Tag: Petrus Salestinus

  • Setahun Penyelidikan Whoosh, KPK Bikin Skenario Lindungi Jokowi?

    Setahun Penyelidikan Whoosh, KPK Bikin Skenario Lindungi Jokowi?

    GELORA.CO -Pengakuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah setahun menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), diyakini memuat persoalan di dalamnya.

    Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus menyampaikan dugaan tersebut, dalam sebuah diskusi yang digelar di Bilangan Jakarta Selatan.

    Dia menjelaskan, klaim KPK soal kasus dugaan korupsi Whoosh telah diselidiki selama setahun hanya kedok untuk menghentikan perkara.

    “Jadi keyakinan saya, apa yang terjadi satu tahun menurut pengakuan KPK sudah dilakukan penyelidikan, itu sebetulnya mereka sedang membangun skenario untuk melindungi Jokowi dan kroni-kroni Jokowi,” ujar Petrus dikutip Jumat, 7 November 2025.

    Sosok yang dikenal sebagai advokat itu menilai, dalam ilmu hukum seharusnya proses penyelidikan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak terkait atau mengetahui perkara yang tengah diusut KPK.

    “Mestinya pengertian penyelidikan itu, sejelek-jeleknya Polisi atau Kejaksaan, ya dipanggil. Tapi sampai saat ini KPK tidak memanggil Jokowi dengan menyebut berdasarkan hasil telaah,” tuturnya menyesal.

    Lebih lanjut, Petrus memerhatikan perkara Whoosh memang tidak bisa terlepas dari kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden RI ke-7. 

    “Kalau kita mau seriuskan, alat bukti utama itu dari perpres (peraturan presiden) itu. Dua perpres itu menjadi pintu masuk, karena 2 perpres itu pelanggaran dari Jokowi,” urainya.

    Dua perpres yang dimaksud Petrus antara lain Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 dan Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Jakarta-Bandung (KCJB).

    Petrus mendapati Perpres 93/2021 diubah dari Perpres 107/2015 yang di dalamnya memperbolehkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung pembiayaan Whoosh.

    “Jadi ini permainan Jokowi lewat Perpres,” demikian Petrus menyimpulkan. 

  • Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    FAJAR.CO.ID — Desakan kepada Gibran Rakabuming Raka untuk mundur dari jabatan Wakil Presiden RI terus menyeruak. Selain desakan mundur dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Gibran juga mendapat somasi dari Para Advokat Perekat Nusantara.

    Somasi Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden setelah 7 hari menerima surat somasi.

    Langkah Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran untuk mundur tak hanya berhenti sampai memberikan somasi saja. Jika Gibran tidak mengindahkan somasi, Advokat Perekat Nusantara berjanji akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    Masalah yang diangkat Advokat Perekat Nusantara dan menjadi desakan bagi Gibran untuk mundur cukup beragam. Mulai dari tidak adanya klarifikasi Gibran terkait kepemilikan akun bernama Fufufafa di platform
    media sosial hingga sepak terjangnya yang dianggap telah menodai demokrasi Pemilu 2024.

    Perwakilan para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Menurutnya, Tim Gibran telah menjadi noda demokrasi Indonesia melalui atraksi yang memaksakan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).

  • Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Bisnis.com, Jakarta — Gibran Rakabuming Raka disomasi oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI agar mundur sebagai Wakil Presiden.

    Perwakilan Para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari atraksi yang dilakukan oleh tim Gibran saat memaksakan Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025). 

    Selain itu, Petrus juga mempermasalahkan unggahan akun media sosial Fufufafa yang disebut-sebut milik Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, sampai saat ini masih belum ada klarifikasi dari pihak Gibran Rakabuming Raka terkait akun tersebut.

    “Padahal kan terdapat muatan penghinaan berupa penyebaran berita bohong yang menimbulkan rasa kebencian, aspek asusila berorientasi seksual yang tidak sehat pada si pemilik akun Fufufafa, sehingga runtuhlah kepercayaan publik,” katanya.

    Dia mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai Wapres, setelah 7 hari menerima surat somasi yang dilayangkan oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI. Jika tidak segera mengundurkan diri, para advokat perekat nusantara dan TPDI akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    “Kami akan membawa permasalahan ini sebagai aspirasi masyarakat kepada MPR untuk menyelenggarakan sebuah sidang MPR guna Mendiskualifikasi jabatan wakil presiden atas nama Gibran Rakabuming Raka,” ucapnya.

  • Petrus Minta Polri Hentikan Kasus Roy Suryo Dkk Terkait Ijazah Jokowi, Desak Buktikan Dulu Keaslian – Halaman all

    Petrus Minta Polri Hentikan Kasus Roy Suryo Dkk Terkait Ijazah Jokowi, Desak Buktikan Dulu Keaslian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang dikenal sebagai Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menghentikan atau setidaknya menunda proses penyelidikan terhadap laporan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan seluruh laporan kepolisian terkait dugaan pencemaran nama baik, penghasutan, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong (hoaks) oleh Roy Suryo dan rekan-rekannya. 

    Menurut Petrus, sebelum melanjutkan penyelidikan atas laporan tersebut, Polri harus terlebih dahulu membuktikan keaslian ijazah S1 Jokowi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

    “Secara teknis Hukum Acara Pidana dan demi menjamin kepastian hukum, maka Pimpinan Polri harus menghentikan atau setidak-tidaknya menunda seluruh proses pemeriksaan terhadap Pengaduan Jokowi di Polda Metro Jaya tertanggal 30 April 2025 dan seluruh laporan polisi dari anggota masyarakat terhadap KRMT Roy Suryo dkk,” ujar Petrus Salestinus dalam keterangan pers, Selasa (6/5/2025).

    Petrus menyoroti bahwa dalam laporan yang diajukan oleh Jokowi pada 30 April 2025, barang bukti berupa ijazah hanya diperlihatkan kepada penyelidik Polda Metro Jaya tanpa diserahkan secara resmi. Ia menilai hal ini sebagai kejanggalan yang dapat mempengaruhi proses penyelidikan.

    “Ini menunjukkan bahwa baru di tahap awal membuat pengaduan saja, sudah muncul kejanggalan oleh karena, BB yang utama dan sangat menentukan yaitu ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi yang seharusnya diserahkan Jokowi kepada penyelidik atau penyidik,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Petrus mengingatkan bahwa sebelumnya, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) telah melaporkan dugaan ijazah palsu Jokowi ke Bareskrim Polri pada 9 Desember 2024.

    Laporan tersebut saat ini tengah dalam proses penyelidikan, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak pelapor seperti Prof. Eggi Sudjana dan advokat Damai Hari Lubis.

    “Pada laporan polisi TPUA ini, yang menjadi objek utama pemeriksaan penyidik adalah ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi, guna memastikan apakah ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM a/n. Jokowi asli atau palsu atau apakah ijazah S1 Jokowi asli tapi palsu (aspal) atau tidak,” jelas Petrus.

    Oleh karena itu, lanjut Petrus, langkah pertama yang harus dilakukan penyidik, tanpa memandang siapa pelapor, terlapor, saksi, maupun korban, adalah menyita ijazah S1 Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM sebagai barang bukti.

    Penyitaan ini diperlukan agar ijazah tersebut dapat diperiksa secara forensik oleh Puslabfor Bareskrim Polri untuk memastikan keasliannya.

    Petrus menegaskan bahwa untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari peradilan sesat, penyelidikan terhadap laporan Jokowi sebaiknya dihentikan sementara hingga ada putusan pengadilan yang menyatakan keabsahan ijazah tersebut.

    “Untuk menguji apakah Jokowi masih punya nama baik yang harus dipertahankan, maka pembuktiannya adalah apakah ijazah S1 yang diduga sebagai palsu itu, harus dibuktikan terlebih dahulu lewat suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap dan adil yang menyatakan ijazah Jokowi itu asli atau palsu dan/atau aspal atau asli,” pungkasnya.