Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat kabinet yang dihadiri oleh Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming beserta sejumlah menteri. Pertemuan tersebut dilaksanakan di kediaman pribadinya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada Minggu (12/10/2025) malam.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa salah satu fokus utama pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah mengenai kondisi dan stabilitas sistem keuangan serta sistem perbankan nasional, termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang telah berlaku sejak Maret 2025.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan langkah ini diambil untuk menilai sejauh mana efektivitas aturan tersebut dalam mendorong optimalisasi devisa negara dari kegiatan ekspor.
“Tadi membahas mengenai hasil dari peraturan pemerintah yang kita keluarkan berkenaan dengan masalah devisa hasil ekspor (DHE). Jadi tadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.
Menurutnya, laporan sementara menunjukkan sebagian besar eksportir telah mematuhi ketentuan untuk menempatkan devisa hasil ekspor di dalam negeri.
Namun demikian, pemerintah menilai hasil implementasi kebijakan tersebut belum sesuai harapan.
“Sudah [pengusaha menempatkan devisa di dalam negeri]. Tetapi memang perlu juga terus kita pelajari. Karena dari yang sudah kita terapkan, hasilnya belum cukup menggembirakan,” ujarnya.
Prasetyo mengatakan ada sejumlah kendala dan celah yang memungkinkan aliran devisa ke luar negeri belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Oleh sebab itu, Prabowo meminta jajaran terkait untuk segera melakukan kajian lanjutan.
“Masih ada beberapa yang memungkinkan devisa kita belum seoptimal yang kita harapkan. Makanya itu yang diminta untuk segera dipelajari kembali,” kata dia.
Skema Pembayaran Utang Whoosh
Dia mengatakan rapat kabinet di malam itu memang tidak menyinggung secara khusus soal pembayaran utang proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh yang saat ini menjadi sorotan.
“Malam ini tidak, malam ini tidak sempat. Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini,” ujar Prasetyo usai pertemuan di kediaman Presiden, Kertanegara, Jakarta.
Kendati demikian, dia mengatakan pembahasan mengenai keberlanjutan proyek kereta cepat sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Pemerintah kini tengah mengkaji opsi pendanaan alternatif di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk diminta mencari skema, supaya beban keuangan [utang Whoosh] itu bisa dicarikan jalan keluar,” jelasnya.
Prasetyo menilai keberadaan Whoosh telah membawa dampak positif bagi mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kawasan. Karena itu, pemerintah mendorong agar layanan kereta cepat tidak hanya berhenti di jalur Jakarta–Bandung, melainkan diperluas ke wilayah lain di Pulau Jawa yakni Surabaya.
“Faktanya kan juga Whoosh menjadi salah satu moda transportasi yang sangat membantu aktivitas seluruh masyarakat, mobilitas dari Jakarta maupun ke Bandung dan seterusnya. Dan justru kita ingin sebenarnya itu berkembang, tidak hanya sampai Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta–Surabaya,” tandas Prasetyo.
Sebelumnya diberitakan Bisnis, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menolak usulan Danantara agar APBN ikut menanggung utang dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Purbaya sejatinya mengaku belum dihubungi oleh Danantara terkait dengan usulan dimaksud. Akan tetapi, dia menyebut harusnya KCIC yang dibawahi Danantara sudah memiliki manajemen sendiri untuk pembiayaan. Apalagi, lanjutnya, dividen dari BUMN kini sudah masuk ke Danantara dan tidak lagi masuk ke penerimaaan negara dalam bentuk PNBP. Nilainya bisa mencapai Rp80 triliun.
“Harusnya mereka ke situ jangan ke kita lagi, kalau enggak, semua ke kita lagi. Termasuk dividennya, jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government. Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government,” kata Purbaya melalui siaran virtual pada acara Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025).
Adapun, CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani menyebut negosiasi dengan China terkait dengan pembagian beban atas pembengkakan biaya (cost overrun) pada Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (JCJB) atau Whoosh masih berlangsung.
Rosan menyebut proses negosiasi itu tidak hanya dilakukan dengan pemerintah China, namun juga dengan National Development and Reform Commission (NDRC) untuk meminta perizinan.
Namun demikian, Rosan menyebut pihak Indonesia yang diwakili Danantara tidak ingin menggunakan skema restrukturisasi yang ke depannya bisa masih menyisakan masalah. Dia menginginkan reformasi secara keseluruhan dari keuangan proyek tersebut.
“Kita maunya bukan restrukturisasi yang sifatnya kemungkinan potensi problem-nya di kemudian hari itu ada. Jadi kita mau melakukan reformasi secara komprehensif, secara keseluruhan. Jadi begitu kita restrukturisasi, ke depannya tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini, seperti kemungkinan default [gagal bayar utang] dan lain-lain,” kata Rosan kepada wartawan usai acara Investor Daily Summit di Jakarta, Rabu (8/10/2025).