Tag: Rossa Purbo Bekti

  • Dewas KPK Periksa Dua Penyidik yang Diduga Halangi Pemeriksaan Bobby Nasution

    Dewas KPK Periksa Dua Penyidik yang Diduga Halangi Pemeriksaan Bobby Nasution

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pengawas (Dewas) KPK memanggil dua orang penyidik yang diduga menghalangi agar Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution dalam pemeriksaan di kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatra Utara.

    Dua penyidik tersebut adalah Rossa Purbo Bekti dan Boy. Keduanya menjalani pemeriksaan di Gedung C1 KPK pukul 10.00 WIB, Kamis (4/12/2025).

    “Yang bersangkutan sudah dipanggil, besok [4 Desember 2025] diperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Gusrizal, dikutip Kamis (4/12/2025).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyampaikan untuk menghormati proses pemeriksaan dua penyidik tersebut. Budi memastikan proses penanganan dilakukan sesuai dengan proses hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, mulai dari tindakan-tindakan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.

    Dia menjelaskan perkara yang bermula dari penyelidikan tertutup ini, yaitu kegiatan tertangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pengadaan di dinas PUPR dan Satker PJN 1 wilayah Sumut, KPK telah menetapkan para tersangkanya, baik dari pihak pemberi maupun penerimanya.

    Menurutnya, lembaga antirasuah telah melakukan pemeriksaan secara intensif kepada tersangka, saksi, serta melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti. 

    “Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum melaksanakan limpah atas perkara ini ke PN Tipikor Medan, untuk masuk ke tahap persidangan,” katanya, Kamis (4/12/2025).

    Budi mengatakan persidangan dilaksanakan secara terbuka agar publik bisa melihat dan mencermati secara langsung setiap proses dan fakta-fakta persidangannya sehingga semua berjalan transparan.

    Pemeriksaan ini mencuat ketika sebelumnya Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) melayangkan laporan ke Dewa KPK karena menduga adanya penghambatan proses hukum bagi Bobby Nasution.

    KAMI menduga bahwa Bobby terlibat dalam perkara ini. Koordinator KAMI, Yusril, menuturkan pemanggilan Bobby juga didasari atas banyaknya berita yang beredar sehingga mendesak KPK melakukan evaluasi secara internal.

    Adapun menurut Sekretaris KAMI, Usman, alasan melaporkan Rossa karena Bobby tak kunjung dipanggil oleh KPK untuk dimintai keterangan. 

    “Kalau sampai ini ditutup-tutupi, kita harus mempertanyakan. Jangan sampai ada upaya penutupan atau penghambatan terhadap proses hukum,” kata Usman.

  • AKBP Rossa Diperiksa Dewas KPK Buntut Tak Panggil Bobby Nasution

    AKBP Rossa Diperiksa Dewas KPK Buntut Tak Panggil Bobby Nasution

    GELORA.CO -Drama internal di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanas. Buntut dari dugaan tidak dipanggilnya Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, sebagai saksi dalam kasus suap proyek jalan, AKBP Rossa Purbo Bekti (Kasatgas Penyidikan KPK) kini harus berhadapan dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

    Ketua Dewas KPK, Gusrizal, mengonfirmasi bahwa Rossa bersama satu penyidik lainnya, Boy, dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis 4 Desember 2025. Pemeriksaan ini adalah tahap klarifikasi awal mengenai alasan di balik tidak dipanggilnya Bobby Nasution.

    “Benar, dua orang penyidik Rossa dan Boy diperiksa,” kata Gusrizal kepada RMOL, Kamis pagi, 4 Desember 2025.

    Pemeriksaan ini tidak hanya menyasar penyidik. Sehari sebelumnya, pada Rabu 3 Desember 2025 Dewas juga telah memanggil dan memeriksa dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait isu pemanggilan Gubernur Sumut tersebut.

    Langkah klarifikasi ini merupakan pemeriksaan pendahuluan. Jika nantinya ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran kode etik, kasus ini akan dinaikkan ke tahap sidang etik.

    Pemeriksaan ini berakar dari laporan yang dilayangkan oleh Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) ke Dewas KPK pada 17 November 2025. Koordinator KAMI, Yusril S Kaimudin, menduga adanya upaya penghambatan proses hukum terhadap Bobby Nasution yang diduga dilakukan oleh AKBP Rossa.

    Dalam laporannya, KAMI menyoroti isu independensi KPK. Yusril bahkan menyinggung peristiwa kebakaran rumah Hakim yang sebelumnya meminta tim JPU KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi di persidangan.

    “Kami percaya kepada KPK, bahwasanya ini harus dipandang semuanya sama rata. Jangan sampai ada intervensi-intervensi khusus yang kemudian mengamankan Bobby Nasution,” tegas Yusril, merujuk pada latar belakang Bobby sebagai menantu Presiden Jokowi.

    KAMI menuntut Dewas untuk melakukan pemeriksaan etik terhadap AKBP Rossa atas dugaan pelanggaran integritas dan profesionalitas, menilai sejauh mana tindakan ini memengaruhi kredibilitas Lembaga, serta mengambil langkah etik yang diperlukan demi memulihkan kepercayaan publik terhadap KPK.

    Yusril mengultimatum, jika laporan ini tidak direspon secara transparan kepada publik, KAMI akan mengambil tindakan turun ke jalan. 

  • KPK Jawab soal Perintah Hakim Hadirkan Bobby Nasution di Sidang

    KPK Jawab soal Perintah Hakim Hadirkan Bobby Nasution di Sidang

    KPK Jawab soal Perintah Hakim Hadirkan Bobby Nasution di Sidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bicara perihal menghadirkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan di Sumut.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu mengatakan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK sempat bertanya ulang kepada majelis hakim terkait mennghadirkan Bobby dalam sidang.
    “Ditanya lagi sama JPU-nya, ‘Pak, yang ini mau minta dihadirkan enggak?’ Nah itu tidak dijawab,” ujar Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11/2025), dikutip dari Antaranews.
    Kemudian, Asep menjelaskan bahwa selama penyidikan kasus tersebut, kelima tersangka tidak pernah memberikan informasi mengenai keterlibatan
    Bobby Nasution
    , termasuk Topan Obaja Putra Ginting (TOP) yang disebut teman dekat Gubernur Sumut.
    “Begitu pun dari TOP. Penyidik periksa, minta keterangan, dan tidak ada informasi dari yang bersangkutan. Ya, orang atau beberapa pihak menyatakan bahwa ‘itu teman dekatnya, Pak’. Betul, mungkin itu teman dekatnya, tetapi kan yang kami jadikan landasan adalah informasi atau data yang dimiliki oleh saudara TOP maupun saksi lainnya yang melihat, mendengar atau mengalami,” ujarnya.
    Selain itu, dia mengatakan tersangka lain, yakni Muhammad Akhirun Piliang (KIR), tidak pernah menyebut memberikan uang secara langsung kepada Bobby Nasution
    “Sejauh ini pemeriksaan terhadap saudara KIR ya, ini sebagai pemberi, pemberi duluan yang diajukan ke pengadilan, itu tidak pernah ada informasi ya dari KIR ini bertemu. Artinya, menyerahkan uang kepada saudara BN (Bobby Nasution). Tidak ada,” katanya.
    Sebagaimana diketahui, pada 24 September 2025, Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Khamozaro Waruwu, sempat meminta JPU KPK untuk menghadirkan Bobby Nasution selaku Gubernur Sumut dan Effendy Pohan selaku Sekretaris Daerah Sumut dalam persidangan.
    Terkait Bobby Nasution, Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) melaporkan Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena belum memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut
    Koordinator KAMI, Yusril mengungkapkan, AKBP Rossa Purbo Bekti merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) pada perkara tersebut.
    “Kami hari ini melaporkan kepada KPK, khususnya Dewan Pengawas KPK terkait dengan dugaan upaya penghambatan proses hukum terhadap Bobby Nasution yang diduga dilakukan oleh AKBP Rosa Purbo Bekti,” ujar Yusril usai membuat laporan pada Senin, 17 November 2025
    Yusril menjelaskan, laporan tersebut sekaligus mempertanyakan independensi KPK sebagai lembaga reformasi yang diberi amanat oleh undang-undang dan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi.
    Oleh karena itu, menurut dia, KPK seharusnya sudah memanggil Bobby sesuai perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan.
    “Saya pikir bahwa seharusnya pemanggilan terhadap saudara Bobby Nasution ini sudah dilakukan oleh KPK. Tapi sampai hari ini, yang dilakukan oleh teman-teman KPK sampai hari ini tidak memanggil daripada Bobby Nasution,” katanya.
    “Jangan sampai ada intervensi-intervensi khusus yang kemudian mengamankan Bobby Nasution,” ujar Yusril lagi.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Juni 2025.
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
    Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
    KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
    Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Klaim Belum Temukan Keterlibatan Bobby Nasution di Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut

    KPK Klaim Belum Temukan Keterlibatan Bobby Nasution di Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim belum ada keterlibatan Bobby Nasution dalam kasus korupsi proyek jalan di Provinsi Sumatera Utara.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan nama Gubernur Sumatera Utara itu belum terendus. Selain itu, penyidik masih fokus pada kasus suap yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).

    “Sampai dengan saat ini belum (ada keterlibatan Bobby Nasution, red). Jadi kita fokus di dalam pihak-pihak yang diduga melakukan suap pihak pemberi dan juga pihak-pihak yang diduga menerima suap terkait dengan proyek pengadaan jalan,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 17 November. 

    Meski begitu, Budi memastikan proses hukum yang berjalan sesuai aturan. Ini sekaligus membantah adanya kepala satuan tugas (kasatgas) penyidikan KPK yang menghalangi pemanggilan Bobby.

    Adapun informasi ini pernah diungkapkan oleh salah satu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Zararah Azhim Syah yang didasari laporan investigasi sebuah media.

     

    “Kami yakinkan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait dengan perkara tersebut berjalan secara baik,” tegas Budi.

    “Dan dari perkara yang berangkat dari kegiatan tangkap tangan ini kemudian tim juga secara maraton melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan juga penggeledahan di sejumlah lokasi.”

    Diberitakan sebelumnya, Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah saat melakukan aksi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini, 14 November. Dugaan kepala satgas KPK takut memeriksa Bobby ini diketahui dari pemberitaan media nasional.

     

    “Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby. Tapi, ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah kepada wartawan di lokasi.

    Meski begitu, Zararah tak mengungkap siapa kasatgas yang dimaksud. Namun, dari berbagai informasi yang dikumpulkan, salah satunya adalah Rossa Purbo Bekti.

    Zararah berharap KPK segera mengusut keterlibatan Bobby dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Apalagi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan sudah minta Bobby dihadirkan dalam persidangan. 

    Pengembangan kasus ini, kata dia, juga harus dilakukan seperti dugaan korupsi lainnya. Jangan sampai ada kesan KPK ketakutan dengan Bobby Nasution.

    “Contohnya kasus E-KTP, kasus korupsi mantan Menpora itu juga dikembangkan dari fakta yang ada di persidangan,” tegasnya.

    “Maka harusnya pada kasus ini, apabila ada petunjuk baru dari persidangan, KPK seharusnya mengembangkan kasus gitu. Jadi membuka kasus baru. Nah, ini jangankan mengembangkan kasus tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani begitu,” sambung dia.

    Lagipula, peranan Bobby juga harusnya terendus oleh KPK setelah ada informasi pergeseran anggaran menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub).

    “Bobby itu terlibat pada tahap perencanaan, mengganti APBD Sumut sebanyak empat kali, untuk memasukkan proyek pembangunan ini. Padahal sebelumnya itu tidak termasuk kebutuhan Provinsi Sumut, tidak pernah ada di APBD Sumut, berarti kan tidak butuh,” ungkap Zararah.

    Majelis Hakim PN Medan beberapa waktu lalu diketahui minta jaksa KPK menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi. Perintah ini disampaikan setelah Muhammad Haldun selaku Sekretaris Dinas PUPR Sumut yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengungkap pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pelaksanaan proyek pembangunan jalan.

    Ketika itu, Haldun menerangkan anggaran dua jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar tak dialokasikan dalam APBD murni 2025. Proyek ini dibiayai dari dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.

    Mendengar kesaksian ini, Hakim Khamozaro Waruwu minta Bobby dihadirkan. “Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan maka gubernur harus bertanggung jawab,” ujarnya.

    Selain Bobby, hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.

    Adapun itu, hakim mengadili dua terdakwa dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Kasus ini juga menjerat eks Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang disebut sebagai orang dekat Bobby Nasution. Hanya saja, dia belum disidangkan karena berkas belum dilimpahkan ke pengadilan.

  • Kasatgas KPK Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas, Diduga Hambat Pemanggilan Bobby Nasution  

    Kasatgas KPK Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas, Diduga Hambat Pemanggilan Bobby Nasution  

    JAKARTA – Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) melaporkan salah satu kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas KPK.

    Koordinator KAMI, Yusril SK, mengatakan laporan dibuat karena Rossa sebagai kasatgas diduga menghambat pengusutan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam kasus suap proyek jalan yang menjerat anak buahnya. Karenanya, independensi KPK menjadi dipertanyakan.

    “Ada dugaan yang terjadi di KPK bahwa terkait dengan persoalan kasus ini dilakukan penghambatan oleh salah seorang Kasatgas KPK yang diduga atas nama AKBP Rossa Purba Bekti,” kata Yusril kepada wartawan di gedung ACLC atau kantor Dewas KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan.

    “Oleh karena itu kami Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia hari ini memberikan keterangan dan laporan,” sambung dia.

    KAMI, masih kata Yusril, menuntut KPK untuk melakukan evaluasi. “Dan audit di internal secara total,” tegas dia.

    Menurut Yusril, sudah tepat Dewas KPK memeriksa Rossa. Sebab, banyak indikasi keterlibatan Bobby selaku menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus suap proyek jalan di Sumut.

    Senada, Usman selaku Sekretaris KAMI juga menyinggung Bobby harusnya diperiksa. “Tapi sampai hari ini yang dilakukan oleh teman-teman KPK hari ini sampai hari ini tidak memanggil daripada Bobby Nasution sendiri,” tegasnya di lokasi yang sama.

    “Sehingga hari ini kami hadir di depan dewas KPK dan sekaligus memasukkan laporan terhadap salah satu Kasatgas KPK untuk bagaimana mempertanyakan independensi KPK,” sambung dia.

     

    Diberitakan sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Zararah Azhim Syah menyebut kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik KPK di kasus suap proyek jalan Provinsi Sumatera Utara tak berani memeriksa Bobby Nasution selaku Gubernur Sumatera Utara. Pernyataannya ini didasari hasil investigasi sebuah media massa.

    “Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby. Tapi, ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah usai melaksanakan aksi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini, 14 November.

    Zararah tak mengungkap siapa kasatgas tersebut. Namun, dari berbagai informasi yang dikumpulkan, salah satu yang ikut menangani kasus ini adalah Rossa Purbo Bekti selaku penyidik senior.

    Zararah berharap KPK segera mengusut keterlibatan Bobby dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Apalagi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan sudah minta Bobby dihadirkan dalam persidangan.

    Pengembangan kasus ini, kata dia, juga harus dilakukan seperti dugaan korupsi lainnya. Jangan sampai ada kesan KPK ketakutan dengan Bobby Nasution.

    “Contohnya kasus E-KTP, kasus korupsi mantan Menpora itu juga dikembangkan dari fakta yang ada di persidangan,” tegasnya.

    “Maka harusnya pada kasus ini, apabila ada petunjuk baru dari persidangan, KPK seharusnya mengembangkan kasus gitu. Jadi membuka kasus baru. Nah, ini jangankan mengembangkan kasus tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani begitu,” sambung dia.

    Lagipula, peranan Bobby juga harusnya terendus oleh KPK setelah ada informasi pergeseran anggaran menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub).

    “Bobby itu terlibat pada tahap perencanaan, mengganti APBD Sumut sebanyak empat kali, untuk memasukkan proyek pembangunan ini. Padahal sebelumnya itu tidak termasuk kebutuhan Provinsi Sumut, tidak pernah ada di APBD Sumut, berarti kan tidak butuh,” ungkap Zararah.

     

  • 6
                    
                        KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution, Rossa Purbo Bekti Diadukan ke Dewas
                        Nasional

    6 KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution, Rossa Purbo Bekti Diadukan ke Dewas Nasional

    KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution, Rossa Purbo Bekti Diadukan ke Dewas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Penyidik AKBP Rossa Purbo Bekti dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK usai tak kunjung memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebagai saksi terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
    “Kami hari ini melaporkan kepada
    KPK
    , khususnya Dewan Pengawas KPK, terkait dengan dugaan upaya penghambatan proses hukum terhadap
    Bobby Nasution
    yang diduga dilakukan oleh
    AKBP Rossa Purbo Bekti
    ,” ujar Koordinator Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI), Yusril, usai membuat laporan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (17/11/2025).
    Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia atau KAMI adalah pihak yang membuat laporan ke Dewas KPK tersebut.
    Yusril selaku Koordinator KAMI mengungkapkan bahwa AKBP Rossa Purbo Bekti merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) pada perkara tersebut.
    Yusril menjelaskan, laporan tersebut sekaligus mempertanyakan independensi KPK sebagai lembaga era reformasi yang diberi amanat oleh undang-undang dan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi.
    Seharusnya, kata Yusril, KPK sudah memanggil Bobby sesuai perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan.
    “Saya pikir bahwa seharusnya pemanggilan terhadap saudara Bobby Nasution ini sudah dilakukan oleh KPK. Tapi sampai hari ini, yang dilakukan oleh teman-teman KPK tidak memanggil Bobby Nasution,” jelas dia.
    “Jangan sampai ada intervensi-intervensi khusus yang kemudian mengamankan Bobby Nasution,” lanjut dia.
    Pada 26 September 2025, KPK mengatakan akan menindaklanjuti perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terkait kasus
    dugaan korupsi
    proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
    Hal tersebut disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu saat menanggapi adanya perintah dari Hakim Pengadilan Tipikor Medan untuk memanggil Bobby Nasution terkait perkara tersebut.
    Asep mengatakan, pihaknya terlebih dahulu menunggu Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kembali dari Medan untuk menjelaskan perintah hakim Pengadilan Tipikor Medan tersebut.
    “Kemudian saudara BN (Bobby Nasution), kapan dilakukan pemanggilan? Ini kita nanti nunggu (JPU) pulang dulu, seperti itu. Dan ini juga nanti kita akan tanyakan dari Pak JPU-nya itu seperti apa,” kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (25/9/2025).
    Asep mengatakan, Jaksa KPK nantinya juga akan mendiskusikan materi yang akan didalami terkait pemanggilan Bobby Nasution tersebut.
    “Materinya akan didiskusikan dengan Pak JPU, biar tidak berlarut-larut dan tidak efektif,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Juni 2025.
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP);
    Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
    Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
    KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
    Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pembelaan Terakhir Hasto sebelum Menghadapi Vonis Hakim

    Pembelaan Terakhir Hasto sebelum Menghadapi Vonis Hakim

    Pembelaan Terakhir Hasto sebelum Menghadapi Vonis Hakim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal PDIP
    Hasto Kristiyanto
    menyampaikan pembelaan terakhirnya sebelum mendengarkan vonis perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan
    Harun Masiku
    .
    Pembelaan terakhir atau duplik ini dibacakan Hasto dan kuasa hukumnya pada Jumat (18/7/2025).
    Pekan depan, Jumat (25/7/2025), majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat akan membacakan vonis untuk Hasto.
    Berikut adalah hal-hal yang disampaikan Hasto dalam sidang beragenda duplik kemarin:
    Kepada majelis hakim, Hasto mengaku sempat mengendus gelagat tak wajar dari Harun Masiku dan Saeful Bahri yang dulu merupakan kader PDI-P.
    Harun merupakan eks kader PDI-P dan calon anggota legislatif daerah pemilihan I Sumatera Selatan pada 2019, sedangkan Saeful merupakan kader PDI-P yang membantu Harun mengurus pergantian antar waktu (PAW) DPR RI 2019-2024.
    “DPP partai melihat ada yang tidak beres dengan sikap saudara Harun Masiku dan Saeful Bahri yang terlalu aktif,” kata Hasto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) kemarin.
    Saat itu, Hasto melihat Harun bergelagat tak beres karena berupaya agar dapat menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) I Sumatera Selatan menggantikan Nazaruddin Kiemas pada 2019 lalu.
    Gelagat tidak wajar juga terlihat dalam diri Saeful. Saat itu, Saeful mengusulkan agar Riezy Aprilia dipecat. Padahal Riezy Aprilia merupakan calon anggota legislatif yang semestinya menjadi pengganti Nazaruddin.
    Gagasan Saeful ditolak dan Hasto menegaskan Riezky Aprilia tidak boleh dipecat.
    Hasto mengaku, saat itu, ia juga memberikan teguran kepada Saeful karena sempat meminta dana pada Harun Masiku.
    Sekjen PDIP ini juga mengaku sempat menolak undangan pribadi dari Harun.
    Jauh sebelum menjadi buron, Harun sempat mengundang Hasto untuk menghadiri upacara pemotongan kerbau di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
    “Ketika Harun Masiku mengundang Terdakwa pada upacara adat ‘potong kerbau’ di Tana Toraja dan undangan Natalan, terdakwa juga tidak mau menghadirinya,” kata Hasto di ruang sidang.
    Hasto mengklaim, penolakan ini merupakan bagian dari wujud sikapnya yang melarang penggunaan dana maupun suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) DPR RI 2019-2024 Harun Masiku.
    Tidak setuju dengan status terdakwa yang disematkan padanya, Hasto mengklaim dirinya justru merupakan korban dalam kasus ini.
    “Dalam proses pembuktian, terdakwa justru menjadi korban ‘ayo mainkan’ Wahyu Setiawan (Komisioner KPU) dengan kesepakatan dana operasional yang juga untuk kepentingan pribadi yang dilakukan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, beserta Harun Masiku,” kata Hasto.
    Kutipan “mainkan” yang disebut Hasto, ini mirip dengan materi yang terungkap di sidang tanggal 24 April 2025 lalu.
    Saat itu, Agustiani Tio Fridelina mengonfirmasi kebenaran adanya perkataan “siap” dan “mainkan” dari Komisioner (kini mantan) KPU Wahyu Setiawan berkaitan dengan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) sesuai keinginan Harun Masiku.
    Hasto mengatakan, selaku Sekjen PDIP dan pribadi, ia tak pernah menyetujui langkah-langkah kebijakan partai di luar proses hukum.
    “Bahwa ajaran actus reus (tindakan kejahatan) dan mens rea (niat jahat) dalam hukum pidana mengharuskan adanya perbuatan melawan hukum dan niat jahat pada diri terdakwa,” ujarnya.
    Hasto mengatakan, dalam kasus ini, dirinya tidak memberikan instruksi maupun aliran dana.
    “Tidak ada meeting of minds terdakwa (Hasto) untuk menyuap Wahyu Setiawan (Komisioner KPU). Tidak ada instruksi dari terdakwa, tidak ada pula aliran dana dari terdakwa, termasuk motif atas perbuatan tersebut,” tuturnya.

    Ia menilai, sosok yang aktif berperan adalah Saeful Bahri yang memiliki motif untuk menempatkan alokasi dana operasional yang lebih besar.
    “Bahkan lebih besar daripada dana operasional yang diterima Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina,” ucap dia.
    Hasto mengatakan, KPK tidak punya dasar yang sah untuk menuntutnya bersalah dalam kasus ini.
    Hal ini dikarenakan penyidik KPK menyelundupkan asumsi menyerupai fakta yang dibacakan dalam surat dakwaan.
    “Proses ini, menurut terdakwa, disebut sebagai penyelundupan fakta,” ujar Hasto.
    Salah satu contoh asumsi yang diselundupkan sebagai fakta adalah keterangan menyangkut dana operasional.
    Informasi itu disampaikan oleh penyelidik KPK, Arief Budi Rahardjo, yang menyatakan bahwa Hasto merestui dan menyanggupi untuk menalangi dana suap Harun Masiku.
    Padahal, kata Hasto, keterangan itu tidak dibenarkan oleh eks kader PDI-P, Saeful Bahri, dan pengacara PDI-P, Donny Tri Istiqomah.
    Keduanya merupakan pihak yang membantu mengurus pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 Harun Masiku.
    “Terkait dengan dana operasional, dana suap, sumber dana, dan penggunaannya, semuanya merupakan hasil kreasi dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah dengan dukungan Harun Masiku, dan hal ini tidak pernah dilaporkan kepada terdakwa,” tutur Hasto.
    Kubu Hasto juga menilai keterangan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti dan Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti yang sah di hadapan persidangan.
    “Keterangan mereka secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti yang sah, objektif, dan bebas dari kepentingan pribadinya,” kata Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy dalam sidang.
    Ronny mengatakan, kehadiran internal KPK ini sarat konflik kepentingan.
    Pasalnya, keduanya merupakan pegawai KPK dan memiliki kepentingan langsung terhadap keberhasilan proses penuntutan sebagai penyidik dan penyelidik.
    “Oleh karena itu, keterangan yang mereka berikan patut diragukan keobjektivitasannya karena sangat rentan dipengaruhi kepentingan pribadi dan institusi,” ujar Ronny.
    Ronny melanjutkan, alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Penyidik Rossa dan Penyelidik Arif sebagai saksi fakta tidak dapat dibenarkan karena keduanya tidak memberikan keterangan yang langsung dilihat, didengar, dan dialami.
    Atas dasar itu, ia meminta majelis hakim untuk mengesampingkan seluruh keterangan Rossa dan Arif dalam pembuktian perkara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jakarta

    Jaksa mencecar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait nomor kontak ‘Mama’ yang ada di ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’. Pengacara Hasto protes dengan pertanyaan Jaksa.

    Pengakuan itu disampaikan Hasto Kristiyanto saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).

    Jaksa mempertanyakan ada nama kontak ‘Mama’ di ponsel yang diklaim milik sekretariatan PDIP itu. Hasto mengaku tidak tahu nama ‘Mama’ dan tidak hafal semua kontak yang tersimpan dalam ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’.

    “Ini ada banyak ini, ada yang ingin kami konfirmasi ke saudara. Nah ini ada kontak Mama, ini kontak siapa ini di sekretariatan ada nama kontak Mama ini?” tanya jaksa.

    “Saya tidak tahu karena seluruh database kontak,” jawab Hasto.

    “Ini nomornya ini, Pak,” timpal jaksa.

    “81282238009?” tanya jaksa.

    “Ya saya tidak hafal, izin, Yang Mulia, karena nomor-nomor itu mengapa disimpan di sekretariatan masuk ADC, ADC semuanya karena setiap ada acara-acara partai, itu yang namanya sekretariat itu mengundang tamu-tamu, itu biasanya berkomunikasi. Maka seluruh central data itu dimasukkan di situ,” jawab Hasto.

    “Iya,” jawab Hasto.

    “Mama ini Mama siapa ini?” tanya jaksa.

    “Ya saya nggak tahu juga,” jawab Hasto.

    Jaksa kemudian menanyakan nama ‘Mama 1’ dan ‘Mama 2’ di nomor tersebut. Namun, Hasto mengaku tidak tahu.

    “Ada Mama 1 ini, 85776329518?” tanya jaksa.

    “Ya tidak tahu, mungkin akumulasi data-data kontak yang masuk ya karena setiap saat kan diupdate,” jawab Hasto.

    “Ada Mama 2?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    “81280008498?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    Kuasa hukum Hasto menyatakan keberatan terhadap pertanyaan jaksa tersebut. Kuasa hukum Hasto mempertanyakan korelasi pertanyaan itu dengan perkara ini.

    “Kan kalau dari data-data get contac bisa tahu ya, Pak, ya, tadi ada Mama, ini terakhirnya 8009. Mba Maria Hasto,” ujar jaksa.

    “Yang Mulia, izin, Yang Mulia, ini mau ditanya apa ini, Yang Mulia, keberatan ini,” protes kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy.

    “Izin, Yang Mulia, kami ingin konfirmasi kan,” timpal jaksa.

    “Yang Mulia, sebentar, Yang Mulia, karena itu tadi kan ada urusan anak dan istri semuanya, apa urusannya dengan perkara ini? Justru mestinya begini, menurut hemat kami, tidak selayaknya penuntut umum bertanya alasan hal-hal yang tidak ada urusanya dengan perkara ini, kecuali kalau ada komunikasi antara anak saudara terdakwa ini dengan pihak sekretariat mengenai suap-suap menyuap ini. Atau juga mengenai obstruction of justice. Jadi tolong saudara Penuntut Umum juga hormati privasi orang karena kita ini bukan mengadili keluarganya Pak Hasto, yang kita adili adalah perbuatan Hasto yang didakwakan sesuai dengan surat dakwaan,” ujar kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail.

    “Izin, Yang Mulia, tadi saudara terdakwa ini kan membantah terkait dengan HP yang disita iPhone 15. Nah, di dalam HP iPhone 15 itu terdapat nama-nama kontak ini Yang Mulia, kami mau konfirmasi. Apakah dengan, jika HP itu adalah HP sekretariat, mengapa nama-nama yang tersimpan itu ada nama-nama Mama, Mama, gitu,” jelas jaksa.

    Hasto mengatakan ada 1.000 lebih nama kontak di nomor ‘Sri Rejeki’ tersebut. Dia menuturkan nama kontak di nomor itu disimpan apa adanya dan selalu diupdate.

    “Mohon izin, Yang Mulia, jadi ada nomor-nomor telefon yang dari sekretariat yang kemudian ditugaskan mendampingi saya, itu kan kontaknya kan kepada banyak orang. Maka tadi dikatakan ada berapa kontak, ada 1.000 lebih kontak. Itu selalu diupdate, ada Mama 1, Mama 2, Mama 3 dan sebagainya di situ. Nah di situ adalah kontak-kontak yang memang disimpan di sekretariat, nama ditulis apa adanya,” kata Hasto.

    “Termasuk dengan ADC, ADC tadi, ada ADC Menteri, ada ADC Presiden, semua dicatat jadi satu di situ. Itu di dalam database apa adanya yang ada di situ. Nah kaitannya dengan perkara tadi apa yang dimaksudkan? Bahwa Sri Rejeki tadi kan ada juga ditunjukkan data-datanya, itu memang milik sekretariat. HP yang disediakan oleh sekretariat untuk membangun komunikasi. Mengapa ada mekanisme pengaturan seperti itu? Karena beberapa kali terjadi tindak penipuan, terhadap penggunaan HP. Maka sekretariat yang mengatur, di luar itu saya punya HP pribadi,” tambahnya.

    Pada persidangan Jumat (9/5), penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti mengatakan ponsel dengan nomor bernama Sri Rejeki Hastomo merupakan milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ponsel itu disita dari staf kesekretariatan DPP PDIP Kusnadi dalam perkara kasus perintangan penyidikan dan suap Harun Masiku.

    Usai sidang tersebut, Hasto membantah keterangan penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti, yang menyebut dirinya pemilik nomor ponsel dengan nama kontak ‘Sri Rejeki Hastomo’. Hasto menyebut keterangan Rossa hanya asumsi.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    JAKARTA – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang menjawab sejumlah keberatan yang disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans menegaskan dirinya bukan saksi fakta, tetap sebagai ahli bahasa yang menganalisis percakapan antara Hasto dan sejumlah pihak terkait, berdasarkan ilustrasi dan keterangan penyidik KPK.

    Hal ini disampaikan Frans dalam lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni malam.

    Awalnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rios Rahmanto meminta Hasto memberikan tanggapan atas analisa dan pandangan Frans Asisi Datang selaku ahli bahasa.

    “Saya ada beberapa keberatan, Yang Mulia,” kata Hasto.

    Hasto mengaku keberatan dengan keterangan ahli yang dinilai rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteksnya. Kedua, Hasto juga keberatan dengan analisa dan kesimpulan ahli Frans soal sosok ‘Bapak’ dalam komunikasi antara satpam PDIP Nurhasan dengan Harun Masiku.

    Menurut Hasto, analisa ahli Frans soal kata ‘Bapak’ yang merujuk pada dirinya, telah dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik.

    “Keberatan dengan keterangan saksi bahwa ‘Bapak’ sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nurhasan dan Harun Masiku itu adalah Hasto Kristiyanto, karena dipengaruhi pendapat saksi ahli yang dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik,” kata Hasto.

    Merespons keberatan Hasto, Frans menegaskan dirinya tetap pada keterangan, analisa dan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya. Termasuk, sosok ‘Bapak’ dalam percakapan antara Harun Masiku dan Nurhasan adalah Hasto Kristiyanto.

    “Ya, saya tetap pada keterangan saya tadi,” tegas Frans.

    Frans mengatakan dirinya adalah ahli yang fokus menganalisis percakapan antara Hasto dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. Frans pun mengaku bahwa dirinya bukanlah saksi fakta.

    “Karena yang diberikan kepada saya atau sebagai bidang yang saya, itu bidang bahasa begitu. Jadi saya bukan saksi yang melihat fakta persidangan, bukan,” tandas Frans.

    Hasto lalu menyampaikan keberatan lain terkait sikap netralitas ahli. Dia menilai, sebagai ahli, Frans seharusnya bersikap netral dan melihat konteks dengan melakukan pemeriksaan terhadap keterangan-keterangan yang lain untuk mendukung konteks, yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait, termasuk dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

    Mendengar keberatan Hasto, Frans kembali menegaskan pendapatnya tetap sesuai dengan analisis linguistik yang dilakukan berdasarkan dokumen yang diberikan penyidik.

    “Ya, masih sesuai dengan pendapat saya,” kata Frans.

    Hasto juga menyampaikan keberatan terkait interpretasi terhadap singkatan ‘SS’ yang dikaitkan dengan tempat tinggal dirinya. “Selanjutnya keberatan bahwa dikatakan SS itu menggambarkan tempat tinggal saya dan rumah singgah, padahal itu adalah rumah aspirasi. Semua bisa tinggal di sana,” ucapnya.

    Atas keberatan tersebut, Frans mengatakan bahwa keterangannya didasarkan pada informasi yang diperoleh dari penyidik.

    “Saya mengikuti keterangan yang disampaikan oleh penyidik,” pungkas Frans.

    Dalam sidang kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa KPK sudah menghadirkan empat ahli termasuk Frans Asisi Datang. Tiga ahli lain yang sudah hadir dalam sidang Hasto, adalah ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik dari KPK Hafni Ferdian, dan ahli pidana dari UGM Muhammad Fatahillah Akbar.

    Selain itu, jaksa KPK sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Ahli Bahasa UI: Sosok ‘Bapak’ di Percakapan Harun Adalah Hasto

    Ahli Bahasa UI: Sosok ‘Bapak’ di Percakapan Harun Adalah Hasto

    Jakarta, Beritasatu.com – Identitas sosok ‘bapak’ dalam percakapan telepon antara Harun Masiku dan satpam PDIP, Nurhasan, kembali jadi sorotan. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap PAW anggota DPR 2019-2024 dan dugaan perintangan penyidikan oleh Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025) malam.

    Ahli Bahasa Universitas Indonesia Frans Asisi Datang dalam kesaksiannya mengungkapkan, istilah ‘bapak’ dalam percakapan tersebut merujuk pada Hasto Kristiyanto. Pernyataan ini didasari analisis linguistik dan konteks pembicaraan yang terjadi antara Harun dan Nurhasan.

    Frans menyampaikan analisisnya dalam tiga momen berbeda, yaitu saat ditanya jaksa KPK, saat diuji kuasa hukum Hasto, dan saat ditanggapi langsung oleh Hasto. Meski awal sempat menyebut ‘bapak’ sebagai sosok yang tidak dikenal berdasarkan BAP Nurhasan, Frans akhirnya menegaskan dari konteks dan data bahasa, sebutan itu merujuk ke Hasto.

    “Kalau berdasarkan konteks dan data lainnya, saya meyakini ‘bapak’ itu adalah Hasto Kristiyanto,” kata Frans dalam sidang.

    Kuasa hukum Hasto mencoba mengklarifikasi dengan membaca BAP Nurhasan, yang menyebut ‘bapak’ adalah dua orang tak dikenal. Namun, Frans bersikukuh pada kesimpulan awalnya.

    Hasto mengajukan keberatan atas keterangan Frans. Ia menyatakan kesimpulan tersebut dipengaruhi ilustrasi penyidik KPK. Namun Frans tetap pada pendiriannya. “Iya, tetap. Analisa saya menyimpulkan ‘Bapak’ itu adalah Hasto Kristiyanto,” tegas Frans.

    Dalam perkara ini, ‘bapak’ disebut sebagai orang yang memerintahkan Harun Masiku untuk merendam hand phone dan tetap berada di kantor DPP PDIP, seusai OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    Ahli bahasa menyebut, kata ‘bapak’ konsisten digunakan dalam konteks instruksi dan pengaruh dari pihak berotoritas, yang ia tafsir sebagai Hasto.

    Hasto Kristiyanto didakwa bersama Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri telah memberikan suap Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun sebagai PAW anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia.

    Hasto juga dijerat karena diduga menghalangi penyidikan dengan menyuruh merendam HP Harun serta memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel sebagai bentuk penghilangan barang bukti.

    Dalam persidangan, jaksa KPK telah menghadirkan empat ahli, termasuk Frans Asisi Datang, dan lebih dari 15 saksi, seperti penyidik Rossa Purbo Bekti dan eks kader PDIP Saeful Bahri.