Tag: Perry Warjiyo

  • Astra Infra yakin penurunan BI-Rate pacu kapasitas bisnis

    Astra Infra yakin penurunan BI-Rate pacu kapasitas bisnis

    Jakarta (ANTARA) – Astra Infra, perusahaan pengelola jalan tol, menyatakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen memacu sekaligus memperkuat kapasitas bisnis perusahaan.

    ‎Group Chief Financial Officer (CFO) Astra Infra Halim Wahjana dalam Astra Media Day di Jakarta, Selasa menyampaikan dengan adanya penurunan suku bunga acuan, pihaknya merasa terbantu mengingat saat proses pembangunan jalan tol, ada pembiayaan yang dilakukan melalui skema sharing dengan pihak lain, seperti perbankan, dan bonds/surat utang.

    ‎”Membantu, tadinya ada beban utang, pembayaran interest-nya cukup besar, dengan insentif ini kami akan sangat terbantu. Tapi yang paling penting saya rasa, kami akan menjaga cashflow dari perusahaan kita. Artinya dengan cashflow yang baik kita sebetulnya kalau kita mau ekspansi, kita memiliki capacity,” kata dia.

    ‎Disampaikan dia, pihaknya akan terus mendukung segala kebijakan infrastruktur yang diambil oleh pemerintah.

    ‎Dalam hal ini, Astra Infra akan terus meningkatkan dan menjaga kepuasan pelanggan dalam menggunakan jalan tol yang dikelola oleh perusahaan, melalui penguatan kualitas dan peningkatan kapasitas ruas.

    ‎Disampaikan dia, jalan tol yang dikelola Astra Infra mencakup 396 kilometer yang meliputi Tol Tangerang–Merak (72,5 kilometer), Cikopo–Palimanan atau Cipali (116,8 kilometer) dan Semarang–Solo (72,6 kilometer).

    ‎‎Selanjutnya, Tol Jombang–Mojokerto (40,5 kilometer), Surabaya–Mojokerto (36,3 kilometer) dan Pandaan–Malang (38,5 kilometer).

    ‎Sementara untuk tol di kawasan Jabodetabek meliputi Kunciran–Serpong atau JORR 2 (11,1 kilometer) dan Ulujami–Kebon Jeruk atau JORR 1 (7,7 kilometer).

    ‎Sebelumnya, BI pada 17 September memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    ‎Namun, langkah ini juga disertai upaya menjaga tetap rendah inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1 persen, serta stabilitas nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya.

    ‎”Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025 secara daring di Jakarta, Rabu (17/9).

    ‎Di samping BI-Rate, BI juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,75 persen dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen.

    ‎Perry menyampaikan, ekspansi likuiditas moneter dan kebijakan makroprudensial longgar juga terus diperkuat untuk menurunkan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mendorong kredit/pembiayaan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

    ​​​​​​​

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya pastikan Anggito tak lagi Wamenkeu usai jadi Ketua LPS

    Purbaya pastikan Anggito tak lagi Wamenkeu usai jadi Ketua LPS

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa memastikan Anggito Abimanyu akan melepaskan jabatannya sebagai Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) setelah resmi ditetapkan sebagai Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025-2030.

    “Enggak (rangkap jabatan), dia akan jadi ketua LPS saja. Karena di LPS enggak boleh merangkap (jabatan),” kata Purbaya usai menghadiri Rapat Paripurna DPR ke-5 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan pengunduran diri Anggito dari posisinya sebagai Wamenkeu merupakan bagian dari perintah langsung Presiden RI Prabowo Subianto. Proses pengunduran diri tersebut berjalan otomatis sejak Anggito ditetapkan sebagai Ketua DK LPS.

    “Oh, sudah (mundur), sudah. Ini hampir otomatis ya,” ujar dia.

    Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menetapkan Anggito sebagai Ketua DK LPS periode 2025–2030 melalui rapat di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/9).

    Anggito menegaskan dirinya siap mengembalikan mandat jabatan Wamenkeu kepada Presiden saat menanggapi penetapannya sebagai Ketua DK LPS.

    “Ya kan intinya tidak boleh rangkap jabatan, jadi otomatis saya akan mengembalikan mandat jabatan wakil menteri kepada presiden,” katanya.

    Namun, ia mengaku belum mengetahui siapa yang akan menggantikannya di posisi Wamenkeu. Dirinya juga menjelaskan bahwa pengunduran dirinya sejatinya otomatis, mengingat larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara.

    “Sebenarnya secara otomatis karena tidak boleh rangkap jabatan, karena posisi strategis dan posisi pejabat negara itu tidak boleh ada rangkap jabatan. Itu saya sadari sejak awal, saya sudah menandatangani semacam pakta bahwa apabila nanti terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner LPS, otomatis langsung tidak lagi menduduki posisi wakil menteri. Tapi kan masih belum Keppres (Keputusan Presiden) jadi saya masih libur dulu ya,” ujar dia.

    Selain itu, terkait koordinasi dengan Menkeu Purbaya, Anggito mengatakan optimistis sinergi akan terus berjalan baik.

    “Secara organisasi KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) itu memang sinergis ya. Sekarang dengan hadirnya saya dan Pak Purbaya, maupun Pak Perry Warjiyo (Gubernur Bank Indonesia) dan Pak Mahendra (Ketua DK OJK), kami mengenal cukup lama, jadi secara pribadi enggak ada masalah dan secara institusi semakin baik ya,” ujar dia.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Saya Kembalikan Jabatan Wamenkeu ke Presiden

    Saya Kembalikan Jabatan Wamenkeu ke Presiden

    Jakarta

    Anggito Abimanyu telah resmi menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025-2030. Anggito memastikan dirinya tak rangkap jabatan.

    “Ya kan intinya tidak boleh rangkap jabatan jadi otomatis saya akan mengembalikan mandat jabatan Wakil Menteri (Keuangan) kepada Presiden,” kata Anggito saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (23/9/2025).

    Anggito telah menandatangani pakta yang menegaskan komitmennya tidak boleh rangkap jabatan. Pakta tersebut berisi apabila terpilih menjadi Ketua LPS, ia secara langsung tidak lagi menempati posisi Wamenkeu. Saat ini, ia sedang menunggu Keputusan Presiden (Keppres) terkait penetapannya sebagai Ketua LPS.

    “Karena posisi strategis dan posisi pejabat negara, itu tidak boleh ada rangkap jabatan. Itu saya sadari sejak awal, saya sudah menandatangani semacam pakta bahwa apabila kalau nanti terpilih menjadi ketua atau dewan komisioner LPS, otomatis langsung tidak lagi menduduki posisi wakil menteri. Tapi kan masih belum Keppres,” jelas Anggito.

    Saat ditanya lebih lanjut mengenai penggantinya di Kementerian Keuangan, Anggito tidak mengetahui. Ia hanya diberikan tugas untuk menjadi salah satu kandidat Ketua LPS.

    Ia pun berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikannya posisi Ketua LPS. Dengan kehadirannya, sinergitas bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin baik.

    “Secara organisasi KSSK itu memang sinergis ya, sekarang dengan hadirnya saya dan Pak Purbaya (Menkeu), maupun Pak Perry Warjiyo (Gubernur BI) dan pak Mahendra kami mengenal cukup lama, jadi secara pribadi enggak ada masalah. Dan secara institusi semakin baik ya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025-2030. Persetujuan dilakukan setelah mendapat laporan dari Komisi XI terkait hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan pada Senin (22/9) malam.

    “Apakah laporan komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan fit and proper test calon anggota Dewan Komisioner LPS tersebut dapat disetujui?” tanya Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I, Selasa (23/9/2025).

    “Setujuuuu,” jawab para anggota dewan yang diikuti dengan ketuk palu dari Puan.

    Tonton juga video “Prabowo Soroti Tambang Ilegal RI, Kemenkeu Bakal Perkuat Simbara” di sini:

    (acd/acd)

  • BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menegaskan skema pembagian beban bunga (burden sharing) untuk mendukung program pemerintah kali ini berbeda dengan yang diberlakukan saat pandemi COVID-19 karena bank sentral tidak lagi diperkenankan membeli SBN di pasar primer.

    BI juga akan mengganti istilah “burden sharing”, sesuai masukan yang disampaikan Komisi XI DPR RI. Penggantian istilah bertujuan agar tidak membingungkan publik dan menegaskan bahwa skema kali ini berbeda dengan era COVID-19.

    “Jadi beda sekarang (tidak sama dengan era COVID-19). Terima kasih ini, Pak Ketua Komisi XI, supaya jangan disamakan yang kemarin (kesepakatan dengan Kemenkeu) pada 4 September 2025. Tidak ada kaitannya dengan masalah berapa beli SBN (di pasar primer),” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa burden sharing saat pandemi diberlakukan karena mempertimbangkan situasi yang luar biasa (extraordinary condition).

    Saat itu, defisit fiskal mencapai lebih dari 3 persen dari PDB dan pemerintah kesulitan untuk menjual SBN dengan suku bunga yang tinggi.

    Dengan situasi tersebut, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan aturan lainnya, maka bank sentral saat itu diperkenankan untuk membeli SBN di pasar perdana selama tiga tahun.

    “Itu saat COVID-19 di mana memang ada dana pembelian SBN dari pasar perdana dan juga ada beban bunga. Tapi dasarnya adalah extraordinary condition. Nah, sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana,” kata Perry.

    Sementara pada skema kali ini untuk mendukung program ekonomi kerakyatan, Perry menegaskan bahwa bank sentral tidak membeli SBN dari pasar perdana. Yang kini terus dilakukan BI yaitu pembelian SBN dari pasar sekunder, sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter.

    Adapun burden sharing kali ini dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk program pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.

    Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di bank sentral.

    Langkah ini juga sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    “Masalah tambahan bunganya sesuai UU karena BI sebagai pengelola kasnya pemerintah dan ada bunga yang kami akan berikan kepada pemerintah. Sehingga dasarnya adalah UU dan Keputusan Bersama (KB) pada 4 September 2025 (Keputusan Bersama Menteri Keuangan),” kata Perry.

    Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mempertanyakan padanan lain untuk istilah “burden sharing”, karena istilah itu lekat dengan skema saat pandemi COVID-19. Alternatif terminologi dinilai perlu agar masyarakat tidak bingung.

    “Ini perlu diberikan titling baru, judul baru. Supaya orang tidak bingung. Seakan-akan ketika kita bicara burden sharing itu bicara pada saat kita menghadapi krisis COVID. Padahal ini kan sudah keadaan normal,” kata Misbakhun.

    Sebagai informasi, BI terus melakukan ekspansi likuiditas salah satunya melalui pembelian SBN di pasar sekunder. Hingga 16 September 2025, total SBN yang dibeli mencapai Rp217,10 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.

    Selain itu, BI juga menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp716,62 triliun pada 15 September 2025.

    Kebijakan moneter juga didukung oleh Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025. Insentif KLM ini diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 22 Sep 2025, 15:51 WIB

    Diterbitkan 22 Sep 2025, 15:48 WIB

    Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo blak-blakan bauran kebijakan dengan pemerintah dalam rangka menggerakan sektor rill guna menumbuhkan perekonomian. Perry mengaku telah memiliki kesepakatan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk suku bunga khusus terhadap program perumahan dan koperasi merah putih.

    Perry mengungkapkan, demi menggenjot dua program prioritas pemerintah ini, maka tidak wajar jika beban bunga mengikuti mekanisme pasar. Maka dari itu, BI dan pemerintah berbagi beban agar suku bunga untuk dua program tersebut bisa rendah.

  • BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menyoroti fenomena pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) sehingga dinilai menjadi kendala penurunan suku bunga perbankan.

    Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin mencatat, jumlah DPK yang mendapatkan special rate atau bunga di atas penjaminan LPS mencapai Rp2.380,4 triliun.

    Kelompok pemerintah BUMN menjadi deposan yang mendapatkan special rate tertinggi di antara kelompok lainnya, yakni sebesar 6,30 persen per Agustus 2025.

    “Kenapa penurunan suku bunga (BI-Rate) dan likuiditas belum menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit, ini salah satu faktornya adalah adanya praktik special rate deposito, baik dari deposan besar maupun perbankan,” kata Perry

    Setelah deposan kelompok pemerintah BUMN, special rate tertinggi per Agustus 2025 secara berurutan diikuti oleh kelompok pemerintah non-BUMN sebesar 6,14 persen, swasta IKNB 6,11 persen, perseorangan 5,94 persen, swasta non-IKNB 5,72 persen, dan bukan penduduk 5,22 persen.

    Perry mencatat, special rate menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data BI, rata-rata special rate pada 2024 sebesar 6,19 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,13 persen. Per Agustus 2025, rata-rata special rate mencapai 5,91 persen.

    Apabila special rate tersebut diturunkan ke tingkat yang setara dengan bunga penjaminan yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Perry memperkirakan suku bunga cost of fund bisa turun sekitar 55 basis poin (bps) dan pada akhirnya suku bunga kredit juga turun dengan besaran yang sama.

    “Saya ibaratkan kalau 25,4 persen dana special rate itu sama dengan suku bunga yang sama dengan penjaminan LPS, suku bunga cost of fund-nya bisa turun sekitar 0,55 persen. Suku bunga kreditnya juga turun 55 bps, ini belum kalau ada efisiensi dari biaya overhead maupun margin, masalah ekspektasi persepsi,” jelas dia.

    Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps sejak September 2024 hingga Agustus 2025, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,65 persen pada Agustus 2025.

    Sementara itu, penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lebih lambat yaitu sebesar 7 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13 persen pada Agustus 2025.

    “Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,” kata Perry.

    Ia pun memastikan bahwa penurunan BI-Rate telah tertransmisikan dengan baik ke suku bunga pasar uang. Suku bunga INDONIA menurun sebesar 144bps dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4,59 persen pada 16 September 2025.

    Kemudian, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 210 bps, 213 bps, dan 219 bps sejak awal 2025 menjadi 5,06 persen; 5,07 persen; dan 5,08 persen pada 12 September 2025.

    Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 185 bps dari 6,96 persen pada awal 2025 menjadi 5,11 persen pada 16 September 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 94 bps dari tingkat tertinggi 7,26 persen pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,32 persen.

    Adapun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September ini, BI baru saja memutuskan untuk memangkas BI-Rate sebesar 25 bps sehingga berada pada level 4,75 persen.

    Suku bunga deposit facility juga diputuskan turun sebesar 50 bps menjadi pada level 3,75 persen. Sementara suku bunga lending facility diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi pada level 5,5 persen.

    Dengan penurunan terbaru ini, maka BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak enam kali dengan total sebesar 150bps sejak tahun lalu. Penurunan terjadi pada September 2024, kemudian pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Masyarakat Makin Gemar Transaksi Digital, Ini Buktinya!

    Masyarakat Makin Gemar Transaksi Digital, Ini Buktinya!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia membeberkan perkembangan transaksi digital yang pesat. Hal ini tercermin dari nilai pembayaran digital hingga penggunaan QRIS.

    “Volume transaksi pembayaran digital mencapai 4,43 miliar transaksi atau tumbuh 39,8%,”ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    “QR Indonesian Standard atau QRIS penggunanya hampir 60 juta, lebih dari 57 juta, kemudian penggunanya adalah 40 juta di mana sebagian besar adalah merchant,” sambungnya.

    Menurut Perry, data tersebut menunjukkan bahwa digitalisasi ekonomi yang kami lakukan melalui sistem pembayaran itu memang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan termasuk inklusif termasuk UMKM.

    Perry juga mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia gemar menggunakan penyelesaian transaksi menggunakan BI Fast Payment. “Dan ini terbukti juga masyarakat semakin gemar menggunakan penyelesaian melalui BI Fast Payment yang tumbuh sangat tinggi 27,54%,” katanya.

    Perry mengatakan bahwa bank sentral terus melakukan akselerasi digitalisasi sejalan dengan blueprint sistem pembayaran yang sudah dibuat hingga 2030.

    “Dasarnya bagaimana kami terus mendorong pengembangan infrastruktur sistem pembayaran, konsolidasi industri, kemudian memperbanyak inovasi, kemudian juga kerjasama internasional maupun rencana untuk rupiah digital,” ucapnya.

    (ras/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Masyarakat Makin Gemar Transaksi Digital, Ini Buktinya!

    Masyarakat Makin Gemar Transaksi Digital, Ini Buktinya!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia membeberkan perkembangan transaksi digital yang pesat. Hal ini tercermin dari nilai pembayaran digital hingga penggunaan QRIS.

    “Volume transaksi pembayaran digital mencapai 4,43 miliar transaksi atau tumbuh 39,8%,”ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    “QR Indonesian Standard atau QRIS penggunanya hampir 60 juta, lebih dari 57 juta, kemudian penggunanya adalah 40 juta di mana sebagian besar adalah merchant,” sambungnya.

    Menurut Perry, data tersebut menunjukkan bahwa digitalisasi ekonomi yang kami lakukan melalui sistem pembayaran itu memang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan termasuk inklusif termasuk UMKM.

    Perry juga mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia gemar menggunakan penyelesaian transaksi menggunakan BI Fast Payment. “Dan ini terbukti juga masyarakat semakin gemar menggunakan penyelesaian melalui BI Fast Payment yang tumbuh sangat tinggi 27,54%,” katanya.

    Perry mengatakan bahwa bank sentral terus melakukan akselerasi digitalisasi sejalan dengan blueprint sistem pembayaran yang sudah dibuat hingga 2030.

    “Dasarnya bagaimana kami terus mendorong pengembangan infrastruktur sistem pembayaran, konsolidasi industri, kemudian memperbanyak inovasi, kemudian juga kerjasama internasional maupun rencana untuk rupiah digital,” ucapnya.

    (ras/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • ISEI: Ekonomi dan Keuangan Digital Berpotensi Jadi Mesin Utama Pertumbuhan – Page 3

    ISEI: Ekonomi dan Keuangan Digital Berpotensi Jadi Mesin Utama Pertumbuhan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran negara dalam pembangunan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

    Hal ini menjadi pembahasan utama dalam Sidang Pleno ISEI XXIV & Seminar Nasional 2025 di Manado, 18-19 September 2025, yang menghasilkan rumusan lima pilar utama sebagai arah program kerja ISEI untuk tahun 2024-2027.

    Kelima pilar tersebut meliputi: stabilisasi ekonomi dan keuangan, hilirisasi dan industrialisasi, ketahanan pangan, transformasi digital, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

    Dalam sambutan, Ketua Umum Pengurus Pusat ISEI, Perry Warjiyo, menuturkan, langkah-langkah ini merupakan respons konkret terhadap lanskap ekonomi global yang semakin kompleks. Hal ini juga menjadi upaya ISEI untuk lebih mensinergikan implementasi strategi pembangunan nasional dalam kerangka Program Asta Cita yang diusung pemerintah.

    “Kontribusi pemikiran ISEI kepada pemerintah dan masyarakat diwujudkan dalam dokumen Kajian Kebijakan Publik (KKP) volume 6.0, yang mengupas pentingnya transformasi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif, merata, efisien, dan berkelanjutan,” kata dia.

    Perry menambahkan, pemikiran ini sejalan dengan gagasan Begawan Ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikoesoemo, yang meyakini kemandirian dan nasionalisme ekonomi sangat penting.

    “Tujuan akhir pembangunan adalah kesejahteraan rakyat, bukan sekadar pertumbuhan angka-angka makroekonomi,” tuturnya.

     

  • Berjibaku Genjot Pertumbuhan: Ruang Fiskal Diperlebar, Moneter Akomodatif, Himbara Diguyur Likuiditas

    Berjibaku Genjot Pertumbuhan: Ruang Fiskal Diperlebar, Moneter Akomodatif, Himbara Diguyur Likuiditas

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Badan Anggaran alias Banggar DPR sepakat memperluas ruang fiskal melalui pelebaran target defisit dari 2,48% ke 2,68% dalam RAPBN 2026. Kesepakatan ini melengkapi kebijakan pro-growth yang ditempuh sebelumnya mulai dari gelontoran likuiditas ke Himbara hingga kebijakan moneter yang semakin akomodatif. 

    Purbaya menjelaskan pelebaran defisit RAPBN 2026 itu masih di bawah ambang batas yang diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yaitu 3%. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat tak perlu khawatir.

    “Itu masih 2%-3%, dan [pelebaran defisit] diperlukan untuk nanti menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, jadi enggak usah takut. Kita tetap hati-hati,” ujar Purbaya usai rapat dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2025). 

    Adapun pelebaran defisit itu terjadi karena ada usulan tambahan belanja negara yaitu dari Rp3.786,5 triliun menjadi Rp3.842,7 triliun atau naik Rp56,2 triliun. Kenaikan yang paling besar dalam belanja negara ini adalah pos transfer ke daerah, yang awalnya Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun atau naik Rp43 triliun.

    Sementara itu, target pendapatan negara juga bertambah dari pendapatan negara dirancang sebesar Rp3.147,7 triliun menjadi Rp3.153,6 triliun atau naik Rp5,9 triliun. Kenaikan terbesar berasal dari penerimaan negara bukan pajak yaitu dari Rp455 triliun menjadi Rp459,2 triliun atau naik Rp4,2 triliun.

    Dengan demikian, kenaikan kebutuhan belanja negara (Rp56,2 triliun) jauh lebih besar dari kenaikan target pendapatan negara (Rp5,9 triliun) sehingga defisit anggaran juga melebar dari Rp638,8 triliun menjadi Rp689,1 triliun alias naik Rp50,3 triliun.

    “Apakah yang kami sampaikan terhadap postur terbaru ini dalam forum ini dapat disetujui?” ujar Ketua Banggar Said Abdullah, diikuti persetujuan dari seluruh peserta.

    Rezim Pro Growth Otoritas Moneter

    Pelebaran ruang fiskal itu juga sejalan dengan kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) yang semakin mendukung pertumbuhan ekonomi. Kendati langkah ini berisiko mereduksi tugas BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah. 

    Sekadar catatan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo secara terbuka menyatakan bahwa kebijakan moneter akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

    Perry menilai pertumbuhan ekonomi domestik masih di bawah kapasitas nasional. Oleh sebab itu, sambungnya, permintaan domestik perlu kita dorong. “Oleh karena itu, dari sisi Bank Indonesia, melalui sinergitas, semua kebijakan kami memang telah all out [habis-habisan] untuk pro growth [mendukung pertumbuhan] dengan tetap menjaga stabilitas,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil rapat dewan gubernur BI September 2025 secara daring, Rabu (17/9/2025).

    Dia mencontohkan bahwa bank sentral telah menurunkan suku bunga sudah sebanyak enam kali sebanyak 150 basis poin (bps) sejak September 2024. Kini, suku bunga acuan telah berada di level 4,75%, posisi terendah sejak Oktober 2022.

    Selain itu, Perry menyatakan BI juga terus melakukan ekspansi likuiditas. Contohnya, volume Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turun Rp200 triliun dari Rp916 triliun menjadi Rp716 triliun.

    “Pembelian SBN Rp217 triliun. Itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui SBN,” lanjut Perry.

    Tak sampai situ, BI juga menggelontorkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) jumbo guna memperkuat dorongan pertumbuhan kredit mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025.

    Kendati demikian, dia mengaku semua langkah itu BI lakukan dengan asas-asas prinsip kebijakan moneter yang pruden dan terukur. BI, sambungnya, tetap memperhatikan perkembangan inflasi dan stabilitas rupiah dalam menetapkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Guyuran Likuiditas ke Himbara

    Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan jawaban mengenai keraguan efektivitas kebijakan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun ke bank Himbara saat kredit melambat.

    Dari data terkini, per Juli 2025 kredit perbankan nasional tumbuh 7,03% YoY menjadi Rp8.043,2 triliun. Sementara, pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 7,77% YoY. Bahkan, jika dibandingkan dengan Juli 2024 jauh lebih rendah, di mana pada periode yang sama tahun lalu tumbuh 12,40% YoY.

    Menurut Purbaya, pertanyaan mengenai guyuran dana Rp200 triliun ke Bank BUMN saat kredit melambat diibaratkan bertanya telur dan ayam lebih dulu yang mana.

    “Uang duluan apa ekonomi duluan? Kalau kita lihat dari pengalaman tahun 2021 sama waktu itu juga kreditnya masih lemah kan. Waktu itu pemerintah nambah uang ke sistem, kreditnya bisa tumbuh juga. Jadi, saya pikir ketika uang bertambah ke sistem dua sisi akan bergerak. Yang pertama tentunya likuiditas bertambah,” jelasnya di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

    Lebih jauh, Purbaya menambahkan dengan likuiditas bank yang bertambah, secara pelan-pelan bunga di pasar akan turun. Hal ini diharapkan berdampak pada nasabah yang banyak mengincar bunga simpanan tinggi, pada akhirnya mulai membelanjakan uangnya.

    Kemudian, dengan suku bunga yang mengalami penurunan, pelaku usaha akan lebih berani meminjam dana dari bank. “Artinya sisi demand and supply akan tumbuh berbarengan,” ujar Purbaya.

    Dia juga menyampaikan melihat pengalaman sebelumnya, penambahan likuiditas di sistem keuangan dengan level tertentu tentunya tidak akan berdampak berlebihan. Menurutnya, base money yang akan tumbuh di atas 2 digit cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Karena demand and supply itu bersamaan tanpa menimbulkan bahaya kepanasan apa yang disebut demand pull inflation. Jadi, harusnya dengan inject seperti itu perekonomian akan berjalan,” tutup Purbaya.