Tag: Pink

  • Jakbar kembali tanam ratusan tanaman di Semanan

    Jakbar kembali tanam ratusan tanaman di Semanan

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat kembali menanam pohon serta tanaman hias dan sebanyak 215 batang di Jalan Dharma Permata RW 12 Taman Semanan Indah (TSI), Semanan, Kalideres, pada Jumat.

    Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Tamhut) Jakarta Barat, Dirja Kusuma di Jakarta, menyebutkan, penanaman dilaksanakan pada area lahan milik Pemprov DKI Jakarta seluas kurang lebih 400 meter persegi (m2).

    “Kami tanam sebanyak 215 terdiri dari 15 pohon tabebuya pink dan 200 tanaman hias. Pohon tabebuya itu punya banyak manfaat, selain membantu penyerapan polusi udara, pohon ini juga dapat mencegah erosi,” ujar Dirja.

    Pohon tabebuya setinggi 2-3 meter itu ditanam dengan jarak tanam antarpohon sekitar 4-5 meter. Sedangkan 200 tanam hias, seperti patah tulang ditanam di sekeliling taman.

    “Untuk perawatannya, kami menugaskan sejumlah PJLP untuk menyiram pohon agar bisa tumbuh dan berkembang,” ujar dia.

    Sebelumnya, Suku Dinas (Sudin) Tamhut Jakarta Barat telah menanam 183.676 tanaman hias serta 322 pohon pelindung sejak Januari sampai Agustus 2025.

    Penanaman dilakukan pada aset-aset Pemprov DKI yang ada di wilayah Jakarta Barat, seperti taman, median jalan, jalur hijau, Tempat Pemakaman Umum (TPU), hutan kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Koster Bantah Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir di Bali, Ini Kata Pengamat Perkotaan
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        12 September 2025

    Koster Bantah Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir di Bali, Ini Kata Pengamat Perkotaan Denpasar 12 September 2025

    Koster Bantah Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir di Bali, Ini Kata Pengamat Perkotaan
    Editor
    DENPASAR, KOMPAS.com
    – Gubernur Bali, Wayan Koster menyebut alasan banjir bandang di bali bukan merupakan akibat dari alih fungsi lahan namun karena ada hal lain.
    Untuk evaluasi banjir ke depannya, Koster mengatakan akan menelusuri sungai-sungai besar dari hulu ke hilir.
    Pengamat isu perkotaan sekaligus Akademisi Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Warmadewa, Gede Maha Putra menjelaskan penyebab banjir di Bali lebih kompleks.
    Lebih lanjut ia mengatakan permasalahannya justru pada antisipasi terhadap fenomena tahunan ini.
    “Ketidakmampuan membaca potensi bencana dari fenomena ini dan menyiapkan antisipasinya lah yang menjadi persoalan saat ini,” ujar Maha, Jumat (12/9/2025).
    Ia menambahkan persoalan kedua masih terkait alam, adalah terbangunnya lokasi-lokasi yang rentan terhadap bencana termasuk daerah aliran sungai, daerah Lembah yang menampung air dan areal bekas sawah yang juga telah menjadi areal terbangun.
    Areal-areal semacam itu merupakan daerah resapan air.
    Secara tradisional, daerah-daerah tersebut bukan merupakan lokasi permukiman ideal sehingga di masa lalu tidak dijadikan sebagai lokasi permukiman tradisional.
    Permukiman di masa lalu umumnya dibangun di daerah yang lebih tinggi dibandingkan sekitarnya.
    Permukiman ini juga masih diatur lagi dengan larangan-larangan.
    Antara lain larangan membangun di tepian sungai, larangan memanfaatkan kayu dari pohon yang tumbuh di dekat mata air, larangan menggunakan kayu yang tumbuh di tepi sungai termasuk yang tumbuh di batas desa.
    “Ini bisa mengakibatkan distorsi akibat kesalahan membaca potensi bahaya. Pemanfaatan lahan selalu bersifat politis,” kata dia.
    “Pengaturan penggunaannya dilandasi oleh keputusan yang dibuat melalui proses legislasi. Pemanfaatannya juga melalui proses perijinan yang juga merupakan proses politik,” sambungnya.
    Kepentingan politik saat perencanaan pemanfaatan lahan bisa mengubah lahan yang tadinya merupakan kawasan konservasi menjadi kawasan permukiman, warna kuning, atau menjadi kawasan pariwisata, warna pink.
    Agenda-agenda perubahan fungsi lahan sejak di masa perencanaan ini sudah menjadi rahasia umum namun sulit dibuktikan.
    Bisa saja ada pihak tertentu yang mendorong legislasi agar sebuah kawasan bisa dialihfungsikan sejak di masa rencana tata ruang.
    Pada saat pengurusan perizinan dalam proses pembangunan juga bisa terjadi pelanggaran.
    Yang paling umum tentu saja bangunan yang tidak memiliki izin dan sudah terbangun.
    Kemudian ada pula kemungkinan manipulasi dalam proses perizinan.
    “Pihak-pihak tertentu bisa ‘membantu’ pengurusan izin dengan imbalan tertentu,” kata dia.
    Masalah dalam tata ruang ini membawa akibat berkurangnya daerah resapan dan terbangunnya daerah-daerah yang secara tradisional merupakan tempat melintas dan tempat parkirnya air.
    “Di daerah tempat perlintasan air, terutama sungai-sungai, terjadi banjir sepanjang alirannya dengan arus air yang deras,” paparnya.
    Semakin ke hilir, akumulasi air semakin besar.
    Memasuki wilayah perkotaan, air sudah menjadi sangat besar dengan arus yang sangat kuat.
    Ini sangat berbahaya karena bisa menghanyutkan bangunan, kendaraan, pohon-pohon dan juga manusia sehingga potensi korban jiwa sangat tinggi.
    Di daerah yang merupakan wilayah parkir air akan timbul genangan dalam waktu yang relatif lama.
    Potensi banjir yang akan semakin sering terjadi dan dalam skala yang semakin besar. Ini didasari oleh ketiadaan proyek besar yang bertujuan mencegah bencana.
    Jika dilihat dari program pemerintah, maka terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi fokus.
    Proyek penambahan jalan, proyek transportasi modern, perluasan bandara dan seterusnya lebih menunjukkan ketidakawasan terhadap potensi bencana.
    “Alih-alih meningkatkan kewaspadaan, program-program pemerintah tersebut justru lebih banyak menarik minat investasi. Peningkatan minat ini justru meningkatkan potensi bahaya,” ujarnya.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul
    Banjir Terparah di Bali? Koster Sebut Bukan Alih Fungsi Lahan, Pengamat: Tak Baca Potensi Bencana
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bikin Heboh, Celana Dalam Jadi Ikat Rambut Mewah Dijual Seharga Rp2 Juta

    Bikin Heboh, Celana Dalam Jadi Ikat Rambut Mewah Dijual Seharga Rp2 Juta

    JAKARTA – Brand fashion asal Jepang, JennyFax tengah menjadi perbincangan publik setelah meluncurkan koleksi aksesori rambut unik, yakni celana dalam wanita yang disematkan jepit rambut.

    Biasanya orang hanya akan mengenakan celana dalam di kepala untuk lelucon atau taruhan, tapi JennyFax justru mencoba menjadikannya sebagai tren baru. Dengan menempelkan jepit logam pada celana dalam berbahan sutra, lahirlah sebuah aksesori bernama ‘panty ribbon bow’.

    Dilansir dari laman Oddity Central, jepit rambut ini tersedia dalam tiga pilihan warna, hitam, pink, dan biru dengan harga yang cukup fantastis, yakni 17.600 yen atau hampir seharga Rp2 juta.

    Pendiri JennyFax, Jen-Fang memang dikenal dengan desain-desain nyentrik dan anti-mainstream. Produk terbarunya ini seakan menegaskan karakter mereknya yang selalu berani keluar dari pakem.

    Foto-foto ‘panty ribbon bow’ pun sempat viral di media sosial China. Hal ini memicu perdebatan sengit soal batas kreativitas dalam dunia fashion. Banyak yang menganggap ide tersebut terlalu ekstrem, sementara sebagian lainnya melihatnya sebagai bentuk inovasi seni.

    Fenomena seperti ini sebenarnya bukan hal baru di industri mode. Beberapa brand besar seperti Balenciaga kerap memicu kontroversi dengan desain nyeleneh mereka. Selain itu, merek-merek lain seperti ZNWR dan Felissimo juga tak jarang merilis produk-produk yang mengundang reaksi beragam dari publik.

  • Sri Mulyani Tiba di Kemenkeu Jelang Sertijab, Pegawai Teriak ‘We Love You’

    Sri Mulyani Tiba di Kemenkeu Jelang Sertijab, Pegawai Teriak ‘We Love You’

    Jakarta

    Acara serah terima jabatan (Sertijab) Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa dilakukan hari ini. Serah terima ini menyusul pelantikan Purbaya sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (8/9/2025).

    Berdasarkan pantauan detikcom di Kementerian Keuangan, Selasa (9/9/2025), Sri Mulyani tiba sekitar pukul 10.15 WIB. Ia turun dari mobil Alphard hitam, tampil cantik mengenakan kebaya bernuansa pink keunguan, disertai kain songket. Ia didampingi suaminya, Tonny Sumartono, yang mengenakan jas hitam.

    Kedatangan Sri Mulyani disambut oleh jajaran Direktur Jenderal (Dirjen) Kemenkeu dan para pegawai. Sri Mulyani bersalaman dan berpelukan dengan jajaran Kemenkeu yang sudah hadir di lokasi.

    Acara serah terima jabatan (Sertijab) Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa dilakukan hari ini. Serah terima ini menyusul pelantikan Purbaya sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (8/9/2025). Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom

    Kedatangannya disambut hangat dan penuh haru dari para pegawai. Tidak sedikit pegawai yang meneteskan air mata saat bersalaman dan menyapa Sri Mulyani. Beberapa di antaranya membawa bunga mawar.

    “We love you, ibu!,” ucap para pegawai saat Sri Mulyani menaiki tangga.

    Sri Mulyani melambaikan tangannya dari lantai 2. Ia pun berpose membentuk simbol hati atau ‘love’ dengan suaminya di hadapan para hadirin, kemudian tersenyum sembari melambaikan tangan.

    (shc/ara)

  • Apa Itu KTP Pink dan Bagaimana Cara Membuatnya?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 September 2025

    Apa Itu KTP Pink dan Bagaimana Cara Membuatnya? Megapolitan 8 September 2025

    Apa Itu KTP Pink dan Bagaimana Cara Membuatnya?
    Penulis

    KOMPAS.com –
    Istilah KTP Pink mungkin masih terdengar asing di masyarakat, padahal dokumen ini berperan penting sebagai identitas resmi bagi anak-anak, sama halnya seperti KTP bagi orang dewasa.
    KTP Pink secara resmi dikenal sebagai Kartu Identitas Anak (KIA). Dokumen ini membantu pemerintah dalam mendata jumlah penduduk usia anak serta mempermudah akses layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, maupun program perlindungan sosial.
    KIA diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak.
    Regulasi tersebut menegaskan pentingnya KIA sebagai dokumen identitas resmi yang wajib dimiliki setiap anak di Indonesia.
    Dalam pasal 1 dijelaskan, KIA merupakan identitas resmi anak sebagai bukti diri bagi mereka yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah.
    Penerbitan KIA dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten/Kota, sehingga memiliki kekuatan hukum sama dengan kartu identitas penduduk lainnya.
    KIA memiliki sejumlah fungsi penting, di antaranya:
    Meski sama-sama berfungsi sebagai kartu identitas, terdapat perbedaan mendasar:
    Anak usia 0–5 tahun: KIA tidak mencantumkan foto dan berlaku sampai anak berusia 5 tahun.
    Anak usia 5–17 tahun (kurang satu hari): KIA sudah dilengkapi foto dan berlaku hingga anak genap berusia 17 tahun.
    1. Pembuatan Online lewat Alpukat Betawi (DKI Jakarta)
    Warga Jakarta bisa mengajukan KIA melalui aplikasi Alpukat Betawi di laman https://alpukat-dukcapil.jakarta.go.id.
    Tahapannya meliputi:
    2. Pembuatan Offline di Dukcapil
    Bagi warga yang memilih jalur manual, KIA dapat diajukan langsung ke kantor Dukcapil dengan membawa:
    Petugas Dukcapil akan memverifikasi data, lalu kepala dinas menandatangani dan menerbitkan KIA.
    Kartu bisa diambil di kantor dinas, kecamatan, kelurahan, atau melalui pelayanan keliling di sekolah, rumah sakit, dan taman bacaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anak Agus Suhartono Siapa Saja dan Umur Mereka Berapa? Ahmad Sahroni Viral hingga Jadi Sorotan Netizen

    Anak Agus Suhartono Siapa Saja dan Umur Mereka Berapa? Ahmad Sahroni Viral hingga Jadi Sorotan Netizen

    GELORA.CO – Nama Ahmad Sahroni kembali menjadi sorotan publik usai fotonya bersama Laksamana (Purn) Agus Suhartono viral di media sosial.

    Foto tersebut memperlihatkan keduanya berada di sebuah kendaraan di lapangan golf.

    Ahmad Sahroni menggunakan baju putih dan celana pink, sedangkan Agus Suhartono menggunakan baju putih celana hitam.

    Dari situ, muncul spekulasi bahwa Ahmad Sahroni pernah menikah dengan anak dari Agus Suhartono.

    Isu ini sontak memicu rasa penasaran warganet.

    Banyak yang kemudian mencari tahu sosok anak-anak Agus Suhartono, yang merupakan perwira tinggi TNI Angkatan Laut dan pernah menjabat sebagai Panglima TNI ke-18.

    “Cari anak si om Agus min yg ktanya pernah nikah ama si celana pink itu,” tulis akun @mlyanais.

    “Pencarianku anak laksamana Agus Suhartono,” tulis akun @ArishaIrawan.

    “Nah mungkin anak bapak ini yg pernah dinikahi sahroni,” tulis akun @nadiadiana78.

    “Om Agus mertuanya? yang di kibulin hartanya dan usahanya diambil alih? dah kek dracin aja,” tulis akun @fitri.

    Namun, setelah ditelusuri, kabar tersebut ternyata tidak benar.

    Dikutip JatimNetwork.com dari akun @ijazah.esde, Agus Suhartono diketahui memiliki dua orang anak laki-laki.

    Yang pertama bernama Ramadhani Adhitama yang lahir pada tahun 1985.

    Ia bekerja sebagai Kepala Seksi Intelijen Penggalian Potensi III, Direktorat Jenderal Pajak dan berusia 40 tahun.

    Yang kedua bernama Bayu Aditya Nugraha, dan lahir pada tahun 1990.

    Ia bekerja sebagai dokter dan berusia 35 tahun.

    Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa isu Ahmad Sahroni pernah menikah dengan anak Agus Suhartono adalah kabar tidak benar.

    Pasalnya, kedua anak Agus Suhartono semuanya laki-laki, bukan perempuan seperti yang sempat diasumsikan warganet.

    Spekulasi yang berkembang di media sosial mengenai hubungan keluarga Ahmad Sahroni dengan Agus Suhartono terbantahkan.

    Fakta menunjukkan, Agus Suhartono memiliki dua anak laki-laki, yaitu Ramadhani Adhitama dan Bayu Aditya Nugraha.

    Dengan begitu, rumor Ahmad Sahroni pernah menikahi anak Agus Suhartono sama sekali tidak berdasar.***

  • Pemerintah Gelar Rakor Tingkat Kementerian Bahas 17+8 Tuntutan Rakyat

    Pemerintah Gelar Rakor Tingkat Kementerian Bahas 17+8 Tuntutan Rakyat

    Jakarta

    Pemerintah menggelar rapat koordinasi tingkat kementerian dan lembaga terkait tindak lanjut usai aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa daerah hingga di Ibu Kota pada Agustus akhir lalu. Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pemerintah akan merespons terhadap sejumlah tuntutan rakyat.

    Rapat koordinasi digelar di Kemenko Kumham Imipas, Senin (8/9/2025). Rapat ini dihadiri Yusril, Wamenko Kumham Imipas, Otto Hasibuan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo, hingga perwakilan komisi nasional HAM dan Perempuan.

    Usai rapat, Yusril menerangkan pemerintah merespons positif segala tuntutan yang disampaikan oleh rakyat. Kata Yusril, tuntutan itu sejatinya berisi agar dilakukan perbaikan dan pembenahan.

    “Bahwa pemerintah memberikan suatu respons yang positif terhadap tuntutan dari rakyat kira untuk melakukan berbagai perbaikan-perbaikan yang selama ini dirasakan suatu yang kurang dan didesakan untuk dilakukan untuk satu pembenahan dan perbaikan,” kata Yusril.

    Yusril mengatakan tuntutan dari rakyat itu juga tidak hanya untuk pemerintah tapi juga ditujukan kepada DPR. Dia mengaku yakin DPR akan memberikan respons terhadap tuntutan rakyat itu.

    Yusril menegaskan pemerintah akan merespons positif tuntutan yang disampaikan rakyat. Kendati demikian, kata Yusril, tidak semua tuntutan tersebut dapat segera diwujudkan karena memerlukan waktu.

    “Terhadap tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah, tentu pemerintah akan merespons positif ke arah itu walaupun tidak semua dari tuntutan itu dapat segera diwujudkan oleh karena memerlukan waktu perbaikan,” ujarnya.

    Tuntutan 17+8

    Tuntutan ini bertuliskan ’17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empat’. Tulisan dalam tuntutan itu berwarna pink dan hijau dengan latar hitam.

    Ada dua bagian tuntutan yang disampaikan. Pertama adalah ’17+8 Tuntutan Rakyat’ dan ’17 Tuntutan Rakyat Dalam 1 Minggu’-‘8 Tuntutan Rakyat dalam 1 Tahun.

    Berikut isi lengkapnya:

    17+8 Tuntutan Rakyat

    DALAM 1 MINGGU, DEADLINE: 5 SEPTEMBER

    – Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat lainnya selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.

    – Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.

    – Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.

    – Tangkap, adili, dan proses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan dan melakukan tindakan kekerasan.

    – Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.

    – Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR) secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.

    – Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK.

    – Dorong Badan Kehormatan DPR untuk periksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.

    – Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.

    – Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.

    – Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil guna meningkatkan partisipasi bermakna.

    – Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.

    – Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi

    – Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).

    – Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.

    – Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.

    DALAM 1 TAHUN, DEADLINE: 31/8/2026

    – Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran

    – Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif

    – Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil

    – Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, Penguatan

    – Independensi KPK, dan Penguatan UU Tipikor

    – Reformasi Kepolisian agar Profesional dan Humanis TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian

    – Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen

    – Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan.

    (whn/dhn)

  • Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 September 2025

    Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital Nasional 8 September 2025

    Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital
    Profesor di Unika Atmajaya, Full Member Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society, Magister Hukum di IBLAM School of Law dan Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan
    FENOMENA
    yang merebak di ruang publik Indonesia dalam beberapa minggu terakhir, memperlihatkan bagaimana dinamika politik kini tidak lagi sekadar berkutat pada ruang rapat parlemen, ruang sidang pengadilan, atau jalan-jalan kota yang penuh demonstran, tapi juga muncul sebagai konten digital yang dikonsumsi, dibagikan, dan diperdebatkan secara masif.
    Ketika gagasan politik dirangkum dalam simbol sederhana berupa angka, warna, dan infografis lalu beredar cepat melalui ponsel jutaan orang, kita menyaksikan kelahiran bentuk artikulasi politik baru.
    Tidak hanya di Indonesia, fenomena serupa telah terjadi di berbagai belahan dunia, dari Amerika Serikat dengan tagar
    #BlackLivesMatter
    , Hong Kong dengan
    Umbrella Movement
    , hingga Eropa dengan
    Fridays for Future.
    Semua menghadirkan satu pola yang semakin jelas: politik tidak lagi sekadar proses formal institusional, melainkan juga performa visual dan naratif yang dirancang agar cocok dengan logika algoritme media sosial.
    Kasus 17+8 Tuntutan Rakyat yang meledak di Indonesia adalah contoh paling mutakhir, di mana 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang disusun dengan ringkas, tapi resonan, dikemas dalam warna pink yang lembut, namun penuh makna, dan dipopulerkan oleh influenser digital yang sebelumnya tidak dikenal sebagai aktivis politik.
    Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang masa depan demokrasi, hubungan antara estetika digital dengan substansi politik, dan sejauh mana masyarakat bisa bergantung pada gerakan berbasis viralitas untuk menyelesaikan problem struktural yang dalam.
    Masalah yang tersirat dari semua ini adalah bagaimana politik sebagai praksis kolektif kini menghadapi tantangan ganda.
    Di satu sisi, keberhasilan gerakan
    digital-first
    menunjukkan bahwa partisipasi rakyat masih sangat hidup, bahkan justru menemukan ruang ekspresi baru di luar kanal formal.
    Di sisi lain, keterbatasan struktur, kerapuhan organisasi, dan risiko superfisialitas mengintai, sebab logika media sosial cenderung lebih menyukai konten singkat, emosional, dan mudah dibagikan ketimbang argumentasi panjang yang penuh nuansa.
    Di sinilah problem konseptual muncul: apakah gerakan yang lahir dari viralitas dapat bertahan melampaui siklus trending?
    Apakah politik yang disajikan sebagai konten mampu menembus sistem hukum, kebijakan, dan birokrasi yang penuh resistensi?
    Pertanyaan semacam ini membawa kita pada dilema epistemologis dan normatif yang mengingatkan pada perdebatan lama tentang peran opini publik dalam demokrasi.
    Jürgen Habermas, dalam karya monumentalnya tentang ruang publik, menekankan pentingnya diskursus rasional yang terbentuk dalam arena komunikasi.
    Namun, pada era media sosial, yang kita hadapi bukan sekadar diskursus rasional, melainkan banjir konten yang mencampuradukkan opini, emosi, dan simbol.
    Teori-teori tentang gerakan sosial membantu kita memahami transisi ini. Manuel Castells, sosiolog asal Spanyol, dalam analisisnya tentang jaringan komunikasi, menggambarkan bahwa kekuatan masyarakat kini terletak pada kemampuan membentuk jaringan horizontal yang mem-
    bypass
    institusi formal.
    Konsep
    networked movement
    menjelaskan mengapa gerakan tanpa pemimpin tunggal, tanpa organisasi mapan, tetap bisa meluas cepat karena jaringannya bersifat desentral.
    Zeynep Tufekci, peneliti asal Turki-Amerika, juga menekankan hal serupa dalam kajiannya tentang protes digital.
    Ia menunjukkan bahwa kekuatan viralitas bisa menciptakan mobilisasi masif dalam waktu singkat, tetapi tanpa kapasitas organisasi yang kokoh, gerakan tersebut rentan kehilangan arah setelah momen awal.
    Persis di sinilah kita melihat paradoks. Gerakan 17+8 di Indonesia mampu menggalang dukungan luas hanya dalam hitungan hari. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah ia bisa bertahan lebih lama dan menghasilkan perubahan struktural nyata?
    Jika kita menggeser pandangan ke ranah filsafat politik, kita menemukan refleksi yang memperkaya analisis ini.
    Alexis de Tocqueville, ketika menganalisis demokrasi Amerika pada abad ke-19, sudah menyinggung tentang bahaya tirani mayoritas dan ketidakstabilan opini publik yang cepat berubah.
    Pada masa kini, fenomena itu menemukan bentuk digitalnya: opini publik yang viral dapat menjadi basis legitimasi sesaat, tetapi tidak selalu membawa konsistensi kebijakan.
    Hannah Arendt, dengan fokusnya pada ruang publik sebagai arena tindakan politik, menekankan pentingnya keberlanjutan dalam bertindak kolektif.
    Tanpa kesinambungan, tindakan politik mudah memudar. Refleksi ini menyoroti bahwa politik sebagai konten menghadapi tantangan menjaga keberlanjutan, bukan hanya menciptakan ledakan viral sesaat.
    Studi kasus dari berbagai negara memperlihatkan pola yang mirip. Di Amerika Serikat,
    #BlackLivesMatter
    lahir dari pengalaman diskriminasi rasial dan kekerasan polisi, lalu menjadi gerakan global melalui visual dan hashtag.
    Di Hong Kong,
    Umbrella Movement
    pada 2014 memperlihatkan bagaimana simbol sederhana—payung kuning—mampu menjadi ikon perlawanan terhadap Beijing.
    Di Swedia, Greta Thunberg memulai
    Fridays for Future
    dengan aksi personal yang difoto dan dibagikan, lalu berkembang menjadi protes iklim global.
     
    Di dunia Arab, gelombang
    Arab Spring
    berawal dari unggahan di media sosial yang kemudian menyulut revolusi.
    Di Indonesia, gerakan
    #ReformasiDikorupsi
    pada 2019 memperlihatkan kekuatan mahasiswa memobilisasi protes melalui visual digital.
    Semua ini mengajarkan bahwa viralitas adalah katalis, tetapi tidak otomatis menjamin hasil politik.
    Jika kita menganalisa lebih dalam, yang menjadi kekuatan utama gerakan digital adalah kemampuan menciptakan narasi singkat, mudah diingat, dan bersifat simbolik.
    17+8 adalah contoh sempurna: angka 17 dan 8 bukan hanya jumlah tuntutan, tetapi juga resonansi dengan 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia.
    Warna pink bukan sekadar pilihan estetis, tetapi juga strategi membedakan diri dari warna-warna protes tradisional yang keras. Pink menyampaikan kesan empati, kelembutan, dan keterlibatan emosional yang lebih luas.
    Simbolisme ini sejalan dengan analisis semiotik Roland Barthes, yang menunjukkan bagaimana tanda-tanda visual dapat mengkristal menjadi mitos sosial.
    Barthes menulis bahwa mitos bukan kebohongan, melainkan cara tertentu dalam memberikan makna, dan dalam konteks ini pink menjadi mitos baru tentang perlawanan yang inklusif.
    Namun, di balik daya tarik simbolik, ada juga keterbatasan struktural. Tufekci menulis bahwa gerakan digital cenderung “mudah naik, mudah turun.”
    Tidak adanya organisasi mapan membuat mereka cepat meluas, tetapi juga cepat memudar. BLM bertahan lebih lama karena memiliki jaringan komunitas yang sudah lama ada di Amerika.
    Fridays for Future
    bertahan karena terhubung dengan isu global yang berkelanjutan. Sementara
    Umbrella Movement
    mengalami keterpecahan karena represi keras dan perbedaan strategi internal.
    Pertanyaannya, apakah 17+8 akan mengalami hal sama? Apakah ia akan menemukan struktur baru yang menghubungkan viralitas digital dengan advokasi hukum, perubahan kebijakan, atau bahkan lahirnya partai politik baru?
    Implikasinya bagi demokrasi sangat signifikan. Di satu sisi, gerakan seperti ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih peduli, bahwa demokrasi tidak mati, dan bahwa rakyat menemukan cara kreatif menuntut keadilan.
    Di sisi lain, ada risiko bahwa pemerintah hanya melihat gerakan ini sebagai “tren medsos” yang bisa dibiarkan padam dengan sendirinya.
    Ada pula risiko bahwa partai politik justru akan meniru strategi ini untuk tujuan pencitraan, sehingga gerakan rakyat direduksi menjadi gaya kampanye. Hal ini menimbulkan dilema antara substansi dan performa.
    Jean Baudrillard, dalam teorinya tentang simulasi, mengingatkan bahwa dalam masyarakat kontemporer, tanda dan simbol sering kali lebih kuat daripada realitas itu sendiri.
    Politik sebagai konten bisa jatuh dalam jebakan simulasi, di mana performa digital lebih penting daripada hasil nyata.
    Di sinilah muncul kemungkinan solusi. Gerakan berbasis konten digital perlu mencari cara agar tidak hanya berhenti pada viralitas.
    Salah satunya adalah menjembatani antara dunia digital dan dunia formal: tuntutan yang viral harus diterjemahkan ke dalam advokasi hukum,
    judicial review,
    lobi parlemen, atau pembentukan jaringan sipil yang lebih kokoh.
    Hal ini membutuhkan kerja sama antara influenser digital dengan aktivis LSM, akademisi, dan praktisi hukum.
    Jika gerakan digital hanya berhenti pada “konten yang indah”, maka ia akan hilang bersama arus timeline. Namun, jika ia berhasil membentuk aliansi dengan struktur yang lebih berjangka panjang, maka ia dapat menjadi katalis perubahan nyata.
    Pengalaman BLM yang mendorong reformasi kepolisian, atau
    Fridays for Future
    yang memaksa isu iklim masuk agenda politik, menunjukkan bahwa hal ini mungkin dilakukan.
    Maka, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana menggabungkan kekuatan viralitas dengan ketahanan institusional.
    Habermas mengingatkan bahwa ruang publik harus menghasilkan diskursus rasional, bukan hanya pertukaran opini emosional.
    Tantangannya adalah bagaimana membuat konten digital yang bukan hanya estetis, tetapi juga menyajikan argumentasi rasional yang bisa masuk ke ranah kebijakan.
    Di sinilah peran akademisi dan intelektual publik sangat penting. Mereka dapat menjadi jembatan antara konten digital yang viral dengan substansi kebijakan yang kompleks.
    Antonio Gramsci pernah menulis tentang pentingnya “intelektual organik” yang terhubung dengan rakyat.
    Dalam era digital, intelektual organik mungkin adalah mereka yang mampu menulis, berbicara, dan menyajikan analisis di media sosial tanpa kehilangan kedalaman.
    Akhirnya, kita melihat bahwa politik sebagai konten adalah gejala zaman yang tidak bisa diabaikan.
    Ia lahir dari perubahan struktur komunikasi global, dari media cetak ke televisi hingga media sosial. Ia memperlihatkan kreativitas rakyat dalam menyuarakan aspirasi.
    Ia juga menunjukkan keterbatasan, karena viralitas tidak selalu berarti keberlanjutan. Namun, justru dalam ketegangan itulah demokrasi diuji.
    Apakah ia akan mampu menyerap energi digital menjadi reformasi nyata, ataukah ia akan membiarkan energi itu hilang begitu saja.
     
    Masa depan demokrasi Indonesia, dan mungkin demokrasi global, sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjawab pertanyaan itu.
    Gerakan 17+8, dengan semua simbol, warna, angka, dan viralitasnya, adalah cermin dari era baru politik. Ia menunjukkan potensi sekaligus risiko.
    Ia adalah tanda bahwa politik kini harus dipahami bukan hanya sebagai keputusan di ruang sidang, tetapi juga sebagai konten yang viral di layar ponsel.
    Dan jika kita menutup refleksi panjang ini, jelas bahwa 17+8 bukan sekadar episode sesaat, melainkan momen penting yang menandai pergeseran paradigma.
    Ia membuat kita menyadari bahwa generasi digital menemukan cara baru untuk berbicara, memprotes, dan menuntut. Kita tidak bisa menolaknya, karena ini adalah bahasa politik zaman ini.
    Tantangan kita adalah memastikan bahwa bahasa baru ini tidak berhenti sebagai gaya visual, melainkan menjadi jalan menuju perubahan substantif.
    Demokrasi yang sehat hanya mungkin jika energi viral di dunia maya menemukan perwujudannya di dunia nyata. Dan perjalanan itu baru saja dimulai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Harga Honda Scoopy dan Yamaha Fazzio September 2025

    Harga Honda Scoopy dan Yamaha Fazzio September 2025

    Jakarta

    Honda Scoopy dan Yamaha Fazzio menjadi opsi menarik buat konsumen motor matic yang menginginkan tunggangan bergaya klasik, namun tetap fungsional digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Bagi yang berminat meminang salah satu model skuter retro entry level tersebut, berikut harga Honda Scoopy dan Yamaha Fazzio September 2025.

    Model baru Honda Scoopy diperkenalkan pada akhir 2024 lalu. Secara garis besar, Scoopy terbaru masih membawa bahasa desain Scoopy generasi sebelumnya. Tapi ada beberapa ubahan kecil, seperti di headlamp atau lampu depan, lampu sein, lampu belakang, juga lubang udara di bagian depan.

    Fitur Scoopy terbaru juga lebih canggih dan kekinian, seperti pencahayaan full LED, soket pengisian daya ponsel, panel instrumen full digital, smart key, dan juga teknologi anti-maling.

    Honda Scoopy ditawarkan dalam empat varian, yakni Fashion, Energetic, Prestige, dan Stylish. Dalam catatan detikOto, harga Honda Scoopy September 2025 tidak mengalami kenaikan dari bulan lalu.

    Harga Honda Scoopy September 2025:

    1. Scoopy Fashion: Rp 22.876.000

    2. Scoopy Energetic: Rp 22.876.000

    3. Scoopy Prestige: Rp 23.681.000

    4. Scoopy Stylish: Rp 23.681.000

    Sementara itu Yamaha Fazzio baru saja mendapatkan penyegaran pada akhir Juni lalu. Generasi motor matic hybrid terbaru itu hadir dengan konsep two tone atau perpaduan antara dua warna pada satu motor, sehingga memiliki penampilan yang lebih eye catchy. Pilihan warna baru Fazzio terbaru meliputi Grayceful Pink dan Yolo Black.

    Berbeda dengan Scoopy yang masih pakai mesin 110 cc, Fazzio menawarkan kapasitas mesin lebih besar yakni 125 cc. Mesin itu bisa menghasilkan tenaga puncak 8,3 dk pada 6.500 rpm dan torsi puncak 10,6 Nm pada 4.500 rpm. Model ini juga dibekali teknologi hybrid, sehingga konsumsi bahan bakarnya lebih efisien.

    Dalam catatan detikOto, harga Yamaha Fazzio September 2025 tak mengalami kenaikan dari harga bulan lalu. Fazzio ditawarkan dalam tiga varian, yakni versi standar, Neo, dan Lux.

    Harga Yamaha Fazzio September 2025:

    1. Fazzio Hybrid: Rp 21.920.000

    2. Fazzio Hybrid Neo: Rp 23.705.000

    3. Fazzio Hybrid Lux: Rp 24.395.000

    (lua/riar)

  • Piknik ala Unpad dan tuntutan 17+8 aliansi masyarakat sipil

    Piknik ala Unpad dan tuntutan 17+8 aliansi masyarakat sipil

    Jakarta (ANTARA) – Aliansi Masyarakat Sipil beserta sejumlah elemen Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kembali menggelar unjuk rasa di depan halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jumat.

    Aksi damai yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB itu berlangsung santai saat masing-masing perwakilan menyampaikan aspirasinya.

    Berbeda dengan demonstrasi sebelumnya, aksi kali ini dikemas dalam suasana hangat, penuh canda tawa, sembari tak lupa menyampaikan sejumlah tuntutan tegas kepada polisi serta DPR.

    BEM Unpad yang menginisiasi aksi kali ini menyuarakan tuntutan lewat aksi “Piknik”. Para mahasiswa menjadikan aksi mereka seolah tengah piknik di depan Kompleks Parlemen untuk membuktikan bahwa gedung itu adalah ruang aman bagi rakyat.

    Adapun tuntutan 17+8 yang mereka bawa merupakan rangkuman atas berbagai desakan yang beredar di media sosial sejak gelombang demonstrasi pada Kamis, 28 Agustus 2025.

    Pemerintah diberi batas waktu hingga 5 September 2025 untuk memenuhi 17 poin tuntutan jangka pendek. Sementara itu, untuk delapan poin tuntutan lain, pemerintah diberi waktu satu tahun.

    Menariknya, unjuk rasa kali ini juga diwarnai beragam aksi yang mengundang riuh. Ada yang menggelar lapak buku, ada yang bermain ular-ularan, permainan tradisional, penampilan musik, dan ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap bersama.

    Hal unik lainnya jtampak pada pakaian yang dikenakan massa aksi. Mereka serempak menggunakan pakaian berwarna merah muda atau yang sekarang dikenal sebagai brave pink dan warna hijau muda atau hero green.

    Warna-warna tersebut melambangkan bentuk protes atas aksi yang terjadi beberapa hari ke belakang.

    Mahasiswa dan Aliansi Masyarakat Sipil ingin menunjukkan bahwa aspirasi bisa disuarakan dengan cara bersenang-senang, serta menghilangkan rasa takut dan trauma di benak masyarakat.

    Badru

    Pemandangan menarik juga terlihat ketika bocah yang viral di media sosial, Badru, datang ke lokasi aksi. Dia tidak hanya duduk dalam satu barisan massa, tapi ikut serta menyuarakan tuntutan.

    Bahkan dalam satu kesempatan, ia maju dan menari ketika BEM Unpad mulai menyanyi untuk menambah riuh aksi. Badru juga memimpin saat mereka nyanyikan lagu band Wali berjudul Tobat Maksiat.

    Aksi Badru itu menyulut kelompok demonstran lain untuk turut bernyanyi bersama. Penampilan Badru ditutup lewat lagu perjuangan Buruh Tani yang biasa menjadi anthem aksi massa.

    Kehadiran Badru dalam aksi unjuk rasa bukanlah kali pertama. Beberapa kali ia sempat tersorot kamera ikut dalam sejumlah aksi di Jakarta. Bahkan, ketika demonstrasi ricuh pada 25 Agustus 2025, Badru juga menjadi korban.

    Bocah viral, Muhammad Badru, menari di sela-sela unjuk rasa di halaman depan Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (5/9/2025). ANTARA/Asep Firmansyah

    Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.