Tag: Riezky Aprilia

  • Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya terkait dengan alasan partai memilih Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan serta ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW pada periode yang lalu. 

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth. 

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan dirinya tidak pernah merestui adanya praktik kotor dalam proses Pergantian Antawaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan suap PAW DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku. Maka tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” ujar Hasto dalam persidangan.

    Menurut Hasto, ia juga secara langsung memperingatkan Harun Masiku agar tidak memberikan uang dalam bentuk apapun kepada Saeful Bahri. Sebagai informasi, Saeful Bahri adalah mantan terpidana kasus suap Harun Masiku yang telah menjalani kurungan penjara selama 1 tahun 8 bulan.

    Setelah mendapat informasi adanya permintaan dana, Hasto kemudian memanggil Saeful ke Rumah Aspirasi PDI Perjuangan di Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat, untuk memberikan teguran langsung.

    “Saya sampaikan, ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’. Kemudian Saeful meminta maaf,” tutur Hasto, menirukan kembali ucapannya saat itu.

    Lebih lanjut, Hasto juga membantah adanya pembicaraan ataupun lobi-lobi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses PAW tersebut.

    “Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” ucap Hasto.

    Sebagai bentuk sanksi, Hasto menyebut Saeful Bahri tidak lagi diundang dalam kegiatan-kegiatan internal, termasuk acara yang digelar di Rumah Aspirasi setelah insiden tersebut. 

    “Setelah itu saya mengadakan acara di Rumah Aspirasi. (Saeful) tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” kata Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa. 

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membantah keras tuduhan dirinya menalangi dana suap untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Hasto menyatakan istilah “dana talangan” muncul karena kebohongan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, kepada istrinya.

    Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan terhadap buronan KPK, Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    Pernyataan Hasto menjawab pertanyaan Jaksa yang menyinggung soal percakapan antara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah yang menyebut Hasto akan menalangi dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kepentingan Harun Masiku.

    “Mengenai ada percakapan Saeful dan Donny yang mengatakan bahwa nanti saudara terdakwa lah yang akan melakukan talangan, dana talangan untuk pengurusan Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar itu benar ada?” ucap jaksa.

    “Tidak benar. Yang jelas dari pengakuan saudara Saeful dan juga dalam fakta persidangan yang lalu, itu bahwa munculnya istilah ‘dana talangan’ itu pertama kali karena Saeful berbohong sama istri,” kata Hasto.

    Hasto menegaskan tidak pernah menyetujui atau mengetahui adanya dana operasional untuk pengurusan PAW Harun Masiku. Ia juga membantah adanya komunikasi dengan Saeful, Donny, atau Harun terkait dana talangan tersebut.

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke donny atau saya ke Harun Masiku untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan karena saya nggak tahu sama sekali adanya dana operasional itu,” tutur Hasto.

    Jaksa juga mengonfirmasi pernyataan saksi Donny Tri Istiqomah yang mengaku menerima uang Rp400 juta dari staf Hasto di DPP PDIP, Kusnadi, atas perintah Hasto. Namun Hasto membantah tuduhan itu.

    “Di tanggal 16 Desember 2019 itu di DPP, Kusnadi menemui saksi Donny Tri Istiqomah. Pada saat itu Kusnadi menyerahkan dana talangan dari saudara sebesar Rp400 juta yang dibungkus dalam amplop warna coklat di dalam ransel warna hitam, dengan mengatakan, ‘mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta Harun Masiku’, bagaimana tanggapan saudara?” kata jaksa.

    “Iya betul, saya memanggil di rumah aspirasi,” ujar Hasto.

    “Apa penjelasan dari Saeful Bahri pada waktu itu?” ucap jaksa.

    “Jadi karena saya memberikan teguran keras, saudara Saeful minta maaf,” tutur Hasto.

    “Artinya saudara mengonfirmasi pemyampaian dari Harun Masiku bahwasanya ada dana operasional yang dibutuhkan untuk pengurusan di KPU?” ucap jaksa.

    “Tidak. Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi yang dilakukan oleh Saeful,” kata Hasto.

    Tegur Saeful karena Minta Dana ke Harun Masiku

    Hasto mengaku pernah menegur Saeful Bahri karena mendapat laporan bahwa yang bersangkutan meminta uang ke Harun Masiku. Namun ia menegaskan, tidak ada perbincangan terkait pengurusan PAW ke KPU.

    “Saya menerima informasi saudara Saeful Bahri meminta, saya langsung memberikan teguran kepada saudara Saeful Bahri,” tutur Hasto.

    “Kemudian dia langsung meminta maaf. Saya mengadakan acara di rumah aspirasi, Saeful tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” ucapnya melanjutkan. 

    Dakwaan Hasto 

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • 3
                    
                        Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan
                        Nasional

    3 Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan Nasional

    Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    pernah menerima pesan singkat dari eks kader PDI-P
    Harun Masiku
    .
    Pesan singkat itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang terdakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Pesan tersebut berbunyi: “Pak Sekjen, salinan putusan MA dan asli fatwah MA saya titip di Mas Kusnadi. Terima kasih banyak kepada bapak Sekjen dan ibu Ketua Umum Ibu
    Megawati
    Soekarnoputri, Ibu
    Puan
    , dan seterusnya. Kemudian, atas perhatian dan bantuannya kepada saya. Budi baiknya semua tak terlupakan sepanjang masa selama hajat dikandung badan”.
    Jaksa kemudian mengonfirmasi pesan singkat tersebut kepada Hasto.
    “Benar (isi pesan singkat itu)?” tanya Jaksa.
    “Iya betul, ini kalau ke nomor saya berarti ini betul,” jawab Hasto.
    Adapun
    Fatwa Mahkamah Agung
    (MA) yang dimaksud adalah putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019.
    Fatwa itu diajukan karena adanya perbedaan tafsir antara KPU dan PDI-P terkait Harun Masiku menjadi pengganti Riezky Aprilia melalui PAW.
    Hasto mengatakan, Fatwa MA itu belum dilaksanakan mengingat dinamika politik nasional masih tinggi.
    “Tentu saja saat itu mengingat dinamika politik nasional dan tugas saya sebagai sekretaris tim pemenangan Pilpres, itu tekanan politik sangat tinggi sehingga saya tidak menjalankan fatwa MA tersebut,” ujar dia.
    Kemudian, Jaksa mencecar Hasto bahwa Sekjen PDI-P itu masih berupaya agar Harun Masiku mendapatkan posisi di Parlemen meski Riezky Aprilia sudah dilantik menjadi Anggota DPR.
    “Nah, berdasarkan penjelasan saudara terdakwa tadi, berarti terdakwa masih mengupayakan supaya Harun Masiku bisa tetap menjadi anggota DPR RI berdasarkan
    fatwa Mahkamah Agung
    . Seperti itu?” tanya Jaksa.
    “Iya betul. Karena keputusan fatwa itu kan bulan Juli, sebelum pelantikan. Karena keputusan fatwa MA itu pada bulan Juli dan kemudian fatwa MA itu keluar sebelum pelantikan, sehingga posisi kedudukan hukumnya menurut saudara Donny (pengacara PDI-P) yang disampaikan kepada kami itu sangat kuat posisi DPP,” kata Hasto.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Sekjen PDI-P itu juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap perkara Harun Masiku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan dirinya memberikan uang talangan terkait dengan suap proses penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024. Uang itu diduga untuk meloloskan mantan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Bantahan itu disampaikan Hasto pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). Hal itu disampaikan olehnya ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta konfirmasinya atas keterangan sejumlah saksi di persidangan.

    Awalnya, salah seorang JPU bertanya apabila Hasto menalangi pemberian uang suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp1,5 miliar untuk meloloskan Harun ke Senayan. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. 

    “Mengenai percakapan Saeful dan Donny soal saudara terdakwa lah yang melakukan uang talangan untuk pengurusan HM [Harun Masiku] sebesar Rp1,5 miliar itu benar?,” tanya JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Namun, Hasto pun membantah. Dia menyebut kesaksian Saeful, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus suap Harun Masiku, adalah saat dia berbohong kepada istrinya ketika pulang terlambat dan membawa nama Hasto. 

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan. Saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu,” jawabnya. 

    Setelah itu, JPU kembali meminta konfirmasi Hasto soal penyerahan dana sebesar Rp400 juta darinya di kantor DPP PDIP, melalui perantara Staf PDIP, Kusnadi. Jaksa menyebut keterangan itu berasal dari Donny, kader PDIP sekaligus advokat, yang diduga merupakan kepercayaan Hasto. 

    “Ini keterangan Donny ya Pak. Diiyakan oleh Saeful Bahri,” ujar JPU kepada Hasto. 

    Meski demikian, Hasto tetap membantah. Dia menegaskan bahwa dana itu bukan berasal darinya. Dia membantah pemberian uang Rp400 juta ke Saeful melalui Kusnadi di kantor DPP PDIP. 

    “Tidak ada. [Saya] keberatan,” kata Hasto saat merespons pertanyaan JPU. 

    Sebelumnya, penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi, Arif Budi Raharjo menyebut di persidangan bahwa sebagian dari sumber dana untuk menalangi suap kepada Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Nilainya sekitar Rp400 juta. 

    “Pada saat penulisan di notulen kami sampaikan bahwa ini saudara terdakwa harus masuk karena ada sebagian sumber dana yang pada saat itu ditalangi sekitar Rp400 juta. Itu harus dipertanggungjawabkan,” terang Arif di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto bantah talangi uang suap PAW Harun Masiku Rp1,5 miliar

    Hasto bantah talangi uang suap PAW Harun Masiku Rp1,5 miliar

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful, dari saya ke Donny, atau dari saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya atas dana talangan yang saya nggak tahu sama sekali dana operasional itu,”

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah telah menalangi uang suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif untuk tersangka Harun Masiku senilai Rp1,5 miliar.

    Dirinya mengklaim bahwa hal tersebut hanya merupakan akal-akalan advokat Donny Tri Istiqomah dan mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, yang mencatut namanya.

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful, dari saya ke Donny, atau dari saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya atas dana talangan yang saya nggak tahu sama sekali dana operasional itu,” ujar Hasto dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

    Adapun keterangan penalangan dana suap tersebut sebelumnya terungkap dalam rekaman pembicaraan antara Saeful dan Donny pada 13 Desember 2019, yang diputar pada sidang pemeriksaan saksi Donny di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4).

    Menurut Hasto, istilah dana talangan tersebut pertama kali mencuat saat Saeful berbohong kepada istrinya.

    Kala itu, Saeful disebutkan pulang terlambat ke rumah, sehingga membawa-bawa nama Hasto serta adanya dana talangan dari Sekjen PDIP tersebut, saat menjelaskan alasan kepada istrinya.

    Begitu pula dengan Dony, dia mengungkapkan keterangan Donny di persidangan mengenai adanya dana talangan dari dirinya untuk diserahkan sebesar Rp400 juta kepada Saeful dan Rp600 juta kepada Harun juga tidak benar.

    “Itu bukan dana dari saya,” ucap dia.

    Hasto diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan suap.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.

    Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa hari ini, Kamis (26/6/2025). Hasto akan menjawab langsung pertanyaan baik dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Majelis Hakim. 

    Untuk diketahui, sidang pemeriksaan terdakwa pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku itu dilakukan setelah rentetan sidang pemeriksaan saksi hingga ahli. 

    Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto mempersilakan tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih dulu bertanya kepada Hasto. Dia lalu mengingatkan terdakwa agar memberikan keterangan sebenarnya. 

    “Kami ingatkan kepada terdakwa agar memberi keterangan yang benar, apa adanya, karena kejujuran saudara nanti membantu diri saudara sendiri, ya?,” kata Rios di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Atas perintah Hakim Ketua itu, Hasto pun menjawab bakal memberikan keterangan dengan sebenarnya.  “Baik, Yang Mulia,” ucap Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    Hasto Kristiyanto Cerita Awal Kenal Harun Masiku, Sempat Memberikan Arahan soal Pendaftaran Caleg

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa dirinya pertama kali bertemu dengan Harun Masiku saat proses penjaringan calon legislatif (caleg) pada 2019 lalu. Pengakuan itu disampaikan Hasto saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 26 Juni 2025.

    Menurut Hasto, pertemuan pertama terjadi ketika Harun datang ke kantor DPP PDI Perjuangan sambil membawa biodata diri dan menyatakan minat untuk maju sebagai caleg. Karena proses penjaringan bersifat terbuka, Hasto menyarankan Harun untuk mengisi formulir di sekretariat partai.

    “Pertemuan pertama saya dengan saudara Harun Masiku terjadi ketika ia datang membawa biodata untuk mendaftar sebagai caleg. Saya arahkan untuk mengisi formulir di sekretariat,” ujar Hasto di hadapan majelis hakim.

    Hasto juga menambahkan bahwa saat itu Harun belum berstatus sebagai kader, meski telah menunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA) PDI Perjuangan.

    “Dia menunjukkan KTA, tapi bukan kader partai,” tegasnya.

    Setelah pertemuan dalam proses pendaftaran Caleg, Hasto kemudian kembali bertemu dengan Harun Masiku dalam sebuah acara di rumah aspirasi.

    “Saudara Harun Nasiku ketemu saya di Rumah Aspirasi ketika mengundang saya sekitar bulan November untuk menghadiri acara potong kerbau, suatu upacara adat yang sangat besar dan juga mengundang saya untuk hadir di Natalan, tapi saya tidak menghadiri kedua undangan tersebut,” ucapnya.

    Dalam perkara ini, Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka. Ia diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, dan seorang penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menenggelamkan ponsel milik Harun ke dalam air, sesaat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    Tidak hanya satu, ponsel milik Hasto sendiri juga disebut ikut dirusak untuk menghindari penyitaan oleh penyidik KPK.

    Selain perintangan penyidikan, Hasto turut didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada Wahyu Setiawan. Bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan narapidana Saeful Bahri, dan Harun Masiku, ia diduga menyerahkan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu.

    Uang tersebut diberikan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, untuk digantikan oleh Harun.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 dan Pasal 55 KUHP.

    Sidang perkara ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.***

  • Hasto Kristiyanto Bantah Punya Hubungan Dekat dengan Harun Masiku, Hanya Dua Kali Bertemu

    Hasto Kristiyanto Bantah Punya Hubungan Dekat dengan Harun Masiku, Hanya Dua Kali Bertemu

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, menegaskan tidak memiliki hubungan dekat dengan mantan caleg (PDIP), Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

    Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya tidak punya kedekatan dengan Harun Masiku,” kata Hasto di hadapan majelis hakim.

    Hasto mengungkapkan, ia hanya dua kali bertemu langsung dengan Harun Masiku. Pertemuan pertama terjadi di kantor DPP PDIP saat Harun memperkenalkan diri, sedangkan pertemuan kedua terjadi di Rumah Aspirasi PDIP.

    Menurut Hasto, dalam pertemuan kedua itu Harun datang untuk mengundangnya menghadiri upacara adat pemotongan kerbau serta perayaan Natal. Namun, Hasto menegaskan tidak menghadiri kedua acara tersebut.

    “Harun Nasiku ketemu saya di rumah aspirasi ketika mengundang saya sekitar bulan November untuk menghadiri acara potong kerbau, suatu upacara adat yang sangat besar dan juga mengundang saya untuk hadir di natalan tapi saya tidak menghadiri kedua undangan tersebut,” ucap Hasto.

    Hasto juga mengaku tidak ada komunikasi intens antara dirinya dan Harun dalam proses pencalonan legislatif, khususnya penetapan daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I. Menurutnya, keputusan penempatan dapil ditentukan secara kolektif melalui rapat pleno partai yang bersifat demokratis.

    “Keputusan melalui suatu proses demokratis dengan cara menanyakan kepada setiap calon anggota legislatif terhadap usulan daerah pemilihannya,” tutur Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    GELORA.CO  – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyebut tak masuk akal terjadinya perintangan pada suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah. 

    Adapun hal itu disampaikan Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, Jumat (20/6/2025) malam.

    Mulanya kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menanyakan mengenai perintangan di tahap penyidikan dengan mencontohkan beberapa kasus.

    “Kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 3315 Pidsus 2018 Frederich Yinadi, terpidana terbukti menghalangi penyidikan terhadap tersangka korupsi Setyo Navanto, ini artinya dalam proses tingkat penyidikan,” kata Ronny di persidangan.

    Menjawab hal itu, Ali menyebut dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengatur upaya perintangan di tingkat penyidikan. Sehingga, tak masuk akal bila terjadi di tahap penyelidikan. 

    “Jadi itu yang saya katakan bahwa kalau ada orang dikenakan Pasal 21 (Undang-Undang Tipikor), sementara perkara pokoknya jalan bahkan sampai ada putusan yang incraht itu tidak make sense,” ujar Ali.

    Menurutnya, bila terjadi perintangan pada penanganan perkara, maka, proses hukumnya tidak akan berjalan hingga diputus oleh majelis hakim. 

    “Berarti apa? berarti tidak ada penyidikan yang tercegah, tidak ada penyidikan yang tergagalkan,” imbuhnya.

    Selain itu, ia juga menyebut dalam Undang-Undang tersebut telah jabarkan batasan secara gamblang dan tegas. Sehingga tak bisa ditafsirkan penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor jika terjadinya perintangan di tahap penyelidikan. 

    “Kemudian di dalam Undang-Undang dijelaskan secara jelas misalnya ini penyidikan ya itu tidak bisa ditafsirkan lain selain penyidikan bukan kemudian penyelidikan,” ungkapnya. 

    “Mencegahnya perbuatannya di penyelidikan, kenapa? untuk mencegah agar tidak terjadi penyidikan, enggak kaya gitu,” imbuhnya.

    Terlebih, dalam proses penyelidikan belum masuk tahap Pro Justicia. Di mana, aparat penegak hukum masih mencari ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.

    “Kenapa? karena di penyelidikan belum ada pro Justicia, alat bukti belum ada di situ,” tandasnya.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Di mana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.