Sidang Praperadilan Hasto, Ahli Sebut Penetapan Tersangka Tak Boleh Berdasar Sprindik Orang Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar pidana Jamin Ginting menyebut, seseorang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka berdasar pada alat bukti yang diperoleh dari Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) tersangka lain.
Keterangan ini disampaikan Ginting ketika dihadirkan kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto
Kristiyanto sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (7/2/2025).
Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy meminta Ginting menjelaskan apakah status alat bukti seorang tersangka digunakan untuk mentersangkakan orang lain sah.
“Secara mutandis muntatis apakah status alat bukti tersebut sah atau tidak? Mohon dijelaskan saudara ahli,” tanya Ronny di ruang sidang, Jumat.
“Tidak boleh,” jawab Ginting.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan tersebut, penetapan tersangka seseorang harus terkait alat bukti pada Sprindik orang tersebut, bukan milik orang lain.
Untuk menetapkan orang tersebut sebagai tersangka, dia mengatakan, harus diterbitkan Sprindik baru. Kecuali, pada Sprindik pertama yang menjadi dasar orang lain sebagai tersangka, sudah disebutkan namanya sebagai terlapor.
“Tapi, kalau dia tidak ada disebutkan namanya, ujug-ujug, tiba-tiba muncul, dia harus mengeluarkan sprindik baru,” ujar Ginting.
Konsekuensi penerbitan Sprindik baru, kata Ginting, semua produk hukum terkait baik alat bukti yang disita, hasil pemeriksaan saksi, alat bukti dan lainnya, harus melalui penyitaan ulang, pemanggilan ulang, dan pemeriksaan ulang.
“Walaupun itu terhadap bukti yang sudah pernah digunakan sebelumnya ya. Itu harus disita lagi,” kata Ginting.
Sebagai informasi, dalam pemeriksaan ahli para pihak tidak boleh menyinggung substansi perkara secara langsung.
Para pihak terkait hanya bisa mengajukan pertanyaan dengan mengajukan permisalan dan meminta pendapat.
Dalam perkara ini, kuasa hukum Hasto menyebut kliennya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti pada perkara Harun Masiku.
Padahal, seluruh pelaku terkait kasus Harun Masiku sudah dihukum dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, penetapan tersangka Hasto disebut tidak melalui penyelidikan tersendiri, melainkan berdasar pada Sprindik Harun Masiku.
Dalam perkara ini, Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Saeful Bahri
-
/data/photo/2025/02/07/67a606556693d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Praperadilan Hasto, Ahli Sebut Penetapan Tersangka Tak Boleh Berdasar Sprindik Orang Lain Nasional 7 Februari 2025
-

Saksi pernah dititipkan tas dari Harun Masiku diduga berisi Rp400 juta
Jakarta (ANTARA) – Staf Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Kusnadi yang dihadirkan sebagai saksi persidangan pernah dititipkan tas dari Harun Masiku yang diduga berisikan uang Rp400 juta.
“Tadi saudara saksi sudah menjelaskan terkait dengan keberadaan uang Rp400 juta ya, yang ditanyakan oleh kuasa pemohon dan saudara terangkan itu berasal dari siapa?,” tanya Koordinator tim biro hukum KPK, Iskandar Marwanto dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.
“Harun Masiku, tapi saya gak tahu itu uang, saya dititipannya itu barang,” jawab Kusnadi.
Menurut Kusnadi, Harun Masiku hanya menitipkan tas padanya untuk diberikan pada sopir Saeful Bahri dan advokat Donny Tri Istiqomah. Dia pun tak tahu isi dari tas yang dititipkan padanya itu.
Tas tersebut dititipkan Harun Masiku padanya di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Saat itu Harun hendak bertemu Donny, namun Donny belum ada di DPP tersebut, sehingga dititipkan padanya.
Kusnadi menyatakan baru pertama kalinya menerima titipan dari Harun Masiku untuk diserahkan pada Donny dan Saeful.
Pada sidang sebelumnya, KPK menyebutkan Kusnadi menyerahkan tas ransel berwarna hitam yang berisi amplop warna cokelat berisikan uang Rp400 juta berasal dari Hasto Kristiyanto.
Kemudian, tas itu diserahkan Harun Masiku pada Kusnadi untuk diserahkan ke Donny Tri Istiqomah.
Setelah itu, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri dengan menyatakan uang untuk mengurus PAW DPR Harun Masiku sudah ada di tangannya.
Pada Jumat ini, tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto menghadirkan delapan saksi dan ahli dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Saksi yakni mantan terpidana kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) dari Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina dan staf Hasto Kristiyanto, Kusnadi.
Kemudian, empat saksi ahli yakni tiga ahli hukum pidana yakni Chairul Huda, Jamin Ginting, dan Mahrus Ali.
Lalu, satu ahli hukum tata negara yakni mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Maruarar Siahaan.
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2025/02/07/67a57905c8857.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto Janjikan Riezky Aprilia Jabatan di BUMN jika Mundur demi Harun Masiku Nasional 7 Februari 2025
Hasto Janjikan Riezky Aprilia Jabatan di BUMN jika Mundur demi Harun Masiku
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P,
Hasto Kristiyanto
, berjanji akan merekomendasikan
Riezky Aprilia
untuk posisi Komisioner Komnas HAM atau komisaris BUMN, jika bersedia menyerahkan kursi DPR kepada
Harun Masiku
.
Riezky dan Harun merupakan kader PDI-P yang bersaing untuk memperebutkan kursi di Dapil I Sumatera Selatan pada pemilihan legislatif 2019.
Riezky berhasil meraih suara terbanyak kedua, berhak menggantikan posisi Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia, sementara Harun meraih suara terbanyak keenam tetapi mendapat dukungan dari Hasto untuk menggantikan Nazaruddin.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tim Biro Hukum KPK saat membacakan tanggapan atas dalil dan permohonan Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (6/2/2025).
“Pada tanggal 31 Agustus 2019, KPU menetapkan bahwa untuk Dapil DPR Sumsel I, DPP PDI Perjuangan memperoleh 1 kursi dengan calon terpilih atas nama Riezky Aprilia,” ungkap Tim Biro Hukum KPK.
Pada 23 September 2019, pengacara PDI-P, Donny Tri Istiqomah, menghubungi Riezky untuk bertemu di kantor DPP PDI-P. Namun, Riezky sedang berada di Singapura.
Hasto kemudian mengutus kader PDI-P, Saeful Bahri, untuk menemui Riezky di Shangri-La Orchard Hotel Singapore pada 25 September 2019.
Saeful menyampaikan pesan dari Hasto kepada Riezky.
“Diutus dan diperintah oleh pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Pengunduran diri Riezky dimaksudkan agar Harun dapat menjadi caleg terpilih dari Dapil I Sumsel, namun Riezky menolak dan menyatakan akan melawan.
“Mengetahui hal tersebut, pemohon selaku Sekjen PDI Perjuangan tetap mengupayakan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumatera Selatan,” tambah Tim Biro Hukum KPK.
Sebelumnya, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.
Menghadapi praperadilan ini, KPK optimistis bisa membuktikan adanya keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap Harun Masiku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/07/67a59a1836826.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hari Ke-3 Praperadilan Hasto Vs KPK, Massa Kembali "Bakar-Bakar" di Depan Pengadilan Nasional 7 Februari 2025
Hari Ke-3 Praperadilan Hasto Vs KPK, Massa Kembali “Bakar-Bakar” di Depan Pengadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah massa aksi kembali mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan membakar sejumlah sejumlah properti di jalan raya ketika sidang praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto
Kristiyanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) berlangsung, Jumat (7/2/2025).
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, massa aksi membawa mobil komando. Mereka membakar sejumlah properti berbahan dasar plastik seperti ember di tengah jalan.
Massa aksi itu meminta Hasto ditangkap dan eks kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku yang saat ini buron segera ditemukan.
Unjuk rasa yang memakan setengah badan jalan itu berakhir menjelang pelaksanan ibadah salat Jumat. Mereka tampak membubarkan diri dan meninggalkan area PN Jaksel.
Sementara itu, sejumlah benda yang dibakar masih berkobar. Petugas kepolisian pun bergegas memadamkan api tersebut menggunakan alat pemadam api ringan (APAR).
Pemadaman dilakukan hingga isi tabung APAR habis.
“Habis, Ndan,” kata polisi tersebut kepada atasannya.
Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (
Hasto Kristiyanto
) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/13/6784b8ad6b143.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Siasat Hasto dan Harun Masiku Lolos dari OTT KPK: Rendam HP hingga Kabur ke PTIK Nasional
Siasat Hasto dan Harun Masiku Lolos dari OTT KPK: Rendam HP hingga Kabur ke PTIK
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) mengungkap dugaan siasat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto Kristiyanto
dan
Harun Masiku
untuk meloloskan diri dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 lalu.
Informasi ini diungkapkan Tim Biro Hukum KPK saat membacakan tanggapan atas dalil dan permohonan praperadilan Hasto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (6/2/2025).
Dalam persidangan itu, anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyebut lembaga antirasuah telah menerbitkan surat tugas penyelidikan tertutup sejak Desember 2019.
Penyelidikan tertutup merupakan langkah yang ditempuh KPK untuk menggelar OTT.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara senyap hingga melakukan penyadapan.
KPK mengendus Hasto dan Harun menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar Harun bisa menjadi anggota DPR RI 2019-2024 pergantian antar waktu (PAW) Dapil I Sumatra Selatan.
Pada 8 Januari, tim penyelidik dan penyidik pun bergerak menangkap sejumlah pihak yang terlibat menyuap Wahyu Setiawan.
Melalui operasi senyap itu, KPK berhasil menciduk kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di sebuah rumah makan di Sabang, Jakarta Pusat.
Tim KPK juga menangkap Wahyu di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), eks anggota Bawaslu sekaligus kader PDI-P Agustiani Tio Fridelina di kediamannya, hingga sepupu Wahyu dan istrinya di Banyumas, Jawa Tengah.
“Selanjutnya, termohon juga bergerak mengejar Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto atau pemohon dengan bermaksud untuk mengamankan,” kata Kharisma di ruang sidang PN Jaksel, Kamis.
Namun, Hasto dan Harun Masiku lolos dari kejaran penyidik. Operasi senyap yang belum sempurna diumumkan Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, melalui konferensi pers.
“Padahal, termohon (KPK) belum sempurna melakukan tangkap tangan karena Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto belum bisa diamankan,” tutur Kharisma.
KPK melakukan pengintaian untuk memburu Harun Masiku. Salah satunya melalui operasi penyadapan.
Tim penyelidik dan penyidik KPK yang bekerja saat itu mengantongi petunjuk berisi percakapan Harun sebelum menghilang dan menjadi buron hingga sekarang.
Kharisma mengatakan, sekitar pukul 19.54 WIB, KPK mendapati Harun dihubungi penjaga keamanan Rumah Aspirasi yang terletak di Jakarta Pusat, Nur Hasan.
Ia ditengarai menjadi tangan panjang Hasto dalam memberikan arahan kepada Harun.
“Bahwa terdapat perintah dari pemohon (Hasto) kepada Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Sjahrir Nomor 12A yang digunakan pemohon berkantor, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam handphone di air dan agar Harun Masiku untuk melarikan diri dari kejaran petugas termohon (KPK),” kata Kharisma.
Kharisma pun membacakan detail percakapan Hasan dan Harun melalui sambungan telepon.
Hasan menjelaskan kepada Harun bahwa ia diminta oleh sosok yang disebut sebagai “Bapak” untuk merendam handphone miliknya di dalam air.
Perintah ini disampaikan hingga beberapa kali karena Harun tampak tidak mengerti arahan tersebut.
“Bapak, handphone-nya harus direndam di air, terus bapak standby di DPP,” kata Hasan.
“Iya, oke, di mana disimpannya?” timpal Harun.
“Direndam di air, Pak,” kata Hasan lagi.
“Di mana?” tanya Harun.
“Enggak tahu deh saya, bilangnya direndam saja,” jawab Hasan.
Harun akhirnya meminta Hasan membawa sepeda motor dan bertemu di satu tempat di kawasan Cut Meutia.
Setelah itu, keberadaan Harun lenyap. Jejaknya samar dan tak kunjung berhasil ditangkap.
“Atas perintah pemohon tersebut, Harun Masiku menghilang dan kabur sampai dengan saat ini dan ditetapkan sebagai daftar pencarian orang atau DPO termohon,” tutur Kharisma.
Dalam persidangan yang sama, pihak Tim Biro Hukum KPK lainnya mengungkapkan, Hasto dan Harun diduga kabur ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) untuk meloloskan diri.
KPK menemukan petunjuk Harun dan Hasto sama-sama bergerak ke arah PTIK.
“Hal ini juga sama, dilakukan pengejaran kepada Pemohon (Hasto) yang ternyata menuju PTIK, di mana lokasi tersebut sama dengan posisi Harun Masiku,” ujar Tim Biro Hukum KPK.
Namun, ketika hendak meringkus keduanya di PTIK, Tim KPK dihalangi sejumlah orang yang diduga suruhan Hasto.
Lima penyelidik dan penyidik ditangkap gerombolan orang yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan pada pukul 20.00 WIB.
Hendy dan anak buahnya menggeledah petugas KPK tanpa prosedur. Mereka menginterogasi, mengintimidasi, hingga melakukan kekerasan verbal dan fisik.
Tidak hanya itu, alat komunikasi penyelidik dan penyidik KPK juga diambil paksa oleh gerombolan Hendy.
“Sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan Pemohon tidak bisa dilakukan,” ujar Tim Biro Hukum KPK.
Petugas KPK yang memburu Harun itu diinterogasi dan baru dilepas pada 04.55 WIB keesokan harinya.
Gerombolan Hendy bahkan melakukan tes urine narkoba, namun hasilnya negatif.
“Baru dilepas setelah dijemput oleh Direktur Penyidikan Termohon (KPK),” tutur Tim Biro Hukum KPK.
PTIK pun menjadi titik terakhir yang membuat KPK kehilangan jejak Harun hingga saat ini.
Setelah gagal menangkap Harun dan Hasto, sebagian tim penyelidik dan penyidik KPK hendak menyegel kantor DPP PDI-P di Jakarta Pusat, namun gagal.
Mereka akhirnya pulang ke Gedung Merah Putih KPK untuk menggelar ekspose penetapan tersangka hasil OTT.
Tim penyelidik dan penyidik menjelaskan dengan detail peran Hasto dalam forum yang dihadiri pimpinan KPK, Firli Bahuri Cs.
“Termasuk peran pemohon dalam konstruksi perkara tersebut tetapi pimpinan saat itu belum menyepakati menaikkan status Pemohon sebagai tersangka karena menunggu perkembangan hasil penyidikan,” kata Kharisma.
Ekspose akhirnya ditutup dengan hanya menetapkan empat tersangka, yakni Wahyu, Saeful Bahri, Agustiani, dan Harun Masiku yang buron.
Namun, alih-alih mengejar Harun, Firli Bahuri justru mengganti satuan tugas (Satgas) penyidikan yang menangani Harun ke Satgas lainnya.
Firli bahkan memulangkan ketua satgas penyidikan, AKBP Rossa Purbo Bekti, ke Polri meskipun masa penugasannya belum selesai.
“Bahwa dalam hal ini Harun Masiku masih belum bisa diamankan karena melarikan diri,” ujar Kharisma.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, membantah kliennya memerintahkan Harun merendam handphone pada 8 Januari 2020 lalu.
Menurut Ronny, perintah merendam handphone itu disampaikan oleh Wahyu dan Agustiani.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam putusan persidangan Wahyu dan Agustiani yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Jadi tidak betul bahwa Mas Hasto yang menyuruh untuk merendam HP,” kata Ronny.
Pengacara itu menyebut, penjelasan KPK terkait Hasto memerintahkan Harun merendam handphone terus diulang-ulang.
Padahal, kata dia, persoalan ini telah diuji di persidangan dan para saksi telah dikonfrontir. “Akhirnya di dalam putusan disampaikan bahwa saksi disuruh oleh dua orang tersebut agar menyampaikan kepada Pak Harun untuk merendam HP miliknya. Ini sudah ada di dalam putusan,” ujar Ronny.
Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat
suap
yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.
Menghadapi praperadilan ini, KPK optimistis bisa membuktikan adanya keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap Harun Masiku.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, KPK tidak sembarangan dalam menetapkan status tersangka kepada Hasto.
“Kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya, kita punya tim. Ibarat kata, ini adalah pembuktian secara formal yang sudah kami siapkan,” kata Setyo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Saeful Bahri Cs Tertangkap Basah Rencanakan Ubah Keterangan Soal Suap Rp400 Juta dari Hasto Kristiyanto
PIKIRAN RAKYAT – Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat berdiskusi untuk merubah keterangan yang sebelumnya telah mereka berikan. Peristiwa ini terjadi di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, tepatnya di ruang musala dan tempat merokok lantai 2.
Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina tertangkap tangan dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dengan pemberi suap Harun Masiku. Ketiganya, merencanakan mengubah keterangan terkait asal-usul uang suap Rp400 juta yang semula dijelaskan berasal dari Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Hal tersebut disampaikan Tim Biro Hukum KPK saat memberikan jawaban atas permohonan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 6 Februari 2025.
“Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina, melakukan diskusi bersama pada ruang musala dan tempat merokok lantai 2 Gedung KPK Merah Putih dan merencanakan merubah keterangan yang sebelumnya menjelaskan secara detil terkait dengan peran Pemohon (Hasto) dan asal uang Rp400 juta yang asalnya dari Pemohon kemudian diubah,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, yang saat itu juga berada di lokasi, mengungkapkan bahwa ia mendengar diskusi tersebut. Adapun OTT KPK terhadap sejumlah pihak tersebut dilakukan pada 2020 lalu.
“Hal ini diketahui oleh Wahyu Setiawan yang pada saat itu juga mendengarkan diskusi,” ucap Tim Biro Hukum KPK.
KPK Tetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Tersangka
KPK resmi menetapkan Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang sebelumnya menjerat Harun Masiku. Hasto menjadi tersangka bersama orang kepercayaannya bernama Donny Tri Istiqomah.
“Bahwa pada saat penyidikan berkas perkara Harun Masiku dan upaya pencarian DPO Harun Masiku sedang berlangsung, penyidik menemukan bukti keterlibatan Saudara HK selaku Sekjen PDI Perjuangan dan Saudara DTI selaku orang kepercayaan Saudara HK,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 24 Desember 2024.
Setyo menyampaikan, Hasto Kristiyanto bersama Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022, melalui orang kepercayaan Wahyu, bernama Agustiani Tio. Suap diberikan agar Harun Masiku bisa ditetapkan menjadi anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.
Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hasto Tersangka Perintangan Penyidikan
KPK juga menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Sebab, pada 8 Januari 2020 saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Hastomemerintahkan Nur Hasan selaku penjaga rumah aspirasi menghubungi Harun Masiku untuk menyuruh Harun merendam ponsel di dalam air dan segera melarikan diri.
“Bahwa pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Saudara HK diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Saudara HK memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan HP yang dalam penguasaan Saudara Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK,” tutur Setyo.
Kemudian, lanjut Setyo, Hasto, mengumpulkan beberapa saksi terkait perkara Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
“Atas perbuatan Saudara HK tersebut KPKmengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024,” ucap Setyo.
“Komisi Pemberantasan Korupsi akan terus mendalami perkara ini dan akan mendalami peran semua pihak yang dianggap berperan aktif untuk dimintakan pertanggungjawabannya,” ujarnya menambahkan.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Pimpinan KPK Era Firli Bahuri Tolak Jadikan Hasto Kristiyanto Tersangka dan Ganti Penyidik Kasus Harun Masiku
PIKIRAN RAKYAT – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2024 atau era kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan menolak menjadikan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Padahal dalam forum gelar perkara, tim KPK telah memaparkan secara terperinci soal peran Hasto di kasus tersebut.
Meskipun demikian, pimpinan KPK memutuskan untuk menunda menaikkan status Hasto sebagai tersangka, dengan alasan menunggu perkembangan hasil penyidikan lebih lanjut.
“Di dalam forum rapat ekspose, tim KPK yang melaksanakan OTT sudah memaparkan rangkaian peristiwa secara runut dan rinci. Termasuk peran pemohon (Hasto) dalam konstruksi perkara tersebut,” kata Tim Biro Hukum KPK saat memberikan jawaban atas permohonan praperadilan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 6 Februari 2025.
“Tetapi pimpinan saat itu belum menyepakati menaikkan status Pemohon (Hasto) sebagai tersangka karena menunggu perkembangan hasil penyidikan,” ucap Tim Biro Hukum KPK melanjutkan.
Satgas Penyidik Kasus Harun Masiku Diganti
Pada saat gelar perkara, pimpinan KPK saat itu hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Harun Masiku, sebagai pemberi suap bersama Saeful Bahri. Lalu, Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dan Agustiani Tio Fridelina dijadikan tersangka penerima suap.
“Bahwa dalam hal ini Harun Masiku masih belum bisa diamankan karena melarikan diri,” ujar Tim Biro Hukum KPK.
Setelah tidak menyepakati Hasto menjadi tersangka, Firli Bahuri dan kawan-kawan malah mengganti Satgas Penyidikan yang menangani kasus Harun Masiku.
“Pimpinan KPK pada saat itu kemudian mengganti Satgas Penyidikan dengan Satgas Penyidikan lainnya,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Mantan Penyidik KPK: Firli Bahuri Harus Jadi Tersangka Perintangan Penyidikan
Mantan penyidik KPK Mochamad Praswad Nugraha mendesak KPK segera menetapkan mantan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Menurutnya, KPK tidak perlu ragu menetapkan Firli tersangka jika sudah mengantongi kecukupan alat bukti.
“Tidak hanya mentersangkakan Hasto, jika memang alat buktinya cukup, Firli Bahuri juga harus turut ditetapkan sebagai tersangka pasal 21 penghalang-halangan penyidikan,” ujar Praswad dalam keterangannya, Senin, 27 Januari 2025.
Praswad membeberkan peran Firli Bahuri yang diduga masuk ke dalam kategori perintangan penyidikan di antaranya menghalangi penyidik KPK menggeledah kantor PDI Perjuangan (PDIP) dan tidak pernah dipanggilnya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai saksi sepanjang proses penyidikan kasus suap Harun Masiku yang melibatkan mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.
“Mulai dari kegagalan penangkapan di PTIK, gagalnya penggeledahan di kantor DPP PDIP, tidak pernah dipanggilnya Hasto sebagai saksi sepanjang proses penyidikan suap anggota KPU,” ucap Praswad.
Praswad mengatakan, Firli Bahuri harus menjelaskan secara terang benderang segala tindakan yang membuat proses penyidikan Harun Masiku jalan ditempat selama 5 tahun. Menurutnya, KPK harus segera melakukan pemeriksaan untuk mengusut tuntas keterlibatan Firli Bahuri.
“Banyak misteri dalam perkara ini yang tersimpan rapi pada sosok Firli Bahuri, harus segera dibongkar. Periksa secepatnya Firli Bahuri,” ujar Praswad.
Firli Bahuri Tolak Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto
Mantan penyidik KPK lainnya yakni Ronald Paul Sinyal rampung diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan dengan tersangka Hasto Kristiyanto. Dia mengaku dicecar 20 pertanyaan supatar keterlibatan Hasto dan Donny Tri Istiqomah dalam pengurusan PAW Harun Masiku.
“Ada sekitar 20 pertanyaan terkait bagaimana penanganan dan keterlibatan HK (Hasto Kristiyanto) itu sendiri, dan juga Donny Tri Istiqomah (Advokat PDIP yang juga jadi tersangka)” kata Ronald Sinyal di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Januari 2025.
Ronald Sinyal mengungkapkan dirinya pernah mendapat intervensi saat masih menjadi penyidik dan menangani kasus Harun Masiku. Misalnya, dia pernah mengajukan Hasto untuk ditetapkan sebagai tersangka tapi tidak disetujui oleh Firli Bahuri yang saat itu menjabat Ketua KPK.
“Sebenarnya saya dari dulu sudah mengajukan tersangka ya, salah satunya yang sekarang sudah dimajukan (Hasto Kristiyanto),” ucap Ronald.
Firli Bahuri, diungkapkan Ronald Sinyal, juga tidak memberi izin saat tim penyidik KPK ingin menggeledah Kantor DPP PDIP di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Firli menahan penyidik untuk tidak melakukan penggeledahan dengan alasan situasi masih panas.
“Dulu pengen melakukan penggeledahan di kantor DPP. Cuman itu selalu disebut jangan dulu, sedang panas dan semacamnya,” ucap Ronald.
Dengan segala dugaan perintangan penyidikan tersebut, Ronald Sinyal meminta penyidik KPK juga memeriksa Firli Bahuri. Diketahui, Firli mendadak mengajukan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK usai tersandung kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, padahal ketika itu sidang etik masih berjalan di Dewan Pengawas (Dewas).
“Tadi sudah saya sampaikan harusnya yang dipanggil ke sini bukan saya sendiri. Tapi Firli Bahuri itu sendiri juga harusnya sudah hadir ke sini,” ujar Ronald.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Demi Harun Masiku, KPK Sebut Hasto Janjikan Riezky Aprilia Jadi Komisaris BUMN
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sempat menjanjikan posisi komisaris di BUMN atau komisioner Komnas HAM kepada Riezky Aprilia. Posisi itu dapat dia dapatkan jika mau menyerahkan kursi DPR Dapil I Sumatera Selatan ke Harun Masiku.
Hal itu diungkapkan Tim Biro Hukum KPK saat menanggapi permohonan praperadilan Hasto dalam sidang lanjutan di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025). Disebutkan bahwa Hasto menginstruksikan kader PDIP, Saeful Bahri untuk melobi Riezky Aprilia agar bersedia melepaskan kursinya.
Saeful bahkan sampai pergi ke Singapura demi menemui Riezky. Pertemuan keduanya kemudian terjadi pada 25 September 2019.
“Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberikan rekomendasi menjadi komisioner Komnas HAM atau komisaris BUMN,” kata anggota Tim Biro Hukum KPK.
Pertemuan terjadi di Shangrila Orchard Hotel Singapura. Hanya saja, ketika itu Riezky menegaskan menolak permintaan dimaksud.
“Tujuan dari mundurnya Riezky Aprillia adalah untuk digantikan Harun Masiku sebagai caleg terpilih. Namun Riezky Aprillia menolak tegas dan mengatakan akan melawan,” ungkapnya.
KPK telah menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (HK) dan tangan kanannya, Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan perkara tersebut oleh KPK yang turut menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku (HM).
Dalam kasus ini, KPK sempat menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan diduga menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan serta Agustiani Tio pada Desember 2019 lalu. Suap diberikan agar Harun dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Hasto turut terjerat dalam dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Dia diduga melakukan sejumlah perbuatan yang menghambat penyidikan KPK dalam kasus itu.
-

Terungkap! Percakapan Terakhir Harun Masiku Sebelum Hilang dari Kejaran KPK Disuruh Standby di DPP
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Terbongkar percakapan terakhir Harun Masiku sebelum menghilang dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengungkap percakapan terakhir eks kader PDI Perjuangan tersebut.
Percakapan ini merupakan petunjuk yang diperoleh tim penyelidik dan penyidik KPK dari penyadapan ponsel Harun Masiku saat menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, pukul 19.54 WIB.
Percakapan terakhir Harun ini dibuka oleh anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, saat membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (6/2/2025).
Dalam percakapan itu, Harun diminta oleh Nur Hasan, seorang penjaga keamanan, agar merendam telepon genggamnya ke dalam air dan kabur dari kejaran KPK yang hendak menangkapnya.
“Bahwa terdapat perintah dari pemohon (Hasto) kepada Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Sjahrir Nomor 12A yang digunakan pemohon berkantor, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam handphone di air dan agar Harun Masiku untuk melarikan diri dari kejaran petugas termohon (KPK),” kata Kharisma di ruang sidang.
Berikut adalah percakapan terakhir Harun Masiku sebelum akhirnya menghilang:
Hasan: Pak, ini ada anak-anak.
Harun: Iya.
Hasan: Bapak handphone-nya harus direndam di air, terus bapak standby di DPP.
Harun: Iya, oke, di mana disimpannya? Hasan: Direndam di air, Pak.
Hasan: Enggak tahu deh saya, bilangnya direndam saja.
Harun: Gini saja, Pak Hasan, segera ini itu kita ke itu, apa namanya, aduh.
Hasan: Halo, Pak?
Harun: Naik motor saja, Pak.
Hasan: Ke mana?
Harun: Itu yang rumah dekat samping bis itu.
Hasan: Pinggir sini, Pak? Kali?
Harun: Iya, yang 20 itu.
Hasan: Iya, Pak.
Harun: Eh, yang nomor 10 itu atau di DPP?
Hasan: Ketemuan di situ saja, soalnya di SS enggak ada orang, Pak, saya enggak bisa tinggal.
Harun: Bapak di mana?
Hasan: Bapak lagi di luar.
Harun: Bapak suruh ke mana?
Hasan: Perintahnya Bapak suruh standby di DPP, lalu handphone-nya harus direndam di air.
Harun: Bilang di mananya?
Hasan: Terserah Bapak, apa saya mau rendemin atau gimana?
Harun: Bapak meluncur sekarang, saya tunggu di dekat Teuku Umar, naik motor saja.
Hasan: Iya, Pak.
Harun: Yang di pompa bensin dekat Hotel Sofyan.
Hasan: Oh, Cut Meutia.
Harun: Sekarang berangkat ya.
Hasan: Ya.
Setelah menerima perintah dan arahan dari Hasto tersebut, kata Kharisma, Harun Masiku menghilang dan keberadaannya sampai saat ini belum ditemukan.
“Atas perintah pemohon tersebut, Harun Masiku menghilang dan kabur sampai dengan saat ini dan ditetapkan sebagai daftar pencarian orang atau DPO termohon,” tutur Kharisma.
Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.
Menghadapi praperadilan ini, KPK optimistis bisa membuktikan adanya keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap Harun Masiku.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, KPK tidak sembarangan dalam menetapkan status tersangka kepada Hasto.
“Kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya, kita punya tim. Ibarat kata, ini adalah pembuktian secara formal yang sudah kami siapkan,” kata Setyo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/1/2025). (*)
-
/data/photo/2025/02/06/67a44edb98abb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Sebut Perantara Suap Harun Masiku Ubah Keterangan Uang Rp 400 Juta Jadi bukan dari Hasto Nasional 6 Februari 2025
KPK Sebut Perantara Suap Harun Masiku Ubah Keterangan Uang Rp 400 Juta Jadi bukan dari Hasto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) menyebut, sejumlah tersangka yang terlibat dalam kasus suap eks Kader PDI-P Harun Masiku berdiskusi guna mengubah keterangan kepada penyidik bahwa uang Rp 400 juta bukan bersumber dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Hasto Kristiyanto
.
Informasi ini diungkapkan anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala saat membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan
Hasto
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Kamis (6/2/2025).
Kharisma mengatakan, diskusi itu dilakukan eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di lantai dua Gedung Merah Putih KPK setelah mereka terciduk operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Ketiganya merupakan perantara suap Harun Masiku kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
“Merencanakan mengubah keterangan yang sebelumnya menjelaskan secara detail terkait dengan peran Pemohon dan asal uang Rp 400 juta yang asalnya dari Pemohon (Hasto) kemudian diubah,” kata Kharisma di ruang sidang, Kamis.
Menurut Kharisma, perbincangan ketiga orang yang saat ini berstatus terpidana itu diketahui oleh Wahyu Setiawan.
Wahyu merupakan pihak yang menerima suap dari Harun Masiku terkait pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Hal ini diketahui oleh Wahyu Setiawan yang pada saat itu juga mendengarkan diskusi,” ujar Kharisma.
Keterangan ini juga disampaikan Wahyu ketika kembali diperiksa KPK pada 29 Juli 2024 saat sudah keluar dari tahanan dengan program Pembebasan Bersyarat.
Kepada penyidik, Wahyu yang diperiksa sebagai saksi menjelaskan diskusi antara Saeful dan Donny di Gedung KPK untuk mengamankan Hasto.
Percakapan itu Wahyu dengarkan karena dia menghisap rokok bersama dua kader PDI-P tersebut.
“Obrolan yang saya dengar dan saya ketahui pada saat itu adalah bahwa awalnya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah memberikan keterangan pada saat penyelidikan KPK jika ada uang yang berasal dari Hasto Kristiyanto,” kata Kharisma membacakan BAP Wahyu.
“Tetapi, kemudian mereka ubah keterangan tersebut bahwa uang suap diubah bukan dari Hasto Kristiyanto,” ujarnya lagi.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah kliennya mengeluarkan dana untuk membantu Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan.
Ronny menyebut, berdasarkan putusan pengadilan Wahyu Setiawan, disebutkan uang suap bersumber dari Harun Masiku, bukan Hasto.
“Di sini (putusan sidang Wahyu) menjelaskan bahwa poin 5 menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku yang diterima oleh Saeful Bahri secara bertahap, yakni pada tanggal 16 Desember 2019 sebesar Rp 400 juta,” kata Ronny.
Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.