Tag: Pung Nugroho Saksono

  • KKP Ungkap Tantangan Cegah Illegal Fishing di Natuna

    KKP Ungkap Tantangan Cegah Illegal Fishing di Natuna

    JAKARTA – Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan Perikanan (Dirjen PSDKP KKP) Pung Nugroho Saksono (Ipunk) mengungkap tantangan dalam mencegah dan menindak illegal fishing (pencurian ikan) di laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.

    “Kepri atau laut Natuna Utara menjadi salah satu area rawan IUU Fishing terutama kapal-kapal dari Vietnam,” kata Ipunk di Pangkalan PSDKP Batam, Kepri, dikutip Antara, Sabtu, 21 Juni.

    Ipunk memaparkan tantangan pencegahan dan penindakan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak teratur atau illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing dalam diskusi kunjungan kerja Tim Komisi IV DPR RI di Pangkalan PSDKP Batam.

    Dia menyebut, laut Natuna Utara atau Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 memiliki potensi perikanan mencapai 1,3 ton per tahun. Sehingga menjadi lokasi yang menarik bagi kapal ikan asing, khususnya Vietnam.

    “WPPNRI 771 berbatasan langsung dengan Vietnam, di mana batas laut Indonesia dan Vietnam juga belum selesai,” ungkapnya.

    Ipunk menjelaskan, Vietnam menggunakan hukum landas kontinen sebagai wilayah perbatasannya (di bawah laut), sedangkan Indonesia menggunakan Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE (di atas perairan).

    Landas kontinen itu, kata dia, sekitar 200 mil dari pulau terluar hingga palung habis. Sedangkan ZEE hanya 200 mil dari pulau terluar. Sehingga wilayah ini menjadi zona abu-abu yang belum selesai perbatasannya, sehingga para nelayan Vietnam mengambil ikan di wilayah tersebut.

    “Kondisi ini membuat nelayan-nelayan Natuna kerap melaporkan kapal asing masuk wilayah tersebut,” ujarnya.

    Berdasarkan data KKP zona abu-abu tersebut belum dimanfaatkan kapal Indonesia dari nelayan Natuna, sehingga untuk mengelola kawasan itu, KKP mempersilahkan kapal nelayan Indonesia yang beroperasi di WPPNRI 712 di Laut Jaya untuk pindah ke Natuna.

    Dengan pengelolaan ini, menurut Ipunk, membuat nelayan Vietnam takut masuk ke wilayah Natuna Utara. Karena petugas akan langsung menindak bila kedapatan masuk ke wilayah Indonesia.

    “Tapi kebijakan KKP ini tidak mulus begitu saja. Nelayan dari Natuna protes kenapa kapal-kapal dari Jawa masuk. Itu juga “PR” bagi kami untuk menengahi hal tersebut,” ujarnya.

    Selain tantangan terkait zona, kata Ipunk, KKP juga menghadapi tantangan dengan penegak hukum negara lain yang berada di wilayah perbatasan.

    Kerap terjadi pergesekan antara KKP dengan coast guard Vietnam. Bahkan pelaku pencurian ikan berani melawan petugas KKP.

    “Kalau di sini (rumah tahanan) mereka kelihatan pendiam, tapi kalau di laut mereka galak-galak melawan ke kami,” katanya.

    Para anak buah kapal (ABK) Vietnam itu, kata dia, saat ditindak kedapatan mencuri ikan, berupaya menabrak kapal KKP, mempersenjatai diri dengan senjata tajam, dan melemparkan tali ke laut supaya baling-baling kapal KKP terlilit.

    “Sebagai informasi tambahan, mereka juga sering dikawal coast guard mereka. Jadi kami musuhnya coast guard dan kapal yang benturan di lapangan,” ujar Ipunk.

    Selama periode 2020-2025, KKP menangkap 920 kapal pelaku ilegal fishing, yang terdiri atas 736 kapal Indonesia dan 184 kapal ikan hasil. Sedangkan untuk wilayah Kepri sendiri, telah ditangkap 147 kapal dengan rincian 85 kapal Indonesia dan 62 kapal ikan asing.

  • Pengusaha Kabel Laut Hadapi Kendala Teknis, Pelaporan KKPRL Terhambat

    Pengusaha Kabel Laut Hadapi Kendala Teknis, Pelaporan KKPRL Terhambat

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (ASKALSI) merespons teguran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengancam akan mencabut izin berusaha pengelola ruang laut jika tidak segera menyampaikan laporan tahunan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Sekretaris Jenderal ASKALSI, Resi Y. Bramani, menyatakan pihaknya mengapresiasi peringatan yang disampaikan oleh pemerintah dalam hal ini KKP, dan mengaku telah melakukan koordinasi internal dengan seluruh anggota asosiasi terkait hal tersebut.

    “KKP dan ASKALSI merupakan mitra strategis untuk bisa saling mendukung peran masing-masing, yang ujungnya bertujuan mewujudkan infrastruktur telekomunikasi nasional yang andal,” kata Resi saat dihubungi Bisnis, pada Kamis (19/6/2025).

    Resi menegaskan, pada prinsipnya ASKALSI senantiasa berkomitmen untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan laporan yang diterima dari para anggota, sebenarnya sudah ada anggota yang melaporkan kewajiban tersebut, meski dengan berbagai metode.

    “Ada yang secara manual/kirim langsung [ada tanda terimanya], juga ada via kirim email. Namun sekarang kan pengiriman melalui sistem informasi berupa E-SEA. Yang kami lihat di situ ada miskomunikasi,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Resi mengungkapkan sejumlah kendala lain yang dihadapi anggota ASKALSI dalam pelaporan, antara lain terkait kesiapan data dan sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, masih ada anggota yang belum familiar dengan pelaporan PKKPRL, khususnya terkait penyajian data yang relevan.

    Meski begitu, pihaknya terus mendorong agar setiap anggota menaati ketentuan yang berlaku. 

    Dia juga menekankan sinergi antara KKP dan kementerian/lembaga lain selama ini sudah berjalan baik dalam penataan kabel laut nasional.

    Pihaknya juga melihat KKP terbuka untuk setiap usulan mengenai kebijakan di laut seperti kebijakan mengenai rute/pemanfaatan ruang di laut. Selain itu, menurutnya KKP selalu mendukung untuk proyek-proyek yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga, semisal mendukung proyek Palapa Ring Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). 

    “Tidak hanya dengan Komdigi, ada dengan ESDM proyek pipa/sumur migas, Kemenhub untuk proyek pelabuhan,” imbuhnya.

    Sebelumnya diberitakan, KKP memperingatkan akan mencabut izin berusaha bagi pemegang KKPRL yang tidak menyampaikan laporan tahunan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, mengatakan dari 50 KKPRL untuk kegiatan penggelaran sistem kabel telekomunikasi bawah laut (SKKL) yang diterbitkan, sebanyak 27 di antaranya belum atau terlambat menyerahkan laporan.

    “SP 1, SP 2, SP 3. Kalau ketiga dia tetap nggak lakukan, bisa dicabut lagi tuh. Ngurus lagi dari awal lagi dia. Repot dia. Jadi kalau dicabut, mereka akan ngurus dari awal lagi,” tegas Pung saat ditemui di Kantor KKP, Rabu (18/6/2025).

    Meski demikian, Pung optimistis bahwa para pemegang KKPRL akan segera memenuhi kewajiban pelaporan tersebut.

    “Saya rasa dengan peringatan kedua mereka sudah agak gerah-gerah dikit lah. Ketiga pasti mereka akan segera melakukan itu,” ujarnya.

  • Tambang Bikin Ekosistem Pulau Citlim Rusak Parah, KKP: IUP Bisa Dicabut

    Tambang Bikin Ekosistem Pulau Citlim Rusak Parah, KKP: IUP Bisa Dicabut

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) tengah melakukan investigasi kerusakan yang terjadi di Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Kerusakan tersebut diduga disebabkan oleh aktivitas tambang pasir di sana.

    Direktur Sumber Daya Pengawasan Kelautan Sumono Darwinto mengatakan saat ini proses investigasi sedang berlangsung. Prinsipnya, hasil pengawasan akan dilakukan analisa untuk kemudian ditentukan langkah selanjutnya.

    “Jika diduga terjadi pelanggaran dapat dilakukan penghentian kegiatan dan rekomendasi pencabutan izin oleh instansi yang berwenang,” kata Sumono kepada detikcom, Kamis (19/6/2025).

    Terkait perizinan, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ahmad Aris menyampaikan diterbitkan oleh pemerintah provinsi. Namun, aktivitas tambang di sana belum mengantongi izin rekomendasi dari KKP.

    Aris mengakui memang terkadang masih ada regulasi yang tidak sinkron sehingga diperlukan harmonisasi kembali.

    “Ya kita nggak tahu itu dasarnya (IUP) dikeluarkan apa. Mungkin ada dasar regulasinya kan. Kadang-kadang harmonisasi regulasi kan yang nggak sinkron,” imbuh Aris.

    Dia pun menyebut KKP akan terus menertibkan kasus-kasus serupa. Apalagi, dia bilang hal serupa banyak terjadi, tidak hanya di Kepulauan Riau (Kepri) saja.

    “Ya pastilah (sidak), pasti kita tertibkan semua. Kalau yang melihat izin atau tidak, kan dari PSDKP. Kita kalau ada laporan masyarakat. Kemudian itu nanti dilakukan full bucket lah PSDKP, tapi udah banyak data-data dari LSM, pemerhati lingkungannya,” imbuh Aris.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan kasus tersebut masih dalam investigasi timnya. Saat ini, belum ada laporan terkait hal itu.

    “Masih dalam investigasi kita. Tunggu saja. Kita kan tim terbatas. Kita juga turunkan ke sana, belum ada laporan,” kata pria yang karib disapa Ipunk kepada awak media di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Tonton juga “Pulau Ini Juga Rusak Parah Karena Tambang Ilegal” di sini:

    (rea/rrd)

  • Gagalkan Penyelundupan 1.950 Butir Telur Penyu, KKP Masih Buru Pelaku

    Gagalkan Penyelundupan 1.950 Butir Telur Penyu, KKP Masih Buru Pelaku

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menggagalkan penyelundupan 1.950 butir telur penyu di Pelabuhan Umum Kapet Sintete, Kab. Sambas, Kalimantan Barat, Selasa (17/6/2025). Nilai kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp29,2 juta.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menyampaikan, pengawasan oleh tim gabungan stasiun PSDKP Pontianak dan Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan wilayah kerja Sintete telah mengamankan barang bukti berupa empat karton yang berisi 1.950 telur penyu.

    “Tadi malam saya mendapat laporan dari kepala pangkalan Pontianak. Mereka berhasil menggagalkan penyelundupan telur penyu sebanyak empat karton dengan jumlah 1.950 butir,” kata Pung dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Pung menjelaskan, telur penyu yang diselundupkan ini masuk dalam kategori Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies  Satwa dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna / CITES) yang dilarang diperdagangkan. 

    Dia mengungkap bahwa telur penyu ini dikirim dari Pulau Tambelan, Kepulauan Riau, dan diangkut dengan menggunakan kapal tol laut KMP Bahtera Nusantara 03 di Pelabuhan Sintete, Sambas, Kalimantan Barat.

    “Biasanya mereka akan dijual ke Malaysia. Jadi ini penyelundupan. Mungkin dijual ke sana, ada yang dikonsumsi, atau mungkin ditetaskan,” tutur Pung.

    Meski nilai kerugian dari penyelundupan telur penyu tergolong kecil, Pung menyoroti dampak habitat penyu yang rusak imbas kasus tersebut. Dia khawatir, habitat penyu kedepannya akan punah jika kejahatan ini terus dibiarkan.

    Adapun, saat ini pihaknya masih terus menelusuri pelaku penyelundupan telur penyu.

    “Ini ada sanksinya loh di sini. Artinya, nanti pemiliknya sedang kami gali siapa pemiliknya. Kalau ketemu ya akan diminta pertanggungjawaban dalangnya,” ungkapnya. 

    Untuk diketahui, pelaku perdagangan penyu dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Ketentuan itu diatur dalam Undang-undang (UU) No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

    “Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta,” bunyi Pasal 40 ayat (2) beleid itu, dikutip Rabu (18/6/2025). 

  • KKP gagalkan penyelundupan 1.950 telur penyu di Kalimantan Barat

    KKP gagalkan penyelundupan 1.950 telur penyu di Kalimantan Barat

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan atau PSDKP berhasil menggagalkan penyelundupan 1.950 telur penyu di Kalimantan Barat.

    “Saya mendapat laporan dari Kepala Stasiun PSDKP Pontianak menyampaikan telah berhasil menggagalkan penyelundupan telur penyu sebanyak empat karton/box dengan jumlah 1.950 butir. Hewan penyu dilarang untuk ditangkap, apalagi telurnya (diperdagangkan),” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

    Perdagangan telur penyu dilarang karena akan memutus plasma nutfah hewan laut tersebut sehingga perkembangbiakannya dapat terhenti.

    “Bisa dibayangkan 1.950 ekor penyu harusnya dia menetas bisa ke laut lagi, dan penyu itu juga menjadi penyeimbang habitat di laut. Mereka umurnya bisa puluhan tahun. Lahir di sini, keliling dunia balik lagi, bertelur lagi, seperti itu,” kata Pung.

    Pengawasan oleh Tim gabungan Stasiun PSDKP Pontianak dan Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan wilayah kerja Sintete menggagalkan pengiriman telur penyu di Pelabuhan Umum Kapet Sintete, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

    Modus operandi dilakukan dengan pengiriman menggunakan kapal laut dari Pulau Tambelan Kepulauan Riau akan dikirim ke Sintete Sambas dan kemudian akan dikirimkan ke Malaysia.

    Telur-telur tersebut kemungkinan dijual ke sana untuk dikonsumsi, atau mungkin ditetaskan. Barang bukti diamankan di Kantor Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Wilayah Kerja Sintete Kalimantan Barat. Nilai kerugian yang diselamatkan sebesar Rp29.250.000 .

    Telur penyu masuk dalam Kategori Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang dilarang diperdagangkan.

    Saat ini PSDKP sedang pendalaman/penelusuran terkait pemilik, pembawa, dan penerima. PSDKP hadir untuk melestarikan atau menjaga supaya spesies penyu tidak punah dan mencegah dampak buruk pada habitat penyu yang ditimbulkan dari penyelundupan telur penyu.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rumpon Ilegal Milik Asing Bertebaran di Laut RI, Bikin Negara Rugi

    Rumpon Ilegal Milik Asing Bertebaran di Laut RI, Bikin Negara Rugi

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan puluhan rumpon ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 717. Terbaru, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menemukan 21 rumpon ilegal di Perairan Papua.

    Direktur Jenderal PSDKP Pung Nugroho Saksono mengatakan sebanyak 21 rumpon ilegal itu merupakan milik kapal asing asal Filipina. Sebelumnya, PSDKP juga telah mengangkat sebanyak 21 rumpon.

    “Kapal kita Orca 04 ya melakukan operasi juga di wilayah di atas Papua ya, Samudera Pasifik, itu mengamankan 21 rumpon ilegal miliknya Filipina,” kata pria yang akrab disapa Ipunk dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Ipunk menerangkan rumpon yang terpasang merupakan ilegal karena tidak mengantongi izin. Selain itu, dia menegaskan alat penangkapan ikan dilarang keras digunakan di Indonesia.

    Sebab, kapal asing menggunakan rumpon ini untuk menjebak ikan di satu titik. Kemudian operasi mudahkan kapal asing tersebut menangkap sebelum ikan masuk ke perairan dalam Indonesia.

    Rumpon Ilegal. Foto: Rumpon Ilegal. Foto: Dok KKP

    Lebih lanjut, pengangkatan rumpon ini dilakukan dengan penyelaman langsung oleh tim PSDKP tanpa bantuan tabung oksigen. Bahkan anggota penyelam terjun ke dasar laut dan memotong tali rumpon dengan gergaji manual.

    “Lihat itu anggota kita sampai di bawah air melakukan penyelaman, gergaji tali rumpon tersebut dengan upaya yang luar biasa. Ini kerjanya juga tidak main-main, tidak menggunakan tabung selam, oksigen ya,” tambah Ipunk.

    Selain merugikan negara secara ekonomi, Ipunk menegaskan rumpon ilegal juga berdampak ke nelayan lokal Papua. Nelayan setempat mengaku kesulitan menangkap ikan karena hewan laut sudah tertahan oleh rumpon asing.

    Rumpon Ilegal. Foto: Rumpon Ilegal. Foto: Dok KKP

    Akibat pemasangan rumpon ilegal ini, kerugian negara yang berhasil dicegah mencapai Rp 16,8 miliar. Sebab, satu rumpon bisa menampung 10 ton ikan setiap kali angkat dan bisa digunakan setiap minggu.

    (rea/rrd)

  • Siapa Pemilik Tambang yang Bikin Pulau Citlim Rusak Parah? Ini Kata KKP

    Siapa Pemilik Tambang yang Bikin Pulau Citlim Rusak Parah? Ini Kata KKP

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan investigasi terhadap aktivitas tambang ilegal di Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah menerjunkan tim ke lokasi.

    Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan kasus tersebut masih dalam investigasi timnya. Saat ini, belum ada laporan terkait hal itu.

    “Masih dalam investigasi kita. Tunggu saja. Kita kan tim terbatas. Kita juga turunkan ke sana, belum ada laporan,” kata pria yang karib disapa Ipunk kepada awak media di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Ipunk menegaskan saat ini belum bisa memberitahukan secara jelas terkait aktivitas tambang ilegal di sana. Sebab, pihaknya juga masih harus koordinasi dengan kementerian lain.

    “Kami belum bisa mempublish. Jadi segala sesuatu harus sudah tervalidasi dengan baik, dengan perizinan, dengan koordinasi kami dengan intansinya yang lain. Sehingga kalau itu sudah semuanya, baru bisa dipublis,” imbuh Ipunk.

    Lebih lanjut, Ipunk menjelaskan KKP juga tengah mengharmonisasi peraturan terkait peraturan-peraturan terkait tambang di pulau-pulau kecil.

    “Di sini juga sedang kompilasi peraturan semuanya. Sama koordinasi menyeluruh intansi terkait dalam hal ini,” tambah Ipunk.

    Sebelumnya, Tambang ilegal ditemukan di Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Aktivitas itu dianggap ilegal lantaran tidak mengantongi izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (DJPK) KKP Ahmad Aris menilai perizinan di Pulau Citlim secara aturan memang harus mendapatkan rekomendasi dari KKP. Menurut Aris, pelaku usaha tersebut tidak pernah mengurus perizinan rekomendasi pemanfaatan pulau-pulau kecil ke KKP.

    “Ya, mestinya ini pulau kita segel karena kita ada kewenangan. Tapi dia tidak mengindahkan begitu ya, mestinya kita segel. Itu juga ada reklamasi, ada jeti, saya rasa juga tidak ada perizinannya,” Aris dalam unggahan di akun Instagram @ditjenpkrl, dikutip Selasa (17/6/2025).

    (rea/rrd)

  • KKP tertibkan 21 rumpon ilegal diduga milik asing di perairan Papua

    KKP tertibkan 21 rumpon ilegal diduga milik asing di perairan Papua

    Jadi kapal-kapal ikan asing ilegal tersebut sengaja memasang rumpon-rumpon ilegal tersebut untuk mengumpulkan ikan secara ilegal

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan atau PSDKP berhasil menertibkan 21 rumpon ilegal diduga milik nelayan Filipina di perairan Papua dan berhasil menyelamatkan valuasi kerugian negara sebesar Rp16,8 miliar

    “Kapal kita melakukan operasi juga di wilayah perairan Papua dan mengamankan 21 rumpon ilegal diduga milik nelayan asal Filipina. Rumpon-rumpon ini harusnya tidak terpasang di wilayah kita. Jadi kapal-kapal ikan asing ilegal tersebut sengaja memasang rumpon-rumpon ilegal tersebut untuk mengumpulkan ikan secara ilegal,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

    Modus operandi pemasangan rumpon-rumpon tersebut oleh kapal ikan asing ilegal agar rumpon-rumpon tersebut menjadi tempat fishing ground kapal-kapal ikan asing ilegal. Dampak dari rumpon ilegal ini sangat merugikan yang mana rumpon ilegal tersebut menjadi penghalang bagi ikan-ikan untuk masuk ke perairan di Indonesia.

    Rumpon-rumpon ini mengumpulkan ikan yang seharusnya bisa masuk sampai ke perairan dalam Indonesia, namun oleh kapal-kapal asing tersebut dipasangi rumpon sehingga menjadi pagar atau penghalang (barrier) ikan masuk ke perairan dalam.

    Di sinilah kapal-kapal ikan asing ilegal tersebut menangkap ikannya. Satu rumpon ilegal ini ketika sekali diangkat bisa mengambil 10 ton ikan. Rumpon-rumpon itu juga kemudian membuat terganggunya ekosistem sumber daya ikan, migrasi, nursery ground. Lalu menyebabkan nelayan kecil harus melaut dengan jarak tempuh fishing ground yang jauh untuk mencari ikan.

    “Inilah yang coba ditertibkan oleh PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan masih ada berapa rumpon ilegal lagi yang akan dilakukan penertiban oleh PSDKP di sana,” katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menertibkan delapan rumpon ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 716 Laut Sulawesi yang berbatasan langsung dengan perairan Filipina.

    Rumpon berjenis menetap atau ponton itu, ditemukan tidak jauh dari perbatasan wilayah Indonesia-Filipina. PSDKP menertibkan karena pemasangan rumpon-rumpon itu selain tidak memiliki identitas, juga dilakukan tanpa izin pemerintah.

    Rumpon atau Fish Aggregating Device (FAD) merupakan alat bantu penangkapan ikan yang penting untuk meningkatkan produktivitas penangkapan ikan.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KKP Ancam Cabut Izin Usaha 27 Penyelenggara SKKL Jika Tak Segera Lapor KKPRL

    KKP Ancam Cabut Izin Usaha 27 Penyelenggara SKKL Jika Tak Segera Lapor KKPRL

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengancam akan mencabut izin berusaha pengelola ruang laut jika tak segera menyerahkan laporan tahunan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.

    Dalam catatan Bisnis, dari 50 KKPRL untuk kegiatan penggelaran sistem kabel telekomunikasi bawah laut (SKKL) yang diterbitkan, sebanyak 27 diantaranya belum atau terlambat menyerahkan laporan tahunan. 

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menyampaikan, kepada pemegang KKPRL yang belum menyampaikan laporan, KKP akan melayangkan Surat Peringatan (SP) sebanyak tiga kali.

    “SP 1, SP 2, SP 3. Kalau ketiga dia tetap nggak lakukan, bisa dicabut lagi tuh. Ngurus lagi dari awal lagi dia. Repot dia. Jadi kalau dicabut, mereka akan ngurus dari awal lagi,” ujar Pung ketika ditemui di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Kendati begitu, Pung meyakini pemegang KKPRL melaksanakan kewajibannya, apalagi jika pemerintah telah menerbitkan surat peringatan kedua.

    “Saya rasa dengan peringatan kedua mereka sudah agak gerah-gerah dikit lah. Ketiga pasti mereka akan segera melakukan itu,” ujarnya. 

    Sebelumnya, KKP tengah memroses pengiriman surat peringatan pertama kepada para pemegang KKPRL yang tidak taat. Untuk diketahui, pemegang dokumen KKPRL wajib menyerahkan laporan tahunan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28/2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang Laut.

    Penyampaian laporan tahunan dilaksanakan setiap tahun. Pelaporan tidak boleh melebihi tanggal diterbitkannya dokumen KKPRL. Misalnya, dokumen KKPRL milik Vino terbit pada 24 Agustus 2023. Itu artinya, laporan tahunan wajib diserahkan maksimal 23 Agustus setiap tahunnya.

    Pemegang dokumen KKPRL akan dikenakan denda sebesar Rp5 juta per hari jika terlambat atau tidak menyerahkan dokumen laporan tahunan KKPRL. Hal ini sesuai Permen KP No. 31/2021 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Bidang Kelautan dan Perikanan.

    Sejauh ini, KKP telah menyiapkan surat peringatan pertama untuk 27 pemegang KKPRL dari segmentasi Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).

  • Tim Khusus KKP Cek Dampak Tambang di Raja Ampat, Ini Hasilnya

    Tim Khusus KKP Cek Dampak Tambang di Raja Ampat, Ini Hasilnya

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan hasil pengecekan aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Aktivitas tambang di kawasan tersebut sempat viral karena dinilai dapat merusak ekosistem laut di sana.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono memastikan aktivitas penambangan di Raja Ampat, khususnya di area penambangan milik PT Gag Nikel tak akan ganggu ekosistem pesisir dan laut. Hal ini berdasarkan peninjauan langsung ke lokasi penambangan.

    “Itu sampai 100 kilometer, kami menyelam di situ sedimentasinya tidak banyak,” kata pria yang karib disapa Punk kepada awak media di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Ipunk menjelaskan KKP berwenang menerbitkan rekomendasi perizinan pengelolaan dan pemanfaatan pulau kecil apabila area penambangan tersebut di bawah 100 kilometer dari pesisir. Sementara, izin penambangan yang dikelola oleh PT Gag Nikel lebih dari 100 km dan masuk kategori daratan.

    “Terus yang kena itu kan yang daratan, yang pulau daratan itu, yang digunduli kan hutan-hutannya,” jelas Ipunk.

    Ipunk memastikan aktivitas tambang di sana tidak sampai merusak terumbu karang serta ekosistem laut. Bahkan dia menyebut masih banyak ikan di sana

    “Kita pastikan terumbu karang, maupun ikan di situ jangan sampai terganggu. Ikan masih banyak di situ, ikan hiu anak anaknya masih banyak,” tambah Ipunk.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menambahkan pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang menangani masalah tersebut. Di sisi lain, pihaknya juga sudah menurunkan tim untuk memeriksa lebih lanjut.

    “Juga sudah menurunkan tim di sana dari Polsus kita. Jadi tunggu nanti setelah pemeriksaan dari kami juga,” kata Ipunk
    kepada awak media di kantornya, Kamis (5/6/2025).

    (rea/rrd)