Tag: Pung Nugroho Saksono

  • Nelayan Pulau Cangir Ungkap Selebritis Dalang Pagar Laut 30 Kilometer : ‘Yang Sekarang Lagi Booming’ – Halaman all

    Nelayan Pulau Cangir Ungkap Selebritis Dalang Pagar Laut 30 Kilometer : ‘Yang Sekarang Lagi Booming’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Seorang nelayan Pulau Cangir memberikan informasi, pemilik pagar laut di Tangerang sepanjang 30 kilometer merupakan seorang selebriti tanah air.

    Bahkan, nelayan tersebut mengatakan, selebriti yang dimaksudkan sangat terkenal.

    Keberadaan pagar laut di Tangerang ini dinilai telah mengganggu aktivitas nelayan dan warga pesisir setempat.

    “Sepengetahuan bapak, siapa sih dalangnya?” tanya wartawan.

    “Wah semua juga tahu itu, anak kecil juga tahu dalangnya, siapa lagi kalau bukan selebriti sekarang yang lagi booming, kalau disebutin satu persatu takutnya banyak abcd-nya, yang jelas semua orang pasti tahu,” ungkap Heru sembari tersenyum, dari tayangan Youtube Wartakotalive, Minggu (12/1/2025).

    Heru mengatatakan, telah mengetahui  pemasangan pagar laut cukup lama.

    Heru syok saat mengetahui ada pemasangan pagar bambu di laut namun tidak pernah ada pemberitahuan dari pemerintah daerah.

    “Kalau memang buat budidaya di laut, itu ada spek masing-masing, misalnya budidaya kerapu ada panjang lebar tinggi, budidaya kerang hijau rancangannya bukan begitu. Saya juga budidaya kerang hijau. Misalnya spek menangkap cumi atau udang, bukan begitu, kayak bagan apung. Makanya bukan alasan pagar itu buat budidaya masyarakat, saya rasa jauh dari harapan masyarakat,” ungkap Heru.

    Sejak awal pembangunan pagar laut tersebut, tidak pernah ada sosialisasi dari siapapun.

    Hingga akhirnya Heru dan warga setempat pun bertanya langsung ke pekerja yang membangun pagar laut tersebut.

    “(Harusnya) awalnya koordinasi dulu, sosial dulu ke warga sekitar, kan ada masyarakatnya di sini. Gimana nih masyarakat, kita mau bikin pagar, biar ada hasilnya pemberdayaannya, paling tidak kan ada masukan, itu salah besar,” kata Heru.

    Perihal upah dari pekerja yang diminta untuk membangun pagar laut, Heru punya bocorannya.

    Ternyata bayaran pekerja tersebut adalah ratusan ribu sehari.

    “Kalau menurut taksiran upah si kalau standar pekerja Tangerang Utara ini sekitar Rp100-125 ribu perhari. Saya dengar juga ada yang borongan, ada yang upah harian, paling tidak dia kejar target,” ujar Heru.

    Ditanya harapan ke depannya, Heru meminta kepada KKP agar segera mencabut pagar laut tersebut.

    “Harapan saya sih simpel, cabut lagi seperti semula. Ngapain ditunda-tunda kelamaan, 20 hari lagi ditunda, nanti masuk angin lagi enggak jadi lagi. Kegiatan itu bukan 1-2 bulan, 5 bulan mah udah ada. Bukannya enggak tahu, saya pernah dari awal dia survey ke sini, pernah sidak, tapi kok enggak ada tindak lanjutnya,” pinta Heru.

    “Yang masangnya siapa? dia yang cabut, jangan sampai ngebebanin masyarakat lagi yang nyabut. Apalagi sampai TNI Polri yang nyabut, malu-maluin. Kalah berarti sama perusahan swasta, negara kalah sama perusahan swasta,” sambungnya.

    Bantahan PIK 2 

    Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 angkat bicara soal pembangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.

    Manajemen Pengelola PIK 2, Toni menyatakan pagar laut tersebut bukan dibuat oleh pihaknya. 

     “Ya itu bukan dari kami. Pihak kuasa hukum kami nanti akan menjelaskan detailnya,” kata Toni ditemui di PIK 2, Tangerang, Minggu (12/1/2025). 

     Toni mengatakan polemik Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 saat ini terjadi karena minimnya edukasi terhadap masyarakat. 

    “Saya pikir mungkin kurangnya pengetahuan, kurangnya edukasi ke beberapa teman-teman yang sedikit berbeda ini. Bahwa memang PSN ini dianggap seluruh PIK 2 itu PSN. Ternyata itu kan tidak,” kata Toni. 

    Ia menerangkan hanya sebagian kecil dari kawasan yang ada di PIK 2 yang ada di Tengerang Utara sebagai PSN. 

    “Mungkin mereka memahaminya semua PIK 2 PSN sehingga menjadi polemik. Seharusnya tidak ada masalah,” katanya.

    Diketahui baru-baru ini pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer muncul di perairan Tangerang, Banten.

     Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan kegiatan pemagaran laut tanpa izin tersebut. 

    Kegiatan pemagaran dihentikan lantaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir.

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengarahkan bahwa segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.

    Menurutnya pemagaran laut ini untuk segera dihentikan, sebab tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono yang terjun langsung dalam aksi penghentian ini pada Kamis (9/1/2024) menyatakan bahwa langkah ini merupakan sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut.

    “Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” kata Ipung.  (Tribun Medan/Liska Rahayu)

  • Soal Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Menteri KP: Belum Tahu Siapa yang Punya, Tidak Bisa Main Cabut – Halaman all

    Soal Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Menteri KP: Belum Tahu Siapa yang Punya, Tidak Bisa Main Cabut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah tidak bisa langsung melakukan pencabutan secara paksa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.

    Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, berdasarkan prosedur yang ada, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut, tetapi lebih dahulu menyegelnya dan kemudian menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid dikutip Minggu (12/1/2025).

    Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.

    Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” tutur Trenggono.

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya, prosedurnya harus kita teliti, harus kita telusuri, menang prosedurnya gitu. Harus kita segel dulu tidak bisa main cabut, tidak boleh. Kalau melanggar. Kita minta bersangkutan untuk membongkarnya, ” jelas Trenggono.

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.

     

  • Korpolairud Baharkam Polri Belum Selidiki Pemasang Pagar Laut di Tangerang, Ini Alasannya – Halaman all

    Korpolairud Baharkam Polri Belum Selidiki Pemasang Pagar Laut di Tangerang, Ini Alasannya – Halaman all

    RIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Korps Kepolisian Perairan dan Udara Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Korpolairud Baharkam Polri) mengatakan pagar laut misterius di perairan Tangerang Banten bisa dibongkar apabila mengganggu nelayan.

    “Apabila mengganggu ketertiban umum, dalam hal ini adalah nelayan terganggu aktivitasnya, sebaiknya dibongkar,” ucap Kakorpolairud Baharkam Polri Irjen M Yasin Kosasih, Sabtu (11/1/2025).

    Ia menuturkan, merupakan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait penyegelan.

    Pihaknya turut mendukung langkah yang telah dilakukan KKP itu.

    “Kami selalu bekerja sama dengan KKP. Kami belum menyelidiki, karena izin yang mengeluarkan dari KKP,” lanjut dia.

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya menyegel pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km di wilayah perairan Tangerang.

    Penyegelan ini rupanya atas perhatian dan instruksi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono atau Ipung mengatakan penyegelan pagar laut yang membentang wilayah perairan 6 kecamatan ini merupakan instruksi dari Prabowo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono.

    Kemudian arahan tersebut disampaikan kepadanya berupa perintah penyegelan.

    “Ya ini udah viral dan Pak Presiden sudah menginstruksikan, saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah, sekali saya ulangi negara tidak boleh kalah,” kata pria yang biasa disapa Ipung usai melakukan penyegelan, Tangerang, Kamis (9/1/2024).

    Di sisi lain Ipung menjelaskan penyegelan ini dilakukan karena pemasangan pagar laut tersebut tidak mempunyai izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

    Menurut Ipung, Presiden Prabowo mengaku prihatin dengan adanya pagar laut yang sudah meresahkan nelayan lantaran mengganggu akses ke laut.

    “Dari siang tadi sampai sore kita melakukan penyegelan pemagaran laut yang sudah viral ini dan ternyata memang kami wawancara dengan beberapa nelayan mengganggu. Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada PKKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada,” terang Ipung.

    Untuk itu Ipung menegaskan laut sebetulnya tidak boleh dipasang pagar seperti itu karena menggangu lalu lintas di laut. Dia pun menekankan akan menindaklanjuti siapapun pemiliknya.

    Bahkan tak segan memberikan sanksi denda apabila dalang di balik pemasangan pagar tersebut ditemukan.

    Kemudian ia pun memberikan waktu paling lambat 20 hari apabila pemiliknya tidak mencabut pagar tersebut.

    Bila dalam batas waktu yang ditentukan tidak dikunjung cabut, pihaknya yang akan meratakan pagar tersebut.

    “Pasti ada denda segala macamnya karena negara ini punya aturan. Tidak boleh kita semana-mana melakukan kegiatan yang tidak berizin. Jadi kami waktu 7 km itu sudah kami melakukan pemeriksaan, kita sampaikan siapa penanggung jawabnya belum ada. Tahu-tahu akhir tahun kita dapat berita sudah segini. Terpaksa kami segel dan tindakan ini merupakan tindakan paksaan pemerintah dalam hal ini hentikan dulu. Kita hentikan, jangan lagi melakukan pemagaran di situ selanjutnya kita kasih waktu 20 hari selesai setelah itu kita ratakan,” tegas Ipung. (M31)

    Penulis: Ramadhan L Q

  • Nelayan Pulau Cangir Ungkap Selebritis Dalang Pagar Laut 30 Kilometer : ‘Yang Sekarang Lagi Booming’ – Halaman all

    Kuasa Hukum Bantah Pagar Laut 30 Km di Perairan Tangerang Berkaitan dengan PSN PIK 2 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Muannas Alaidid, membantah keterlibatan kliennya dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang.

    Menurut dia, pengembang PSN PIK 2 bukan yang memasang pagar laut tersebut. Ia menilai tidak mungkin pengembang melakukan pemasangan itu.

    Adapun PT Agung Sedayu Group, perusahaan yang didirikan oleh Sugianto Kusuma atau kerap disapa Aguan, merupakan pengembang dari PSN PIK 2.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian,” katanya kepada Tribunnews, Sabtu (11/1/2025).

    Muannas mengatakan, pagar laut yang terbuat dari bambu itu merupakan tanggul laut biasa yang merupakan hasil inisiatif dan swadaya masyarakat.

    Pagar laut bambu itu disebut berfungsi untuk memecah ombah dan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekatnya.

    Selain itu, tanggul laut bambu itu juga disebut Muannas digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke dan bisa juga menjadi pembatas lahan warga pesisir yang tanahnya terkena abrasi.

    “Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” ujar Muannas.

    Korpolairud Baharkam Polri akan Bongkar Pagar Ilegal di Laut Tangerang Banten

    Kakorpolairud Baharkam Polri Irjen M Yasin Kosasih menyatakan pemagaran di laut Tangerang Banten akan dibongkar.

    Hal itu dilakukan karena nelayan terganggu aktivitasnya dalam mencari ikan.

    “Apabila mengganggu ketertiban umum dalam hal ini adalah nelayan terganggu sebaiknya dibongkar,” ucap Yasin Kosasih kepada Tribunnews, Sabtu (11/1/2025).

    Menurutnya, penyegelan yang telah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan kewenangannya.

    Yasin menuturkan bahwa Korpolairud selalu mendukung tindakan dari KKP tersebut.

    “Kita selalu bekerja sama dengan KKP,” ungkapnya.

    Sejauh ini, Polri belum melakukan penyelidikan terkait siapa sosok yang memasang pagar laut.

    Kakorpolairud menambahkan bahwa izin untuk penyelidikan di wilayah perairan itu dikeluarkan oleh KKP.

    Namun apabila terjadi gejolak di lokasi, Polri akan langsung menindaklanjuti.

    “Apabila ada konflik sosial maka Polri akan turun,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan kegiatan pemagaran laut tanpa izin di Tangerang, Banten yang sebelumnya viral di media sosial. 

    Kegiatan pemagaran dihentikan lantaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir.

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengarah bahwa segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.

    Menurutnya pemagaran laut ini untuk segera dihentikan, sebab tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono yang terjun langsung dalam aksi penghentian ini pada Kamis (9/1/2024) menyatakan bahwa langkah ini merupakan sikap tegas KKP dalam merespon aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut.

    “Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” pungkas Ipung.

    Ipung menjelaskan bahwa sebelumnya, tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten telah melakukan investigasi di desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut pada September 2024. 

    Dari hasil investigasi dan Pengambilan foto udara/drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang. Kemudian Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. 

    Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu. 

    Melengkapi pernyataan Ipung, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menjelaskan bahwa lokasi pemagaran berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.

    “Tim juga melakukan analisis foto drone dan arcgis, diketahui kondisi dasar perairan merupakan area rubble dan pasir dengan jarak lokasi pemagaran dari perairan pesisir berdasarkan garis pantai sejauh kurang lebih 700 meter,” ucap Sumono.

    Berdasarkan e-seamap, kegiatan pemagaran tersebut tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Respons Pemerintah Soal Keterkaitan dengan PSN PIK 2

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku belum mendapatkan data terkait dengan apakah pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang itu berdekatan dengan lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    Ia mengatakan, saat ini masih dilakukan pendalaman terkait dengan siapa yang memiliki pagar laut tersebut setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegelnya.

    “Saya tidak, tidak, apa namanya, tidak dapat data yang tepat apakah itu berdekatan atau kemudian di dalam PSN-nya gitu ya. Kita sedang melakukan pendalaman,” katanya dikutip dari tayangan Kompas TV pada Sabtu (11/1/2025).

    Ia juga belum bisa memastikan apakah pembangunan pagar laut tersebut berkaitan dengan reklamasi atau tidak.

    Menurut dia, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP membutuhkan waktu dalam mencari tahu pemilik dari pagar laut ini.

    “Tentu butuh beberapa waktu untuk kemudian kita bisa mendalami karena kan tidak ada nama perusahaan, tidak ada orang yang menjaga, dan seterusnya. Tentu kita melakukan pendalaman,” ujar Trenggono.

    Setelah pendalaman rampung, ia memastikan akan menyampaikan kepada publik siapa pemilik dari pagar laut ini.

    Adapun sanksi yang akan diberikan kepada pemilik pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) di perairan Tangerang adalah denda administratif dan diminta membongkar pagar laut tersebut.

    “Sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti itu [sanksi yang akan diberikan],” ucap Trenggono

    Saat ini, ia mengatatakan KKP belum bisa melakukan pencabutan karena sesuai prosedur yang berlaku, tak bisa langsung dilakukan hal demikian.

    KKP perlu menyegelnya terlebih dahulu, yang mana sekarang sudah dilakukan oleh Direktorat Jenderal PSDKP KKP, baru kemudian dilakukan penelusuran.

    Untuk infromasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.

  • 4 Fakta Pagar Misterius di Laut Tangerang, Teranyar Nelayan Mengaku Mereka yang Bangun

    4 Fakta Pagar Misterius di Laut Tangerang, Teranyar Nelayan Mengaku Mereka yang Bangun

    loading…

    Tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten menyegel dan menghentikan kegiatan pemagaran laut sepanjang 30 km tanpa izin di perairan Tangerang. FOTO/IST

    TANGERANG Pagar laut misterius sepanjang lebih dari 30 kilometer (km) ditemukan telah berdiri di Laut Tangerang, Banten. Pagar dari bambu yang tidak diketahui pemiliknya tersebut kini telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    Keberadaan pagar bambu di Laut Tangerang ini sebenarnya telah lama diketahui oleh pemerintah. Tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten bahkan telah melakukan investigasi di desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut pada September 2024.

    Dari hasil investigasi dan Pengambilan foto udara atau drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang. Kemudian Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu.

    “Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).

    Berikut Ini Fakta-fakta Pagar Misterius di Laut Tangerang

    1. Tidak Diketahui Motif dan Pemiliknya

    Meski telah diketahui cukup lama, pagar bambu sepanjang 30,16 km di Laut Tangerang hingga saat ini belum diketahui siapa pemiliknya. Hasil investigasi KKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan Banten hanya mendapatkan panjang dan konstruksi pagar. Sementara motif dan pemilik belum diketahui.

    Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mempertanyakan ketegasan pihak keamanan yang tidak berani menyebut siapa dalang di balik kemunculan pagar laut misterius itu. Ia menyebut bahkan Angkatan Laut (AL) pun tak berani padahal sudah menemukan sejak beberapa waktu lalu.

    “Anehnya tidak ada satu lembaga pun, termasuk AL yang berani menyatakan siapa yang membangun. Jadi bagi pihak-pihak yang menyatakan tidak terjadi negara dalam negara, saya katakan mulai dari Kosambi sampai ke arah sana itu sudah ada negara,” ucap Said Didu dikutip, Jumat (10/1/2025).

    2. Langgar Hukum UNCLOS 1982

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten telah melanggar hukum laut internasional yang tertuang dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

    “Pemagaran laut tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982),” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro dalam keterangan resminya, Kamis (9/1/2025).

    Menurutnya, pemanfaatan ruang laut tanpa memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan pelanggaran.

    “Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,” katanya.

  • Menteri Kelautan Sebut Pagar Laut di Perairan Tangerang Tak Bisa Langsung Dicabut, Apa Alasannya? – Halaman all

    Menteri Kelautan Sebut Pagar Laut di Perairan Tangerang Tak Bisa Langsung Dicabut, Apa Alasannya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pemerintah tak serta merta bisa langsung mencabut pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) di perairan Tangerang.

    Ia mengatakan bahwa dari prosedur yang ada, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut tersebut.

    Mereka harus lebih dahulu menyegelnya, kemudian baru menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid pada Sabtu (11/1/2025).

    Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.

    Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” tutur Trenggono.

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya,” jelas Trenggono.

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.

  • Polemik Pagar Laut 30 Km di Perairan Tangerang, Menteri Kelautan: Belum Tahu Siapa yang Punya – Halaman all

    Polemik Pagar Laut 30 Km di Perairan Tangerang, Menteri Kelautan: Belum Tahu Siapa yang Punya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan belum mengetahui siapa pemilik dari pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) di perairan Tangerang.

    Ia mengatakan telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP KKP akhirnya menyegel pagar laut tersebut. Trenggono memastikan ini sudah sesuai prosedur yang ada.

    Selanjutnya, KKP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid pada Sabtu (11/1/2025).

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya,” ujar Trenggono.

    Ia mengatakan bahwa dari prosedur yang ada, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut tersebut.

    Mereka harus lebih dahulu menyegelnya, kemudian baru menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, KKP akan mengenakan denda administratif dan meminta mereka untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” pungkas Trenggono.

    Melintasi Perairan Tangerang

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025).

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.

    Disegel

    Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar laut misterius sepanjang 30 kilometer yang membentang di perairan Tangerang.

    Staf Khusus Menteri KP Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin mengatakan penyegelan ini merupakan arahan langsung dari Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono.

    “Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono sudah memerintahkan Ditjen PSDKP untuk mengambil tindakan, di antaranya melakukan penyegelan dan investigasi mendalam,” kata Doni dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

    Pembangunan pagar laut misterius ini tak mengantongi izin alias ilegal.

    Keberadaan pagar yang membentang jauh ke laut ini telah mengganggu aktivitas nelayan tradisional.

    Selain itu, juga memunculkan spekulasi adanya proyek besar seperti reklamasi atau pembangunan kawasan tertentu di daerah tersebut.

    Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar laut misterius sepanjang 30 kilometer yang membentang di perairan Tangerang. (dok KKP)

    Keberadaan pagar laut itu mulanya diketahui dari laporan warga yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada Agustus 2024.

    Menurut Doni, pemagaran ruang laut merupakan tindakan melanggar aturan, terlebih dilakukan tanpa izin.

    Pemagaran ruang laut merupakan pelanggaran karena mengganggu akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan terjadinya perubahan fungsi ruang laut.

    Menurut Doni, larangan pemagaran laut ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga di level internasional.

    “Tidak sesuai dengan praktek United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS 1982, yaitu perjanjian internasional yang mengatur hukum laut,” ujarnya.

    Pengumpulan Keterangan Sejak September 2024

    Pada September 2024, KKP telah melaksanakan pengumpulan bahan dan keterangan terkait aduan masyarakat atas pemagaran di perairan Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.

    Pada 7 Januari 2025, KKP menggelar diskusi publik yang dihadiri 16 Kepala Desa yang terkait dengan isu pemagaran laut.

    Dalam diskusi itu turut dihadiri perwakilan pemda Tangerang, Ombudsman, ahli pengelolaan pesisir dan analis pertanahan, hingga asosiasi nelayan.

    “Diskusi ini menjadi langkah kolaboratif KKP bersama semua pihak untuk secepatnya menyelesaikan persoalan pemagaran laut di Tangerang, yang memang diindikasi melanggar peraturan,” ucap Doni.

    Menurut Doni, berdasarkan hasil analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir, area sepanjang 30 kilometer yang dipagar tersebut tidak pernah berbentuk daratan dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.

    Sehingga, pemanfaatan area tersebut harus sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

    “Di antaranya harus memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tutur Doni.

  • AHY Sebut KKP Usut Pagar Misterius 30,16 Km di Laut Tangerang

    AHY Sebut KKP Usut Pagar Misterius 30,16 Km di Laut Tangerang

    Jakarta

    Pagar misterius yang membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Kabupaten Tangerang jadi sorotan publik. Hal itu turut ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

    Agus mengatakan, pihaknya sedang melakukan pengecekan soal pagar tersebut. Namun karena lokasi pagar berada di perairan maka hal itu menjadi ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    “Saya lagi cek, lagi diinvestigasi ya, karena itu di laut juga kan, berarti nanti itu Kementerian Kelautan,” katanya saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (10/1/2025).

    Saat dikonfirmasi soal pihak yang membangun pagar tersebut, AHY mengaku belum tahu. Ia menyebut akan melakukan pengecekan terlebih dahulu.

    “Saya belum, nanti kita cek dulu aja,” ujarnya.

    Sebelumnya, pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Kabupaten Tangerang dinilai mengganggu aktivitas nelayan. Pagar tersebut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian 6 meter.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan nelayan merasa terganggu dengan adanya aktivitas pemagaran laut itu. Sebab, nelayan tidak dapat mengakses wilayah perairan pesisir sebagaimana hak-hak nelayan.

    “Maka inilah juga yang dirasakan bahwa memang nelayan mempunyai hak untuk akses di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian nelayan berhak mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional. Inilah dampak-dampak yang kemudian hak-hak nelayan ini terganggu dengan adanya pemagaran laut tersebut,” kata Eli dalam acara Diskusi Publik ‘Permasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten’, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Selasa (7/1).

    KKP sudah menyegel pagar tersebut atas instruksi dari Presiden Prabowo Subianto. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan, instruksi diberikan Prabowo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono. Kemudian arahan tersebut disampaikan kepadanya dalam berupa perintah penyegelan.

    “Ya ini udah viral dan Pak Presiden sudah menginstruksikan, saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah, sekali saya ulangi negara tidak boleh kalah,” kata pria yang biasa disapa Ipunk usai melakukan penyegelan, Tangerang, Kamis (9/1).

    (ily/acd)

  • Pemilik Pagar Misterius di Laut Tangerang Dikejar, Sanksi Denda Menanti

    Pemilik Pagar Misterius di Laut Tangerang Dikejar, Sanksi Denda Menanti

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pemagaran laut tak berizin sepanjang 30,16 km di laut Tangerang. Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono buka suara soal penyegelan tersebut.

    Pria yang akrab disapa Trenggono ini mengatakan penyegelan sudah dilakukan sesuai prosedur.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya. Kan begitu prosedurnya, harus kita teliti, kita telusuri. Memang prosedurnya gitu, harus kita segel dulu tidak bisa langsung mencabut, nggak boleh,” kata Trenggono dikutip dari akun Instagram @kkpgoid, Jumat (10/1/2025).

    Trenggono menjelaskan pemasangan pagar di laut tersebut tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari KKP. Karena melanggar, Trenggono menegaskan pelaku harus dikenakan sanksi.

    “Ketika dia melanggar kita akan denda administratif dan tentu harus pengembalian seperti semula. Kita minta kepada yang bersangkutan untuk kemudian membongkarnya,” imbuh Trenggono.

    Dia pun memastikan akan menyampaikan ke publik sosok serta motif di balik pemasangan pagar laut itu usai menangkap pelakunya.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya. Kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut itu, kami sampaikan,” tambah Trenggono.

    Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mencabut paksa pagar laut tersebut apabila pemilik tidak segera mencabutnya dalam kurun waktu 20 hari. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menjelaskan alasan pihaknya tidak langsung mencabut paksa pagar laut itu. Dia menilai segala tindakan yang diambil memerlukan prosesnya, termasuk memberikan waktu untuk mencabut sendiri usai dilakukan penyegelan.

    “Yang namanya proses itu tidak langsung. Kita kasih peringatan kalau memang mereka mau mencabut sendiri kan lebih bagus. Iya kan? Kalau tidak mau baru kita cabut,” kata pria yang biasa disapa Ipunk usai melakukan penyegelan, Tangerang, Kamis (9/1/2024).

    (hns/hns)

  • Demokrat nilai pemagaran laut di Tangerang salahi aturan perundangan

    Demokrat nilai pemagaran laut di Tangerang salahi aturan perundangan

    Nah, kalau laut saja sudah dipagar, ya sudah pasti ini menyalahi terhadap peraturan perundang-undangan

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menilai pemagaran laut sepanjang 30,16 km yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, menyalahi aturan perundang-undangan.

    “Tidak serta merta seseorang dapat memiliki laut karena bahkan di dalam Undang-Undang Kelautan itu kan diberi sepadan garis pantai yang itu juga menjadi common property. Nah, kalau laut saja sudah dipagar, ya sudah pasti ini menyalahi terhadap peraturan perundang-undangan,” kata Hero, sapaan karibnya, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

    Sebab, kata dia, laut masuk ke dalam kategori properti umum (common property) yang menjadi milik bersama, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan).

    “Kalau dalam convention international ada UNCLOS 82, The United Nations Convention on the Law of the Sea tahun 82 (1982), yang mengatur terhadap laut adalah sebagai common property,” ujarnya.

    Bahkan, kata dia, laut bila di Indonesia disebutkan sebagai pemersatu bangsa, jalur transportasi, serta kekayaan sumber daya alam yang bisa dieksploitasi oleh para nelayan.

    “Kalau nelayannya nanti dipagar enggak bisa keluar, ya bagaimana dong? Kan ini milik kita semua, kalau namanya common property, ya juga milik nelayan,” ucapnya.

    Dia juga menyebut apabila laut tersebut hendak dimanfaatkan sebagai kawasan reklamasi maka harus terlebih dahulu mengantongi izin yang jelas.

    “Selama perizinannya belum ditempuh, belum ada izin dari negara untuk melaksanakan itu ya enggak bisa pemagaran, kecuali kalau memang sudah ada izin dari negara, semuanya sudah ditempuh, amdal-nya sudah ada, kemudian izin-izin reklamasinya sudah legal,” tuturnya.

    Dia lantas berkata, “Jadi jangan dulu melakukan sesuatu yang tidak ada landasan hukumnya sehingga kemudian berimplikasi terhadap kesulitan nelayan.”

    Menurut dia, apabila tindakan pemagaran laut tersebut dibiarkan maka dikhawatirkan dapat menjadi yurisprudensi negatif yang bisa ditiru pula oleh masyarakat lain.

    “Ini yang menurut saya kita dudukkan kepada peraturan perundang-undangan sehingga negara kita betul-betul menjadi negara yang panglimanya adalah peraturan perundang-undangan, panglimanya adalah hukum,” kata dia.

    Sebelumnya, Kamis (9/1), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 kilometer (km) yang ada di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    “Dari siang tadi sampai sore kami melakukan penyegelan pemagaran laut yang sudah viral ini,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono, di Tangerang.

    Dia menyampaikan bahwa penyegelan dilakukan, karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Adapun pagar laut sepanjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025