Tag: Puan Maharani

  • Contoh Perbedaan Tak Harus Pecah

    Contoh Perbedaan Tak Harus Pecah

    Jakarta

    PAN mendukung ide para mantan Presiden dan Presiden Prabowo Subianto bisa berkumpul bersama. PAN menilai berkumpulnya para tokoh ini memberikan contoh yang baik bagi kehidupan berdemokrasi.

    “Saya rasa wacana yang disampaikan Mbak Puan soal kemungkinan para mantan Presiden berkumpul dalam satu forum atau pertemuan, seperti yang terjadi di acara ulang tahun Mas Didit, adalah ide yang sangat baik,” kata Sekjen PAN Eko Hendro Purnomo kepada wartawan, Selasa (25/3/2025).

    “PAN memandang pertemuan seperti itu bukan hanya positif secara simbolik, tapi juga bisa membawa dampak yang konkret bagi kehidupan kebangsaan kita,” tambah pria akrab disapa Eko Patrio ini.

    Bila pertemuan tersebut dapat terwujud, Eko menilai masyarakat akan melihat contoh sikap negarawan yang tetap bisa kumpul meski pernah ada perbedaan politik. Menurutnya, tidak perlu ada perpecahan meski ada perbedaan politik.

    “Kalau para mantan Presiden bisa duduk bersama dalam suasana yang hangat dan terbuka, itu akan menunjukkan kepada masyarakat bahwa semangat kebersamaan dan persatuan masih sangat kuat, meskipun mereka pernah berada di jalur politik yang berbeda,” katanya.

    “Ini penting untuk menjaga iklim demokrasi kita tetap sehat, sekaligus memberikan contoh bahwa perbedaan pandangan politik tidak harus berujung pada perpecahan,” imbuh Eko.

    “Kalau mereka bisa saling bertukar pikiran dan memberikan masukan kepada Presiden Prabowo dan pemerintahan yang sedang berjalan sekarang, tentu itu akan menjadi kontribusi yang sangat berharga. Masukan itu bisa soal kebijakan, soal pendekatan dalam memimpin, atau hal-hal strategis lainnya,” ucap Eko.

    Bila forum pertemuan mantan Presiden bisa rutin dilakukan, Eko menilai bisa saja berkembang jadi ruang diskusi kebangsaan yang lebih besar. Mempertemukan pengalaman masa lalu dengan kebutuhan masa depan.

    Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDIP Puan Maharani sebelumnya menanggapi momen pertemuan dari anak hingga mantu mantan Presiden di ulang tahun Didit Hediprasetyo. Puan menyebut bukan tidak mungkin juga ada pertemuan mantan-mantan Presiden.

    “Insyaallah, tidak ada yang tidak mungkin. Silaturahmi itu selalu akan bisa dilakukan,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3). Ia menjawab peluang Presiden terdahulu untuk bertemu.

    Puan menyebut pertemuan mantan Presiden mungkin tak terjadi sekarang. Namun, ia meyakini akan ada momen yang tepat terkait pertemuan itu.

    “Jadi mungkin tidak sekarang tapi Insyaallah akan terjadi,” katanya.

    (rfs/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kapuspen sebut generasi muda TNI tidak mau dwifungsi, tapi profesional

    Kapuspen sebut generasi muda TNI tidak mau dwifungsi, tapi profesional

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi mengatakan bahwa generasi muda TNI pada saat ini tidak mau dwifungsi terjadi, tetapi ingin menjadi tentara yang profesional.

    “Ingat, saat ini, generasi muda TNI berapa persen sih yang pernah merasakan nikmatnya dwifungsi ABRI? Saya saja, seorang Kapuspen TNI. Saya lulusan Akademi Militer tahun 1997, pangkat bintang satu saat ini, tidak pernah saya merasakan nikmatnya dwifungsi ABRI,” kata Kristomei dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Selasa (25/3).

    Ia melanjutkan, “Ngapain tetap dwifungsi ABRI? Justru kami pengin sebagai tentara yang profesional untuk ke depan sesuai dengan jati-jati TNI tadi, yakni sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, tentara profesional.”

    Ia lantas mengatakan bahwa generasi muda TNI seperti dirinya tidak ingin kembali merasakan dwifungsi TNI seperti pada masa lalu.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak berusaha mengaktifkan kembali dwifungsi.

    “Jadi, perubahan-perubahan di Pasal 7 dalam tugas-tugas TNI, Pasal 47 (penempatan prajurit di jabatan sipil, red.), tidak ada bahwa kami ingin untuk kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa kerisauan mengenai pengaktifan dwifungsi TNI tidak beralasan.

    Sementara itu, untuk mewujudkan tentara yang profesional, dia mengatakan bahwa perlunya penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista), sehingga prajurit dapat berlatih dan bertugas dengan baik.

    Pada kesempatan sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3) menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang.

    “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Junaydi Suswanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • TNI harap Indonesia bisa miliki satelit navigasi usai UU TNI direvisi

    TNI harap Indonesia bisa miliki satelit navigasi usai UU TNI direvisi

    Ya, dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 ini, harapan kami ke sana. Kami juga pengin punya satelit sendiri. Pengin sekali

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi berharap Indonesia bisa memiliki satelit navigasi usai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI direvisi.

    “Ya, dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 ini, harapan kami ke sana. Kami juga pengin punya satelit sendiri. Pengin sekali,” kata Kristomei dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Selasa.

    Ia menyampaikan pernyataan tersebut ketika ditanya kemungkinan Indonesia mempunyai satelit navigasi usai penanggulangan ancaman siber menjadi operasi militer selain perang (OMSP) dalam UU TNI yang baru.

    “Artinya, dengan sudah diamanatkan bahwa TNI bisa membantu dalam mengatasi ancaman siber, ya harapannya tadi, bahwa kami tidak mau tergantung sama negara lain. Justru pengin semuanya mandiri,” jelasnya.

    Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa keinginan mempunyai satelit navigasi secara mandiri, atau tidak bergantung pada negara lain, tetap perlu melihat kemampuan negara pada saat ini.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa seiring langkah menuju ke arah kemandirian alat utama sistem senjata (alutsista), maka mengupayakan prajurit TNI yang profesional tetap diperlukan.

    “Ingat, tentara profesional itu harus well trained, terlatih dengan baik. Kemudian, harus well equipped, alutsistanya harus bagus, senjatanya harus baik, perlengkapannya harus baik. Kita harus melengkapi itu,” katanya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa kesejahteraan prajurit TNI perlu diwujudkan seiring dengan mengupayakan tentara yang profesional.

    Menurut dia, bila langkah-langkah tersebut bisa terpenuhi, maka jati diri prajurit TNI sebagai tentara rakyat hingga tentara profesional bisa tercapai.

    “Akan tetapi, kan semua itu tidak hanya pada TNI saja. Itu pada kewenangan tataran pemerintah, yakni bagaimana budgeting, penganggaran pertahanan itu berapa, sehingga bisa dialokasikan buat senjata, satelit, dan sebagainya,” ujarnya.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3) menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

    “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.

    Membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber menjadi salah satu dari dua OMSP tambahan yang diatur dalam UU TNI yang baru.

    OMSP tambahan bagi TNI lainnya adalah membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Indra Gultom
    Copyright © ANTARA 2025

  • RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah pengesahan RUU TNI 2025, kini Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) menjadi sorotan publik. RUU ini mengusulkan revisi terhadap UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Akan tetapi, beberapa pasal dalam draf tersebut menuai polemik karena dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada Polri. Berikut penjelasan lengkapnya.

    DPR Belum Jadwalkan Pembahasan RUU Polri

    Komisi III DPR menyatakan siap membahas revisi UU Polri jika dinilai mendesak, meski saat ini masih memprioritaskan RUU KUHAP. Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa belum ada Surat Presiden (Surpres) yang diterima untuk memulai pembahasan.

    “DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Senin, 24 Maret 2025.

    Meski begitu, revisi ini sudah masuk dalam daftar rancangan undang-undang inisiatif DPR sejak 2024.

    Isi RUU Polri Terbaru

    Berdasarkan dokumen di laman resmi DPR, revisi UU Polri mencakup perubahan pada pasal-pasal berikut:

    Pasal 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 6 tentang Peran dan Fungsi Polri Pasal 7 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasal 14 tentang Tugas Pokok Anggota Polri Pasal 16 tentang Penyelenggaraan Tugas Polri Pasal 30 tentang Usia Pensiun Maksimum Anggota Polri Pasal 35 tentang Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Dan lainnya…

    Namun, beberapa pasal memicu penolakan dari publik karena dinilai berpotensi mengekang kebebasan sipil dan memperluas kewenangan Polri tanpa pengawasan ketat.

    Deretan Pasal Kontroversial

    Pasal 16 Ayat 1 Huruf Q

    Pasal ini memberikan kewenangan Polri untuk melakukan penindakan, pemblokiran, pemutusan, hingga perlambatan akses ruang siber demi keamanan dalam negeri.

    Koalisi Masyarakat Sipil menilai ketentuan ini berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berisiko tumpang tindih dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    Pasal 16A dan 16B (Sisipan Baru)

    Pasal 16A menyebutkan bahwa Intelkam Polri bisa melakukan pengawasan intelijen. Ini memicu kekhawatiran soal kewenangan Polri untuk meminta data intelijen dari BIN, BSSN, hingga BAIS.

    Pasal 16B juga mengandung istilah “Kepentingan Nasional” yang tidak didefinisikan secara jelas. Istilah ini dikhawatirkan bisa digunakan Polri untuk mengawasi kegiatan masyarakat dengan alasan menjaga kepentingan nasional.

    Pasal 14 Ayat 1 Huruf G dan O

    Huruf G memberi Polri wewenang melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik PNS, serta bentuk pengamanan swakarsa. Ini dikhawatirkan membuka peluang “bisnis keamanan” dan pelanggaran HAM melalui pengamanan swakarsa.

    Huruf O mengizinkan Polri melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian. PSHK menyoroti bahwa Polri tidak memerlukan izin, berbeda dengan KPK yang harus mendapat persetujuan Dewan Pengawas.

    Pasal 30 Ayat 2

    Pasal ini mengatur usia pensiun:

    58 tahun bagi bintara dan tamtama. 60 tahun bagi perwira. 65 tahun bagi pejabat fungsional.

    Usulan ini dianggap menghambat regenerasi dalam tubuh Polri dan mempertahankan personel yang seharusnya sudah pensiun.

    Reaksi Masyarakat dan Lembaga Sipil

    Ketua YLBHI Muhammad Isnur menegaskan, pihaknya menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR tersebut.

    “Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini!” ucapnya.

    Muhammad Isnur mendesak DPR dan pemerintah memprioritaskan pembahasan RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU KUHAP, RUU Penyadapan, hingga RUU Masyarakat Adat.

    Menurut laporan KontraS, dalam periode 2020–2024 tercatat ratusan kasus kekerasan melibatkan anggota Polri. Komnas HAM pun mencatat Polri sebagai lembaga negara dengan laporan pelanggaran HAM tertinggi pada 2023.

    Polri Menuju “Superbody”?

    Revisi UU Polri menuai kritik karena berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga “superbody” dengan kekuasaan luas tanpa pengawasan memadai. Beberapa pasal memperlihatkan kecenderungan ke arah otoritarianisme baru dengan pembatasan kebebasan sipil dan penguatan fungsi intelijen kepolisian.

    Jika RUU ini disahkan tanpa revisi signifikan, Indonesia terancam mundur dari semangat reformasi dan demokrasi. Polri seharusnya berfungsi sebagai alat negara yang profesional dan akuntabel, bukan menjadi lembaga dengan kekuasaan absolut.

    Publik kini menanti apakah DPR akan mendengarkan suara rakyat atau tetap melanjutkan pembahasan RUU ini secara diam-diam. Apakah RUU Polri ini memperbaiki institusi kepolisian atau justru membuka jalan bagi lahirnya negara dalam negara?***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kaesang Ungkap Rencana Pertemuan Anak-anak Presiden Saat Lebaran: Diatur Mas Didit

    Kaesang Ungkap Rencana Pertemuan Anak-anak Presiden Saat Lebaran: Diatur Mas Didit

    Kaesang Ungkap Rencana Pertemuan Anak-anak Presiden Saat Lebaran: Diatur Mas Didit
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
    Kaesang
    Pangarep mengungkap rencana
    pertemuan anak-anak presiden
    saat Lebaran mendatang.
    Menurutnya, rencana pertemuan itu akan diatur oleh putra semata wayang Presiden Prabowo Subianto,
    Ragowo Hediprasetyo
    Djojohadikusumo alias
    Didit Hediprasetyo
    .
    “Insya Allah ada, dan pasti tanyakan ke Mas Didit. Semua yang mengatur Mas Didit,” ujar putra bungsu mantan Presiden Joko Widodo itu di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (25/3/2025) malam.
    Pertemuan anak-anak presiden
    sebelumnya memang telah digelar, ketika Didit berulang tahun pada akhir pekan lalu.
    Saat itu yang hadir ada Wakil Presiden sekaligus putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan istrinya, Selvi Ananda; serta Kaesang dan istrinya, Erina Gudono.
    Lalu, ada pula putra Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan istrinya, Anisa Pohan; serta Siti Rubi Aliya Rajasa, istri dari Edhie Baskoro Yudhoyono.
    Hadir pula anak Presiden Pertama RI, Soekarno, Guruh Soekarnoputra; putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid; dan putri Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.
    Momen pertemuan mereka pun sempat diunggah oleh Didit, Prabowo dan mantan istrinya, Titik Soeharto melalui akun Instagram mereka masing-masing.
    Dalam foto yang diunggah, mereka sempat melakuka foto bersama-sama mengelilingi Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Minta Menteri Perbaiki Komunikasi ke Publik, Puan: Agar tidak Misleading

    Prabowo Minta Menteri Perbaiki Komunikasi ke Publik, Puan: Agar tidak Misleading

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto disebut telah meminta semua jajaran anggota kabinet untuk memperbaiki komunikasi publiknya. Ketua DPR RI Puan Maharani meminta jajaran kementerian dan juru bicara mengikuti instruksi Prabowo.

    Menurut Puan, instruksi tersebut harus dilaksankan agar penyampaian informasi kepada publik tidak misleading.

    “Kami harapkan semua jajaran kementerian dan juga juru bicara kepresidenan mengikuti apa yang diperintahkan oleh presiden,” kata Puan di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

    “(Agar) bisa memberikan informasi yang baik, yang benar, yang jelas kepada masyarakat terkait dengan program-program pemerintah, sehingga tidak ada misleading atau salah informasi,” ujar Puan.

    Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengungkap pesan Presiden Prabowo Subianto ketika menghadiri rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin sore, 25 Maret 2025. Prabowo, kata Sudaryono, mengingatkan untuk memperbaiki komunikasi kepada publik.

    “Pemerintah tidak antikritik, tetapi bahwa narasi kan juga harus dibangun dengan narasi yang baik. Jangan sampai opini, orang itu berasumsi. Asumsi orang itu tidak bisa kita kontrol. Jangan sampai dia dapat berita sepenggal, kemudian berasumsi negatif kan enggak bagus,” kata Sudaryono dikutip dari Antara.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ketua DPR Puan Maharani Minta Teror Kepala Babi Tempo Diselidiki sampai Tuntas

    Ketua DPR Puan Maharani Minta Teror Kepala Babi Tempo Diselidiki sampai Tuntas

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua DPR Puan Maharani ikut menanggapi huru-hara teror pengiriman kepala babi tanpa kuping ke kantor media Tempo. Dia meminta aparat penegak hukum (APH) agar menyelidikinya hingga ke akar.

    Menurut Puan, aksi teror terhadap kantor media massa bisa mengancam kebebasan pers di dalam negeri. Presenden negatif tak dapat dihindarkan jika sudah demikian.

    “Aparat penegak hukum agar menindaklanjutinya dan menyelidikinya dengan sebaik-baiknya,” kata Puan, di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

    Dia menjelaskan, jika ada pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan yang dipublikasikan oleh Tempo, disarankan untuk mengajukan laporan kepada Dewan Pers.

    Dia berpendapat bahwa melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers merupakan solusi terbaik dibandingkan menyebarkan teror.

    “Kalau kemudian ada protes ya sampaikan ke Dewan Pers, tidak perlu melakukan hal-hal seperti itu,” kata dia.

    Bagi Puan, segala hal yang sifatnya anarkis termasuk teror merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan.

    Besar harapannya supaya jajaran aparat penegak hukum gegas menyelidiki dan menindak siapa pun pelaku di balik kejadian tersebut.

    Sekilas Kasus Tempo

    Pada Rabu, 19 Maret 2025, Kantor Tempo menerima paket yang berisi kepala babi, dikirim dalam kotak kardus yang dilapisi styrofoam.

    Paket tersebut ditujukan kepada seseorang bernama ‘Cica’, yang dikenal di lingkungan Tempo sebagai julukan bagi Francisca Christy Rosana, seorang wartawan politik sekaligus pembawa acara siniar Bocor Alus Politik.

    Setelah pengiriman kepala babi, dua hari kemudian, kantor Tempo kembali menerima ancaman berupa paket yang berisi enam bangkai tikus yang sudah dipenggal kepalanya.

    Menyusul kejadian tersebut, Bareskrim Polri bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk menyelidiki laporan mengenai dugaan teror yang dialami oleh Kantor Tempo.

    Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri, mengungkapkan bahwa penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Gedung Tempo, Jakarta Selatan, pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Proses olah TKP tersebut mencakup pemeriksaan lokasi kejadian, koordinasi, serta pencatatan saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Puan Bantah Ada Tarik Menarik Kepentingan Antara Komisi III DPR dengan Baleg untuk Bahas RUU KUHAP – Halaman all

    Puan Bantah Ada Tarik Menarik Kepentingan Antara Komisi III DPR dengan Baleg untuk Bahas RUU KUHAP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani membantah ada tarik menarik kepentingan, antara Komisi III DPR RI dengan Badan Legislasi (Baleg), untuk membahas revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

    Padahal, presiden telah mengirimkan surat terkait penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU KUHAP.

    Namun, DPR belum memutuskan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang akan membahas RUU KUHAP.

    “Tidak ada tarik menarik, baru diterima suratnya. Jadi memang karena ini sudah tutup masa sidang, dan kemudian baru diterima suratnya, karenanya kami baru membacakan,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025).

    Puan mengatakan, pada dasarnya pembahasan RUU KUHAP merupakan ranah Komisi III DPR.

    Namun, hal itu harus melalui mekanisme yang ada di DPR, dan diputuskan setelah pembukaan masa sidang DPR berikutnya.

    “Memang domainnya itu domain Komisi III, namun nanti baru akan diputuskan sesudah pembukaan masa sidang akan di bahas di mana,” ujarnya.

    “Nanti kita putuskan sesudah pembukaan masa sidang karena ada mekanismenya,” imbuhnya.

    Dalam rapat paripurna hari ini, Ketua DPR RI Puan Maharani, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima surat dari Presiden Republik Indonesia, terkait penunjukan wakil pemerintah untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

    Surat tersebut bernomor R19/PRES/03/2025.

    “Pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden Republik Indonesia, nomor R19/pres/03/2025, mengenai penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Puan di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

  • Prajurit TNI di Luar 14 Kementerian yang Disahkan UU Akan Segera Mengundurkan Diri

    Prajurit TNI di Luar 14 Kementerian yang Disahkan UU Akan Segera Mengundurkan Diri

    PIKIRAN RAKYAT – Prajurit TNI yang bertugas di luar 14 kementerian/lembaga akan segera mengundurkan diri, demi menaati revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal itu dijamin Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (Kapuspen TNI) Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi.

    Dalam keterangan terbarunya, ia mengungkapkan bahwa pengunduran diri para prajurit bersangkutan kini sedang diproses. Ia menjelaskan, proses tersebut sesuai dengan perintah dari Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto.

    “Sekarang ini proses administrasinya sedang berjalan,” ujar Kristomei dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

    “Sudah ada perintah dari Panglima TNI kepada prajurit TNI aktif yang berada di luar dari 14 kementerian atau lembaga yang sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 untuk segera mengundurkan diri atau pensiun dini,” ucapnya menambahkan.

    Karena itu, Kapuspen mengimbau kepada semua pihak utamanya masyarakat, untuk menunggu proses pengunduran diri atau pensiun dini prajurit TNI aktif yang bertugas di luar 14 kementerian/lembaga (K/L).

    Ia memberikan contoh mengenai pengunduran diri atau pensiun dini dari Direktur Utama Perum Bulog, Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya.

    Menurut Kapuspen, proses pengunduran diri tersebut telah dimulai sejak Kamis, 20 Maret 2025, dengan serah terima jabatan yang sebelumnya menjabat sebagai Komandan Jenderal Akademi TNI, kini menjadi Staf Khusus Panglima TNI.

    “Nah, itu akan terus berproses sampai nanti SKEP (surat keputusan) untuk pengunduran dirinya keluar,” ujarnya.

    Pada Kamis, 20 Maret 2025, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 menyetujui RUU TNI untuk dijadikan undang-undang.

    “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Ketua DPR RI Puan Maharani, bersambut seruan setuju dari para peserta rapat. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Puan Ingatkan DPR Respons Keluhan Rakyat, Jangan Tunggu Viral!

    Puan Ingatkan DPR Respons Keluhan Rakyat, Jangan Tunggu Viral!

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan para anggota dewan untuk bertindak cepat dalam merespons setiap keluhan rakyat. Meski bertindak cepat, dia mengingatkan bukan berarti juga mengabaikan tata kelola yang baik.

    Puan menjabarkan keluhan-keluhan rakyat yang kini didengarnya adalah permasalahan soal lapangan pekerjaan, masalah sekolah, masalah layanan rumah sakit, hingga masalah petani dan nelayan.

    Eks Menko PMK ini mengingatkan hal tersebut lantaran menurutnya DPR RI dan pemerintah bila membahas masalah rakyat dan mencari solusinya masih terbilang lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

    “Maka dari itu, marilah menjadi komitmen kita bersama untuk dapat merespons secara cepat dan tepat setiap keluhan masalah rakyat,” katanya dalam pidato penutupan masa sidang DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    Puan berharap seharusnya negara bisa hadir langsung untuk membantu permasalahan rakyat tanpa harus menunggu viral terlebih dahulu.

    “Negara harus hadir tanpa menunggu rakyat memviralkan dan menuntut kehadiran negara. Kita harus bertindak cepat secara terukur dan taat pada prinsip-prinsip yang berintegritas,” ujar dia.

    Menurut putri Presiden RI ke-5 ini, niat baik saja tidak cukup dalam membuat kebijakan publik. Perlu adanya transparansi, akuntabilitas, dan sesuai dengan kewenangannya.

    “Kita harus membangun budaya kerja, membiasakan yang benar, dan bukannya malah membenarkan yang biasa,” kata Puan.