Tag: Riezky Aprilia

  • Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman bakal hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Arief dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Jaksa KPK, M Takdir Suhan mengatakan selain Arief, pihaknya juga menghadirkan mantan komisioner KPU yang juga terpidana dalam kasus ini yaitu Wahyu Setiawan serta eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

    “(Saksi yang hadir) Arief Budiman mantan Ketua KPU, Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan,” kata Takdir saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Takdir menjelaskan ketiga saksi itu telah menyatakan diri bakal hadir dalam sidang tersebut.

    “Sudah konfirmasi hadir mereka,” katanya.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    GELORA.CO – Tiga saksi akan dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Hal itu disampaikan Anggota Tim JPU KPK, Moch Takdir Suhan kepada RMOL pada Kamis pagi, 17 April 2025. 

    “Arief Budiman (mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina, Wahyu Setiawan,” beber Takdir.

    Ketiganya sudah konfirmasi bakal hadir di sidang yang akan digelar sekitar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Dalam surat dakwaan, Hasto didakwa melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020.

    Perintangan penyidikan itu dilakukan Hasto dengan cara memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan KPK kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022.

    Selain itu, Hasto juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK pada saat pemeriksaan sebagai saksi pada 10 Juni 2024. Perbuatan Hasto itu mengakibatkan penyidikan atas nama tersangka Harun Masiku terhambat.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan dakwaan Kesatu Pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

    Hasto juga didakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022 mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Atas perkara suap itu, Hasto didakwa dengan dakwaan Kedua Pertama Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP atau dakwaan Kedua-Kedua Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

  • Febri Diansyah Akui Tak Pernah Tangani Kasus Harun Masiku Saat Bekerja di KPK

    Febri Diansyah Akui Tak Pernah Tangani Kasus Harun Masiku Saat Bekerja di KPK

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Juru Bicara KPK yang kini menjadi advokat, Febri Diansyah hadir memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk tersangka Harun Masiku (HM) dan Donny Tri Istiqomah, Senin, 14 April 2025. Pemeriksaan berfokus pada bagaimana proses bergabung dengan tim penasihat hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    “Tadi pertanyaan-pertanyaannya terkait dengan sejak kapan saya masuk di tim penasihat hukum dan bagaimana prosesnya,” kata Febri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 14 April 2025.

    Menurut Febri, selama proses pemeriksaan, penyidik tidak menanyakan hal-hal mengenai Harun Masiku yang kini masih buron. Ia menyebut bersama penyidik lebih banyak membahas tentang pelaksanaan tugas sebagai advokat. 

    “Jadi tentu saya menjelaskan beberapa aspek misalnya tugas advokat itu bukan berarti membela secara membabi buta, membenarkan yang salah atau sejenisnya tapi tugas advokat disini adalah untuk membela hak dari klien, apakah dia tersangka ataupun terdakwa secara profesional menurut hukum,” tutur Febri. 

    Kepada penyidik, Febri mengatakan telah melakukan self-assessment sebelum bergabung dalam tim hukum Hasto. Ia menyampaikan lima pertimbangan utama untuk memastikan tidak terjadi konflik kepentingan. 

    Tak Pernah Tangani Perkara Harun Masiku 

    Pertama, ia menegaskan tidak pernah menangani perkara Harun Masiku selama berada di KPK, baik dalam tahapan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Yang kedua, pada saat OTT terjadi pada tanggal 8 atau 9 Januari 2020, ia mengaku bukan lagi menjadi juru bicara KPK. 

    “Bahkan itu hari pertama saya masuk kantor setelah pimpinan KPK baru pada saat itu mulai bertugas. Karena beberapa hari sebelumnya saya tidak masuk kantor karena sakit,“ tutur Febri. 

    “Jadi pada saat OTT itu saya bukan lagi juru bicara. Sehingga sejumlah akses, sejumlah informasi yang biasanya didapatkan oleh juru bicara kemudian tentu sudah terputus pada saat itu,” ucapnya melanjutkan.

    Ketiga, pada saat OTT berlangsung, statusnya sebagai advokat juga sedang nonaktif. Febri menjelaskan, sebelum masuk ke KPK ia telah disumpah sebagai advokat, setelah bekerja di lembaga antirasuah barulah status advokatnya nonaktif. 

    Keempat, ia tidak mengakses informasi rahasia tentang perkara ini setelah hengkang dari lembaga antirasuah. Informasi yang diketahuinya semata bersifat publik untuk keperluan konferensi pers saat itu.

    “Jadi yang saya ketahui adalah informasi-informasi yang bersifat umum, yang bersifat pokok, yang semuanya sudah terpublikasi,” ucap Febri. 

    Terakhir, Febri menyebut tidak ada aturan internal di KPK mengenai masa jeda yang melarang eks pegawai menangani perkara yang pernah ditangani instansi. Meski demikian, ia membandingkan dengan aturan lain seperti di Permenpan RB yang menyebut ada masa tunggu dua tahun hingga 18 bulan. Dalam kasus ini, ia baru mulai mendampingi Hasto pada Maret 2025, atau lebih dari empat tahun sejak keluar dari KPK pada Oktober 2020. 

    “Saya memutuskan untuk mendampingi Pak Hasto, tentu saja bukan membernarkan kalau memang ada yang salah tapi menguji semua fakta yang ada di berkas perkara di forum persidangan yang terbuka untuk umum,” ujar Febri. 

    Dakwaan Hasto di Kasus Harun Masiku 

    Hasto Kristiyanto yang dalam kasus ini telah ditetapkan sebagai tersangka sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Febri Diansyah Akui Tak Pernah Tangani Kasus Harun Masiku Saat Bekerja di KPK

    Harun Masiku Masih Buron, KPK Panggil Febri Diansyah Soal Dugaan Suap PAW DPR

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, pada Senin (14/4/2025). Saat ini, Febri menjadi bagian dari tim kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan tersangka Harun Masiku.

    “Hari ini Senin (14/4), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan suap pengurusan anggota DPR RI 2019–2024 di KPU, dengan tersangka HM. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika.

    Buronan KPK, Harun Masiku.

    Hingga kini, Harun Masiku masih berstatus buron. Febri tiba di kantor KPK sekitar pukul 9.45 WIB. Ia mengatakan bahwa pemeriksaan kali ini merupakan penjadwalan ulang dari sebelumnya.

    “Saya hadir ke sini tentu sebagai bentuk penghormatan, menghargai kelembagaan KPK, dan saya datang sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata Febri.

    Ia menambahkan, surat panggilan diterimanya pekan lalu. Dalam surat tersebut tertulis bahwa ia dipanggil sebagai advokat dan diminta menjadi saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah.

    “Sekarang saya datang untuk memenuhi panggilan tersebut sebagai sikap menghargai dan menghormati lembaga KPK,” ujarnya.

    Dakwaan Hasto Kristiyanto

    Hasto Kristiyanto sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Hasto menyuap anggota KPU periode 2017–2022, Wahyu Setiawan, sebesar Rp600 juta. Tujuannya agar proses PAW Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 bisa disetujui.

    Menurut dakwaan, Hasto memberikan suap bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku dalam rentang waktu Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

    Jaksa juga menyebut Hasto merintangi proses penyidikan terhadap Harun Masiku. Ia memerintahkan Harun untuk merendam ponsel miliknya ke dalam air setelah mengetahui Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    Jaksa mengungkapkan bahwa setelah mendapat kabar OTT, Hasto menyampaikan perintah melalui seseorang bernama Nurhasan agar Harun merendam ponselnya dan tetap berada di Kantor DPP PDI Perjuangan agar tidak terlacak oleh KPK.

    Setelah itu, Harun Masiku bertemu Nurhasan di salah satu hotel di Jakarta Pusat. Ponsel milik Harun pun dimatikan dan tidak bisa dilacak.

    Jaksa juga membeberkan tindakan Hasto lainnya saat dipanggil sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Empat hari sebelumnya, Hasto memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya sebagai langkah antisipasi dari penyidik KPK.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Penyidik akhirnya menyita ponsel milik Hasto dan Kusnadi. Namun, ponsel yang diduga menyimpan informasi penting terkait Harun Masiku tidak ditemukan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hasto Kristiyanto Hormati Putusan Sela, Tetap Semangat Wujudkan Keadilan 

    Hasto Kristiyanto Hormati Putusan Sela, Tetap Semangat Wujudkan Keadilan 

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, legowo menerima putusan sela Majelis Hakim yang menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukannya dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Ia menegaskan, putusan tersebut tidak akan menyurutkan semangatnya untuk memperjuangkan keadilan di Indonesia.

    “Keputusan hari ini tidak akan mengurangi sedikitpun suatu semangat, suatu tekad untuk mewujudkan keadilan, karena Indonesia tanpa keadilan di dalam sistem hukum yang dibangun sama saja juga tidak ada suatu penghormatan terhadap kemanusiaan,” kata Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025. 

    Hasto menyatakan menerima sepenuhnya putusan tersebut dan menilainya sebagai bagian dari proses hukum yang harus dihormati. Menurutnya, eksepsi merupakan bagian dari hak yang dimiliki oleh terdakwa.

    “Dan juga ini sangat penting sebagai bagian dari pendidikan politik kepada rakyat untuk melihat bagaimana seluruh aspek-aspek hukum yang seharusnya berkeadilan,” ucap Hasto.

    Majelis hakim menyatakan, aspek material akan diuji lebih lanjut dalam pemeriksaan pokok perkara. Menanggapi hal itu, Hasto menegaskan dirinya dan penasihat hukum siap menjalani proses persidangan selanjutnya.

    Lebih lanjut, Hasto menilai kasusnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan perkara yang dipaksakan. Namun ia tetap meyakini, pembuktian di persidangan akan mengungkap kebenaran. Menurutnya, membiarkan berbagai ketidakadilan yang terjadi sama saja membunuh masa depan.

    “Kami tetap berada pada keyakinan bahwa berbagai persoalan yang ditujukan kepada saya, ini adalah suatu persoalan yang dipaksakan, suatu proses daur ulang, tetapi pemeriksaan pokok perkara itulah yang akan membuktikan,” ucap Hasto.

    Hakim Tolak Eksepsi Hasto Kristiyanto

    Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Hasto Kristiyanto. Hal ini disampaikan majelis hakim dalam sidang putusan sela yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025. 

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim Rios Rahmanto membacakan putusan sela. 

    Atas ditolaknya eksepsi Hasto, maka majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan perkara dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas,” ujar hakim. 

    Dakwaan Hasto 

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hakim Tolak Eksepsi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sidang Lanjut ke Tahap Pembuktian

    Hakim Tolak Eksepsi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sidang Lanjut ke Tahap Pembuktian

    PIKIRAN RAKYAT – Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Hal ini disampaikan majelis hakim dalam sidang putusan sela yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim Rios Rahmanto membacakan putusan sela.

    Atas ditolaknya eksepsi Hasto, maka majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan perkara dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas,” ujar hakim.

    Dakwaan Hasto

    JPU KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hasto menyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Gembleng Jiwa dan Raga, Hasto Puasa 36 Jam tanpa Makan dan Minum

    Gembleng Jiwa dan Raga, Hasto Puasa 36 Jam tanpa Makan dan Minum

    GELORA.CO –  Politikus PDI Perjuangan Guntur Romli menyebutkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani puasa khusus selama 36 jam tanpa makan dan minum di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Puasa yang disertai olahraga teratur itu, kata dia, dilakukan Hasto sebagai bentuk ‘penggemblengan jiwa dan raga’.

    “Puasa menyebabkan berat badan Hasto turun enam kilogram,” kata Guntur dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

    Di dalam tahanan, Guntur mengatakan Hasto juga menulis surat yang mengisahkan kondisi fisik dan spiritual Sekjen PDI Perjuangan itu selama berada di tahanan KPK.

    Mengawali surat dengan ucapan selamat Idul Fitri 1446 Hijriah dan permohonan maaf lahir dan batin kepada masyarakat Indonesia, ia menuturkan Hasto menyampaikan bahwa selalu mendoakan bangsa dan negara di dalam tahanan KPK, khususnya bagi perjuangan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan bagi setiap anak bangsa agar bebas dari rasa takut untuk berbicara.

    Dalam suratnya, Hasto menilai hidupnya semakin disempurnakan dengan mengobarkan semangat juang, olah spiritual, dan olahraga. Meski di tahanan terjadi kristalisasi nilai dan semangat, Hasto mengingatkan agar jangan pernah takut berjuang bagi keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan.

    Selain itu, sambung Guntur, dalam suratnya, Hasto juga menyoroti kondisi perekonomian Indonesia yang dinilainya sebagai dampak dari penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power pemerintahan sebelumnya.

    Maka dari itu, Hasto menyerukan seluruh komponen bangsa bersatu mengatasi tantangan tersebut sembari menegaskan pentingnya supremasi hukum. Tanpa hukum yang berkeadilan, menurut Hasto, tidak ada kemakmuran. Dengan demikian, lanjut dia, membiarkan ketidakadilan sama saja dengan membunuh masa depan.

    Guntur pun menyampaikan terima kasih kepada media yang hadir dalam persidangan Hasto dan menegaskan bahwa pesan Hasto mencerminkan semangat perjuangan PDI Perjuangan

    Adapun Hasto ditahan KPK sejak Februari 2025. PDIP konsisten menyatakan bahwa penahanan Hasto mengandung muatan politis.

    Guntur berpendapat lesan Hasto dari balik tahanan KPK tidak hanya menjadi sorotan politik, tetapi juga mengingatkan publik tentang kompleksnya tantangan hukum dan ekonomi yang diwariskan dari periode kepemimpinan sebelumnya.

    “Seruan untuk memperkuat supremasi hukum dan solidaritas nasional menjadi titik tekan yang diharapkan mampu menggerakkan kesadaran kolektif bangsa,” ungkap Guntur menambahkan.

    Hasto ditahan di Rutan KPK karena menjadi terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap.

    Pada kasus itu, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.

    Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Jawaban Telak KPK Soal Dalih Kubu Hasto Kristiyanto yang Klaim Tak Ada Kerugian Negara

    Jawaban Telak KPK Soal Dalih Kubu Hasto Kristiyanto yang Klaim Tak Ada Kerugian Negara

    PIKIRAN RAKYAT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukumnya, Kamis, 27 Maret 2025. Soal adanya motif politik dan unsur balas dendam yang disebut kubu Hasto, jaksa menyebut hal tersebut tidak benar dan tidak relevan dengan alasan yang diperkenankan untuk mengajukan eksepsi.

    Jaksa menegaskan, perkara Hasto murni penegakan hukum berdasarkan pada kecukupan alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP. Menurut jaksa, KPK tidak memiliki agenda lain dan tidak ditunggangi kepentingan apa pun selain penegakan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    “Oleh karena itu dalih Penasihat Hukum dan Terdakwa tersebut diatas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak,” kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 27 Maret 2025.

    Terkait dalih Hasto yang menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjeratnya. Jaksa menegaskan, perkara Hasto memang bukan kasus yang terkait kerugian keuangan negara tetapi ia dijerat pasal suap.

    Awalnya jaksa memaparkan soal dalih Hasto yang menyebut dalam Undang-Undang (UU) KPK Nomor 19 Tahun 2019 telah membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi di antaranya adanya kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1 miliar.

    Kemudian, kubu Hasto berdalih dalam perkara yang saat ini ditangani KPK tidak ada kerugian keuangan negaranya sehingga KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dalam hal ini, jaksa menegaskan kubu Hasto telah salah memaknai ketentuan pasal tersebut.

    Dijelaskan jaksa, terdapat kata “dan/atau” setelah ketentuan pada Pasal 11 huruf a, kata sambung tersebut menunjukan bahwa poin kerugian negara paling sedikit sejumlah Rp1 miliar tidak harus terpenuhi dalam setiap perkara yang ditangani oleh KPK.

    Apalagi perkara Hasto, bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, melainkan terkait pasal suap.

    “Berdasarkan argumentasi di atas maka keberatan Terdakwa haruslah ditolak,” ujar jaksa.

    Dakwaan Hasto

    JPU KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hasto Ungkap Kesibukan di Rutan KPK, Baca Buku dan Olahraga hingga Berat Badannya Berkurang – Halaman all

    Hasto Ungkap Kesibukan di Rutan KPK, Baca Buku dan Olahraga hingga Berat Badannya Berkurang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan kesibukannya dalam menjalani masa tahanan di rumah tahanan (rutan) KPK.

    Hasto menyampaikan hal ini usai dia menghadiri sidang lanjutan kasus dugaan suap dan kasus dugaan perintangan penyidikan yang menjeratnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).

    Hasto menyebut, dia dalam kondisi sehat saat ini. 

    Meskipun bukan beragama Islam, Hasto mengaku turut berpuasa di bulan Ramadan ini.

    Kemudian, ia mengatakan, sepanjang menjalani masa tahanan, dia kerap melakukan olahraga yang teratur.

    “Alhamdulillah berat saya bisa berkurang karena olahraga yang teratur,” ungkap Hasto, kepada wartawan.

    Tak hanya itu, menurutnya, di dalam jeruji besi itu, dia memiliki kesempatan untuk berkontemplasi dengan membaca banyak buku.

    “Dan kehidupan saya menjadi sempurna di dalam penjara, karena memberikan suatu kesempatan untuk berkontemplasi dengan membaca begitu banyak buku-buku di dalam tahanan KPK,” imbuh Hasto.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

  • Hasto Anggap Dakwaan Kepadanya Dipaksakan: Banyak Aspek yang Tidak Bisa Dijawab Jaksa KPK – Halaman all

    Hasto Anggap Dakwaan Kepadanya Dipaksakan: Banyak Aspek yang Tidak Bisa Dijawab Jaksa KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai banyak aspek yang tidak bisa dijawab oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait eksepsinya.

    Hasto menyampaikan hal itu usai dia menghadiri sidang mendengarkan tanggapan jaksa terhadap eksepsi atau nota keberatannya terkait kasus dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan.

    “Banyak aspek-aspek yang tidak bisa dijawab oleh jaksa penuntut umum,” kata Hasto, kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).

    Misalnya, menurut Hasto, jaksa tidak bisa menjelaskan bahwa ketentuan obtruction of justice itu dikaitkan dengan aspek penyidikan, bukan penyelidikan.

    “Sementara proses yang terjadi itu adalah pada tahap penyelidikan,” ucap Hasto.

    Kemudian, Hasto menambahkan, soal tidak adanya kepastian hukum terkait kasus Harun Masiku yang sebelumnya sudah ada proses pengadilan yang sudah inkrah.

    Sehingga hal-hal yang didakwakan kepadanya, menurut Hasto, cenderung dipaksakan.

    “Hal tersebut tidak dijawab oleh jaksa penuntut umum, karena itulah kami percayakan kepada seluruh majelis hakim untuk dapat mengambil keputusan terbaik atas eksepsi yang kami ajukan,” tuturnya.

    Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi nota keberatan atau eksepsi Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto soal adanya motif politik di balik kasus yang menjeratnya.

    Hal ini disampaikan JPU dalam sidang lanjutan terdakwa Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Kamis (27/3/2025).

    Jaksa menyebut, pihak Hasto sempat menyinggung tentang motif di luar hukum, yakni dalam eksepsi terdakwa halaman 2 sampai dengan 5, dan eksepsi penasihat hukum terdakwa halaman 13 sampai dengan 40.

    “Penasihat hukum dan terdakwa berdalih bahwa dalam penanganan perkara yang dihadapi oleh terdakwa karena adanya motif politik dan unsur balas dendam sehingga untuk membungkamnya digunakan instrumen hukum,” kata jaksa, membacakan tanggapannya.

    Terkait dengan alasan keberatan tersebut, jaksa menilai, dalih yang disampaikan pihal Hasto tidak benar dan tidak relevan.

    Jaksa menyebut, soal narasi adanya motif politik dalam kasus yang menjerat Hasto merupakan pendapat Sekjen PDI Perjuangan itu sendiri bersama penasihat hukumnya.

    “Apa yang disampaikan terdakwa dan penasihat hukum dalam persidangan tahun 21 Maret 2025 merupakan pendapat penasihat hukum dan terdakwa sendiri, yang berkesimpulan atas kasus yang menimpa terdakwa lebih banyak aspek politik dengan menggunakan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah pada terjadinya kriminalisasi hukum, sebagai akibat tindakan kritis terdakwa dengan mencari-cari kesalahan pada diri terdakwa,” jelas jaksa.

    Oleh karena itu, jaksa menegaskan, kasus yang menjerat Hasto ini adalah murni penegakan hukum.

    Dalam hal memastikan bahwa kasus ini murni penegakan hukum, jaksa mengklaim, alat bukti yang ada sudah cukup dan tidak ada pihak manapun yang menunggani penegakan hukum yang dilakukan jaksa KPK.

    “Ingin menegaskan bahwa perkara terdakwa ini adalah murni penegakan hukum, dengan berdasarkan pada kecukupan alat bukti yang sebagaimana ketentuan pasal 183 KUHAP. Tidak ada agenda apapun atau ditunggangi siapapun, karena semua adalah penegakan hukum semata berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ucap jaksa.

    “Oleh karena itu, dalih penasihat hukum dan terdakwa tersebut diatas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak,” tambahnya.

    Sebelumnya, Sekertaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah lakukan daur ulang kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang saat ini turut menjeratnya.

    Hasto berpandangan kasusnya didaur ulang sebab kasus tersebut telah bergulir di persidangan dan sudah berkekuatan hukum tetap.

    Adapun hal ini disampaikan Hasto saat membacakan nota keberatannya atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang kasus suap dan perintangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    “Ketiga, hal yang ingin saya sampaikan adalah terjadinya proses “DAUR ULANG” terhadap persoalan yang sudah disidangkan dan memiliki kekuatan hukum tetap,” ucap Hasto.

    Terkait hal ini padahal kata Hasto kasus suap yang sebelumnya menjerat mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu sejatinya telah incracht atau memiliki kekuatan hukum tetap.

    Namun KPK menurut dia justru mendaur ulang kasus tersebut tanpa adanya peristiwa hukum lain salah satunya menangkap Harun Masiku yang saat ini masih berstatus buron.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.