Tag: Rodon Pedrason

  • Ormas Bergaya Militer akan Disikat Habis

    Ormas Bergaya Militer akan Disikat Habis

    GELORA.CO – Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason sempat menyinggung para organisasi masyarakat (ormas) yang menolak adanya dwifungsi namun bermain-main sebagai tentara dengan seragam militer. 

    Selain menyentil soal ormas yang berseragam militer, Rodon juga turut menyinggung soal dwifungsi TNI dalam pemerintahan dan isu soal pelarangan bagi eks prajurit TNI untuk berbisnis.

    Hal tersebut dia sampaikan saat hadir dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Komisi I DPR RI pada Senin (3/3/2025) lalu.

    Diketahui, Rodon diundang bersama Teuku Rezasyah perwakilan Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence serta Kusnanto Anggoro dari Centre for Geopolitics Risk Assessment.

    Pada kesempatan tersebut, Rodon lalu menyindir ormas-ormas yang kerap menggunakan seragam ala militer sebagai identitas mereka. Namun, di sisi lain banyak pihak justru menolak adanya keterlibatan anggota TNI di berbagai lapisan kehidupan masyarakat termasuk pemerintahan.

    “Nah ini lihat menurut saya munafik juga (saat) kita katakan enggak setuju militer terlibat di berbagai kehidupan sehari-hari tapi ormas-ormas berseragam ala militer (sampai) ada pangkatnya,” kata Rodon dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (3/4/2025).

    “Ini mereka (anggota ormas) tiba-tiba dengan semua atribut itu bergaya ala militer. Tapi tiba-tiba muncul ada berita antagonis bahwa mereka enggak setuju militer ada di pemerintahan sementara mereka bermain seperti itu,” timpalnya.

    Rodon menegaskan bahwa pemerintah seharusnya bisa dengan tegas menumpas ormas-ormas yang memanfaatkan atribut militer sebagai identitas mereka. 

    “Kalau saya personal berpikir orang-orang seperti ormas ini kita tumpas saja tidak boleh berpakaian militer. Coba sama dengan orang ormas misal pakai atribut anggota DPR kan kita enggak terima. Orang (jadi) DPR begitu susah persyaratan kampanye segala macam tiba-tiba mereka menggunakan atribut itu,” beber Rodon.

    Menurutnya, orang yang menjadi tentara membutuhkan latihan yang tidak sebentar. Perlu latihan dasar empat tahun, kemudian ada pendidikan khusus perwira, ada sesko, ada juga Lemhanas untuk bisa kesitu.

    Lantas Rodon juga sempat menyampaikan perihal UU TNI terkait dengan jabatan yang bisa diisi oleh TNI. 

    Menurutnya, aturan tersebut harus diperbarui agar tak menimbulkan polemik.

    Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menurut dia, TNI merupakan alat pertahanan negara yang menjaga tentang kepentingan nasional, yaitu tentang kedaulatan negara keutuhan wilayah dan keselamatan anak bangsa.

    Landasan hukum

    Penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia memiliki landasan hukum yang kompleks. 

    Meskipun kebebasan berserikat dijamin oleh konstitusi, penggunaan seragam yang menyerupai seragam militer dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. 

    Hal ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada.

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keamanan negara. 

    Penggunaan atribut yang menimbulkan keresahan publik dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan tindakan tegas.

    Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan dalam konteks ini adalah:

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013: Meskipun tidak secara eksplisit melarang penggunaan seragam bergaya militer, undang-undang ini memberikan dasar bagi pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap mengancam keamanan negara.

    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017: Peraturan ini memperkuat kewenangan pemerintah dalam mengawasi dan membubarkan ormas yang melanggar hukum, termasuk yang menggunakan atribut provokatif.

    Pasal 59 Ayat 1b UU No. 17 Tahun 2013: Pasal ini melarang penggunaan atribut militer oleh warga sipil dan ormas, meskipun perlu konfirmasi lebih lanjut mengenai keberadaannya setelah perubahan UU.

    Peraturan Internal TNI: TNI memiliki peraturan yang melarang penggunaan seragam dan atribut militer oleh sipil, dengan sanksi bagi pelanggar.

    Sementara itu, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas tidak hanya menimbulkan pertanyaan hukum tetapi juga berpotensi menimbulkan berbagai implikasi sosial:

    Potensi Pelanggaran Hukum: Penggunaan seragam yang menyerupai seragam militer dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, terutama jika menimbulkan keresahan masyarakat atau disalahgunakan untuk tujuan yang melanggar hukum.

    Ancaman Stabilitas: 

    Ormas yang menggunakan seragam bergaya militer dapat menciptakan kekhawatiran di masyarakat, terutama jika terkait dengan potensi kekerasan atau intimidasi.

    Penyalahgunaan Nama Baik: Penggunaan seragam yang mirip dengan seragam militer dapat memberikan kesan bahwa ormas tersebut memiliki dukungan dari institusi militer, yang dapat menyesatkan opini publik.

    Penegakan hukum terkait penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas menjadi tanggung jawab beberapa pihak, termasuk:

    Kepolisian: Bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum dan menindak pelanggaran hukum yang terjadi.

    TNI: Memastikan bahwa peraturan internal terkait penggunaan atribut militer diikuti oleh masyarakat.

    Pemerintah: Melalui Kementerian Dalam Negeri, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengambil tindakan terhadap ormas yang melanggar hukum.

    Dengan adanya berbagai regulasi dan kewenangan penegakan hukum yang ada, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia menjadi isu yang perlu ditangani dengan serius. 

    Kejelasan regulasi dan penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dan menjaga stabilitas sosial. (*)

  • Hercules Singgung Jenderal Ompong yang Ingin Tumpas Ormas: Mau Gigit Pakai Apa?

    Hercules Singgung Jenderal Ompong yang Ingin Tumpas Ormas: Mau Gigit Pakai Apa?

    GELORA.CO – Ketua Umum GRIB Jaya, Hercules tampak meradang saat merespon pernyataan Mayjen (Purn) TNI Rodon Pedrason yang meminta agar ormas berseragam militer dibubarkan.

    Disitat dari channel YouTube GRIB TV, Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Hercules memberikan tanggapan tegas terhadap pernyataan tersebut. 

    Mantan penguasa Tanah Abang itu menyampaikan keberatannya di sela-sela acara Pramilat GRIB Jaya di Hotel Akasia, Kramat Raya, Jakarta Pusat pada Jumat, 21 Maret 2025. 

    Ia menegaskan bahwa ormas di Indonesia terdiri dari warga negara yang sah, termasuk di dalamnya para ulama.

    “Saya menyayangkan itu, dia bilang ormas harus ditumpas. Lah ormas ini warga negara Indonesia semua loh, di sini ada habib kita undang, ada ustaz kita undang. Apalagi saya ini panglima MP3 (Majelis Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia) saya panglimanya,” kata Hercules.

    Selain itu, ia juga mengaku sebagai panglima lagi Forum Pondok Pesantren atau FPP se-Jawa Barat.

    “Kemarin saya diangkat di Gedung Sate jadi terlibat di sini bukan hanya ormas GRIB aja, di sini ada kiai-kiai besar,” tuturnya. 

    Lebih lanjut Hercules menilai bahwa pernyataan jenderal purnawirawan tersebut tidak pantas, mengingat yang bersangkutan sudah pensiun dan seharusnya tidak lagi membuat pernyataan provokatif. 

    Terlebih lagi Polri dan TNI saja tidak pernah mengeluarkan pernyataan akan menumpas ormas. 

    “Ini dulu masih aktif enggak berani bilang tumpas, sekarang sudah pensiun, udah gigi ompong mau ditumpas. Gigit pakai apa? Kan sudah pensiun, gigi ompong,” katanya.

    Menurut Hercules, sebaiknya pensiunan jenderal itu fokus pada kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering menyerang aparat TNI-Polri. 

    “Tumpas itu Pak Jenderal gigi ompong, sudah pensiun tumpaslah OPM, dari pada TNI Polri kita di sana dibunuh. Kalau dibalas bilangnya pelanggaran HAM,” ujar Hercules. 

    “Tolonglah jenderal gigi ompong sudah pensiun, kamu sana kamu tumpas itu (OPM),” sambungnya.  

    Lebih lanjut Hercules mengingatkan, bahwa ormas-ormas seperti GRIB Jaya, Pemuda Pancasila, Laskar Merah Putih, Pemuda Pancamarga, FKPPI dan lainnya memiliki anggota dalam jumlah besar. 

    Ia meminta agar jenderal purnawirawan tersebut segera meminta maaf atas ucapannya yang dinilai merendahkan keberadaan ormas di Indonesia. 

  • Serba-serbi Pembahasan Revisi UU TNI di DPR: Dari Usia Pensiun, Jabatan Sipil, hingga Larangan Berbisnis

    Serba-serbi Pembahasan Revisi UU TNI di DPR: Dari Usia Pensiun, Jabatan Sipil, hingga Larangan Berbisnis

    Serba-serbi Pembahasan Revisi UU TNI di DPR: Dari Usia Pensiun, Jabatan Sipil, hingga Larangan Berbisnis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Revisi UU
    TNI
    mulai dibahas di
    DPR
    . Pembahasan itu mencakup usia pensiun tentara, pengisian jabatan sipil, hingga larangan berbisnis.
    Adapun sebelum
    pembahasan RUU TNI
    tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) sempat mendatangi Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (3/3/2025) kemarin.
    KontraS mengirim surat kepada DPR untuk membatalkan pembahasan mengenai RUU TNI dan Polri.
    KontraS juga menyayangkan DPR yang tidak melibatkan masyarakat dalam pembahasan RUU TNI.
    “Mengapa demikian?
    Standing
    kami jelas menolak adanya proses pembahasan di dua RUU tersebut karena kami menilai substansi yang kemudian dibahas atau kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang revisi itu tidak mampu menjawab persoalan kultural di institusi, baik TNI maupun Polri,” ujar Kepala Divisi Hukum KontraS Andri Yunus.
    Andri mempersoalkan upaya perluasan jabatan sipil bagi para prajurit aktif di RUU TNI. Hal tersebut dinilai dapat mengembalikan pemerintahan saat ini ke zaman Orba.
    “Hal ini kami menilai sangat bermasalah dan berpotensi mengembalikan pemerintahan pada rezim Orde Baru (Orba) atau rezim Soeharto selama 32 tahun,” kata dia.
    Lantas, apa saja isi pembahasan
    revisi UU TNI
    yang sudah mulai bergulir di DPR?
    Anggota Komisi I DPR RI Mayjen (Purn) TB Hasanuddin menilai penempatan TNI di jabatan sipil sudah tidak relevan jika dikaitkan dengan dwifungsi ABRI.
    Namun, ia menilai prajurit yang ditempatkan di jabatan sipil tidak bisa sembarangan, harus ada syarat tetap yang perlu dipenuhi TNI sebelum menduduki jabatan sipil tertentu.
    “Saya cuma membantah kalau ada penempatan kemudian nanti dwifungsi ABRI akan kembali. Kalau menurut hemat saya, ya sudah penempatan di mana saja, silakan. Tetapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,” kata TB Hasanuddin.
    Ia mengusulkan, TNI harus memiliki keterampilan tertentu yang relevan dengan jabatan sipil yang akan diemban.
    Artinya, kata TB Hasanuddin, TNI tidak hanya bermodalkan pada pendidikan di Akademi Militer (Akmil) tanpa dibarengi dengan kemampuan lain dalam mengelola.
    “Kalau misalnya ditempatkan di sebuah kementerian, tapi dia tidak punya pendidikan soal itu, hanya pendidikan Akmil saja, ya enggak bisa dong, kasihan dong,” ucap TB Hasanuddin.
    Di sisi lain, penempatan TNI di jabatan sipil harus mempertimbangkan hal lain, termasuk sumber daya TNI di luar jabatan sipil.
    Ia tidak ingin banyaknya prajurit yang mengisi jabatan strategis malah membuat sumber daya di TNI berkurang, serta membunuh karier Aparatur Sipil Negara (ASN) di kementerian/lembaga tersebut.
    “Kita harus benar-benar selektif, jangan sampai membunuh karier ASN, dia sudah merayap-merayap begitu. Sehingga, harus ada klausul dalam undang-undang itu yang mengunci itu. Jadi, tidak mudah,” ujar dia.
     
    Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat Irjen Polisi (Purn) Frederik Kalalembang menyindir TNI yang meminta usia pensiun prajurit ditambah, di mana saat ini tamtama/bintara pensiun di usia 53 tahun, sedangkan perwira 58 tahun.
    Sebab, dalam kondisi saat ini saja, banyak perwira di TNI yang non-job.
    “Saya mendapat informasi, dan mungkin juga di TNI, bahwa sekarang banyak perwira, khususnya perwira, ini banyak yang nganggur, Pak. Karena tidak ada jabatan, non-job,” ujar Frederik.
    “Nah, bagaimana mau ditambah lagi jadi 60, bahkan 62 tahun?” tambah dia.
    Frederik mengatakan, Polri saja tidak mengusulkan penambahan usia pensiun dalam revisi UU Polri.
    Dia menyebut, akan ada triliunan rupiah duit negara yang keluar jika usia tentara diperpanjang.
    “Nah, kalau kita jadikan 60, sudah berapa triliun lagi kita harus habiskan lagi untuk melihat menambah usia ini,” kata Frederik.
    Meski begitu, Frederik menduga banyaknya tentara non-job karena ada efisiensi anggaran.
    “Hanya TNI saja karena mungkin masalah efisiensi anggaran, kemudian banyaknya sekarang perwira non-job karena tidak ada jabatan,” imbuh dia.
    Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason meminta agar prajurit TNI, khususnya bintara dan tamtama, tidak dilarang untuk berbisnis.
    Rodon menyinggung uang pensiunan bintara dan tamtama yang diterima hanya 70 persen dari gaji pokok.
    Sementara, ketika mereka bertugas, mereka tidak memiliki kerjaan lain.
     
    “Prajurit, terutama prajurit bintara atau tamtama jangan dilarang berbisnis. Apa sih bisnis mereka? Mantan anggota saya, sersan, begitu pensiun dia bisnisnya bakso. Karena dia enggak punya kerjaan, selama bertugas dia enggak punya kerjaan. Sementara gajinya pada saat dia pensiun kan tinggal 70 persen dari gaji pokok,” ujar Rodon.
    “Jenderal saja begitu pensiun, bintang 4, hanya dapat Rp 5,2 juta, jenderal bintang 4 hanya Rp 5,2 juta,” sambungnya.
    Rodon mengatakan, tentara harus dikembangkan naluri berbisnisnya sejak masih aktif sebagai prajurit.
    Sebab, prajurit pasti akan kebingungan harus makan apa jika hanya mengandalkan uang pensiun yang nominalnya relatif kecil.
    “Karena ada teman saya yang bintang 3 dan bintang 4, anak-anaknya masih kecil. Begitu pensiun bingung, mau ngapain? Enggak bisa apa-apa. Coba masuk ke administrasi publik, katakanlah komisaris, dia enggak ngerti, dia enggak punya bekal,” kata Rodon.
    Menurut Rodon, keinginan tentara untuk berkuliah baru timbul belakangan ini saja.
    Sebab, sejak dulu, meski berkuliah, para tentara tetap susah untuk naik pangkat.
    “Sebelumnya enggak ada, mereka berpikir, ‘untuk apa sekolah, untuk apa kuliah, tapi susah naik pangkat?’ Ironis sebenarnya,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahas RUU TNI, Pakar Nilai Penolakan Dwifungsi TNI dalam Demo Indonesia Gelap sebagai Pesanan – Halaman all

    Bahas RUU TNI, Pakar Nilai Penolakan Dwifungsi TNI dalam Demo Indonesia Gelap sebagai Pesanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk membahas Revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

    Dalam pembahasan tersebut, disebutkan soal demo Indonesia Gelap yang dalam poinnya soal penolakan dwifungsi TNI.

    Hal itu disampaikan oleh Rodon Pedrason sebagai Advisor Defence Diplomacy Strategic Forum.

     

    Eks Wakil Rektor Universitas Pertahanan itu menyoroti soal demonstrasi Indonesia Gelap. 

    “Demo Indonesia Gelap, ini kan kontradiktif, ada tujuh hal yang mereka sampaikan, tapi yang menjadi perhatian saya mereka menolak dwifungsi,” kata Redon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Dia menilai bahwa yang dituntut mahasiswa dalam demo Indonesia Gelap bukan murni dari mahasiswanya.

    “saya pikir bukan bicara dwifungsi, di dalam tujuh itu, satu poin tentang dwifungsi ini pesanan, bukan murni dari mahasiswanya,” kata dia.

    Redon merasa heran mengapa mahasiswa bisa berpikir seperti itu, sementara di satu sisi Presiden RI adalah seorang yang berlatar belakang militer.

    “Padahal sekarang presidennya mantan militer seorang jenderal. Jadi ada pesanan, terlalu banyak orang pintar di negeri ini, akhirnya ribut dan argumentasi, kemudian debat yang akhirnya membuat kita kehabisan energi, yang kata tetap kaya, yang miskin tetap miskin,” tandasnya.

    Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar puncak demo bertajuk “Indonesia Gelap” di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).

    Hal itu dikatakan setelah menggelar aksi serupa yang tergabung dari sejumlah universitas di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Senin (17/2/2025) lalu.

    Aksi lanjutan ini akan berbarengan dengan agenda pelantikan ratusan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.

    Koordinator BEM SI Herianto menegaskan jumlah massa diperkirakan akan lebih banyak dibandingkan aksi sebelumnya.

    “(Jumlah massa) itu pasti akan lebih besar nanti kalau tuntutan kita kemarin tidak ada direspons sama pihak pemerintah,” paparnya.

    Dalam puncak demonstrasi hari ini, terdapat sembilan poin tuntutan yang di bawa BEM SI. Rinciannya sebagai berikut:

    1. Kaji Ulang Inpres No. 1 Tahun 2025 

    2. Tranparansi Status Pembangunan dan pajak rakyat 

    3. Evaluasi Besar – Besaran Makan Bergizi Gratis 

    4. Tolak Revisi UU Minerba yang bermasalah 

    5. Tolak Dwifungsi TNI 

    6. Sahkan RUU Perampasan Aset 

    7. Tingkatkan Kualitas Pendidikan & Kesehatan secara Nasional 

    8. Tolak impunitas & Tuntaskan HAM berat 

    9. Tolak cawe – cawe Jokowi dalam pemerintahan Prabowo

  • 10
                    
                        Eks Jenderal TNI: Jangan Larang Prajurit Berbisnis, Bintang 4 Pensiun Cuma Dapat Rp 5,2 Juta
                        Nasional

    10 Eks Jenderal TNI: Jangan Larang Prajurit Berbisnis, Bintang 4 Pensiun Cuma Dapat Rp 5,2 Juta Nasional

    Eks Jenderal TNI: Jangan Larang Prajurit Berbisnis, Bintang 4 Pensiun Cuma Dapat Rp 5,2 Juta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI (Purnawirawan)
    Rodon Pedrason
    meminta agar prajurit TNI, khususnya bintara dan tamtama, tidak dilarang untuk berbisnis.
    Rodon menyinggung uang pensiunan bintara dan tamtama yang diterima hanya 70 persen dari gaji pokok, sedangkan mereka tidak punya pekerjaan lain selama berkarir sebagai prajurit.
    “Prajurit, terutama prajurit bintara atau tamtama, jangan dilarang berbisnis. Apa sih bisnis mereka? Mantan anggota saya, sersan, begitu pensiun dia bisnisnya bakso,” ujar Rodon dalam rapat dengan pendapat umum terkait revisi
    UU TNI
    , Senin (3/3/2025).
    “Karena dia enggak punya kerjaan, selama bertugas dia enggak punya kerjaan. Sementara gajinya pada saat dia pensiun kan tinggal 70 persen dari gaji pokok,” kata dia.
    Rodon pun berpandangan, jumlah uang pensiun yang diterima purnawirawan TNI terbilang kecil, termasuk bagi mereka yang sudah menyandang pangkat bintang 4 atau jenderal.
    “Jenderal saja begitu pensiun, bintang 4, hanya dapat Rp 5,2 juta, jenderal bintang 4 hanya Rp 5,2 juta,” ujar dia.
    Rodon mengatakan, tentara harus dikembangkan naluri berbisnisnya sejak masih aktif sebagai prajurit karena mereka sulit bertahan hidup bila hanya mengandalkan uang pensiun yang relatif kecil.
    “Karena ada teman saya yang bintang 3 dan bintang 4, anak-anaknya masih kecil. Begitu pensiun bingung, mau ngapain? Enggak bisa apa-apa. Coba masuk ke administrasi publik, katakanlah komisaris, dia enggak ngerti, dia enggak punya bekal,” kata Rodon.
    Menurut Rodon, keinginan tentara untuk berkuliah baru timbul belakangan ini saja.
    Sebab, sejak dulu, meski berkuliah, para tentara tetap susah untuk naik pangkat.
    “Sebelumnya enggak ada, mereka berpikir, ‘untuk apa sekolah, untuk apa kuliah, tapi susah naik pangkat?’ Ironis sebenarnya,” kata Rodon.
     
    Diberitakan, TNI mengusulkan supaya prajurit aktif diperbolehkan terlibat di dalam kegiatan bisnis lewat revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
    Berdasarkan Pasal 39 huruf c UU TNI, prajurit aktif dilarang terlibat kegiatan bisnis sehingga TNI mengusulkan agar pasal tersebut dihapus.
    Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro beralasan bahwa seharusnya yang dilarang berkegiatan bisnis adalah institusi TNI, bukan prajurit TNI.
    “Kita sarankan ini (Pasal 39 UU TNI huruf c dibuang, mestinya yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis. Tapi kalau prajurit, orang mau buka warung aja endak (enggak boleh),” ujar Kresno 11, Juli 2024 lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Eks Jenderal TNI: Jangan Larang Prajurit Berbisnis, Bintang 4 Pensiun Cuma Dapat Rp 5,2 Juta
                        Nasional

    7 Sebut Banyak Tentara Mau Mundur, Eks Jenderal: Masuk TNI Itu Bukan untuk Jadi Kaya Nasional

    Sebut Banyak Tentara Mau Mundur, Eks Jenderal: Masuk TNI Itu Bukan untuk Jadi Kaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen
    TNI
    (Purnawirawan) Rodon Pedrason mengatakan ada banyak rekannya, yang saat ini berpangkat kapten hingga jenderal bintang 3, yang ingin berhenti dari TNI.
    Padahal, sudah ada peraturan yang mengatur bahwa TNI harus mengabdi selama beberapa tahun yang sudah ditetapkan.
    Hal tersebut Rodon sampaikan saat diundang Komisi I DPR sebagai pakar dalam pembahasan
    revisi UU TNI
    di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
    “Di PP 39/2010 pada Pasal 21 Ayat 3 bahwa prajurit yang menyelesaikan masa ikatan dinas pertama, kalau perwira itu 10 tahun pertama, kalau bintara/tamtama 7 tahun pertama, tidak melanjutkan berhenti. Itu pada saat kita masuk. Ada dokumen kita bersedia ditempatkan di mana saja, 10 tahun tidak keluar, 7 tahun enggak boleh keluar,” ujar Rodon.
    “Nah saya berpikir bahwa jalan otomatis, karena banyak teman saya yang sekarang bintang 3, kapten, itu sudah pingin berhenti, 10 tahun, 9 tahun dia jadi tentara pingin berhenti, pingin mundur,” sambungnya.
    Rodon mengusulkan agar TNI melakukan evaluasi terhadap tentaranya setiap 5 atau 10 tahun.
    Menurutnya, para tentara yang direkrut harus dilihat apakah selama ini mereka sudah bermanfaat bagi negara atau tidak.
    Rodon turut menyentil tentara-tentara yang mau masuk TNI untuk menjadi orang kaya.
    “Kalau pangkat tinggi-tinggi saja, kemudian tidak ada manfaatnya untuk institusi, tidak ada manfaat untuk negara, untuk apa?” tukasnya.
    “Karena jadi tentara itu bukan untuk jadi orang kaya. Kalau mau kaya, jadi pengusaha, atau segala macam. Buat mengabdi. Ini yang tidak pernah dilakukan selama ini di TNI,” sambung Rodon.
    Rodon berpandangan, TNI yang bisa bertahan sampai pensiun hanyalah mereka yang memang
    capable, eligible,
    memiliki rohani sehat, dan psikologi bagus.
    Dia mendorong TNI ke depannya bisa lebih maju dari tentara di dunia lain, seperti Inggris dan Amerika.
    “Negeri ini memang harus lebih maju lah dengan semua potensi yang ada, orang banyak, kekayaannya, termasuk juga dengan semua kepintaran-kepintaran yang ada. Kita harus melihat ke situ, bukan mundur kita ini,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Jenderal TNI Tuding Penolakan Dwifungsi ABRI di Demo Indonesia Gelap Pesanan

    Eks Jenderal TNI Tuding Penolakan Dwifungsi ABRI di Demo Indonesia Gelap Pesanan

    Eks Jenderal TNI Tuding Penolakan Dwifungsi ABRI di Demo Indonesia Gelap Pesanan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purnawirawan)
    Rodon Pedrason
    menyinggung demo
    Indonesia Gelap
    yang baru terjadi belakangan ini saat dihadirkan Komisi I DPR sebagai pakar dalam pembahasan RUU TNI.
    Rodon menuding, ada pihak yang menitipkan ‘pesanan’ kepada mahasiswa untuk menolak
    dwifungsi TNI
    melalui aksi Indonesia Gelap.
    “Ada juga demonstrasi tentang Indonesia Gelap. Ini kan kontradiktif, ada beberapa 7 hal yang mereka sampaikan, tapi yang jadi perhatian saya mereka menolak dwifungsi. Saya pikir bukan bicara tentang dwifungsi, di dalam 7 poin itu satu poin itu tentang dwifungsi ini pesanan. Bukan murni, bukan
    pure
    dari mahasiswanya,” ujar Rodon, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
    Rodon mengaku heran dengan mahasiswa yang menolak dwifungsi TNI dalam aksi Indonesia Gelap.
    Ia menilai, penolakan tersebut tidak masuk akal, mengingat presiden yang saat ini menjabat juga merupakan mantan
    jenderal TNI
    .
    Ia pun meyakini bahwa sikap mahasiswa tersebut bukan murni aspirasi sendiri, melainkan sekadar ‘pesanan’ dari pihak tertentu.
    “Kenapa mereka berpikir tentang itu? Kalau sekarang pemerintahan yang ada kebetulan presidennya mantan militer, seorang jenderal, jadi ada pesanan,” sebut dia.
    “Terlalu banyak orang pintar di negeri ini, ini akhirnya ribut, argumentasi. Kemudian berbagai debat publik terkait itu, yang akhirnya membuat kita kehabisan energi. Yang kaya tetap kaya, yang miskin makin miskin. Menjadi kita tidak berubah menjadi lebih maju,” imbuh Rodon.
    Diketahui, puncak aksi Indonesia Gelap digelar di depan Istana, Jakarta, pada Kamis (20/2/2025) lalu.
    Salah satu poin dalam aksi Indonesia Gelap ini adalah menolak dwifungsi TNI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar usulkan TNI terbuka isi jabatan sipil dalam rapat RUU TNI di DPR

    Pakar usulkan TNI terbuka isi jabatan sipil dalam rapat RUU TNI di DPR

    Penempatan prajurit di kementerian/lembaga itu bukan merupakan dwifungsi, melainkan multifungsi.

    Jakarta (ANTARA) – Pakar pertahanan yang juga Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI Purn. Rodon Pedrason, M.A. mengusulkan agar prajurit TNI bisa secara terbuka untuk mengisi jabatan sipil dalam rapat yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI dengan Komisi I DPR RI.

    Dalam Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dijelaskan bahwa prajurit TNI aktif hanya bisa mengisi 10 kategori jabatan sipil. Menurut Mayjen TNI Purn. Rodon, pembatasan tersebut sejak awal justru menimbulkan polemik di kalangan TNI.

    “Kenapa disebutkan 10 lembaga ini? Kenapa enggak kita biarkan terbuka seperti undang-undang yang ada di polisi? Dengan demikian, tidak menimbulkan debat,” kata Mayjen TNI Purn. Rodon di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Mayjen TNI Purn. Rodon mengungkapkan bahwa setiap warga negara manapun berhak untuk berada di mana pun sejauh hal tersebut demi kepentingan negara.

    Menurut dia, kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia lebih pada pengalaman empirik yang perlu selaras dengan rencana percepatan dari pemerintah untuk memberdayakan TNI dan Polri.

    “Penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga saat ini karena berdasarkan undang-undang perlu dibahas,” kata dia.

    Dikatakan pula bahwa jaringan yang dimiliki TNI atau Polri itu hingga ke tingkat bawah. Misalnya, hingga ke komando rayon militer (koramil) di tingkat kecamatan dan bintara pembina desa (babinsa).

    Selain itu, kata dia, penanganan COVID-19 oleh Pemerintah pada beberapa tahun silam tidak mungkin tanpa adanya peran dari TNI dan Polri. Bahkan, semangat-semangat prajurit untuk membantu pemerintah pun sudah mulai berkembang di tingkat bawah.

    “Kita juga dengar bahwa terakhir Panglima mengatakan bahwa penempatan prajurit di kementerian/lembaga itu bukan merupakan dwifungsi, melainkan multifungsi,” kata Mayjen TNI Purn. Rodon.

    Untuk itu, dia menilai partisipasi militer dalam pemerintahan sipil semestinya dimaknai dalam konteks pengembangan pemerintahan sebagai akselerator. Selain itu, partisipasi militer juga bisa menunjukkan variasi kuantitatif dan kualitatif.

    Dalam Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, Dewan Pertahanan Nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi I DPR undang tiga pakar guna dengar masukan untuk RUU TNI

    Komisi I DPR undang tiga pakar guna dengar masukan untuk RUU TNI

    Dalam UU Cipta Kerja, MK meminta pembuat undang-undang mengulang karena minim partisipasi yang dianggap belum memenuhi syarat.

    Jakarta (ANTARA) – Komisi I DPR RI mengundang tiga pakar atau akademisi guna mendengar masukan untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Tiga pakar yang diundang tersebut adalah Mayjen TNI Purn. Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A. (Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum), Teuku Rezasyah, Ph.D. (Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence), dan Dr. Kusnanto Anggoro (Centre for Geopolitics Risk Assessment).

    “Kami tidak minta persetujuan ini terbuka atau tertutup karena ini bagian dari meaningful participation,” kata Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Utut Adianto mengatakan bahwa pembahasan RUU TNI harus menyerap aspirasi agar memenuhi syarat untuk hak untuk menyampaikan masukan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk menjelaskan agar tidak terjadi protes seperti pembahasan UU Cipta Kerja.

    “Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi meminta pembuat undang-undang mengulang karena minim partisipasi yang dianggap belum memenuhi syarat,” kata dia.

    Sementara itu, Rodon merupakan pakar yang paling pertama diminta untuk menyampaikan aspirasinya. Dia menilai bahwa Pasal 47 UU TNI terkait dengan jabatan yang bisa diisi oleh TNI harus diperbarui agar tak timbulkan polemik.

    Sesuai dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, menurut dia, TNI merupakan alat pertahanan negara yang menjaga tentang kepentingan nasional, yaitu tentang kedaulatan negara keutuhan wilayah dan keselamatan anak bangsa.

    “Kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia lebih pada pengalaman empirik yang saya lihat tentu saja ada rencana percepatan-percepatan dari pemerintah,” kata dia.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    “Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2025, apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir yang memimpin rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

    Adies Kadir mengatakan bahwa pembahasan RUU TNI selanjutnya ditugaskan kepada Komisi I DPR RI selaku alat kelengkapan dewan dengan ruang lingkup tugas mencakup bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025