Jakarta (beritajatim.com) – Pengemudi ojek online (ojol) kembali menggelar aksi aksi demonstrasi besar-besaran pada 20 Mei 2025 lalu. Mereka menuntut intervensi pemerintah agar potongan 20 persen diturunkan.
Terkait hal ini, ekonom senior Piter Abdullah yang juga Executive Director Segara Institute berpendapat, regulasi yang memaksa penurunan komisi justru berpotensi merusak struktur industri digital yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade.
“Setback, setback, saya khawatirkan setback industri yang kita bangun 10 tahun terakhir yang sudah memberikan manfaat terhadap perekonomian kita, baik itu di dalam pembentukan PDB dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, memberikan penghasilan kepada begitu banyak masyarakat kita, itu bisa terhapuskan,” ujar Piter dalam sebuah siniar yang dipandu Akbar Faisal.
“Ini adalah cikal bakal dari industri digital yang kita bangun dan kita sebutkan sebagai salah satu potensi terbesarnya kita—itu akan hilang. Industri ini adalah cikal bakal kita memasuki era industri teknologi. Itu bisa setback karena, pertama, kita bisa kehilangan investor. Kita kehilangan mereka yang mau berinvestasi pada bidang industri teknologi. Iya, karena ketidakpastian hukum tadi,” lanjutnya.
Piter menekankan bahwa struktur komisi merupakan hasil dari dinamika pasar. Jika pengemudi merasa tidak cocok dengan satu platform, mereka bebas beralih ke yang menawarkan potongan lebih rendah, seperti Maxim atau InDrive yang hanya memotong 9-15 persen. “Ini industri yang tidak memaksa dan tanpa monopoli,” tegasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) Agung Yudha menjelaskan, Industri ojol, taksol, dan kurir online berkontribusi sekitar 2% terhadap PDB Indonesia. Dia menilai, ada beberapa dampak yang bisa terjadi bila komisi dipaksa turun.
“Hanya 10–30% mitra pengemudi yang bisa terserap ke lapangan kerja formal. Kemudian, penurunan aktivitas ekonomi digital bisa menekan PDB hingga 5,5%, sekitar 1,4 juta orang terancam kehilangan pekerjaan, dan dampak ekonomi total bisa mencapai Rp178 triliun, termasuk efek berantai pada sektor lain,” paparnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa aplikator memiliki skema potongan yang bervariasi dan pengemudi bebas memilih platform sesuai preferensi. “Para driver sebenarnya punya pilihan. Kita bisa lihat bahwa keempat aplikator ini—GoJek, Grab, Maxim, dan InDrive—memiliki pangsa pasar dan skema potongan yang berbeda,” ujarnya.
Dudy menambahkan bahwa pemerintah tidak menutup kemungkinan menurunkan komisi, tetapi harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem. “Kalau saya tidak berpikir keseimbangan berkelanjutan, bisa saja. Enggak ada susahnya menandatangani aturan potongan 10 persen. Tapi rasanya tidak arif bagi kami kalau kami tidak mendengar semuanya,” kata Dudy.
“Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem besar di sini—pengemudi, perusahaan, UMKM, logistik, hingga masyarakat pengguna. Pemerintah ingin menjaga keberlanjutan dan keseimbangannya,” tambahnya. [hen/ian]



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1043411/original/005540900_1446622303-20151104-OJK-AY-4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2365459/original/093580700_1541506163-040291100_1537702786-download_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


