Mendagri Buka Peluang Revisi UU Ormas, Komisi II DPR Tunggu Usulan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Komisi II DPR
RI menunggu usulan resmi dari pemerintah jika memang ingin merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (
Ormas
).
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan posisi DPR menunggu usulan karena wacana itu dicetuskan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
“Dari sisi prosedur karena yang menyampaikan adalah saudara Mendagri, maka posisi Komisi II DPR RI menunggu usulan resmi revisi tersebut,” kata Rifqi, panggilan akrabnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).
Rifqi menilai, jika pemerintah serius dan membuat usulan ke DPR RI, tentu Komisi II akan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait
UU Ormas
.
“Jika pemerintah menginginkan melakukan revisi, maka kami akan menunggu dan kami akan siap untuk membahas daftar inventarisasi masalah dalam revisi yang diinginkan,” ucap Rifqi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri
Tito Karnavian
menilai banyak organisasi kemasyarakatan (
ormas
) yang telah bertindak kebablasan.
Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan.
“Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
Namun dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Rifqinizamy Karsayuda
-
/data/photo/2024/10/31/672317e73bdc5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mendagri Buka Peluang Revisi UU Ormas, Komisi II DPR Tunggu Usulan Nasional 27 April 2025
-

Nasib RUU Pemilu Tunggu Hasil Rapat Pimpinan DPR
GELORA.CO – Komisi II DPR hingga saat ini belum membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu. Komisi yang menjadi mitra penyelenggara pemilu ini menunggu hasil keputusan pimpinan DPR melalui Rapat Pimpinan (Rapim).
“Saya sudah bikin surat, saya sudah bikin pernyataan kepada pimpinan DPR sepenuhnya mengikuti arahan dan keputusan pimpinan DPR. Komisi II sepenuhnya mengikuti keputusan dan arahan pimpinan DPR,” kata Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa 22 April 2025.
Ditanya lebih jauh terkait pimpinan DPR belum memberikan jawaban apakah RUU Pemilu dibahas di Komisi II DPR atau Badan Legislasi (Baleg), Rifqinizamy enggan berspekulasi mengenai hal tersebut.
“Ditanya ke pimpinan DPR, jangan tanya ke saya,” ujarnya.
Politikus Partai Nasdem ini menyerahkan sepenuhnya kepada Pimpinan DPR terkait nantinya pembahasan RUU Pemilu akan dibahas di Komisi II atau di Baleg.
“Tatib (Tata Tertib) itu memungkinkan diberikan ke mana saja. Jadi secara konvensi dalam berbagai macam sejarah pembentukan rancangan undang-undang pemilu, partai politik dan seterusnya pernah di Komisi II. Karena komisi kami ini memang yang diberikan kewenangan konstitusional untuk menjalankan tugas parlemen di bidang kepemiluan kan ya dan kami bermitra dengan seluruh penyelenggara pemilu dan pemerintah,” jelasnya.
“Tapi juga pernah dibikin pansus kan? Jadi saya kira sepenuhnya kita serahkan kepada pimpinan. Ke mana dan kapan kita serahkan sepenuhnya kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR tentu memiliki helikopter view yang lebih dibanding kami di Komisi II DPR,” demikian Rifqinizamy.
-

Dulu Kenapa Diganti RUU ASN?
GELORA.CO – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan sikap Komisi II DPR yang meributkan soal pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu. Adapun RUU Pemilu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang akan dibahas Baleg.
Hal itu merespons sikap Komisi II DPR yang ingin mengambil alih pembahasan RUU Pemilu. Padahal Komisi II sempat menarik RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2025.
“Sekarang mereka tiba-tiba minta, pertanyaannya kenapa dulu di drop?” kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Dia mengatakan, RUU Pemilu tak serta merta diambil alih oleh Baleg. Ada hal yang melatar belakanginya.
Pada DPR Periode 2019-2024, Doli mengaku menjadikan RUU Pemilu sebagai usulan Komisi II. Saat itu, dia menjabat sebagai ketua Komisi II.
Memasuki periode 2024-2029, Komisi II DPR yang diketuai oleh Rifqinizamy Karsayuda , juga masih memasukan RUU Pemilu sebagai usulan. Namun, menjelang Baleg menetapkan daftar Prolegnas Prioritas dan Prolegnas jangka panjang, Komisi II justru menggantinya dengan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN).
“Di awal periode (DPR 2024-2029), Baleg minta lagi ke masing-masing pimpinan komisi mana (RUU) prioritas. Pimpinan komisi yang baru waktu itu mengirimkan hal yang sama dengan apa yang saya kirim di akhir periode (DPR 2019-2024),” kata Doli.
“Tapi, pada saat mau menjelang pembahasan di prolegnas, mereka (Komisi II) drop (RUU Pemilu). Mereka drop, ganti UU ASN,” sambungnya.
Politisi Partai Golkar itu menilai, RUU Pemilu mendesak untuk segera dibahas. Oleh karena itu, dia berinisiatif tetap memasukannya ke dalam daftar Prolegnas Prioritas, namun diambil alih oleh Baleg.
“Karena saya merasa itu undang-undang yang penting dan urgen, supaya masuk tetap di prioritas 2025, akhirnya saya usulkan jadi usulan Baleg, supaya enggak hilang,” ucap Doli.
Baleg Tak Masalah RUU Pemilu Diambil Komisi II
Prihal tarik menarik pembahasan RUU Pemilu, Doli menegaskan tak masalah jika tak lagi jadi usulan Baleg, dan dikembalikan ke Komisi II. Asalkan revisi segera dilakukan.
“Buat saya enggak ada soal. Mau Komisi II, toh saya juga (anggota) Komisi II, mau di Baleg, mau di Pansus (Panitia Khusus), enggak ada soal. Yang penting buat saya ini udang-undang segera dibahas,” katanya.
Namun, apabila ingin menyerahkan pembahasan RUU Pemilu ke Komisi II, ada mekanisme yang harus ditempuh. Sebab, RUU Pemilu sudah terlanjur tercatat dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025 yang dibahas Baleg.
Proses pergantiannya pun harus melalui rapat antara Baleg DPR dengan pemerintah untuk mengubah daftar prolegnas.
“Kalaupun nanti misalnya mau diubah ke Komisi II, harus rapat dulu dengan pemerintah perubahanan prolegnas. Karena di dalam prolegnas sekarang kecantumnya di Baleg,” kata Doli.
“Kenapa di Baleg? Karena tadi Komisi II nge-drop, (RUU) ASN yang dimasukan. Makanya saya heran, kok mereka protes terhadap keputusan yang mereka ambil sendiri,” sambungnya.
RUU Pemilu Mendesak Segera Dibahas
RUU Pemilu dinilai mendesak untuk segera dibahas, terlepas siapa nantinya yang ditugaskan untuk membahas. Salah satu alasannya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Doli mengatakan, MK mengeluarkan sejumlah putusan yang bakal mengubah sejumlah substansi dalam UU Pemilu.
“Yang penting segera dibahas. Karena apa? Putusan MK banyak sekali yang menyuruh kita untuk melakukan revisi undang-undang,” ucapnya.
Dia membeberkan salah satu putusan MK yang mempengaruhi adanya RUU Pemilu yaitu syarat ambang batas parlemen atau parlementary threshold, dan ambang batas calon presiden atau presidential threshold.
Selain itu, putusan MK juga meminta agar Pilkada dijadikan satu dengan pemilu. Karena itu tengah digodok rencana RUU Omnibus Law Poitik yang menggabungkan UU Pemilu, UU Plkada, dan UU Partai Politik
“Artinya undang-undangnya harus satu, enggak boleh dua lagi,” kata Doli.
Di sisi lain, tahapan pemilu selanjutnya akan dimulai 20 bulan sebelum hari pemilihan. Artinya, satu tahun sebelum tahapan pemilu dimulai proses pemilihan, penetapaan penyelenggaran pemilu.
“Jadi kalau ditarik itu semua, artinya bulan Juli 2026 undang-undang ini harus selesai. Nah, dari sekarang itu kan tinggal satu tahun dua bulan lagi,” ucap Doli.
Dia juga menyinggung komitmen Presiden Prabowo untuk perbaikan sistem politik. Hal itu juga menjadi salah satu alasan urgensi pembahasan RUU Pemilu.
Doli berharap pemerintah bisa menyampaikan komitmen Prabowo kepada pimpinan partai-partai politik.
“Pak Prabowo yang selama ini sering menyampaikan bahwa kita perlu perbaikan sistem politik, ya kan. Nah, pemerintah harus mendorong ini,” pungkasnya.
-
/data/photo/2025/04/05/67f0fc0271f7a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Buntut Bentrokan Pilkada Puncak Jaya, Revisi UU Pemilu Dinilai Mendesak
Buntut Bentrokan Pilkada Puncak Jaya, Revisi UU Pemilu Dinilai Mendesak
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi II DPR RI menilai revisi paket Undang-Undang (UU) Pemilu kian mendesak dilakukan, menyusul bentrokan antarpendukung pasangan calon kepala daerah di Puncak Jaya, Papua Tengah, yang menewaskan 12 orang dan melukai ratusan lainnya.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan insiden tersebut menjadi bukti bahwa pelaksanaan Pilkada di sejumlah daerah masih menyisakan persoalan serius yang perlu dievaluasi secara menyeluruh.
“Kita perlu melakukan evaluasi mendasar terkait dengan pelaksanaan kampanye dan Pilkada di beberapa daerah, termasuk di Papua yang kerap kali mendatangkan konflik bahkan merebut nyawa,” ujar Rifqinizamy saat dihubungi, Senin (7/4/2025).
Menurut Rifqinizamy, pembahasan revisi UU paket politik – termasuk UU Pilkada – akan menjadi prioritas Komisi II DPR RI.
Dia menilai, konflik yang berujung pada jatuhnya korban jiwa menunjukkan sistem pilkada saat ini belum sepenuhnya adaptif terhadap karakteristik sosial masyarakat di daerah tertentu.
“Hal ini saya kira akan menjadi bagian penting dalam rangka pembahasan revisi undang-undang paket politik, termasuk di dalamnya terkait dengan Undang-Undang Pilkada di Komisi II DPR RI,” kata Rifqinizamy.
Politikus Nasdem tersebut menyampaikan, salah satu opsi yang layak dipertimbangkan adalah penerapan sistem Pilkada asimetris.
Dalam sistem ini, mekanisme pemilihan kepala daerah bisa berbeda-beda tergantung pada tingkat pendidikan, kesejahteraan, hingga kondisi sosial-politik masyarakat di suatu wilayah.
“Apakah kemudian ide untuk menarik kembali Pilkada ke DPRD, atau kita melaksanakan pilkada yang asimetris, dalam pengertian di setiap tempat itu berbeda cara dan mekanisme pemilihan kepala daerahnya tergantung dari berbagai macam variabel, termasuk tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya,” kata dia menjelaskan.
“Itu juga menjadi bagian penting untuk kita melakukan evaluasi terkait dengan Pilkada kita hari ini,” imbuh Rifqinizamy.
Sebelumnya diberitakan, bentrokan antara massa pendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda–Mus Kogoya (paslon nomor urut 1) dan Miren Kogoya–Mendi Wonerengga (paslon nomor urut 2), masih terus terjadi hingga Jumat (4/4/2025).
Data yang dihimpun
Kompas.com
menunjukkan bahwa bentrokan telah berlangsung sejak 27 November 2024 hingga awal April 2025.
Kepala Operasi Satuan Tugas Damai Cartenz, Faizal, mengungkapkan bahwa konflik ini telah menewaskan 12 orang dan melukai 658 lainnya.
“Bentrokan antara massa pendukung ini menyebabkan 12 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka,” ujar Faizal dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (5/4/2025).
Dari jumlah korban meninggal dunia, delapan orang berasal dari pendukung paslon nomor urut 1 dan empat lainnya dari pendukung paslon nomor urut 2.
Sementara itu, korban luka terdiri dari 423 orang dari paslon nomor urut 1 dan 230 orang dari paslon nomor urut 2.
“Korban luka-luka berjumlah 658 orang dengan rincian 423 orang merupakan pendukung paslon 1 dan 230 orang lainnya dari kubu paslon nomor urut 2,” ungkap Faizal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Komisi II DPR: Bentrok PSU di Puncak Jaya harus dibawa ke ranah pidana
Bentrokan yang terjadi adalah konflik politis yang menyebabkan warga menjadi korban.
Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa bentrokan yang terjadi terkait dengan penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, harus dibawa ke ranah hukum pidana.
“Bentrokan yang terjadi adalah konflik politis yang menyebabkan warga menjadi korban,” kata Rifqi saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pemerintah dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur meminta aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, bisa memastikan situasi aman.
Rifqi menegaskan bahwa pelaksanaan PSU di beberapa tempat itu bukan hanya kewajiban penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah, melainkan juga merupakan kewajiban dari berbagai pemangku kepentingan.
Dengan adanya kasus itu, dia memandang perlu evaluasi mendasar terkait dengan pelaksanaan kampanye dan pilkada di beberapa beberapa daerah, termasuk di Papua yang kerap kali mendatangkan konflik hingga meregang nyawa.
“Hal ini saya kira akan menjadi bagian penting dalam rangka pembahasan revisi undang-undang paket politik, termasuk di dalamnya terkait dengan Undang-Undang Pilkada di Komisi II DPR RI,” katanya.
Legislator itu menyebutkan ada dua ide terkait dengan perubahan sistem pilkada, yakni pilkada yang dipilih oleh DPRD setempat atau pilkada yang dilaksanakan secara asimetris.
Ia lantas menjelaskan bahwa asimetris adalah setiap tempat memiliki cara dan mekanisme pilkada tersendiri. Dalam hal ini, pemilihan kepala daerahnya tergantung pada berbagai macam variabel, termasuk tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya.
“Itu juga menjadi bagian penting untuk kita melakukan evaluasi terkait dengan pilkada kita hari ini,” kata dia.
Sebelumnya, Polres Puncak Jaya menyatakan bahwa bentrokan yang kembali terjadi antara dua kelompok pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati di daerah itu, Rabu (2/4), telah menyebabkan 59 orang terluka akibat terkena panah.
Selain itu, kata Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara di Mulia, Jumat, juga bentrokan tersebut menyebabkan delapan rumah dan honai (rumah adat tradisional suku Dani) ludes terbakar.
“Bentrokan yang kembali terjadi sejak Rabu itu telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan harta di Kabupaten Puncak Jaya,” kata AKBP Kuswara.
Selain itu, Satgas Operasi Damai Cartenz mencatat bahwa konflik pendukung pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya sudah menyebabkan 12 orang warga tewas, 658 orang terluka, serta 201 bangunan rumah dibakar massa. Peristiwa ini terjadi sejak 27 November 2024 hingga 4 April 2025.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025 -

MK Larang Caleg Terpilih Maju Pilkada, DPR: Membatasi Ruang untuk Parpol
Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang calon legislatif (caleg) terpilih mundur demi maju pada pemilihan kepada daerah (Pilkada).
Rifqi, sapaan akrabnya, menerangkan putusan MK itu akan menjadi bahan Komisi II dalam merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Meski begitu, legislator NasDem ini memandang putusan MK tersebut akan mempersempit ruang partai politik dalam melakukan simulasi penugasan kader-kadernya, baik dalam Pileg maupun Pilkada.
“Dari sisi partai politik, sekali lagi putusan Mahkamah Konstitusi ini membatasi ruang bagi kami untuk menempatkan kader-kader kami [parpol] melalui Pemilu yang tersedia,” tambahnya melalui keterangan resmi yang dikutip Minggu (23/3/2025).
Padahal, imbuh Rifqi, hak untuk menempatkan kader ada pada partai politik. Sebab itu, dengan adanya pembatasan dalam putusan MK itu, sejak jauh hari parpol tentu harus melakukan simulasi ulang terhadap penugasan kader dalam kontestasi Pileg ataukah Pilkada.
“Fokus di mana mereka [kader] yang harus ikut Pileg, mana mereka yang harus ikut Pilkada sejak awal sebelum 2029 berlangsung,” tegasnya.
Dilanjutkannya, apalagi waktu penjadwalan Pilkada 2029 mendatang tidak lagi berimpitan dengan waktu penjadwalan Pileg. Ini direncanakan karena berdasarkan evaluasi Pilkada 2024 lalu.
“Karena berdasarkan evaluasi Pilkada 2024 lalu, pelaksanaan Pileg dan Pilpres di waktu yang berdekatan itu membuat banyak aspek teknis kepemiluan menjadi kacau balau. Tidak tertangani karena ada tumpang tindih tahapan,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh tiga mahasiswa, Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani terkait larangan pengunduran diri calon anggota DPR/DPD dan DPRD terpilih demi maju pilkada.
Melalui Putusan perkara nomor 176/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jumat (21/3/2025), MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.
Salah satunya memutuskan mengatakan caleg terpilih boleh saja mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum. Dengan kata lain caleg terpilih bisa saja mundur, asal bukan untuk mengikuti Pilkada.



