Tag: Rifqinizamy Karsayuda

  • MK Larang Caleg Terpilih Maju Pilkada, DPR: Membatasi Ruang untuk Parpol

    MK Larang Caleg Terpilih Maju Pilkada, DPR: Membatasi Ruang untuk Parpol

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang calon legislatif (caleg) terpilih mundur demi maju pada pemilihan kepada daerah (Pilkada).

    Rifqi, sapaan akrabnya, menerangkan putusan MK itu akan menjadi bahan Komisi II dalam merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

    Meski begitu, legislator NasDem ini memandang putusan MK tersebut akan mempersempit ruang partai politik dalam melakukan simulasi penugasan kader-kadernya, baik dalam Pileg maupun Pilkada.

    “Dari sisi partai politik, sekali lagi putusan Mahkamah Konstitusi ini membatasi ruang bagi kami untuk menempatkan kader-kader kami [parpol] melalui Pemilu yang tersedia,” tambahnya melalui keterangan resmi yang dikutip Minggu (23/3/2025).

    Padahal, imbuh Rifqi, hak untuk menempatkan kader ada pada partai politik. Sebab itu, dengan adanya pembatasan dalam putusan MK itu, sejak jauh hari parpol tentu harus melakukan simulasi ulang terhadap penugasan kader dalam kontestasi Pileg ataukah Pilkada. 

    “Fokus di mana mereka [kader] yang harus ikut Pileg, mana mereka yang harus ikut Pilkada sejak awal sebelum 2029 berlangsung,” tegasnya.

    Dilanjutkannya, apalagi waktu penjadwalan Pilkada 2029 mendatang tidak lagi berimpitan dengan waktu penjadwalan Pileg. Ini direncanakan karena berdasarkan evaluasi Pilkada 2024 lalu.

    “Karena berdasarkan evaluasi Pilkada 2024 lalu, pelaksanaan Pileg dan Pilpres di waktu yang berdekatan itu membuat banyak aspek teknis kepemiluan menjadi kacau balau. Tidak tertangani karena ada tumpang tindih tahapan,” tukasnya.

    Sebagaimana diketahui MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh tiga mahasiswa, Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani terkait larangan pengunduran diri calon anggota DPR/DPD dan DPRD terpilih demi maju pilkada. 

    Melalui Putusan perkara nomor 176/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jumat (21/3/2025), MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. 

    Salah satunya memutuskan mengatakan caleg terpilih boleh saja mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum. Dengan kata lain caleg terpilih bisa saja mundur, asal bukan untuk mengikuti Pilkada.

  • DPR Puji Instruksi Prabowo Sat-set Percepat Pengangkatan CPNS dan PPPK 2024

    DPR Puji Instruksi Prabowo Sat-set Percepat Pengangkatan CPNS dan PPPK 2024

    PIKIRAN RAKYAT – Atas instruksi Presiden Prabowo Subianto, pemerintah gegas mempercepat pengangkatan calon aparatur sipil negara (CASN) 2024 tahun ini. Langkah itu mendapat apresiasi DPR RI.

    Tepatnya, oleh Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, ia mengapresiasi perintah Prabowo dalam menjawab keresahan para peserta CASN yang sudah dinyatakan lolos dari jauh-jauh hari.

    “Saya mengapresiasi sikap pemerintah yang melakukan percepatan terhadap pengangkatan calon ASN, baik itu calon pegawai negeri sipil (CPNS) selambat-lambatnya Juni 2025, dan calon PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) yang telah lulus tahun 2024 yang lalu pada selambat-lambatnya Oktober 2025,” kata Rifqinizamyi, di Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.

    Adapun, terkait redaksi ‘selambat-lambatnya’ dalam instruksi pengangkatan CASN 2024 ini, dia mengaku sangat memaklumi.

    Pasalnya, menurut dia, pemerintah telah menjelaskan adanya permintaan penundaan dari 280 kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah.

    “Ini lantaran mereka di internal harus melakukan berbagai macam persiapan dan pengkondisian, baik itu terkait dengan aspek teknokrasi, administrasi, termasuk terkait dengan keuangan, penggajian, dan seterusnya,” ucap dia.

    Lebih lanjut, dia meminta seluruh kementerian/lembaga, dan pemda untuk serius mengangkat tenaga honorer menjadi PPPK karena berdasarkan kuota yang tersedia, terdapat lebih dari 300 ribu orang yang datanya belum disetorkan.

    “Oleh karena itu, data itu harus cepat disetorkan, dan seleksi harus segera dilaksanakan agar khusus terkait honorer untuk menjadi PPPK, selambat-lambatnya Oktober mereka akan diangkat semua,” ujarnya.

    Pada kesempatan lain, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengumumkan percepatan pengangkatan CASN 2024 di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, pada hari Senin.

    Sebelumnya, Kementerian PANRB telah menginformasikan bahwa pengangkatan CASN akan dilaksanakan secara serentak, dengan rincian pengangkatan CPNS pada 1 Oktober 2025, dan PPPK pada 1 Maret 2026. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebanyak 24 daerah harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Keputusan ini diambil setelah ditemukan berbagai permasalahan yang dinilai mempengaruhi hasil suara, sehingga proses demokrasi di daerah-daerah tersebut harus diperbaiki demi menjamin keadilan dan transparansi dalam pemilu.  

    Dengan adanya PSU, tentu membutuhkan biaya untuk pelaksanaanya. Lantas, darimana sebenarnya biaya untuk pemungutan suara ulang ini? Dilansir dari berbagai sumber, berikut penjelasannya!

    Dari Mana Biaya Pemungutan Suara Ulang?

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, bahwa dana untuk PSU berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun, dalam keadaan tertentu, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) juga dapat digunakan jika terdapat kebutuhan mendesak.

    Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang. Untuk memastikan kelancaran pendanaan PSU, Komisi II DPR RI juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan.

    Tantangan dalam Penganggaran PSU

    Salah satu kendala utama dalam pelaksanaan PSU adalah potensi keterlambatan dalam penganggaran. Jika hal ini terjadi, maka bisa menjadi penghalang dalam pelaksanaan PSU. 

    Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan memiliki komitmen yang kuat terhadap keputusan MK dengan memberikan dukungan anggaran, terutama bagi daerah yang memiliki keterbatasan dana. Tanpa dukungan dari pemerintah daerah, PSU tidak akan terlaksana dengan optimal.

    Dalam pelaksanaan Pilkada 2021, pemerintah daerah diminta untuk mengalokasikan dana dalam APBD sesuai dengan permintaan dari penyelenggara dan pihak keamanan. 

    Sebelum menganggarkan dana tambahan, pemda perlu meninjau laporan penggunaan hibah dari Pilkada 2020 untuk mengetahui apakah masih terdapat sisa anggaran yang bisa dimanfaatkan. Jika terdapat sisa dana, maka penyelenggara PSU dapat menggunakannya kembali untuk mengurangi beban anggaran baru.

    Opsi Pendanaan jika Anggaran Tidak Mencukupi

    Apabila pemda belum menganggarkan dana PSU sesuai keputusan MK, maka dana tersebut dapat dialokasikan melalui pos belanja tidak terduga (BTT) dalam APBD. Jika dana dalam pos BTT tidak mencukupi, pemda dapat melakukan perencanaan ulang terhadap program-program lain yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas, biaya rapat, serta pengeluaran lainnya yang tidak bersifat prioritas.

    Selain itu, pemda juga dapat menggunakan kas daerah yang tersedia untuk menutupi kebutuhan PSU. Jika semua sumber ini masih belum mencukupi, langkah terakhir adalah koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat guna mencari solusi terbaik dalam pendanaan PSU.

    Tantangan Lain dalam Pelaksanaan PSU

    Selain masalah anggaran, pelaksanaan PSU juga menghadapi berbagai tantangan lainnya. Beberapa di antaranya adalah kesiapan logistik, distribusi surat suara, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses pemungutan suara ulang. Oleh karena itu, Komisi II DPR RI meminta KPU untuk memastikan seluruh detail teknis telah dipersiapkan dengan baik agar PSU tidak menimbulkan permasalahan baru.

    Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara ulang juga menjadi faktor penting. KPU dan pihak terkait perlu melakukan sosialisasi secara masif agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam menggunakan hak pilih.

  • Komisi II DPR Setujui Efisiensi PSU Tanpa Kurangi Aspek Substansial

    Komisi II DPR Setujui Efisiensi PSU Tanpa Kurangi Aspek Substansial

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi II DPR sepakat dengan pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya yang meminta pemerintah daerah untuk tidak boros dalam melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 kota dan kabupaten. 

    Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda sependapat dengan hal tersebut. Dia memandang agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk PSU dapat dihemat seefisien mungkin.

    “Tentu dengan catatan bahwa hal-hal substansial terkait penyelenggaraan PSU tidak boleh mengurangi bobot kualitas dari PSU itu sendiri,” tuturnya dalam keterangan resmi yang dikutip Rabu (5/3/2025).

    Menurut Legislator dari fraksi Nasdem tersebut, ada beberapa unit beban yang bisa dikurangi. Misalnya biaya hibah keamanan TNI dan Polri. Kemudian, mengimbau kepada KPU dan Bawaslu untuk merasionalisasikan honorarium petugas ad hoc, baik yang berada di bawah KPU, PPK, Bawaslu, pengawas desa, pengawas TPS.

    Sementara itu, lanjut dia, hal-hal substansial seperti pencetakan suara, pengadaan tempat pemungutan suara (TPS) dan rekapitulasi suara harus diberikan support anggaran.

    “Hal itu semata agar penyelenggaraan PSU tidak cacat prosedur, sehingga ada kemungkinan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) kembali,” tegasnya.

    Sebelumnya, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa selain memastikan kesiapan APBD untuk PSU, Kemendagri akan memeriksa komposisi penganggaran agar lebih efisien. 

    “Jangan sampai ada anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan yang sebetulnya tidak perlu, seperti sosialisasi dan lain-lain,” tambahnya.   

    Menurutnya, ada dua hal utama yang menjadi perhatian. Pertama, memastikan apakah APBD mampu membiayai PSU. Kedua, memastikan penganggaran dilakukan dalam versi minimal.

  • KPU koordinasi dengan Kemendagri soal biaya PSU Pilkada 2024

    KPU koordinasi dengan Kemendagri soal biaya PSU Pilkada 2024

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait sumber pembiayaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah.

    Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengaku bahwa koordinasi terkait anggaran penyelenggaraan PSU masih menjadi tantangan. Pasalnya, KPU hanya penerima anggaran dari instansi.

    “Kalau pemerintah daerahnya tidak tersedia lagi terutama daerah yang PSU 100 persen tps di kabupaten/kota atau provinsi tersebut, maka kami berkomunikasi dengan Kemendagri untuk kemudian dicarikan solusinya, dikoordinasikan apakah masih bisa pakai anggaran APBD atau disupport pakai APBN,” kata Afifuddin di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin.

    Dia juga mengatakan masih melakukan pengecekan terhadap daerah yang hanya mampu menanggung kurang dari 30 persen dari total kebutuhan pembiayaan sekitar Rp1 triliun.

    Afifuddin tak menutup kemungkinan apabila dana di kabupaten sudah tidak ada, akan tetapi di tingkat provinsi masih tersedia dana untuk pilkada. Kendati demikian, dirinya tidak mengetahui dana tersebut dapat digunakan atau tidak.

    “Nah itu yang kita berkoordinasi dengan Kemendagri, Kementerian Keuangan dan instansi-instansi terkait,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan kesiapan anggaran PSU di 24 daerah masih sangat terbatas.

    Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu, daerah-daerah tersebut hanya mampu menanggung kurang dari 30 persen dari total kebutuhan pembiayaan yang mencapai sekitar Rp1 triliun.

    Untuk memastikan PSU berjalan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan jadwal yang telah ditetapkan KPU, DPR RI kini tengah mengupayakan alokasi APBN sebesar Rp700 miliar.

    Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan telah menyanggupi hal ini. Keputusan resmi terkait dukungan APBN akan diumumkan dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, serta penyelenggara pemilu pada 10 Maret 2025.

    Untuk diketahui, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sumber pembiayaan pemilihan kepala daerah berasal dari APBD masing-masing, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

    MK resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024. Putusan tersebut diumumkan dalam sidang pleno yang berlangsung pada Senin (24/2), dengan seluruh sembilan Hakim Konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa secara lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari seluruh perkara tersebut, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya.

    Dengan berakhirnya sidang ini, MK dinyatakan telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar pemungutan suara ulang atau PSU. KPU di daerah terkait wajib menjalankan putusan ini sesuai instruksi MK.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pilkada Bupati dan Wakil Bupati 2024.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Buntut Panjang Suara Tidak Sah ‘Menang’ di Pilkada Banjarbaru

    Buntut Panjang Suara Tidak Sah ‘Menang’ di Pilkada Banjarbaru

    Jakarta

    Fenomena suara tidak sah ‘menang’ di Pilkada Banjarbaru, Kalimantan Selatan, berbuntut panjang. Terbaru, empat komisioner KPU Banjarbaru dipecat.

    Kisruh Pilkada Banjarbaru ini berawal dari diskualifikasi terhadap pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah. Meski telah didiskualifikasi di tengah jalan, surat suara masih menampilkan Aditya dan Said.

    KPU Banjarbaru membatalkan pencalonan Aditya-Said pada tanggal 31 Oktober 2024 atau kurang dari satu bulan sebelum hari pemungutan suara. Aditya merupakan Wali Kota Banjarbaru petahana.

    Dia didiskualifikasi berdasarkan surat rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan yang menyatakan ada pelanggaran administrasi. Aditya-Said didiskualifikasi berawal dari laporan yang diajukan oleh rivalnya, yakni calon wakil wali kota Banjarbaru nomor urut 1, Wartono, ke Bawaslu.

    Wartono melaporkan Aditya karena dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Pilkada. Meski Aditya-Said didiskualifikasi, KPU tetap menggelar Pilkada Banjarbaru dengan satu paslon tanpa ada kotak kosong di surat suara.

    KPU mengatakan hal itu dilakukan karena diskualifikasi dilakukan menjelang hari pemungutan suara sehingga tidak memungkinkan untuk mencetak ulang surat suara. Hasilnya, KPU Banjarbaru menetapkan pasangan Erna Lisa Halaby-Wartono sebagai calon peraih suara terbanyak dalam Pilkada 2024. Lisa-Wartono dinyatakan meraih seluruh suara sah, meski suara tidak sah jauh lebih banyak.

    Dilansir Antara, Jumat (6/12/2024), penetapan perolehan suara hasil pemungutan suara Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru dilakukan melalui rapat pleno terbuka KPU Banjarbaru. Lisa-Wartono meraih 36.135 suara sah atau 100% suara sah dalam Pilkada Banjarbaru 2024.

    “Hasil rapat pleno terbuka KPU telah memutuskan perolehan suara yang diraih pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono yang meraih sebanyak 36.135 suara sah,” ujar Ketua KPU Banjarbaru Dahtiar di Banjarbaru pada Selasa (3/12).

    Dia mengatakan tidak ada perbedaan dengan penghitungan yang dilakukan saksi Erna Lisa Halaby-Wartono yang diusung oleh Gerindra, Golkar, PDIP, PAN, Demokrat, NasDem, Gelora, PKS, PSI, Perindo, PBB, Garuda dan PKB. Bawaslu juga tidak memberikan tanggapan.

    Dahtiar mengatakan total suara tidak sah pada Pilkada Banjarbaru mencapai 78.736. Dia menyebut suara pasangan calon yang didiskualifikasi KPU Banjarbaru, yakni Aditya-Said yang diusung PPP, Ummat, Buruh, dinyatakan nol.

    Digugat ke MK-Hasil Pilkada Dibatalkan

    Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom)

    Fenomena itu pun digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ada empat gugatan yang didaftarkan ke MK terkait masalah Pilkada Banjarbaru.

    Empat gugatan itu ialah:

    1. Gugatan diajukan Muhamad Arifin yang didaftarkan pada 4 Desember 2024

    2. Gugatan diajukan Udiansyah dan Abd Karim yang didaftarkan pada 4 Desember 2024

    3. Gugatan diajukan Hamdan Eko Benyamine, Hudan Nur, Zepi Al Ayubi dan Sandi Firly yang didaftarkan pada 4 Desember 2024

    4. Gugatan diajukan Muhammad Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (paslon didiskualifikasi) yang didaftarkan pada 4 Desember 2024.

    Setelah melewati sidang pendahuluan, MK memutuskan melanjutkan gugatan yang diajukan Muhamad Arifin selaku Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan ke tahap pembuktian. Sementara, tiga gugatan lagi tidak diterima.

    Setelah melewati proses persidangan, MK memutuskan mengabulkan sebagian gugatan pemohon. MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di Pilkada Banjarbaru.

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan perselisihan hasil pilkada perkara 05/PHPU.BUP-XXIII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025).

    MK menyatakan PSU harus digelar dengan menggunakan surat suara bergambar pasangan calon nomor urut 1 Erma Lisa Halaby dan Wartono melawan kolom atau kotak kosong. PSU harus dilaksanakan dalam rentang waktu 60 hari sejak putusan dibacakan.

    “Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemungutan suara ulang pada setiap Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 dengan mendasarkan pada Daftar Pemilih elap, Daftar Pemilih Pindahan dan Daftar Pemilih Tambahan yang sama dengan pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 untuk Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang mencantumkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 Hj Erna Lisa Halaby dan Wartono dan satu kolom kosong yang tidak bergambar,” ujarnya.

    Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemungutan suara yang dilakukan di Banjarbaru dengan menggunakan surat suara yang masih terdapat gambar pasangan calon nomor urut 2 Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah bertentangan dengan mekanisme pemilihan satu pasangan calon. MK mengatakan suara dari paslon nomor 2 itu malah dihitung tidak sah.

    “Berkenaan dengan hal ini, oleh karena pada Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024 hanya tersisa satu pasangan calon peserta pemilihan karena adanya pasangan calon yang dibatalkan kepesertaannya, terhadap pemilukada tersebut seharusnya diterapkan Pasal 54C ayat (1) huruf e UU 10/2016 yang pada pokoknya menyatakan salah satu kondisi dilaksanakannya Pemilihan dengan satu pasangan adalah apabila terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon,” ujar MK.

    MK menyatakan telah terjadi kondisi khusus yang menimbulkan anomali penetapan suara sah di Pilkada Banjarbaru. MK menilai seharusnya pilkada yang diikuti satu pasangan calon diterapkan mekanisme yang sama tanpa membeda-bedakan.

    MK berpandangan KPU telah mengabaikan hak pemilih dengan dinyatakan tidak sahnya suara pemilih yang tidak memilih pasangan Erna-Wartono. MK menyebut KPU tetap menggunakan surat suara yang memuat pasangan Aditya-Said meski sudah didiskualifikasi.

    “Meskipun Termohon telah berupaya mensosialisasikan kondisi tersebut Kepada para calon pemilih, namun hal tersebut tidak dapat memperbaiki fakta bahwa hanya surat suara yang memilih Pasangan Calon Nomor Urut 1 yang kemudian dihitung sebagai surat suara sah,” ujar Hakim MK Enny.

    MK mengatakan tidak ada kejelasan kriteria terkait perolehan suara pasangan Aditya-Said dinyatakan sebagai suara tidak sah. Enny menyatakan KPU telah bersikap abai dalam menerapkan diskresi yang mengedepankan hak konstitusional dan kepentingan pemilih.

    “Dalam batas penalaran yang wajar, pada Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024, terdapat fakta bahwa hanya tersisa satu pasangan calon sebagai peserta dalam Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024 pada waktu kurang dari 29 hari sebelum pemungutan suara, maka terdapat cukup kondisi dan kejadian khusus yang dapat menjadi dasar bagi Termohon untuk menunda pemungutan suara,” jelasnya.

    DKPP Pecat 4 Komisioner KPU Banjarbaru

    Ilustrasi KPU (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)

    Persoalan Pilkada Banjarbaru tak berhenti di putusan MK. Terbaru, empat komisioner KPU Banjarbaru resmi mendapatkan sanksi pemberhentian tetap karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

    Mereka dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Sanksi itu diberikan terkait putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang di Banjarbaru.

    Dilansir Antara, Sabtu (1/3/2025), sanksi itu dibacakan langsung oleh Ketua DKKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan sebanyak tujuh perkara di Ruang Sidang Utama DKPP, Jakarta. Perkara yang teregister dengan nomor 25-PKE-DKPP/2025 itu diadukan oleh mantan calon Wakil Wali Kota Banjarbaru Said Abdullah yang memberikan kuasa kepada Syarifah Hayana, Abdul Hanap, dan Daldiri.

    “Mengabulkan permohonan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi penghentian tetap kepada teradu,” kata Heddy.

    Empat komisioner yang diberhentikan tetap yakni Teradu I Dahtiar selaku ketua merangkap anggota KPU Kota Banjarbaru, Teradu II Resty Fatma Sari, Teradu III Normadina, dan Teradu IV Hereyanto masing-masing selaku anggota KPU Kota Banjarbaru. Sementara, anggota KPU Banjarbaru Haris Fadhillah sebagai Teradu V mendapat peringatan keras.

    “Keputusan ini terhitung sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan ini dibacakan dan memerintahkan badan pengawas pemilihan umum untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” ujarnya.

    KPU RI pun memberi jaminan PSU di Banjarbaru tetap terlaksana meski ada empat anggota KPU setempat yang dipecat. KPU RI akan mengerahkan KPU Kalimantan Selatan untuk mengambil alih tugas KPU Banjarbaru.

    “KPU akan menugaskan KPU Kalimantan Selatan untuk mengambil alih tugas, wewenang dan kewajiban KPU Kota Banjarbaru,” kata Komisioner KPU Idham Holik saat dihubungi, Sabtu (1/3).

    Idham mengatakan pihaknya tidak akan mengintervensi keputusan DKPP. Dia menyebut pelanggaran etik berkaitan dengan persoalan individu.

    “Etik itu terkait individual penyelenggara pemilu/pilkada. Jadi hal tersebut kembali ke individu yang terkena putusan tersebut,” ucapnya.

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan pihaknya menghormati keputusan DKPP. Dia meminta agar masalah yang menjadi pemicu Pilkada Banjarbaru diulang tak lagi terjadi.

    “Komisi II tak mau keteledoran dan kesalahan yang mengakibatkan PSU terulang. Kami juga meminta evaluasi terhadap keanggotaan KPU di daerah yang nyata-nyata tidak profesional,” ujar Rifqi kepada wartawan, Minggu (2/3/2025).

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf juga mendukung DKPP. Dia mengatakan uang rakyat hilang gara-gara Pilkada Banjarbaru bermasalah hingga berujung PSU.

    “Kalau menurut saya tepat, apa yang dilakukan oleh DKPP untuk memberhentikan karena ada uang negara, uang rakyat yang hilang. Itu kan APBD, ya kan,” kata Dede.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Komisi II: Putusan MK PSU di 24 daerah bahan evaluasi rapat pekan ini

    Komisi II: Putusan MK PSU di 24 daerah bahan evaluasi rapat pekan ini

    Komisi II berharap agar proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan aturan yang ada demi menjaga integritas pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah akan menjadi bahan evaluasi dalam rapat Komisi II DPR RI bersama lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah pada pekan ini.

    “Komisi II DPR berencana memanggil seluruh penyelenggara pemilu, serta perwakilan pemerintah, untuk merespons dan mempersiapkan implementasi putusan tersebut dalam minggu ini,” kata Rifqi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Dia menilai bahwa banyak putusan MK yang mengindikasikan adanya ketidakprofesionalan dan kesalahan dalam penerapan hukum oleh penyelenggara pemilu.

    Untuk itu, kata dia, Komisi II DPR RI akan melakukan evaluasi secara serius terhadap hal itu, termasuk bagaimana sistem politik dan pemilu di Indonesia dapat ditata lebih baik ke depannya.

    “Ini menjadi pintu masuk bagi kita dalam rangka menata sistem politik dan pemilu kita ke depan, termasuk bagaimana rekrutmen dan posisi penyelenggara pemilu kita, baik KPU maupun Bawaslu, di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Terkait dengan adanya indikasi kecurangan atau tindak pidana lainnya dalam pelaksanaan pemilu, dia menyerahkan sepenuhnya penanganannya kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    “Komisi II berharap agar proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan aturan yang ada demi menjaga integritas pemilu,” ucapnya.

    Sebelumnya, MK resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024. Putusan tersebut diumumkan dalam sidang pleno yang berlangsung pada Senin (24/2), dengan seluruh Sembilan Hakim Konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa secara lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari seluruh perkara tersebut, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya. Dengan berakhirnya sidang ini, MK dinyatakan telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar pemungutan suara ulang. KPU di daerah terkait wajib menjalankan putusan ini sesuai instruksi MK.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pilkada Bupati dan Wakil Bupati 2024.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR Akui Efisiensi Anggaran Akan Buat Pemda Kesusahan Selenggarakan PSU – Page 3

    DPR Akui Efisiensi Anggaran Akan Buat Pemda Kesusahan Selenggarakan PSU – Page 3

    Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah. Penyelenggaran PSU tersebut akan dibebankan ke APBD masing-masing, sebab APBN tengah melakukan efisiensi.

    “Terkait efisiensi anggaran, saya kira bagaimana pun 24 putusan MK ini akan menjadi kewajiban bagi APBD masing-masing, kami tentu akan melakukan exercisement dengan kementerian terkait, kementerian dalam negeri terutama,” kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda pada wartawan, Selasa (25/2/2025).

    Meski demikian, Rifqi menyebut APBN bisa membantu daerah untuk pelaksaan PSU.

    “Jika Memang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan UU 10 Tahun 2016, APBN bisa melakukan perbantuan. Dan karena itu pemerintah, melalui Menkeu saya kira juga akan segera kita segera koordinasikan,” pungkasnya.

  • PSU Massal di 24 Daerah, DPR Minta KPU dan Bawaslu Dievaluasi

    PSU Massal di 24 Daerah, DPR Minta KPU dan Bawaslu Dievaluasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda atau biasa disapa Rifqi menyoroti kinerja KPU di daerah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan digelarnya pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah. 

    Menurut Rifqi, hal tersebut menunjukkan KPU dan Bawaslu di tingkat daerah kurang profesional dalam menyelenggarakan Pilkada 2024.

    “Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan perselisihan hasil pilkada ini memang mengindikasikan beberapa KPU di tingkatkan kabupaten, kota itu bekerja dengan kurang profesional bahkan lalai baik secara administratif maupun secara hukum untuk menelisik persoalan-persoalan dasar seperti persyaratan administrasi calon kepala daerah,” ujar Rifqi kepada wartawan, Selesa (25/2/2025).

    Dia menegaskan putusan MK yang mengabulkan 34 sengketa pilkada akan menjadi bahan evaluasi penyelenggara pemilu dengan Komisi II DPR.

    “Satu dua perkara yang kemudian menghasilkan diskualifikasi terhadap pasangan calon oleh Mahkamah Konstitusi, akan menjadi bagian penting evaluasi Komisi II DPR terhadap penyelenggaraan Pilkada 2024, termasuk kualitas penyelenggara pemilu termasuk ke depan bagaimana mekanisme rekrutmen penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu di seluruh Indonesia,” tutur Rifqi.

    Senada, anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin mengusulkan Komisi II memanggil KPU dan bawaslu terkait putusan MK atas PSU di 24 daerah. Menurut dia, pemanggilan KPU dan Bawaslu ini penting agar peristiwa serupa ke depan tidak terjadi. 

    “Saya mengusulkan kepada pimpinan Komisi II untuk segera menggelar rapat dengan agenda memanggil KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, termasuk Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota, yang daerahnya digelar PSU,” pungkas Khozin. 

  • MK Perintahkan PSU di 24 Daerah, Komisi II DPR Panggil KPU-Bawaslu hingga Pemerintah Pekan Ini

    MK Perintahkan PSU di 24 Daerah, Komisi II DPR Panggil KPU-Bawaslu hingga Pemerintah Pekan Ini

    loading…

    Ketua MK Suhartoyo (tengah) didampingi hakim konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat memimpin sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (24/2/2025). FOTO/ARIF JULIANTO

    JAKARTA Komisi II DPR segera mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga perwakilan pemerintah pada pekan ini. Undangan ini dimaksudkan dalam rangka menyikapi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah.

    Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. Menurutnya, putusan MK ini menjadi bagian evaluasi dari komisinya.

    “Rencananya kami, dalam Minggu ini akan segera memanggil seluruh penyelenggara Pemilu, dan perwakilan pemerintah dalam rangka kita semua merespons dan mempersiapkan diri melaksanakan seluruh putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Rifqi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (25/2/2025).

    Rifqi juga menyinggung ihwal keberadaan penyelenggara Pemilu yang dalam banyak putusan MK didapati ada ketidakprofesionalan, kecerobohan, kesalahan menerapkan hukum.

    “Komisi II akan sangat serius melakukan evaluasi, dan ini menjadi pintu masuk bagi kita dalam menata sistem politik dan Pemilu kita ke depan, termasuk bagaimana rekrutmen dan posisi penyelenggara Pemilu kita, baik KPU maupun Bawaslu di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Sementara, terkait dengan adanya kecurangan-kecurangan lain, terutama dalam aspek misalnya tindak pidana tertentu, Komisi II DPR menyerahkan kepada Bawaslu dan aparat penegak hukum menindaklanjutinya.

    “Sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk melakukan penegakkan hukum kepemiluan sesuai domain dan peraturan perundang-undangan,” katanya.

    (abd)