Tag: Piter Abdullah

  • Dana Triliunan Konglomerat Bisa Pulang Lewat Patriot Bond – Page 3

    Dana Triliunan Konglomerat Bisa Pulang Lewat Patriot Bond – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rencana penerbitan private placement Patriot Bond oleh Danantara Indonesia senilai Rp50 triliun menuai dukungan. Instrumen ini dinilai dapat menjadi jalan bagi dana konglomerat nasional yang selama ini disimpan di luar negeri untuk kembali bekerja bagi pembangunan dalam negeri.

    Pada April 2025 dilaporkan bahwa sejumlah orang kaya Indonesia telah memindahkan ratusan juta dolar AS ke luar negeri, termasuk ke aset kripto, di tengah kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal. Fenomena capital outflow ini menunjukkan bahwa sebagian besar likuiditas konglomerat belum sepenuhnya berpihak pada pembiayaan nasional.

    Menurut studi McKinsey, diperkirakan sekitar USD 250 miliar atau setara Rp3.250 triliun aset konglomerat Indonesia tersimpan di luar negeri, sebagian besar berupa deposito, modal, dan instrumen fixed income, terutama di Singapura. Angka ini menegaskan besarnya potensi dana yang dapat ditarik kembali untuk mendukung pembiayaan pembangunan jika diarahkan melalui skema seperti Patriot Bond.

    Patriot Bond hadir bukan sebagai instrumen ritel, melainkan penawaran terbatas untuk kelompok usaha besar Indonesia. Danantara menegaskan bahwa mekanisme ini berbasis partisipasi sukarela, dengan imbal hasil kompetitif dan risiko terukur.

    Tujuannya bukan sekadar menghimpun dana, tetapi juga membangun sense of ownership bahwa dunia usaha ikut bertanggung jawab atas agenda pembangunan lintas generasi yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat.

    Menurut Direktur Kebijakan dan Program Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah, Patriot Bond dapat menjadi solusi strategis untuk memperkuat kemandirian fiskal.

    “Instrumen ini memberi jalan bagi konglomerat untuk menempatkan dana mereka secara aman sekaligus berkontribusi langsung pada pembangunan. Dengan cara ini, ketergantungan pada pinjaman asing bisa dikurangi, sementara kapasitas pembiayaan domestik meningkat,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).

     

  • Patriot Bond dinilai jalan bagi konglomerat kontribusi ke pembangunan

    Patriot Bond dinilai jalan bagi konglomerat kontribusi ke pembangunan

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Kebijakan dan Program Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah mengatakan Patriot Bond dapat menjadi jalan bagi konglomerat Indonesia untuk menempatkan dana secara aman, sekaligus berkontribusi langsung terhadap pembangunan nasional.

    “Instrumen ini memberi jalan bagi konglomerat untuk menempatkan dana mereka secara aman sekaligus berkontribusi langsung pada pembangunan. Dengan cara ini, ketergantungan pada pinjaman asing bisa dikurangi, sementara kapasitas pembiayaan domestik meningkat,” ujar Piter sebagaimana keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

    Piter menjelaskan, Patriot Bond diarahkan untuk mendukung proyek-proyek berdampak tinggi seperti pengelolaan sampah menjadi listrik (waste-to-energy), transisi energi, serta pengembangan teknologi hijau.

    “Instrumen ini menciptakan multiplier effect. Dana yang ditempatkan oleh konglomerat tidak berhenti sebagai angka di neraca, melainkan ikut menggerakkan roda perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, hingga penguatan daya saing nasional,” ujar Piter.

    Selain itu, Ia memandang Patriot Bond sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi kalangan konglomerat di Indonesia.

    “Dengan tata kelola yang baik, Patriot Bond menjadi lebih dari sekadar instrumen investasi. Ia bisa menjadi simbol kepedulian sosial kalangan usaha besar, bahwa kekuatan finansial mereka bukan hanya untuk kepentingan bisnis, tetapi juga untuk keberlanjutan bangsa,” ujar Piter.

    Seiring dengan itu, dari kalangan konglomerat juga menyuarakan dukungannya, Pemilik Grup Sinar Mas Franky Oesman Widjaja menilai Patriot Bond sebagai instrumen yang dapat memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan swasta.

    “Instrumen ini memberi kepastian investasi sekaligus mempercepat pertumbuhan yang inklusif bagi masyarakat luas,” ujar Franky.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prasasti Sarankan Prabowo Lanjutkan Digitalisasi Demi Pertumbuhan Ekonomi 8%

    Prasasti Sarankan Prabowo Lanjutkan Digitalisasi Demi Pertumbuhan Ekonomi 8%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto disarankan untuk melanjutkan digitalisasi guna mengejar pertumbuhan ekonomi 8%. 

    Digitalisasi berjalan cukup agresif dalam 10 tahun terakhir. Penetrasi internet meningkat dari 74% menjadi 80%. Pencapaian ini dinilai perlu kembali diakselerasi karena mampu menghasilkan pemasukan yang lebih besar untuk nilai investasi yang relatif kecil.

    Board of Advisors Prasasti Center for Policy Studies Burhanuddin Abdullah mengatakan pemerintah saat ini tengah berupaya mengejar pertumbuhan ekonomi 8%. 

    Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mendorong digitalisasi. Dengan berfokus pada digital, maka ICOR Indonesia yang saat ini masih berkisar 6,6 dapat ditekan menjadi 4,3. 

    Untuk diketahui, ICOR, atau Incremental Capital Output Ratio, adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perekonomian dalam menggunakan investasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, ICOR menunjukkan berapa banyak tambahan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu unit output (pertumbuhan).

    Makin kecil angka ICOR, makin baik. Sebab, jumlah investasi yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi makin kecil. 

    Dengan ICOR 4,3 maka nilai investasi yang perlu digelontorkan pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% turun drastis dari 52% PDB atau sekitar Rp11.000 triliun menjadi hanya 32%-35% (atau sekitar Rp7.040 triliun-Rp7.700 triliun) PDB. 

    “Jadi kalau itu bisa dilakukan untuk keseluruhan sektor kita itu surplus mestinya,” kata Burhanuddin di Jakarta, Selasa (12/8/2025). 

    Burhanuddin menambahkan saat ini untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% pemerintah masih kekurangan dana sekitar 14% dari PDB. Pemerintah hanya mampu menyiapkan 38% dari PDB, sementara itu 14% sisanya diambil dari pinjaman atau dari modal asing. 

    Burhanuddin Abdullah

    Dengan berfokus pada digitalisasi, pemerintah tidak hanya berhasil menambal kebutuhan, juga dapat dapat mencatatkan surplus sekitar 3%-6% dari PDB.   

    Burhanuddin mengakui untuk meningkatkan ICOR dibutuhkan langkah yang kuat ini. Saat ini 17 sektor instansi dan lembaga pemerintah, baru sektor Teknologi dan Informasi saja yang memiliki ICOR kategori tinggi. 

    Sementara itu, Policy and Program Director Prasasti, Piter Abdullah mengatakan salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ICOR adalah dengan menggenjot pembangunan infrastruktur digital secara merata. 

    Pemerataan internet akan membuat masyarakat yang awalnya tidak tersentuh internet menjadi terlayani sehingga mereka dapat mengakses layanan digital termasuk berjualan secara online. 

    Dia memproyeksikan Indonesia akan berkontribusi mencapai US$360 miliar atau sekitar Rp5,87 kuadriliun (Kurs:Rp16.000) pada 2030, serta dominasi 40% dari nilai ekonomi digital ASEAN dengan melakukan pemerataan layanan internet. 

    “Peran utama dari pemerintah adalah penyediaan infrastruktur. Itu adalah hal yang mutlak, yang kami harapkan dari pemerintah terutama kalau kita bicara daerah-daerah di tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sebaran infrastruktur kita belum merata, kalau di Jakarta kita menikmati jaringan bagus,” kata Piter. 

    Sekadar informasi dalam membangun jaringan hingga ke pelosok negeri, pemerintah telah memiliki Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Melalui program Akses Internet hingga penggelaran Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL), Bakti telah melayani ratusan titik intenet di daerah 3T.

    Bakti telah menyalurkan internet ke 27.805 titik di seluruh wilayah tertinggal di Indonesia. Melalui program Akses Internet (AI) puluhan ribu titik tersebut mendapat internet dari satelit Multifungsi Satria-1. 

    Sementara itu berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, sektor yang paling banyak mendapat manfaat dari Akses Internet Bakti adalah sektor pendidikan dengan 19.598 titik. Kemudian sektor pemerintahan (5.287 titik), sektor kesehatan (1.362 titik), pertahanan dan keamanan (455 titik), komunitas (394 titik), tempat ibadah (368 titik), pariwisata (132 titik), layanan bisnis (188 titik), dan transportasi publik (21 titik). 

    Adapun berdasarkan wilayahnya, sebanyak 7.464 titik (26,85%) berada di Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi sebanyak 4.816 titik (17,32%), Pulau Jawa sebanyak 4.738 titik (17,03%), Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 3.857 titik (13,88%), Kalimantan sebanyak 3.791 titik (13,63%), Maluku sebanyak 1.514 titik (5,45%), dan terakhir Papua sebanyak 1.625 titik (5,84%). 

  • Digitalisasi Bantu Prabowo Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

    Digitalisasi Bantu Prabowo Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

    Bisnis.com, JAKARTA — Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti), lembaga riset yang berfokus pada ekonomi, mengungkap sektor ekonomi digital berpotensi mempercepat indonesia dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%, termasuk membuka lapangan kerja. 

    Board of Advisors Prasasti Burhanuddin Abdullah mengatakan, dengan mendorong dan memfasilitasi perkembangan ekonomi digital, dampaknya akan secara langsung dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

    “Industri digital nasional memberi peluang lebih besar pada talenta teknologi Indonesia untuk mendapatkan kesempatan kerja,” kata Burhanuddin di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Pernyataan tersebut juga didukung oleh data yang ditemukan Policy and Program Director Prasasti, Piter Abdullah, yang menyatakan, ekonomi digital dapat memberikan solusi konkret dalam penyediaan mesin pertumbuhan yang lebih efisien.

    Dia memproyeksikan Indonesia akan berkontribusi mencapai US$360 miliar atau sekitar Rp5,87 kuadriliun (Kurs:Rp16.000) pada 2030, serta dominasi 40% dari nilai ekonomi digital ASEAN.

    “Ekonomi digital berperan mendorong produktivitas nasional, serta sebagai enabler untuk mencapai pertumbuhan 8%,” kata Piter.

    Sementara itu, hasil riset yang dilakukan Prasasti menunjukkan, nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) secara nasional berada pada 6,6 secara nasional. Indonesia disarankan mencapai angka 4,3 agar lebih efisien untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8%.

    ICOR merupakan rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perekonomian dalam menggunakan investasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, ICOR menunjukkan berapa banyak tambahan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu unit output (pertumbuhan).

    Makin kecil angka ICOR, makin baik. Sebab, jumlah uang yang dikeluarkan untuk menghasilkan nilai  yang berkualitas makin kecil. 

    Dengan ICOR 4,3 maka nilai investasi yang perlu digelontorkan pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% turun drastis dari 52% PDB atau sekitar Rp11.000 triliun menjadi hanya 32%-35% (atau sekitar Rp7.040 triliun -Rp7.700 triliun) 

    “Investasi di infrastruktur digital, pengembangan talenta data, dan cloud service jadi strategi industrialisasi nasional yang menentukan daya saing perekonomian Indonesia dua dekade ke depan,” jelas Research Director Prasasti, Gundy Cahyadi. 

    Gundy juga mengatakan, penting untuk pemerintah mendorong kebijakan pengembangan infrastruktur digital. Salah satu caranya dengan memperluas program pengembangan talenta data dan AI, serta menciptakan skema pembiayaan inklusif, agar UMKM dan masyarakat dapat lebih mudah mengadopsi teknologi digital.

    Bentuk dukungan tersebut diharapkan dapat semakin mempercepat tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional, serta memastikan transformasi digital yang inklusif dan berkelanjutan. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Ekonom proyeksikan ekonomi RI bisa tumbuh 5,2 persen sepanjang 2025

    Ekonom proyeksikan ekonomi RI bisa tumbuh 5,2 persen sepanjang 2025

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom proyeksikan ekonomi RI bisa tumbuh 5,2 persen sepanjang 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 05 Agustus 2025 – 23:11 WIB

    Elshinta.com – Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 5,1-5,2 persen year on year (yoy) sepanjang 2025.

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,12 persen (yoy) pada kuartal II 2025, sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Saya kira, kita bisa berharap pertumbuhan ekonomi kita bisa diselamatkan di atas kisaran 5,1 sampai 5,2 persen yoy (sepanjang 2025),” ujar Piter seusai acara bertajuk “Menjawab Tantangan Perusahaan Menengah dalam Akses Pembiayaan Pasar Modal” di Jakarta, Selasa.

    Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tetap akan mencapai kisaran 5,1 persen (yoy) pada kuartal III 2025, kemudian akan terus bertumbuh pada kuartal IV 2025, ditopang oleh adanya perayaan dan liburan Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

    “Mungkin di kuartal III nanti kita bisa 5,1 persen (yoy) lagi, di atas 5 persen (yoy). Kemudian, di kuartal IV mungkin agak diakselerasi karena adanya libur Natal dan Tahun Baru,” ujar Piter.

    Ia mengatakan tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut, apabila tren pertumbuhan seperti pada kuartal II 2025 terus berlanjut sampai akhir 2025.

    “Kalau pola (kuartal II 2025) memang terjadi, kekhawatiran kita bahwasanya pertumbuhan ekonomi akan di bawah 5 persen (yoy) mungkin bisa terelakkan. Kita bisa tumbuh di atas 5 persen (yoy) kalau seandainya tren ini terus ya,” ujar Piter.

    Dari mancanegara, Piter mengatakan kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump telah memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi AS, yang akhirnya akan merembet ke perekonomian global, termasuk Indonesia.

    Meskipun ada potensi penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS The Fed, menurutnya kebijakan-kebijakan Trump tetap akan memberikan hambatan bagi perekonomian AS yang akhirnya berdampak terhadap perekonomian global.

    “Membaiknya perekonomian AS tidak otomatis menyebabkan perekonomian global membaik, karena ada hambatan-hambatan yang dipasang oleh Trump,” ujar Piter.

    Sebelumnya, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan konsumsi rumah tangga menyumbang kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 54,25 persen atau berandil sebesar 2,64 persen dari total 5,12 persen pertumbuhan ekonomi nasional.

    Ia mengatakan momen-momen seperti Idul Fitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, Idul Adha, hingga berlanjut libur sekolah mendorong peningkatan konsumsi untuk transportasi dan restoran.

    Selain itu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) menyumbang pertumbuhan sebesar 2,06 persen dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 27,83 persen.

    Pertumbuhan PMTB tersebut tercatat 6,99 persen (yoy), yang didukung oleh aktivitas investasi yang masih menggeliat, terutama di sektor konstruksi.

    Sumber : Antara

  • Pertumbuhan Ekonomi RI 2026 versi Bappenas, BI, dan Sri Mulyani, Mana Paling Realistis?

    Pertumbuhan Ekonomi RI 2026 versi Bappenas, BI, dan Sri Mulyani, Mana Paling Realistis?

    Bisnis.com, JAKARTA — Target pertumbuhan ekonomi 2026 dari Kementerian Keuangan tak ada yang senada dengan estimasi Bank Indonesia maupun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas. 

    Sepekan terakhir, pemerintah dan bank sentral wara-wiri di kompleks parlemen untuk menyampaikan kepada wakil rakyat terkait kondisi ekonomi terkini dan proyeksi ke depan, termasuk pertumbuhan ekonomi. 

    Pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mematok pertumbuhan ekonomi 2026 di rentang 5,2%—5,8%, lebih tinggi dari target tahun ini yang sebesar 5,2%. 

    Sementara dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 milik Bappenas, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menargetkan pertumbuhan ekonomi di rentang 5,8%—6,3% pada 2026.

    Beda halnya dengan bank sentral, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di rentang 4,7%—5,5% dengan nilai tengah 5,02%.

    Melihat kondisi ekonomi hingga kuartal I/2025, konsumsi rumah tangga, pemerintah, ekspor, impor, hingga investasi hanya mampu mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,87%.

    Bahkan pemerintah dan BI mengikuti langkah sejumlah lembaga internasional untuk menurunkan outlook alias proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 ke level yang lebih rendah.

    Mana Lebih Realistis?

    Melilhat target dan proyeksi tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai angka paling realistis terllihat pada batas bawah BI yang sebesar 4,7%—jauh di bawah target pemerintah.

    “Mempertimbangkan kondisi eksternal, outlook harga komoditas ekspor masih rendah, sisi permintaan dalam negeri juga tumbuh terbatas, serta berlanjutnya efisiensi anggaran pemerintah,” ujarnya kepada Bisnis,Minggu (6/7/2025).

    Bhima memandang sebaiknya asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) dalam RAPBN 2026 dibuat lebih moderat dengan tujuan target penerimaan perpajakan tidak kontradiktif dengan kondisi riil pelaku usaha dan masyarakat.

    Selain itu, pemerintah dapat menambah anggaran perlindungan sosial untuk antisipasi tekanan ekonomi pada 2026.

    Sementara Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam memandang bahwa target maupun proyeksi dari ketiganya tersebut telah sesuai dengan asumsi masing-masing K/L.

    Misalnya, Kementerian Keuangan menjunjung strategi ekonomi dan fiskal yang fokus pada kedaultan pangan, energi, dan ekonomi serta akselerasi investasi maupun perdagangan global untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

    Dengan kata lain, apabila seluruh asumsi dan strategi tersebut dapat seluruhnya terwujud, harapan tumbuh sesuai target pun di depan mata.

    “Apapun targetnya dapat dicapai apabila semua prasyarat dipenuhi, program-program kerja dijalankan secara efektif dan efisien,” tuturnya kepada Bisnis.

    Selayaknya proyeksi dari Gubernur BI Perry Warjiyo yang memberikan estimasi lebih rendah dari target pemerintah.

    Bukan tanpa sebab, dalam paparan Perry di DPR, tercantum bahwa proyeksi PDB dari BI memang lebih rendah dibandingkan milik Kemenkeu dengan asumsi penyerapan APBN tidak sampai 100%. Selain itu, strategi stimulus fiskal masih banyak dalam bentuk belanja barang.

    “Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai titik tengah kisaran pemerintah bila penyerapan dilakukan secara optimal, strategi stimulus dilakukan dengan tepat sehingga dapat meningkatkan keyakinan pelaku ekonomi,” ungkap Perry.

    Estimasi Lembaga Internasional 

    Lembaga internasional telah mengeluarkan analisis terbarunya terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia, untuk periode 2025 di tengah ancaman tarif Trump dan disrupsi dagang.

    Bank Dunia atau World Bank mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sebesar 4,7% dan akan melaju menuju 5% pada 2027.  

    Berdasarkan GEP Juni 2025 ini, Bank Dunia mengungkapkan bahwa peningkatan ketidakpastian kebijakan perdagangan, penurunan kepercayaan, dan dampak dari melemahnya permintaan eksternal di negara-negara maju utama dan China kemungkinan akan menghambat ekspor dan investasi swasta di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.  

    “Meskipun beberapa perekonomian akan mendapat manfaat dari dukungan kebijakan fiskal—seperti program pengeluaran sosial dan investasi publik di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam—dampak makroekonomi penuh dari peningkatan hambatan perdagangan, yang sulit diprediksi, dapat menghambat pertumbuhan,” tulis Bank Dunia, dikutip pada Rabu (11/6/2025).

    Sementara Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada 2025. Hal tersebut sejalan dengan pemangkasan proyeksi ekonomi global dari 3,3% menjadi 2,8%.  

    Pada awal April lalu, Asian Development Bank (ADB) juga mengeluarkan proyeksi terbarunya di angka 5%, tetapi belum memperhitungkan dampak tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump. 

    Hanya Asean+3 Macroeconomic Research Office alias AMRO mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level 5,0% pada 2025, di saat lembaga internasional lain memangkas ke angka yang lebih rendah. 

  • Ekonom minta pemerintah hati-hati soal kenaikan tarif ojol

    Ekonom minta pemerintah hati-hati soal kenaikan tarif ojol

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Piter Abdullah meminta pemerintah untuk mengedepankan kehati-hatian sebelum memutuskan kenaikan tarif ojek daring/online (ojol) sebesar 8-15 persen.

    Piter dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menilai kebijakan tersebut belum tentu memberikan keuntungan bagi pengemudi maupun industri, serta memiliki risiko penurunan minat pengguna terhadap layanan jasa berbasis aplikasi ini.

    “Kenaikan tarif harus jelas tujuannya. Untuk siapa kenaikan ini? Jika membebani penumpang, tapi tidak menjamin pendapatan pengemudi naik, maka itu bukan kebijakan yang bijak,” ujar Piter.

    Ia mengingatkan, baik kenaikan maupun penurunan tarif memiliki dampak yang perlu dikaji secara menyeluruh.

    Menurunkan tarif, lanjut Piter, bisa merugikan pengemudi, sementara menaikkan tarif bisa mengurangi jumlah penumpang, yang ujungnya juga menurunkan omzet pengemudi dan perusahaan aplikasi.

    Piter pun mendorong agar pemerintah lebih berhati-hati dan menyusun kebijakan berbasis kebutuhan serta kajian yang objektif, bukan sekadar menyesuaikan permintaan salah satu pihak.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Aan Suhanan mengatakan kajian terkait kenaikan tarif ojol sebesar 8-15 persen sudah memasuki tahapan final.

    “Untuk tuntutan terkait dengan tarif, kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” kata Aan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/6).

    Finalisasi kenaikan tarif tersebut, lanjut Aan, dibuat berdasarkan kajian mendalam dan terus-menerus. Nantinya, kenaikan tarif akan bervariasi, tergantung zona masing-masing pengguna.

    “Ini yang sudah kami buat, kami kaji, sesuai dengan zona yang sudah ditetapkan. Ada bervariasi, kenaikan tersebut ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari tiga zona yang kita tetapkan,” ujar dia.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Penuhi Aturan OJK, Spin Off BTN Syariah Digeber

    Penuhi Aturan OJK, Spin Off BTN Syariah Digeber

    Jakarta

    PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) akan segera merealisasikan proses pemisahan atau spin off BTN Syariah. Hal ini menyusul terpenuhinya izin proses spin off Unit Usaha Syariah (UUS) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Proses spin off ini tidak terlepas dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2023 dan POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS). Kebijakan ini mengatur pemisahan UUS dari bank induk.

    Dalam ketentuan POJK tersebut, disebutkan bank yang aset UUS-nya mencapai 50% atau lebih dari total aset induknya, atau aset UUS-nya minimal Rp 50 triliun, wajib melakukan spin off menjadi Bank Umum Syariah (BUS).

    Berdasarkan data per akhir Maret 2025, aset UUS BTN telah mencapai Rp 61,19 triliun. Dengan pencapaian tersebut, UUS BTN wajib sudah memisahkan diri dari induknya. Langkah konsolidasi ini diharapkan struktur industri perbankan syariah menjadi semakin baik dan semakin kuat.

    “Diharapkan BTN Syariah dapat menjadi BUS dengan skala usaha yang diproyeksikan dapat tumbuh menjadi BUS besar yang bergerak di segmen pembiayaan perumahan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, ditulis Rabu (4/6/2025).

    Menurut Dian, langkah manajemen BTN ini sejalan dengan OJK yang juga mendorong terjadinya konsolidasi lain di perbankan syariah, terutama melalui aksi korporasi berupa spin-off, merger, ataupun akuisisi.

    Sementara itu, pengamat perbankan Piter Abdullah mengatakan, pasar perbankan syariah nasional membutuhkan pemain yang spesifik dan telah berpengalaman. BTN Syariah dinilai memiliki kapabilitas tersebut dan paling berpengalaman.

    “BTN Syariah saat ini menjadi satu-satunya pemain syariah yang fokusnya di sektor perumahan karena bertumbuh berbarengan dengan induknya. Ini menjadi bekal kuat untuk BTN Syariah melayani lebih banyak segmen masyarakat syariah ketika sudah di-spin-off menjadi BUS,” kata Piter.

    (shc/ara)

  • Pemerintah tak ingin gegabah buat regulasi baru

    Pemerintah tak ingin gegabah buat regulasi baru

    Sumber foto: Antara/elshinta.com

    Komisi ojol bervariasi, Menhub: Pemerintah tak ingin gegabah buat regulasi baru
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 26 Mei 2025 – 13:27 WIB

    Elshinta.com – Aksi demonstrasi pengemudi ojek online (ojol) yang digelar pada Selasa (20/5) menuntut pemerintah menetapkan batas maksimal potongan aplikasi sebesar 10 persen menuai respons beragam. Di satu sisi, tuntutan tersebut dianggap sebagai bentuk perjuangan meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi. Namun di sisi lain, sejumlah pejabat negara dan ekonom mengingatkan agar pemerintah tidak mengambil kebijakan secara gegabah yang justru bisa merusak ekosistem digital yang telah dibangun bertahun-tahun.

    Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan, penetapan batasan komisi perlu dikaji secara komprehensif karena menyangkut keberlanjutan berbagai sektor yang terlibat dalam ekosistem transportasi daring. 

    “Enggak ada susahnya menandatangani aturan potongan 10 persen. Tapi rasanya tidak arif kalau kami tidak mendengar semuanya,” ujar Dudy dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (19/5).

    Menurut Dudy, skema potongan atau komisi saat ini sangat bervariasi antaraplikator. Para pengemudi juga memiliki kebebasan untuk memilih platform yang dianggap paling menguntungkan bagi mereka. 

    “Empat platform besar—Gojek, Grab, Maxim, InDrive—punya potongan berbeda-beda. Tidak ada yang dipaksa,” tambahnya.

    Pendapat serupa disampaikan ekonom senior Piter Abdullah dari Segara Institute. Dalam sebuah diskusi publik, Piter menilai bahwa regulasi yang terlalu memaksakan penurunan komisi justru dapat merusak struktur industri digital Indonesia yang selama ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. “Kalau dipaksakan, kita bisa kehilangan investor, menghambat inovasi, bahkan menghancurkan potensi besar kita di sektor teknologi,” tegasnya.

    Data dari Modantara dan ITB mencatat bahwa sektor ojol, taksol, dan kurir digital saat ini menyumbang sekitar 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika komisi dibatasi secara ketat, diperkirakan hanya 10–30% pengemudi yang akan terserap ke skema kerja formal, sementara 1,4 juta orang berpotensi kehilangan pekerjaan. Penurunan aktivitas ekonomi digital juga disebut bisa menekan PDB hingga 5,5% atau senilai Rp178 triliun.

    Ekosistem transportasi daring bukan hanya soal aplikator dan pengemudi. Sektor ini melibatkan jutaan pelaku UMKM, konsumen, investor, logistik, dan layanan keuangan. Data dari Grab dan Gojek menunjukkan bahwa lebih dari 20 juta UMKM telah terdigitalisasi melalui platform mereka, dengan pertumbuhan signifikan selama masa pandemi.

    “Kalau perusahaan mengalami penurunan pendapatan akibat komisi yang dipatok terlalu rendah, kemampuan mereka memberi insentif kepada konsumen dan pengemudi akan terganggu. UMKM yang bergantung pada layanan delivery juga akan terkena imbasnya,” kata Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara.

    Pemerintah sendiri menyatakan tetap membuka ruang dialog dan tidak menutup kemungkinan melakukan evaluasi. Namun, keputusan akan diambil berdasarkan data, bukan desakan politik atau tekanan jalanan.

    “Yang ingin kita hindari adalah kebijakan populis jangka pendek yang justru merusak ekosistem dalam jangka panjang. Kami ingin solusi yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada semua pemangku kepentingan,” tutup Menhub Dudy.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Ekonom sepakat dengan Menhub untuk hati-hati atur regulasi ojol

    Ekonom sepakat dengan Menhub untuk hati-hati atur regulasi ojol

    Sumber foto: Antara/elshinta.com

    Ekonom sepakat dengan Menhub untuk hati-hati atur regulasi ojol
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 26 Mei 2025 – 13:43 WIB

    Elshinta.com Gelombang tuntutan dari pengemudi ojek online (ojol) memuncak kembali dengan aksi demonstrasi besar di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Selasa (20/5/2025). Ribuan pengemudi turun ke jalan menuntut pemerintah membatasi besaran potongan atau komisi yang diterapkan oleh perusahaan aplikator.

    Mereka menilai, potongan sebesar 20 persen dari perusahaan terlalu memberatkan dan meminta intervensi pemerintah agar komisi diturunkan demi meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, di tengah tekanan publik tersebut, sejumlah pejabat negara dan ekonom menyerukan agar pemerintah tidak terburu-buru merespons tuntutan secara populis.

    Ekonom pun mengingatkan, keputusan yang tidak berbasis data dan hanya mengakomodasi satu pihak bisa menimbulkan dampak negatif yang lebih luas terhadap ekosistem digital Indonesia. Ekosistem ojek online dan layanan pengantaran digital adalah sistem yang sangat kompleks, melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

    Tidak hanya jutaan mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi, tetapi juga konsumen, pelaku UMKM, regulator, investor, penyedia layanan keuangan, logistik, teknologi, serta mitra bisnis lainnya seperti restoran, toko, gudang, dan bengkel. Setiap intervensi pada satu titik dalam ekosistem ini berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan banyak sektor.

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, menilai, industri ojol, taksol, dan kurir online berkontribusi sekitar 2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2023, bila komisi dipaksakan turun, dampaknya bisa sangat besar.

    Di antaranya, hanya 10-30 persen mitra pengemudi yang bisa terserap ke lapangan kerja formal, penurunan aktivitas ekonomi digital bisa menekan PDB hingga 5,5 persen, serta sekitar 1,4 juta orang terancam kehilangan pekerjaan. “Dampak ekonomi total bisa mencapai Rp178 triliun, termasuk efek berantai pada sektor lain,” kata Agung dikutip di Jakarta, Senin (26/5/2025).

    Agung juga menyoroti dampak sosial dari penurunan komisi. Karena itu, ia meminta pemerintah cermat dalam mengeluarkan kebijakan. “Hilangnya pendapatan pengemudi akan menurunkan daya beli mereka, yang kemudian berdampak pada sektor makanan, kebutuhan pokok, hingga layanan keuangan seperti pinjaman dan cicilan,” ucap Agung.

    Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi memilih hati-hati dalam menanggapi tuntutan ojol terkait penurunan komisi menjadi 10 persen. Dudy menyatakan, aplikator memiliki skema potongan yang bervariasi dan pengemudi bebas memilih platform sesuai preferensi.

    “Para driver sebenarnya punya pilihan. Kita bisa lihat bahwa keempat aplikator ini, GoJek, Grab, Maxim, dan InDrive, memiliki pangsa pasar dan skema potongan yang berbeda,” ujar Dudy dalam diskusi publik bersama awak media pada pekan lalu.

    Menurut Dudy, pemerintah tidak menutup kemungkinan menurunkan komisi, tetapi harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem. “Kalau saya tidak berpikir keseimbangan berkelanjutan, bisa saja. Enggak ada susahnya menandatangani aturan potongan 10 persen. Tapi rasanya tidak arif bagi kami kalau kami tidak mendengar semuanya,” kata Dudy.

    Dia menjelaskan, sektor transportasi daring adalah ekosistem besar dengan banyak kepentingan saling terkait. “Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem besar di sini-pengemudi, perusahaan, UMKM, logistik, hingga masyarakat pengguna. Pemerintah ingin menjaga keberlanjutan dan keseimbangannya,” ujar Dudy.

    Sebelumnya, ekonom senior Piter Abdullah menyebut, regulasi yang memaksa penurunan komisi justru berpotensi merusak struktur industri digital yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade. Dia meyakini, jika tuntutan itu diterima maka pemerintah banyak kehilangan investor di bidang teknologi.

    “Setback, setback, saya khawatirkan setback industri yang kita bangun 10 tahun terakhir yang sudah memberikan manfaat terhadap perekonomian kita, baik itu di dalam pembentukan PDB dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, memberikan penghasilan kepada begitu banyak masyarakat kita, itu bisa terhapuskan,” kata executive director Segara Institute dalam sebuah siniar.

    Sumber : Elshinta.Com