam situasi apa, itu yang menilai ahli hukum. Jadi kalau ahli bahasa hanya melihat dari segi teks atau ujaran,” lanjutnya.

    Kasus Hasto Tidak Perlu Ahli Bahasa

    Chairul menilai, dalam penanganan kasus dugaan perintangan penyidikan maupun korupsi, tidaklah perlu melibatkan ahli bahasa, melainkan ahli pidana, lantaran dapat memberikan pandangan terkait ada tidaknya pelanggaran pidana.

    Pelibatan ahli bahasa disebutnya lebih cocok dalam penanganan kasus ujaran kebencian. Keahliannya pun tepat digunakan untuk membedah arti dari pernyataan, yang menjadi pokok permasalahan.

    “Nah, makanya yang diperlukan ahli bahasa itu tindak pidana, yang perbuatan di situ diwujudkan dalam ujaran pasal-pasal ujaran kebencian, hate speech, baru perlu ahli bahasa. Kalau perintangan penyidikan enggak ada perlunya ahli bahasa,” Chairul menandaskan.

  • Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa hari ini, Kamis (26/6/2025). Hasto akan menjawab langsung pertanyaan baik dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Majelis Hakim. 

    Untuk diketahui, sidang pemeriksaan terdakwa pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku itu dilakukan setelah rentetan sidang pemeriksaan saksi hingga ahli. 

    Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto mempersilakan tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih dulu bertanya kepada Hasto. Dia lalu mengingatkan terdakwa agar memberikan keterangan sebenarnya. 

    “Kami ingatkan kepada terdakwa agar memberi keterangan yang benar, apa adanya, karena kejujuran saudara nanti membantu diri saudara sendiri, ya?,” kata Rios di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Atas perintah Hakim Ketua itu, Hasto pun menjawab bakal memberikan keterangan dengan sebenarnya.  “Baik, Yang Mulia,” ucap Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    Hasto Kristiyanto Cerita Awal Kenal Harun Masiku, Sempat Memberikan Arahan soal Pendaftaran Caleg

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa dirinya pertama kali bertemu dengan Harun Masiku saat proses penjaringan calon legislatif (caleg) pada 2019 lalu. Pengakuan itu disampaikan Hasto saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 26 Juni 2025.

    Menurut Hasto, pertemuan pertama terjadi ketika Harun datang ke kantor DPP PDI Perjuangan sambil membawa biodata diri dan menyatakan minat untuk maju sebagai caleg. Karena proses penjaringan bersifat terbuka, Hasto menyarankan Harun untuk mengisi formulir di sekretariat partai.

    “Pertemuan pertama saya dengan saudara Harun Masiku terjadi ketika ia datang membawa biodata untuk mendaftar sebagai caleg. Saya arahkan untuk mengisi formulir di sekretariat,” ujar Hasto di hadapan majelis hakim.

    Hasto juga menambahkan bahwa saat itu Harun belum berstatus sebagai kader, meski telah menunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA) PDI Perjuangan.

    “Dia menunjukkan KTA, tapi bukan kader partai,” tegasnya.

    Setelah pertemuan dalam proses pendaftaran Caleg, Hasto kemudian kembali bertemu dengan Harun Masiku dalam sebuah acara di rumah aspirasi.

    “Saudara Harun Nasiku ketemu saya di Rumah Aspirasi ketika mengundang saya sekitar bulan November untuk menghadiri acara potong kerbau, suatu upacara adat yang sangat besar dan juga mengundang saya untuk hadir di Natalan, tapi saya tidak menghadiri kedua undangan tersebut,” ucapnya.

    Dalam perkara ini, Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka. Ia diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, dan seorang penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menenggelamkan ponsel milik Harun ke dalam air, sesaat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    Tidak hanya satu, ponsel milik Hasto sendiri juga disebut ikut dirusak untuk menghindari penyitaan oleh penyidik KPK.

    Selain perintangan penyidikan, Hasto turut didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada Wahyu Setiawan. Bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan narapidana Saeful Bahri, dan Harun Masiku, ia diduga menyerahkan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu.

    Uang tersebut diberikan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, untuk digantikan oleh Harun.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 dan Pasal 55 KUHP.

    Sidang perkara ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.***