Tag: Retno Lestari Priansari Marsudi

  • Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Den Haag

    Komnas HAM mendorong Indonesia untuk melakukan intervensi di Mahkamah Internasional (ICJ) dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan. Namun, Indonesia bukanlah negara peratifikasi Konvensi Genosida. Lantas tindakan konkret apa yang bisa dilakukan Indonesia?

    Mahkamah Internasional (ICJ) dijadwalkan menggelar sidang perdana gugatan yang dilayangkan oleh Afrika Selatan terhadap Israel yang dituding melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza pada 11 dan 12 Januari.

    Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan: “Indonesia secara konsisten berdiri tegak bersama bangsa Palestina memperjuangkan hak-haknya serta melawan kekejaman dan penjajahan Israel” dalam pernyataan pers tahunannya untuk 2024.

    Komnas HAM mendorong pemerintah Indonesia “untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ.”

    Akan tetapi, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI mengatakan Indonesia “secara hukum tidak bisa menggugat” karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia bukanlah Negara Pihak negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Lantas bagaimana Indonesia berperan nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia seperti apa yang terjadi di Gaza saat ini?

    Berikut ini adalah sejumlah hal yang perlu Anda ketahui tentang sidang gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional yang digelar pekan ini.

    Sejumlah warga Palestina berduka atas meninggalnya orang terdekat mereka yang meninggal akibat serangan Israel pada 10 Januari 2024 (Getty Images)

    Apa itu Konvensi Genosida?

    Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida disahkan PBB pada 9 Desember 1948.

    Ahli hukum Rafael Lemkin, yang berkebangsaan Polandia-Yahudi, merancang isi Konvensi dan dia juga yang menemukan kata “genosida”.

    Genosida sendiri adalah tindakan yang bertujuan menghancurkan suatu bangsa, kelompok etnis, ras, atau komunitas penganut agama secara keseluruhan atau sebagian.

    Genosida adalah salah satu kejahatan internasional yang paling sulit dibuktikan.

    Konvensi Genosida PBB secara efektif dilaksanakan pada 12 Januari 1951. Per April 2022, ada 153 negara yang menjadi negara pihak. Negara pihak adalah negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Apa upaya hukum Afrika Selatan terhadap Israel?

    Gugatan Afrika Selatan diajukan melalui ICJ di Den Haag, Belanda, pada 29 Desember tahun lalu dan Mahkamah dijadwalkan menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari minggu ini.

    Afrika Selatan menyusun berkas gugatan setebal 84 halaman yang menyebut aksi-aksi Israel “merupakan sebuah genosida karena mereka berniat menghancurkan” orang-orang Palestina di Gaza “secara substansial”.

    Afrika Selatan mengatakan aksi-aksi genosida ini meliputi pembunuhan, penganiayaan yang berdampak serius terhadap kejiwaan dan fisik, dan secara sengaja membuat kondisi-kondisi yang “menghancurkan [orang-orang Palestina] secara komunitas”.

    Gugatan Afrika Selatan menyebut pernyataan demi pernyataan yang dikeluarkan para pejabat Israel menyiratkan niat genosida.

    Mahkamah Internasional (ICJ) berlokasi di Den Haag, Belanda (Reuters)

    Menurut Juliette McIntyre, seorang dosen hukum dari Universitas South Australia, gugatan terhadap Israel “sangatlah komprehensif” dan “disusun dengan cermat”.

    “Susunan berkas ini merespon semua argumen yang mungkin disebutkan Israel dan juga mengantisipasi klaim-klaim bahwa mahkamah tidak memiliki kewenangan,” ujar McIntyre kepada BBC.

    Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, menyoroti kesamaan pandangan antara Afrika Selatan dan Indonesia dalam konteks dukungan terhadap Palestina.

    “Tampaknya terdapat pembagian tanggung jawab di Mahkamah Internasional bagi Indonesia dan Afrika Selatan, yakni dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan dan Dasasila Bandung,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Bagaimana posisi Indonesia dalam Konvensi Genosida?

    Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam siaran pers pada Selasa (09/01) mengatakan Komnas HAM Palestina mengimbau mereka untuk mendukung upaya hukum Afrika Selatan di Mahkamah Internasional.

    “[Komnas HAM RI] mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza Palestina,” tutur Atnike dalam pernyataan tertulisnya.

    Menanggapi rilis Komnas HAM tersebut, Kementerian Luar Negeri mengatakan Indonesia “secara moral dan politis” mendukung sepenuhnya upaya hukum Afrika Selatan atas dugaan genosida Israel di Gaza.

    “Namun secara hukum Indonesia tidak bisa ikut menggugat karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida dimana Indonesia bukan Negara Pihak,” ujar juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan teks yang diterima BBC Indonesia.

    Baca juga:

    “Di sisi lain […]Majelis Umum PBB telah meminta saran dan pendapat Mahkamah Internasional mengenai “status dan konsekuensi hukum” pendudukan Israel terhadap Palestina,” terangnya.

    Dalam kaitan ini, kata Iqbal, pada 19 Februari 2024 mendatang Menlu Retno Marsudi dijadwalkan hadir untuk menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional guna mendorong Mahkamah memberikan pendapat lisan seperti yang diminta oleh Majelis Umum PBB.

    Indonesia adalah satu dari beberapa anggota PBB yang tidak menjadi Negara Pihak dalam Konvensi Genosida.

    Dosen senior untuk Kajian Indonesia dari Universitas Queensland, Annie Pohlman, mengatakan dalam makalahnya bahwa Indonesia sepertinya tidak akan meratifikasi Konvensi Genosida juga instrumen HAM kuat lainnya seperti Statuta Roma dalam waktu dekat mengingat sejarah panjang dan kelamnya seperti pelanggaran HAM 1995-1996.

    “Retorika ritualisme hak asasi manusia Indonesia hanya akan bisa menjadi janji-janji kosong,” tulis Pohlman dalam esai bertajuk Indonesia and the UN Genocide Convention: The Empty Promises of Human Rights Ritualism (Indonesia dan Konvensi Genosida PBB: Janji-Janji Kosong Ritualisme Hak Asasi Manusia).

    BBC Indonesia telah memperoleh izin dari Pohlman untuk mengutip makalahnya.

    Secara terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti komitmen pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia (HAM) yang menurutnya “setengah hati”.

    “Dalam kebijakan luar negeri dan sikap RI dalam forum regional maupun multilateral yang membahas krisis hak asasi manusia di sejumlah wilayah maupun dalam kaitan dengan ratifikasi perjanjian internasional […] seperti Suriah dan Palestina, baru sebatas pernyataan moral. Belum ada langkah konkret,” ujar Usman kepada BBC Indonesia.

    Menurut pegiat HAM itu, Indonesia baru sebatas komitmen normatif dan masih bersikap setengah hati di tingkat ratifikasi perjanjian internasional sehingga pelaksanaannya di lapangan menjadi tidak efektif.

    “Bahkan ada sejumlah perjanjian penting yang relevan dengan situasi krisis di Palestina, Ukraina, hingga Myanmar tapi hingga kini tidak kunjung diratifikasi. Contohnya Konvensi Genosida, Konvensi Pengungsi dan Statuta Roma.”

    Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menyanggah tuduhan bahwa negaranya melakukan genosida di ICJ dalam sidang pada Desember 2019 silam (Reuters)

    “Bahkan agenda ratifikasi Statuta Roma kini dihapus dari RANHAM [Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia],” ujar Usman.

    Implikasinya, kata Usman, adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Menanggapi pertanyaan mengenai kenapa Indonesia masih belum meratifikasi perjanjian relevan untuk krisis HAM seperti Konvensi Genosida PBB, Usman menjawab: “Indonesia memiliki sejarah kekerasan politik yang panjang”.

    “Termasuk yang dapat digolongkan ke dalam jenis kejahatan paling serius seperti kejahatan kemanusiaan dan genosida,” ujar Usman.

    Sementara menurut Teuku Rezasyah, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Genosida “karena belum adanya kepaduan sikap diantara pemerintah, parlemen, dan masyarakat umum”.

    Apa Indonesia bisa berperan lebih banyak terkait Palestina?

    Menurut Kishino Bawono, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dengan fokus kajian Timur Tengah, posisi Indonesia di peta perpolitikan dunia belum bisa dikatakan middle power (kekuatan menengah) apalagi major power (kekuatan besar).

    Hal ini membuat pengaruh Indonesia di mata internasional tidak akan terlalu signifikan dalam konteks menyuarakan isu kemanusiaan di Palestina.

    “Tidak heran jika memang kita hanya sibuk dengan pernyataan-pernyataan saja dan pertemuan-pertemuan yang juga menghasilkan pernyataan-pernyataan serta resolusi tanpa realisasi signifikan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Kishino menambahkan bahwa Indonesia “masih dibebani isu-isu kemanusiaan” di negeri seperti ini.

    Akademisi ini menggarisbawahi kasus kekerasan kepada pengungsi Rohingya di Aceh yang sempat viral pada bulan Desember 2023.

    Baca juga:

    Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Indonesia tentang Palestina pun, menurut Kihsino, “juga akan terasa munafik dengan sempat merebaknya sentimen anti pengungsi Rohingnya di Indonesia beberapa waktu terakhir ini.”

    “Di satu sisi menyuarakan seruan membela Palestina, tapi kemudian melakukan tindak kekerasan kepada pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia,” ujarnya.

    Lalu, tanpa meratifikasi Konvensi Genosida, apakah Indonesia berperan lebih dalam mendukung Palestina?

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan implikasi dari tidak diratifikasinya Konvensi Genosida dan Statuta Roma adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Hampir satu juta orang etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada 2017 dan sebagian dari mereka menuju Indonesia (Reuters)

    Kendati demikian, Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, memiliki pendapat lain.

    “Konvensi Genosida yang ada hingga saat ini, cenderung memojokkan negara berkembang saja. Tidak mampu menyebut genosida di masa lalu, yang telah dilakukan oleh negara-negara berkebudayaan Eropa, atas wilayah jajahan mereka di Asia, Afrika, dan Latin Amerika,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Menurut dia, Indonesia masih bisa melakukan langkah-langkah konkret lainnya seperti mendukung saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memboikot produk yang berhubungan dengan Israel di dalam negeri dan juga menggalang solidaritas Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB) di seluruh dunia dalam mendukung Palestina.

    Seberapa efektif Mahkamah Internasional dalam menyidangkan kasus?

    Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, mengatakan lembaga peradilan internasional kerap tidak efektif dalam menegakkan putusan yang telah dibuat karena “tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan”.

    “Dalam masyarakat internasional, yang berlaku adalah hukum rimba yaitu siapa yang kuat dia yang menang. Might is Right,” ujarnya.

    Walaupun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Genosida, Hikmahanto mengatakan Indonesia tetap bisa memanfaatkan resolusi Majelis Umum PBB yang meminta advisory opinion (saran dan pendapat) dari Mahkamah Internasional (ICJ).

    Juru bicara Kemenlu Indonesia Lalu Muhammad Iqbal sebelumnya mengatakan Menlu Retno Marsudi telah dijadwalkan menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional terkait hal ini.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengungsi Rohingya Tembus 1.600, Kenapa Nelayan Aceh Menolong Mereka?

    Pengungsi Rohingya Tembus 1.600, Kenapa Nelayan Aceh Menolong Mereka?

    Jakarta

    Sebanyak 45 orang Rohingya yang seluruhnya pria ditemukan terdampar di Pantai Kuala Idi Cut, Aceh Timur, Kamis (14/12).

    Menurut wartawan Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, puluhan pengungsi ini sudah dipindahkan ke Gedung Sport Center.

    Berdasarkan laporan UNHCR, ini merupakan gelombang kedatangan Rohingya ke-10 dalam satu bulan terakhir. UNHCR mencatat total pengungsi yang berada di Aceh sejauh ini mencapai 1.608 jiwa, termasuk 140 orang yang bertahan dalam satu tahun terakhir.

    Gelombang kedatangan orang Rohingya ke Aceh diwarnai sentimen negatif warganet Indonesia. Bahkan, narasi kebencian dan hoaks soal Rohingya marak beredar di media sosial.

    Sejumlah anak pengungsi Rohingya menikmati buah semangka bantuan dari warga Banda Aceh, setelah mereka lima kali berpindah-pindah tempat karena penolakan dari masyarakat lokal dan kini berada di penampungan sementara di Balai Meuseuraya Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Senin (11/12/2023). (ANTARA FOTO)

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Di tengah polemik ini, seorang anggota DPR mewacanakan agar penyelamatan pengungsi yang masuk wilayah Indonesia harus didahului pemeriksaan status mereka.

    Peneliti yang fokus pada Rohingya dari BRIN mengkritik wacana tersebut, karena bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, sekaligus bertolak belakang pada aturan yang sudah dibuat Presiden Joko Widodo.

    Sementara itu, seorang nelayan di Aceh mengatakan, “Kalau ada musibah [di laut], wajib kita tolong. Kalau tidak menolong, ada sanksi adat.”

    Kalau tidak menolong, ada sanksi adat

    Seorang nelayan di Aceh, Rahmi Fajri, mengatakan hukum adat laut yang disepakati bersama dengan pimpinan adat yang disebut “Panglima Laot”, mengikat para nelayan untuk menolong siapapun yang kesusahan di laut.

    “Di darat kita bermusuhan, tapi ketika di laut kita jadi saudara. Kalau ada musibah, wajib kita tolong. Kalau tidak menolong, ada sanksi adat,” kata Rahmi.

    Menurut Rahmi, aturan tersebut sudah turun temurun berlaku dari nenek moyang yang menjadi “kekhususan adat Aceh” dan tidak goyah walau sejumlah kalangan menyuarakan penolakan pengungsi Rohingya.

    Rahmi Fajri, nelayan di Aceh sedang membenahi peralatan tangkap ikannya. (Hidayatullah)

    “Jika di laut akan kita tolong. Tapi ketika dibawa ke darat, itu urusannya pengawasan dan pemerintah. Jadi di luar tanggung jawab nelayan,” tambahnya.

    Panglima Laot Aceh, Miftah Tjut Adek, juga mempertegas hal itu: “Bagi kami, Rohingya itu bukan kewenangan hukum adat laot untuk menerima mereka”.

    “Kami hanya menerapkan hukum sosial untuk membantu mereka di laut apabila mereka butuh. Tanpa menarik/mengangkut ke darat. Membantu orang yang butuh pertolongan adalah kewajiban kita semua,” kata Miftah.

    Apa itu Hukum Adat Laut Aceh?

    Berdasarkan keterangan Miftah, Lembaga Hukum Adat Laot adalah lembaga adat nelayan yang dipimpin seorang yang dipilih secara adat yaitu Panglima Laot. Panglima Laot ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai, 16 abad yang lalu.

    Secara historis, panglima laot bertugas sebagai perpanjangan tangan raja untuk menjaga laut sebagai lalu lintas perdagangan termasuk memungut pajak, melayani dan menjaga keamanan para pedagang dari luar kerajaan, termasuk pelindung untuk nelayan.

    Seiring perkembangan zaman, lembaga ini mengambil peran menjaga keamanan di laut, agar nelayan tidak berkonflik dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan.

    Kemudian, menjaga hukum adat dan adat istiadat yang tumbuh berkembang dalam kehidupan masyarakat nelayan termasuk adat sosial di dalamnya, serta menjaga kelestarian lingkungan pesisir pantai dan laut.

    ANTARAFOTOWarga melihat kapal kayu yang ditumpangi imigran Rohingya hingga terdampar di pesisir pantai Lamreh, Aceh Besar, Aceh, Minggu (10/12/2023).

    “Hukum adat bukan qanun atau undang undang yang perlu disahkan oleh DPR Kabupaten/DPR Aceh/pemerintah,” kata Miftah.

    Sebelum ramai kehadiran Rohingya, banyak nelayan Aceh membantu orang-orang di laut baik hidup maupun sudah meninggal. “Tanpa melihat agama, ras dan etnis,” tegas Miftah.

    Dalam wawancara BBC News Indonesia beberapa tahun lalu, Panglima Laot Aceh tetap akan menolong pengungsi Rohingya, meskipun terdapat larangan pihak TNI.

    Kearifan lokal yang tidak diperhatikan

    Profesor Tri Nuke Pudjiastuti dari BRIN menyayangkan kearifan lokal yang dimiliki nelayan Aceh ini “tidak diperhatikan” oleh pihak otoritas. Padahal hukum adat mereka satu napas dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri, yang memprioritaskan penyelamatan.

    “Kalau mereka menerima kapal yang ditolak beberapa kali, menunjukan sebenarnya mereka tidak menolak. Tetapi tekanan lingkungan dan ketidakjelasan kebijakan pemerintah, menjadikan mereka, tergantung situasi.”

    “Kalau perspektifnya hak asasi manusia, maka yang pertama orang itu ditolong,” kata Nuke.

    Selain itu, jika terdapat pihak otoritatif yang mendorong kapal Rohingya kembali ke laut, maka “sudah jelas itu melanggar”.

    Dalam Perpres No. 125/2016, kata Nuke, sudah gamblang dijelaskan agar pengungsi dari luar negeri melewati tahap apa yang disebut “penemuan, penampungan, dan pengamanan”.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya yang terdampar di pantai Lamreh Kabuten Aceh Besar menggendong anaknya saat memasuki lantai dasar Balee Meurseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh, Aceh, Selasa (12/12/2023).

    “Jadi kalau dibilang, didata dulu, baru ditolong, nanti keburu tidak bernapas lagi,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, memaknai kewajiban operasi penyelamatan dalam Perpres No. 125/2016 harus didahului kejelasan status orang-orang yang masuk wilayah Indonesia.

    Politikus dari Partai Golkar ini menengarai tidak setiap orang, termasuk dari komunitas Rohingya, masuk ke Indonesia dengan status pengungsi.

    “Yang datang ke Indonesia mungkin tidak terdaftar sebagai pengungsi. Karena tidak ada teregistrasi sebagai pengungsi, otoritas akan memasukkan mereka sebagai imigran gelap,” ujar Bobby dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Rabu (13/12).

    Bagaimana aturan Jokowi tentang penanganan pengungsi?

    Presiden Jokowi meneken Perpres No. 125/2016 pada 31 Desember 2016. Regulasi ini mengatur penanganan pengungsi yang datang dari luar negeri.

    Pengungsi yang dimaksud perpres ini adalah orang asing yang berada di wilayah Indonesia karena ketakutan yang beralasan terhadap persekusi berbasis ras, suku, agama, kebangsaan dan pendapat politik yang berbeda.

    Yang masuk dalam kategori tadi adalah orang-orang yang tidak menginginkan perlindungan dari negara asal atau telah mendapatkan status pencari suaka atau pengungsi atau dari UNHCR.

    ANTARAFOTOPetugas melakukan pendataan bagi seorang imigran Rohingya yang dipindahkan dari Pantai Ujong Kareung Sabang di tempat penampungan sementara di gedung eks kantor Imigrasi, Punteuet, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (23/11/2023).

    Merujuk pasal 9 dalam perpres ini, pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat, seperti berada di kapal yang akan tenggelam, harus segera dipindahkan ke kapal penolong. Pengungsi tadi juga wajib dibawa ke darat jika keselamatan nyawa mereka terancam.

    Perpres ini mengatur, lembaga yang bertugas melakukan ini adalah Basarnas. Operasi pertolongan itu dapat melibatkan TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, Bakamla, dan organisasi non-kementerian di bidang serupa.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya menunggu dalam truk Satpol PP dan WH setelah ditolak warga untuk direlokasi di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya Dinas Sosial, Ladong, Aceh Besar, Aceh, Senin (11/12/2023).

    Setelah operasi penyelamatan dan pertolongan tadi, sebagaimana diatur pasal 9 huruf d, orang asing yang diduga pengungsi perlu dibawa ke Rumah Detensi Imigrasi atau Kantor Imigrasi setempat. Di situlah para pengungsi tadi akan menjalani pemeriksaan identitas.

    Pasal 24 perpres ini mengatur, pejabat Rumah Detensi Imigrasi, bekerja sama dengan pemerintah daerah, harus menempatkan pengungsi yang ditemukan ke penampungan atau akomodasi sementara.

    ANTARAFOTOSejumlah imigran etnis Rohingya berdoa bersama saat berada di depan pagar Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Aceh, Senin (11/12/2023).

    Tempat penampungan itu, seperti diatur pasal 26, harus dekat fasilitas kesehatan dan ibadah, berada di satu kabupaten atau kota dengan Rumah Detensi Imigrasi, dan memiliki kondisi keamanan yang mendukung.

    Organisasi internasional di isu migrasi dapat turut memfasilitasi proses penampungan pengungsi. Pasal 26 mengatur, bantuan yang dapat diberikan adalah penyediaan air bersih, kebutuhan makan, fasilitas kesehatan dan ibadah.

    Perpres ini juga mengamanatkan pengamanan pengungsi kepada Polri. Kepolisian, seperti tertulis pada pasal 32, ditugaskan untuk menjaga pengungsi agar tetap berada di tempat penampungan. Polri juga diminta menciptakan rasa aman terhadap warga di sekitar penampungan.

    Kendati demikian, Perpres No. 125/2016 ini disebut “tidak cukup lengkap”, karena belum mengatur kewenangan pemerintah daerah terkait penggunaan anggaran dan pencarian dana bantuan, jelas Profesor Nuke.

    Isu penyelundupan manusia

    Isu penyelundupan manusia, dan imigran gelap yang berkembang dikhawatirkan justru dapat menjadi pembenaran dalam pengusiran para pengungsi Rohingya saat berada di tengah laut.

    Padahal, menurut Profesor Nuke, para pengungsi Rohingya yang datang ke Aceh walaupun terbukti terhubung dengan penyelundupan manusia, status mereka tetaplah korban.

    “Kalau kita push back mereka, itu artinya bahwa mereka adalah penyelundup. Padahal, mereka adalah korban dari penyelundupan,” kata Nuke.

    Ia juga merujuk pada UUD 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya menunggu dalam truk Satpol PP dan WH setelah ditolak warga untuk direlokasi di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya Dinas Sosial, Ladong, Aceh Besar, Aceh, Senin (11/12/2023).

    “Itu posisi Indonesia. Bukan posisi perorangan, lembaga, atau pemerintah. Tapi posisi Indonesia,” katanya.

    Menurut Nuke, pemerintah Indonesia tidak bisa menghadapi gelombang pengungsi ini sendirian.

    Kata dia, Indonesia sebagai ketua ASEAN masih berkesempatan membuka ruang pertemuan khusus yang membahas gelombang pengungsi Rohingya, di mana akar masalah sebenarnya ada di Myanmar.

    Apa respons terbaru pemerintah?

    Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah bertemu Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, untuk membahas isu pengungsi Rohingya yang masih di wilayah Indonesia.

    “Kita bahas tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dengan kedatangan bertubi tubi pengungsi Rohingya di Indonesia. Dan saya sampaikan, terdapat dugaan kuat masalah penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Menlu Retno dalam keterangan pers yang dikutip Rabu (13/12).

    Ia melanjutkan, dalam pembicaraan empat mata yang dilakukan dengan sangat terbuka tersebut dengan Komisioner Tinggi UNHCR, “beliau sangat memahami tantangan yang dihadapi Indonesia”.

    ANTARAFOTOImigran etnis Rohingya makan siang saat berada di tenda penampungan sementara kawasan pesisir pantai desa Kulam, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (22/11/2023).

    Menlu Retno bilang, UNHCR akan berusaha semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah ini, antara lain dengan memberikan bantuan untuk mendukung kehidupan para pengungsi tersebut.

    “Saya juga menyampaikan kepada UNHCR di dalam pertemuan tersebut untuk terus mendesak kepada negara pihak Konvensi Pengungsi untuk segera mulai menerima resettlement sehingga beban tidak bergeser ke negara lain seperti Indonesia,” kata Retno.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menlu Temui Komisioner UNHCR, Bahas Pengungsi Rohingya di Indonesia

    Menlu Temui Komisioner UNHCR, Bahas Pengungsi Rohingya di Indonesia

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menemui Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi untuk membahas masalah pengungsi Rohingya di Indonesia.

    Dalam pertemuan di Jenewa, Swiss, pada Senin (11/12), Retno menyampaikan kepada Grandi mengenai tantangan yang dihadapi RI belakangan imbas kedatangan gelombang pengungsi Rohingya.

    “Dan saya sampaikan, terdapat dugaan kuat masalah penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Retno dalam keterangan resmi, Selasa (12/12).

    Menurut Retno, Grandi memahami tantangan yang tengah dihadapi Indonesia tersebut. UNHCR pun disebut akan berusaha maksimal untuk membantu menyelesaikan persoalan ini.

    “Antara lain dengan memberikan bantuan untuk mendukung kehidupan para pengungsi tersebut,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Retno juga meminta UNHCR untuk mendesak negara penandatangan Konvensi Pengungsi agar segera mulai menerima resettlement “sehingga beban tidak bergeser ke negara lain seperti Indonesia.”

    Masalah pengungsi Rohingya di Indonesia tengah menjadi perdebatan panjang, terutama setelah masyarakat Provinsi Aceh menolak kedatangan mereka dan membuat ratusan etnis Muslim Myanmar itu terkatung-katung di laut.

    Warga Aceh menolak karena tak ada lagi tempat penampungan serta kesan buruk dari pengungsi sebelumnya.

    “Para pengungsi yang melarikan diri, tidak menjaga kebersihan dan tidak mengindahkan syariat Islam dan adat di kalangan masyarakat,” kata Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto kepada detikSumut, Kamis (16/11/2023).

    Menurut Pj Gubernur Aceh Ahmad Marzuki pada Senin (11/12), pengungsi Rohingya di provinsi itu telah mencapai 1.684 orang hingga hari ini. Mereka tersebar di Pidie, Sabang, hingga Lhokseumawe.

    Para pengungsi Rohingya sebetulnya sudah sejak lama mendarat dan ditampung di Aceh, Pekanbaru, dan Medan.

    Namun, menurut Menko Polhukam Mahfud MD, tempat penampungan sementara di Pekanbaru dan Medan sudah penuh serta kehabisan dana. Kondisi serupa juga terjadi di penampungan sementara di Aceh.

    Oleh sebab itu, pemerintah tengah mencari solusi untuk mengatasi membludaknya para pengungsi Rohingya di Indonesia. Salah satunya dengan mengembalikan mereka ke negara asal, yakni Myanmar.

    Indonesia sendiri bukanlah penandatangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1951 tentang Pengungsi. Karenanya, Indonesia bisa saja menolak para pengungsi yang mencari suaka ke RI.

    Para pengungsi Rohingya, sementara itu, berada di Indonesia untuk transit sementara ke negara penandatangan konvensi. Kendati begitu, mereka tak kunjung mendapat kepastian sehingga banyak yang berusaha mencari jalan sendiri untuk hidup nyaman.

    Pengungsi Rohingnya kebanyakan ingin berlabuh di Malaysia. Oleh sebab itu, banyak yang akhirnya kabur dari penampungan dan membuat sejumlah masalah.

    Menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Mutiara Pertiwi, para pengungsi Rohingya telah membentuk komunitas undocumented migrants yang cukup besar di Malaysia, dengan kondisi ekonomi yang cukup berkembang.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Sering Dikte HAM RI, Tapi Biarkan Israel

    Sering Dikte HAM RI, Tapi Biarkan Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyindir Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat yang membiarkan Israel melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Gaza, padahal selama ini sering mendikte RI.

    Retno mengatakan hal itu saat menjadi panelis pada roundtable mengenai hak asasi manusia, perdamaian, dan keamanan di Markas Dewan HAM PBB, Jenewa, Selasa (12/12).

    “Pihak-pihak yang sering mendikte kami mengenai HAM, justru menjadi pihak yang kini membiarkan Israel melanggar hak asasi manusia,” kata Retno dalam keterangan resmi, Selasa (12/12).

    Retno mengatakan seluruh negara tidak boleh menerapkan standar ganda dalam menegakkan HAM. Sebab menurutnya, standar ganda adalah masalah terbesar di dalam penerapan HAM yang ideal.

    Dalam kesempatan itu, Retno menegaskan saat ini mata dunia tengah menyaksikan pelanggaran HAM berat oleh Israel di Palestina, khususnya di Jalur Gaza.

    Dia pun menekankan lagi bahwa tindakan Israel yang membunuh masyarakat sipil, merusak rumah sakit, tempat ibadah, kamp-kamp pengungsi, serta memberangus hak-hak dasar Palestina bukanlah bentuk pembelaan diri.

    “Tindakan ini tidak dapat dibenarkan dan jelas melanggar hukum humaniter internasional,” tutur Retno.

    Karena hal ini, Retno pun mengajak semua negara untuk memperbaharui komitmen bersama terkait pemajuan HAM. Semua negara yang berkomitmen tak boleh diam dan berhenti memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina.

    “Saya juga sampaikan bahwa Indonesia sangat menyesali kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengesahkan resolusi humanitarian ceasefire. Hal ini mencerminkan gagalnya sistem multilateral yang sudah ketinggalan zaman,” kata Retno.

    Lebih lanjut, Retno turut menekankan agar berbagai pelanggaran HAM di Gaza segera dihentikan. Dia mendesak proses perdamaian yang sesungguhnya agar solusi dua negara bisa terwujud.

    “Dan akar masalah isu Palestina harus diatasi secara menyeluruh,” ucapnya.

    Kementerian Luar Negeri AS merilis laporan berjudul “Indonesia Human Rights Report 2022” yang membuat geger RI Oktober tahun ini.

    Dalam laporan itu, AS menyinggung masalah penerapan HAM di Indonesia, mulai dari kasus pembunuhan yang didalangi Ferdy Sambo hingga tragedi Kanjuruhan.

    “Permasalahan hak asasi manusia yang signifikan mencakup laporan yang bisa dipercaya mengenai: pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang yang dilakukan pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan polisi; kondisi penjara yang keras dan mengancam jiwa; penangkapan atau penahanan sewenang-wenang; pelanggaran serius dalam konflik di Provinsi Papua,” demikian bunyi laporan tersebut.

    Laporan itu mengutip data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) yang menyebut terjadi 16 kematian dari 50 kasus yang diduga karena penyiksaan dan penganiayaan aparat dari Mei 2021 hingga Juni 2022.

    Laporan tersebut di antaranya juga menyoroti konflik Wadas, kasus Fatya-Haris, tim Mawar, kasus gubernur non aktif Papua, Lukas Enembe, hingga sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

    Meski laporan ini terbit sebelum Israel melancarkan agresi di Jalur Gaza, AS dan negara-negara Barat seolah tutup mata dengan kekejaman yang sekarang terjadi di Palestina.

    Agresi Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 18.400 orang. Mayoritas korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak.

    Kendati banyak warga sipil berjatuhan, yang bahkan jumlahnya melampaui korban perang Rusia-Ukraina, AS dan Barat tak pernah setuju untuk mendesak Israel gencatan senjata.

    AS menilai gencatan senjata hanya akan memberikan waktu bagi kelompok Hamas untuk mengumpulkan kembali kekuatan dan menyerang Israel seperti pada 7 Oktober lalu, serbuan yang memicu agresi saat ini.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Menlu Retno Kecewa DK PBB Gagal Adopsi Resolusi Gencatan Senjata Gaza

    Menlu Retno Kecewa DK PBB Gagal Adopsi Resolusi Gencatan Senjata Gaza

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan kekecewaannya usai Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) lagi-lagi gagal mengadopsi resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina.

    “Saya sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan untuk mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza,” kata Retno dalam unggahan di X, Sabtu (9/12).

    Padahal, ujar Retno, resolusi tersebut telah disponsori oleh lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia.

    Ia pun menekankan komunitas global tak selayaknya cuma bergantung pada beberapa negara dan menyaksikan dalam diam kekejaman Israel di Gaza.

    “Komunitas global tidak bisa terus bergantung pada beberapa negara dan menyaksikan tanpa daya kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza,” tutur Retno.

    Dewan Keamanan PBB kembali gagal mengadopsi resolusi usai Amerika Serikat memveto draf yang diajukan Uni Emirat Arab (UEA) dalam pemungutan suara pada Jumat (8/12).

    “Resolusi itu berbeda dari kenyataan,” kata perwakilan AS di PBB, Robert Wood, seperti diberitakan AFP.

    Dalam pemungutan suara, 13 anggota DK PBB mendukung rancangan resolusi gencatan senjata kemanusiaan. Sementara itu, Inggris abstain.

    Perwakilan Inggris di PBB, Barbara Woodward, mengaku abstain karena draf resolusi mengabaikan serangan Hamas pada 7 Oktober.

    Meski abstain, Woodward tetap meminta Israel untuk mematuhi hukum kemanusiaan dalam melakukan hal yang mereka sebut “mengatasi ancaman dari Hamas.”

    DK PBB terdiri dari 15 negara anggota yang mencakup 10 anggota tidak tetap dan lima anggota tetap, yakni China, Rusia, AS, Inggris, dan Prancis.

    Resolusi di DK PBB hanya bisa diadopsi jika mengantongi setidaknya sembilan suara dukungan dan tak ada yang memveto.

    Ini merupakan kegagalan kesekian oleh DK PBB dalam merespons agresi Israel di Jalur Gaza. Selama agresi lebih dari dua bulan ini, DK PBB baru sekali mengeluarkan resolusi, yakni pada 15 November.

    Resolusi itu menyerukan jeda kemanusiaan selama beberapa hari di Gaza.

    Sejumlah pihak pun menilai Dewan Keamanan, sebagai badan terkuat di PBB, lagi-lagi gagal menjalankan fungsinya sebagai penjaga perdamaian.

    Setidaknya lebih dari 17.400 warga Gaza tewas imbas agresi Israel sejak 7 Oktober lalu, merespons serbuan Hamas. Mayoritas korban ialah anak-anak dan perempuan.

    (blq/dna)

  • Israel Berdalih Mau Tumpas Hamas, Tapi Motif Sebenarnya Amat Culas

    Israel Berdalih Mau Tumpas Hamas, Tapi Motif Sebenarnya Amat Culas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan Hamas melanggar kesepakatan.

    Namun, kelompok Palestina itu membantah dan balik menuding Israel.

    Dalam rilis resmi, Israel membeberkan dalih kembali meluncurkan operasi yakni menumpas Hamas dan membebaskan para sandera.

    Namun, para pengamat punya penilaian lain bahwa motif Israel sebenarnya amat culas. Mereka berpendapat serangan Israel untuk menguasai penuh Gaza.

    Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai Israel belum mencapai tujuan dan meraih kemenangan dalam perang kali ini.

    “Tujuan Israel dalam perang adalah melenyapkan kelompok Hamas, tetapi yang terjadi Hamas masih kuat posisinya,” ujar Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (5/12).

    Salah satu bukti Hamas masih kuat yakni mereka bisa bernegosiasi untuk mengatur jumlah tawanan yang dibebaskan dari Gaza.

    Setali dengan pernyataan Yon, pemerintah Israel juga melarang pejabat merayakan pembebasan para sandera ini. Perayaan itu bisa dianggap sebagai dukungan terhadap Hamas.

    Pertukaran sandera atau tawanan ini merupakan bagian dari gencatan senjata yang dimulai 24 November. Kesepakatan damai ini hanya bertahan selama tujuh hari dan berakhir pada 30 November.

    Setelah berakhir, Israel menggempur habis-habisan Gaza di utara dan selatan. Mereka juga meminta warga di selatan untuk pindah.

    Sebelumnya Israel mengusir warga Gaza utara untuk berpindah ke selatan. Kini, wilayah selatan masuk sebagai arena perang, padahal padat penduduk.

    “Yang harus kita perhatikan adalah displacement dari utara ke selatan itu memaksa penduduk Gaza mendekati perbatasan (Rafah),” ujar Yon.

    Yon menduga jika perbatasan Rafah dibuka kemungkinan memicu gelombang pemindahan secara besar-besaran.

    “Tentu ini yang diinginkan Israel untuk mengosongkan Gaza dan menguasai secara total,” lanjut dia.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Menyoal ambisi Israel, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga pernah menyatakan pandangan serupa.

    Retno mengatakan apa yang terjadi di Gaza adalah kelanjutan tindakan Israel yang ingin menghilangkan Palestina.

    “Apa yang terjadi di Gaza bukan hanya terjadi sekarang ini, namun sebuah kelanjutan dari ketidakadilan terhadap Palestina, sebuah kelanjutan dari pendudukan ilegal Israel, dan kelanjutan dari keinginan Israel untuk menghilangkan Palestina,” kata Retno saat konferensi pers virtual pada 23 November.

    Di kesempatan terpisah, Yon juga menyebut agresi Israel sejak 7 Oktober memang untuk melanjutkan aneksasi yang pernah dilakukan sebelumnya.

    Israel sempat menduduki Gaza pada 1967 hingga 2005. Kemudian pada 2006, Hamas menguasai wilayah itu usai menang dalam pemilihan umum (Pemilu) Palestina.

    Sejak 2006 hingga sekarang, Hamas menguasai daerah kantong tersebut.

    “[Israel] melakukan serangan dan ingin mengosongkan Gaza. Dari situ, Israel bisa menduduki kembali wilayah Gaza,” ujar Yon pada 23 November.

    Tak lama setelah meluncurkan agresi, Israel mengepung total Gaza.

    Sejalan dengan agresi ini, Eks Menteri Dalam Negeri Israel Ayalet Shaked mengungkapkan solusi krisis di Gaza yakni mengusir dua juta warga dari daerah kantong itu.

    Dia mengatakan negara-negara lain harus menerima pengungsi dari Gaza.

    “Kami perlu dua juta orang untuk meninggalkan Gaza. Itulah solusi untuk Gaza,” kata Shaked pada Rabu, dikutip Middle East Eye.

    Melihat kekejaman Israel di Gaza, profesor hubungan internasional St. Antony College di Oxford, Avi Shlaim, mengatakan pemerintahan Zionis lebih memilih tanah daripada perdamaian.

    Shlaim menganggap upaya perdamaian tak bisa sejalan dengan aksi pendudukan, sementara Israel terus memperluas okupasinya.

    “Israel melalui tindakannya telah menunjukkan bahwa mereka tak tertarik punya mitra perdamaian dengan Palestina karena mereka ingin mempertahankan kendali atas wilayah tersebut,” ungkap dia pada akhir Oktober lalu, dikutip The Wire.

    Untuk mewujudkan solusi damai di Palestina pihak-pihak terkait harus saling bernegosiasi. Palestina sementara itu dikuasai dua entitas yang berbeda yakni Hamas di Gaza dan pimpinan Mahmoud Abbas di Tepi Barat.

    Namun, menurut Shlaim, Israel menolak Hamas sebagai salah satu mitra damai sekaligus penguasa Gaza.

    Israel keberatan terkait narasi yang beredar jika ingin berdamai dengan Palestina maka harus bernegosiasi dengan Hamas.

    Jika mereka bernegosiasi artinya semua pihak mengakui solusi politik sebagai upaya damai konflik di Palestina. Ini berarti, Israel juga mengakui dan menganggap Hamas punya daya tawar yang sama.

    Israel, kata Shlaim, lalu memilih solusi militer untuk menyelesaikan konflik di Palestina.

    “Apa yang kita saksikan hari ini, hari demi hari, di Gaza adalah Israel bergerak menuju pembersihan etnis dan genosida,” ucap Shlaim.

  • RI Respons Ancaman Israel soal Lanjutkan Perang di Gaza usai Gencatan

    RI Respons Ancaman Israel soal Lanjutkan Perang di Gaza usai Gencatan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengkritik keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mengancam bahwa Israel akan melanjutkan perangnya di Jalur Gaza Palestina ketika gencatan senjata berakhir.

    Komentar itu diutarakan Retno saat berpidato di debat terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) di New York, Amerika Serikat, Rabu (29/11).

    “PM (Israel Benjamin) Netanyahu mengatakan bahwa dia akan memulai lagi operasi militer penuh saat jeda kemanusiaan berakhir,” kata Retno di forum itu.

    Dia lalu berujar, “Saya tak bisa memahami pernyataan dia. Dan, Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini terjadi.”

    Retno lantas menegaskan DK PBB harus bertindak untuk mencegah agar kekerasan tak terulang kembali di Gaza.

    Dia juga menyerukan badan tersebut melakukan aksi baru mencakup berbagai langkah.

    Pertama, soal bantuan kemanusiaan tanpa hambatan yang masuk ke Gaza. Selama ini, Israel sangat membatasi bantuan yang masuk usai memblokade total wilayah itu.

    Bantuan yang masuk ke Gaza juga melewati pemeriksaan yang sulit dan rumit.

    Kedua, Retno mengatakan penghormatan terhadap hukum internasional. Ketiga, betapa penting gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.

    “Pentingnya gencatan senjata permanen untuk mengakhiri semua kekejaman,” ungkap dia.

    Seruan gencatan senjata permanen menjadi sorotan komunitas internasional di tengah jeda kemanusiaan yang hanya beberapa hari.

    Jeda kemanusiaan ini berlaku pada 24-17 November dan diperpanjang selama dua hari. Perjanjian ini mencakup jeda pertempuran dan pertukaran tahanan Palestina di Israel dan sandera Hamas.

    Namun, di tengah gencatan senjata itu Israel masih menyerang Gaza dan Tepi Barat.

    Netanyahu juga menegaskan Israel akan melanjutkan perangnya di Gaza usai gencatan senjata selesai. 

    “Selama beberapa hari terakhir saya telah mendengar pertanyaan ‘akan kah Israel kembali berperang setelah memaksimalkan fase pembebasan warga kami yang disandera? Jadi jawaban saya tegas: Ya,” kata Netanyahu pada Rabu (29/11).

    “Ini adalah kebijakan saya, seluruh kabinet mendukungnya, seluruh pemerintah Israel mendukungnya, tentara Israel mendukungnya, rakyat pun mendukungnya. Itu lah yang akan kami lakukan,” paparnya menambahkan seperti dikutip CNN.

    Israel melancarkan agresi brutal ke Palestina pada 7 Oktober imbas serangan dadakan Hamas ke negara tersebut.

    Selama agresi, pasukan Israel menyerang warga dan objek sipil seperti sekolah dan rumah sakit. Imbas gempuran ini, lebih dari 15.000 warga Palestina meninggal dunia, termasuk lebih dari 6 ribu anak-anak dan lebih dari 4 ribu perempuan.

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Warisan Era Menlu Retno: Larang Kibarkan Bendera Israel di RI

    Warisan Era Menlu Retno: Larang Kibarkan Bendera Israel di RI

    Jakarta, CNN Indonesia

    Baru-baru ini isu pelarangan pengibaran bendera Israel di Indonesia ramai diperbincangkan.

    Isu ini merebak di saat Israel tengah melancarkan agresi ke Palestina sejak 7 Oktober lalu dan tak lama usai insiden bentrokan antara beberapa organisasi masyarakat (ormas) di Bitung, Sulawesi Utara.

    Bentrokan itu terjadi antara ormas pro-Palestina dan ormas pro-Israel. Menurut laporan Detik, massa pro-Israel tampak membawa bendera dengan perpaduan warna biru dan putih yang menyerupai bendera Israel saat itu.

    Netizen pun ramai-ramai menyoroti pengibaran bendera Israel yang secara jelas dilarang di Indonesia.

    Indonesia memang memiliki aturan yang melarang pengibaran bendera Israel, yakni Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah. Larangan pengibaran bendera Israel ini diatur dalam Bab X Hal Khusus poin B nomor 150-151. Beleid ini diteken langsung oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.

    Indonesia mempunyai aturan larangan mengibarkan bendera asing yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.41/1958 Tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing. Namun, Permenlu Nomor 3 Tahun 2019 ini ditetapkan

    Eks juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, sempat menjelaskan permenlu itu dibuat untuk memberikan pedoman bagi pemda dalam melakukan hubungan luar negeri.

    “Saya garis bawahi [permenlu itu] sifatnya pedoman. Dengan demikian, dari sedemikian banyak pasal terkait pedoman yang diberikan, ada juga rujukan mengenai Israel dan Taiwan,” ujar Faizasyah saat ditemui di Kemlu RI, pada 5 April lalu.

    “Namun, pedoman itu berlaku untuk pemda. Tidak dalam kerangka internasional,” lanjut Faizasyah.

    Faizasyah saat itu merespons permenlu yang mencuat usai gaduh Piala Dunia U-20. Faizasyah pun menjelaskan awal mula permenlu dibentuk yakni mempertimbangkan era awal reformasi dan otonomi daerah, di mana banyak pemuda melakukan kegiatan internasional.

    Misalnya, ada daerah yang menjajaki pinjaman luar negeri, padahal urusan pertahanan, hubungan internasional, dan keuangan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

    “Jadi untuk menghindari terjadinya miss atau kesalahan dalam pengelolaan hubungan luar negeri oleh pemda, dikeluarkan pedoman,” ucapnya.

    Sebelum permenlu terbit, Indonesia belum punya aturan yang melarang secara spesifik pengibaran bendera Israel di RI. Pelarangan ini sendiri lantaran Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel karena dukungan RI atas kedaulatan Palestina.

    Setahun sebelum permenlu terbit alias pada 2018, sempat terjadi pengibaran bendera Israel di Jayapura, Papua, yang membuat heboh masyarakat. Polisi Papua saat itu menyatakan tindakan tersebut dilakukan komunitas Sion Kids dan sudah menjadi tradisi mereka selama ini.

    Sementara itu, isi dari Permenlu Nomor 3 Tahun 2019 adalah:

    Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel.

    Dalam melakukan hubungan dengan Israel kiranya perlu diperhatikan prosedur yang ada dan selama ini masih berlaku:

    a. Tidak ada hubungan secara resmi antara Pemerintah Indonesia dalam setiap tingkatan dengan Israel, termasuk dalam surat-menyurat dengan menggunakan kop resmi;

    b. Tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi;

    c. Tidak diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang, dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia;

    d. Kehadiran Israel tidak membawa implikasi pengakuan politis terhadap Israel;

    e. Kunjungan warga Israel ke Indonesia hanya dapat dilakukan dengan menggunakan paspor biasa; dan

    f. Otorisasi pemberian visa kepada warga Israel dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal Imigrasi. Visa diberikan dalam bentuk affidavit melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura atau Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bangkok.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • VIDEO: Momen Menlu RI Sindir Negara yang Tak Peduli Derita Gaza di PBB

    VIDEO: Momen Menlu RI Sindir Negara yang Tak Peduli Derita Gaza di PBB

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyindir negara-negara yang masa bodoh soal pembantaian di Jalur Gaza, Palestina, oleh Israel.

    Komentar itu mencuat saat Retno berpidato di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di New York pada Selasa (28/11).

    Retno mengawali pidato dengan kilas balik saat dia hadir di SMU PBB pada 26 Oktober.

    Ia lalu bercerita mondar-mandir mencari dukungan untuk kemanusiaan dan Palestina.

    Dia kemudian berujar, “Apakah kalian bisa tinggal diam melihat situasi mengenaskan ini?”

  • Sering Dikte HAM RI, Tapi Biarkan Israel

    Menlu RI di PBB Sindir Negara-negara yang Masa Bodoh soal Derita Gaza

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyindir negara-negara yang masa bodoh soal pembantaian di Jalur Gaza, Palestina, oleh Israel.

    Komentar itu mencuat saat Retno berpidato di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di New York pada Selasa (28/11).

    Retno mengawali pidato dengan kilas balik saat dia hadir di SMU PBB pada 26 Oktober. Ia lalu bercerita mondar-mandir mencari dukungan untuk kemanusiaan dan Palestina.

    “Saya tak bisa tetap diam melihat ribuan perempuan dan anak-anak tak bersalah meninggal. Saya tak bisa dia melihat rumah, sekolah, dan rumah sakit menjadi puing-puing,” kata Retno dalam rapat itu.

    Dia kemudian berujar, “Bisakah Anda tetap diam melihat semua situasi yang mengerikan ini?”

    Retno lalu menyinggung sikap Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang menyatakan posisinya secara jelas soal Palestina.

    Mereka juga menyerukan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza, gencatan senjata permanen, dan solusi dua negara.

    Seruan-seruan itu tercantum dalam resolusi Liga Arab-OKI yang terdiri dari 31 poin dan dikeluarkan pada 11 November.

    Retno lanjut bercerita bahwa dia dan sejumlah Menlu OKI melawat ke negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yakni China, Rusia, Inggris, dan Prancis, pada pekan lalu. Mereka mendesak negara-negara itu melakukan lebih banyak keadilan dan kemanusiaan di Palestina.

    “Dan saya akan terus melanjutkan upaya ini dan berdialog dengan sebanyak mungkin negara,” ucap Retno.

    Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Pemerintah pun selalu mengecam serangan Israel di Palestina, tak hanya pada 7 Oktober.

    Israel melancarkan agresi ke Palestina pada 7 Oktober. Tel Aviv juga mendeklarasikan perang melawan Hamas.

    Selama operasi, Israel menggempur warga dan objek sipil seperti sekolah hingga rumah sakit. Imbas serangan itu, 14.800 orang di Palestina meninggal.

    (isa/bac)

    [Gambas:Video CNN]