Tag: Rossa

  • Sidang Hasto, Ahli UGM: Suap Tak Perlu Timbulkan Akibat untuk Dipidana

    Sidang Hasto, Ahli UGM: Suap Tak Perlu Timbulkan Akibat untuk Dipidana

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menegaskan pembuktian dalam kasus suap tidak memerlukan akibat nyata dari perbuatan tersebut. Menurutnya, tindak pidana suap merupakan delik formal sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan kausal antara pemberi dan penerima suap.

    “Delik formil berarti tindak pidana telah dianggap selesai ketika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang, seperti dalam hal suap,” ujar Akbar dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait PAW Anggota DPR 2019–2024 yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

    Akbar menjelaskan dalam konteks suap, unsur niat jahat atau mens rea sudah cukup untuk memenuhi unsur tindak pidana, tanpa perlu menunggu akibat atau hasil dari perbuatan tersebut (actus reus).

    “Sebagai contoh Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor, menyatakan adanya maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, sudah cukup untuk dikenakan pidana,” tambahnya.

    Dalam perkara ini, jaksa telah menghadirkan sekitar 15 orang saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan eks kader PDIP Saeful Bahri yang menjadi saksi kunci. Keterangan para saksi ini berkaitan dengan dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus PAW Harun Masiku.

    Selain itu, jaksa KPK juga sudah menghadirkan tiga ahli, yakni ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik Hafni Ferdian, serta ahli pidana Muhammad Fatahillah Akbar.

    Hasto Kristiyanto didakwa bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar SG$ 57.350  atau sekitar Rp 600 juta kepada Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan, dalam rentang waktu 2019–2020. Tujuannya adalah agar KPU menyetujui permohonan PAW caleg Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui Nur Hasan (penjaga Rumah Aspirasi), untuk merendam ponsel milik Harun ke dalam air seusai OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel guna menghindari penyitaan oleh penyidik.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Kubu Hasto Kritik Keterangan Ahli dari JPU KPK

    Kubu Hasto Kritik Keterangan Ahli dari JPU KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Kubu terdakwa Sekretaris Jenderal )Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik keterangan ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Fatahillah Akbar. Terutama terkait pelaporan terhadap penyidik oleh pihak Hasto ke sejumlah lembaga, termasuk Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan Bareskrim Polri, serta pelaksanaan konferensi pers (konpres), yang dianggap sebagai perintangan penyidikan.

    Hal ini disampaikan oleh Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

    “Saya ingin menyampaikan ada hal yang menurut saya sesuatu yang aneh dan ganjil dalam BAP dari saudara ahli yang bernama Muhammad Fatahillah Akbar,” ujar Ronny.

    Ronny menyinggung salah satu pertanyaan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyinggung soal pelaporan terhadap penyidik oleh pihak Hasto ke sejumlah lembaga, termasuk Dewas KPK dan Bareskrim Polri, serta pelaksanaan konferensi pers. 

    Menurut Ronny, jika penggunaan hak hukum tersebut dianggap sebagai bentuk perintangan penyidikan, maka itu merupakan bentuk penyimpangan yang membahayakan sistem peradilan.

    “Kalau kita dalam hal ini menggunakan hak hukum kita untuk melaporkan penyidik yang menurut kami bekerja tidak profesional, kepada Dewas KPK, Bareskrim, kemudian melakukan upaya hukum, melakukan konferensi pers, dianggap ini merintangi penyidikan, menurut saya ini sudah keterlaluan,” jelas Ronny.

    Ronny mengingatkan, laporan pihaknya telah diterima dan saat ini Dewas KPK masih memeriksa dugaan pelanggaran etik oleh salah satu penyidik KPK Rossa Purbo Bekti.

    “Artinya apa teman-teman? Kalau hukum kita pergunakan seperti ini, kita jalankan seperti ini, kita tidak berhasil sebagai negara hukum,” tegas dia.

    Dalam kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri. Para saksi ini diminta keterangannya terkait peristiwa yang berkaitan dengan dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus PAW Harun Masiku yang menjerat Hasto Kristiyanto.

    Selain itu, jaksa KPK juga sudah menghadirkan tiga ahli, yakni ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin; ahli forensik dari Komisi KPK)l, Hafni Ferdian serta ahli pidana Muhammad Fatahillah Akbar.

  • Demi Film Baru, Vanesha Prescilla Akhirnya Punya WhatsApp

    Demi Film Baru, Vanesha Prescilla Akhirnya Punya WhatsApp

    Jakarta, Beritasatu.com – Aktris Vanesha Prescilla membocorkan dirinya sempat tidak mempunyai aplikasi pesan instan WhatsApp yang normalnya digunakan masyarakat Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari.

    Pengakuan ini ia ungkapkan saat menghadiri konferensi pers film terbarunya Tak Ingin Usai di Sini di Jakarta pada pada Rabu (28/5/2025).

    “Pokoknya tadinya aku enggak punya WhatsApp,” kata Vanesha, dikutip dari Antara, Kamis (29/5/2025).

    Vanesha mengaku ia baru mempunyai aplikasi WhatsApp di ponselnya, setelah diminta oleh sutradara Robert Ronny demi kelancaran komunikasi dengan tim produksi film terbarunya tersebut.

    Dalam kesempatan yang sama, sutradara Robert Ronny membenarkan  Vanesha tidak memiliki WhatsApp.

    “Benar enggak punya, susah banget dihubungin. Saya beliin kartu nih buat WhatsApp. Kalau enggak punya kan susah dihubungin untuk diskusi,” kata Robert.

    Namun sayangnya,  bintang film Dilan 1990 tersebut tak membeberkan detail soal alasan dirinya sempat tidak menggunakan WhatsApp selama ini.

    Sebagai informasi, Vanesha Prescilla siap menyapa para penggemarnya pada 5 Juni 2025 lewat karya film terbaru Tak Ingin Usai di Sini yang juga  dibintangi oleh Brayn Domani, Davina Karamoy, Rayn Wijaya, Indian Akbar, Asha Assuncao, Jinan Safa, Anya Zen, Tanta Ginting, Rossa, dan Rukman Rosadi.

  • Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
    menilai, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ),
    Rossa Purbo Bekti
    , bukan
    saksi
    fakta.
    Hal ini disampaikan Hasto usai mendengar keterangan Rossa yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi perkara dugaan perintangan penyidikan tersangka suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menjerat dirinya sebagai terdakwa.
    “Hari ini saya menegaskan bahwa saudara Rossa ternyata bukan saksi fakta,” kata Hasto saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
    Hasto menilai, keterangan yang disampaikan Rossa di dalam persidangan bukan fakta atas peristiwa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri.
    Menurutnya,
    penyidik KPK
    dari Polri itu hanya memberikan asumsi atas peristiwa yang ditanganinya tersebut.
    “Dia mengkonstruksikan (peristiwa) berdasarkan imajinasi dan asumsi dari saudara Rossa,” kata Hasto.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P, Saeful Bahri, dan
    Harun Masiku
    .
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kesaksian Penyidik KPK Mau OTT Hasto, Malah Ditangkap di PTIK

    Kesaksian Penyidik KPK Mau OTT Hasto, Malah Ditangkap di PTIK

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti menceritakan kebuntuan saat melakukan OTT terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.

    Hal itu disampaikan Rossa saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara suap dan perintangan terdakwa Hasto di PN Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

    Rossa menjelaskan OTT KPK itu bermula saat pihaknya mendapatkan informasi soal adanya tindak korupsi berupa suap dan gratifikasi terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sekitar Januari 2020.

    Kala itu, Rossa dan tim menangani proses OTT untuk penangkapan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. Setelah ditangkap, penyidik KPK kemudian menelusuri aliran dana dalam perkara suap dan gratifikasi itu.

    Dari alat bukti yang ada, aliran suap dan gratifikasi itu bersumber dari Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku. Dengan demikian, penyidik langsung melakukan pengejaran terhadap keduanya.

    “Pada saat itu dengan alat bukti bahwa ada keterangan dan juga ada percakapan WhatsApp dan petunjuk barang bukti elektronik bahwa uang itu berasal dari terdakwa [Hasto],” ujar Rossa di persidangan.

    Selanjutnya, penyidik mendapatkan informasi kalau Hasto telah bergerak dari kantor DPP PDIP menuju arah Jakarta Selatan atau tepatnya di sekolah kepolisian atau PTIK.

    Sesampainya di PTIK, Rossa mengaku bahwa dirinya menemui sejumlah hambatan dalam pengejaran Hasto. Sebab, penyidik KPK sempat tertahan di halaman PTIK.

    “Kami tertahan di depan kompleks PTIK. Jadi dalam posisi saya pernah sekolah di situ selama dua tahun, jadi tidak mungkin juga saya mencari masalah di situ,” ujar Rossa.

    Selain itu, dia juga mengungkap bahwa dilokasi juga terdapat tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku dan sama-sama tertahan di PTIK.

    Sembari menunggu, Harun dan Hasto keluar, penyidik KPK itu kemudian didatangi, diinterogasi oleh gerombolan orang dan langsung dibawa ke sebuah ruangan.

    “Kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu,” pungkas Rossa.

  • AKBP Rossa Sindir Febri Diansyah: Ikut Pengusutan, tapi Bela Hasto

    AKBP Rossa Sindir Febri Diansyah: Ikut Pengusutan, tapi Bela Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKBP Rossa Purbo Bekti menyindir pengacara Febri Diansyah di persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Sindiran itu dilontarkan Rossa saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi atas terdakwa Hasto Kristiyanto di PN Tipikor, Jumat (9/5/2025).

    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendalami soal riwayat Rossa selama menjadi penyidik di komisi antirasuah. Namun, sebelum menjawab itu, Rossa menyatakan bahwa dalam sidang kali ini terdapat penyidik KPK yang berpindah kubu.

    “Sebelum menjawab itu saya izin menyampaikan bahwa ada mantan pegawai KPK yang pada saat itu ikut ekspose, bahkan menandatangani daftar hadir pada saat ekspose,” ujar Rossa di persidangan.

    Selanjutnya, Rossa menuturkan bahwa penyidik KPK yang saat ini di kubu Hasto itu bahkan sempat memberikan usulan dan menyusun konstruksi perkara Harun Masiku bersama-sama.

    “Kemudian memberikan saran usulan dan juga menyusun pointers atas terkait dengan konstruksi perkara yang saat ini juga tergabung dalam tim penasihat hukum dari terdakwa. Kami menyampaikan bahwa itu adalah conflict of interest,” tutur Rossa.

    Pernyataan Rossa itu kemudian memicu respons dari salah satu pengacara Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy.

    “Anda maksudnya apa?” respons Ronny.

    Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto langsung menengahi keduannya. Singkatnya, Ronny kemudian menuturkan bahwa pihaknya ingin mengawal persidangan ini menjadi berkualitas tanpa mendiskreditkan pihak manapun.

    “Terima kasih yang mulia. Agar persidangan ini menjadi persidangan yang berkualitas, bukan hanya sekedar asumsi-asumsi, narasi yang mendiskreditkan seseorang atau terdakwa,” pungkas Ronny.

    Sekadar informasi, kuasa hukum Hasto Kristiyanto diisi oleh pengacara senior Maqdir Ismail. Dari salah satu kuasa hukum itu, terdapat pejabat KPK sebelumnya, yakni Febri Diansyah.

  • Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

    Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kubu terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto protes saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.

    Dalam sidang hari ini, Jaksa KPK menghadirkan tiga penyidik sebagai saksi, salah satunya AKBP Rossa Purbo Bekti.

    Protes itu diungkapkan kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail diawal jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (9/5/2025).

    Awalnya Maqdir mempertanyakan alasan Jaksa menghadirkan Rossa dan dua penyidik lainnya sebagai saksi dalam sidang kliennya.

    Pasalnya menurut dia, ketiga orang itu tidak tepat jika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut.

    “Yang Mulia, sebelum dilakukan permintaan identitas ketiga saksi, kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? Karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka menjadi saksi verbal lisan, keterangan mana yang akan mereka bantah? Menurut hemat kami, mereka tidak tepat dijadikan saksi dalam perkara ini,” kata Maqdir di ruang sidang.

    Lebih lanjut Maqdir menyatakan apabila Rossa Purbo dan dua penyidik KPK itu tetap menjadi saksi maka keterangan mereka hanya berdasarkan pernyataan orang lain atau testimoni de auditu.

    Maqdir pun menolak apabila ketiga penyidik itu sebagai saksi lantaran tidak sesuai dengan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP,” katanya.

    Minta Majelis Hakim Keberatan

    Sementara itu kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy menilai dengan dihadirkannya penyidik KPK dalam sidang kliennya, jaksa hanya ingin membuktikan hasil dari penyidikan kasus tersebut.

    Sehingga Ronny meminta agar majelis hakim mencatat keberatan daripada pihaknya atas dihadirkannya penyidik KPK sebagai saksi.

    “Jadi menurut kami ini dimasukkan saja yang mulia mohon dicatat. Tidak perlu dihadirkan penyidik ini, ini kan sebenarnya penyidik sudah diwakili oleh berkas-berkas yang mereka periksa bukti bukti yang mereka periksa,” kata Ronny.

    Penjelasan Jaksa

    Menanggapi hal tersebut, Jaksa KPK mengatakan bahwa ketiga penyidik itu bakal dijadikan sebagai saksi fakta.

    Sehingga mereka memandang perlu ketiga orang itu dihadirkan sebagai saksi lantaran berkaitan langsung dengan kasus yang menjerat Harun Masiku.

    “Sehingga perlu kami hadirkan di persidangan, saksi yang merupakan penyidik di perkara Harun Masiku dan juga penyelidik pada waktu OTT (operasi tangkap tangan) untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” jelas Jaksa.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • Kubu Hasto Protes Soal Tiga Penyidik KPK jadi Saksi di Persidangan

    Kubu Hasto Protes Soal Tiga Penyidik KPK jadi Saksi di Persidangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kubu Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto memprotes dijadikannya tiga penyidik KPK sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara suap dan perintangan kasus Harun Masiku.

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail menyatakan pihaknya keberatan lantaran keterangan dari penyidik ini bisa jadi tidak berasal dari pengalamannya secara langsung.

    “Menurut hemat kami ini sangat tidak tepat mereka menjadi saksi dalam perkara ini apalagi kita kembali ke Pasal 153 KUHAP bahwa keterangan seperti yang akan disampaikan oleh saksi ini adalah keterangan bukan karena melihat sendiri,” ujar Maqdir di PN Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

    Kemudian, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan bahwa ketiga penyidik KPK ini dihadirkan untuk menjelaskan fakta pada peristiwa OTT dan perintangan penyidikan yang menyeret Hasto.

    “Untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” tutur jaksa.

    Namun, kubu Hasto masih belum puas. Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy menekankan bahwa keterangan penyidik ini seharusnya sudah dituangkan ke dalam berkas perkara yang diuji di persidangan.

    Dengan demikian, menurut Ronny, dihadirkannya tiga penyidik komisi antirasuah menjadi saksi ini dinilai kurang tepat.

    “Kami rasa tidak tepat untuk persidangan ini ketika menghadirkan penyidik yang memeriksa berkasnya sendiri, apakah mereka nanti menjadi saksi yg kita anggap netral atau tidak terlibat dalam conflict of interest,” tutur Ronny.

    Adapun, Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto memutuskan agar persidangan ini agar tetap dilanjutkan. Sebab, menurutnya, dihadirkannya tiga saksi ini tidak akan mempengaruhi proses pembuktian dan penilaian hakim.

    “Kami memahami permintaan PH terdakwa dan kaki catat keberatan saudara. Karena ini proses pembuktian ya kita beri kesempatan kita uji dulu keterangan saksi, alat bukti semuanya. Dan hakim pun kita belum tahu kok substansi apa yg akan disampaikan nanti,” tegas Hakim.

    Sekadar informasi, dalam sidang lanjutan perkara Hasto ini, jaksa menghadirkan tiga penyidik KPK sebagai saksi. Tiga penyidik KPK itu yakni Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata dan Arif Budi Raharjo.

  • Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi

    Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi

    Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P,
    Hasto Kristiyanto
    , dimulai dengan ketegangan, pada Jumat (9/5/2025).
    Ketegangan itu timbul ketika jaksa penuntut umum
    Komisi Pemberantasan Korupsi
    (KPK) menghadirkan tiga penyidik dan penyelidik yang memburu eks kader PDI-P, Harun Masiku, dan Hasto pada 2020.
    Ketiga penyidik itu adalah Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata, dan Arif Budi Raharjo.
    Mulanya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rios Rahmanto, akan memeriksa identitas para saksi.
    Namun, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, mempertanyakan keabsahan para saksi.
    “Ketiga saksi kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? Karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka akan menjadi verbal lisan, keterangan mana yang akan mereka bantah?” kata Maqdir, di ruang sidang.
    Maqdir menilai, keberadaan ketiga penyidik itu tidak sesuai dengan Pasal 153 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa keterangan saksi adalah keterangan karena melihat sendiri dan mendengar sendiri.
    “Jadi, menurut hemat kami, kami keberatan karena kami ini tidak diatur sedemikian rupa di dalam KUHAP. Kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP,” tutur Maqdir.
    Menanggapi ini, jaksa KPK kemudian menyebut ketiga penyidik itu merupakan saksi fakta karena pihaknya mendakwakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perintangan penyidikan.
    Jaksa mengatakan, ketiga saksi itu merupakan penyidik yang mengusut perkara suap Harun Masiku saat menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020.
    “Juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” kata jaksa.
    Maqdir kemudian mencoba menyela, namun dicegah oleh Hakim Rios.
    “Cukup, cukup, saya rasa cukup, kami sudah paham poin saudara,” kata Hakim Rios.
    “Karena begini, Yang Mulia, kami juga punya hak,” ujar Maqdir.
    Pengacara senior itu kemudian mengatakan, di antara ketiga saksi tersebut, ada yang menyalahkan orang lain terkait perintangan penyidikan, sementara orang-orang tersebut tidak pernah diperiksa.
    “Kami tidak ingin lembaga persidangan Yang Mulia ini dijadikan ajang untuk mengatakan sesuatu yang orang tidak bisa membela diri. Ini pokok persoalannya,” kata Maqdir.
    Hakim Rios kemudian mengatakan pihaknya memahami keberatan penasehat hukum Hasto.
    Ia meminta agar keberatan mereka dituangkan dalam nota pembelaan.
    Ia juga menegaskan bahwa hakim tidak terikat dengan saksi dan meminta sidang untuk terus dilanjutkan.
    “Ini adalah proses pembuktian sehingga kita dengarkan saja proses pembuktian,” tutur Hakim Rios.
    Mendengar ini, pengacara Hasto lainnya, Patra M Zen, pun menimpali dan memastikan para penyidik diperiksa untuk pasal perintangan penyidikan.
    Namun, Hakim Rios marah dan menjawab dengan nada tinggi.
    “Jadi, di sinilah kita buktikan, alat bukti semua dari penuntut umum maupun dari penasehat hukum. Hakim yang menilai, ya,” tegas Hakim Rios.
    “Hakim juga tidak ada alasan untuk menolaknya, tapi hakim yang akan mempertimbangkan bagaimana relevansi pembuktian,” lanjut dia.
    Setelah itu, kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy, mengatakan bahwa Rossa dan kawan-kawan merupakan saksi yang menyusun berkas perkara Hasto.
    Mereka kemudian memeriksa berkas yang disusun sendiri dan kini menjadi saksi terkait berkas yang dibuat.
    “Saksi fakta kami melihat bahwa ini seperti sudah membenarkan hasil penyidikan dari para penyidik,” kata Ronny.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil

    Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil

    Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menegaskan bahwa penyitaan barang bukti berupa ponsel (HP) dari staf Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Kusnadi
    , dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
    Hal tersebut disampaikan KPK menanggapi pernyataan Kusnadi yang merasa ditipu oleh
    penyidik KPK
    , AKBP Rossa Purbo Bekti, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Kamis (8/5/2025).
    “Penyitaan yang dilakukan penyidik KPK telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (9/5/2025).
    Budi mengatakan, penyitaan sudah dilakukan sesuai hukum acara dan didasarkan pada surat penyitaan, sprint geledah, serta dibuatkan berita acara penyitaan dan penggeledahan sehingga hukum acaranya terpenuhi.
    Dia juga mengatakan bahwa penyitaan dalam proses penyidikan tersebut telah menjadi substansi pemeriksaan klarifikasi di Dewan Pengawas KPK dan dinyatakan tidak terbukti melanggar etik.
    “Demikian halnya, penyitaan pada penyidikan ini juga sudah menjadi fakta hukum pada perkara praperadilan atas nama saudara HK (Hasto Kristiyanto). Fakta tersebut telah dipertimbangkan dan tidak pernah dinyatakan terbukti ada pelanggaran hukum acara,” ujar dia.
    “Dengan demikian, penyitaan yang dilakukan KPK adalah sah secara formal,” ucap dia.
    Sebelumnya, Staf Kesekretariatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kusnadi mengaku ditipu oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti.
    Pengakuan ini disampaikan Kusnadi saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi dalam sidang dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto Kristiyanto.
    Mulanya, jaksa mempertanyakan insiden
    penyitaan ponsel
    milik Hasto Kristiyanto pada 10 Juni, saat Kusnadi mendampingi Sekjen PDI-P menjalani pemeriksaan di KPK.
    “Apa kejadiannya?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    “Kejadian saya ditipu itu, Pak, ditipu,” sahut Kusnadi.
    “Ditipu, siapa yang menipu?” tanya jaksa.
    Kepada jaksa, Kusnadi yang juga staf dari Hasto Kristiyanto menyebut bahwa Rossa Purbo Bekti yang telah menipunya.
    “Pak Rossa, Pak, Pak Rossa,” kata Kusnadi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.