JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, dampak penempatan dana pemerintah sebesar Rp276 triliun ke perbankan, akan terlihat sepenuhnya pada Desember 2025.
Dia mengakui adanya perlambatan pertumbuhan kredit dari 7,7 persen pada September 2025 menjadi 7,36 persen pada Oktober 2025, atau turun 0,34 poin persentase.
Padahal sebelumnya, Purbaya berharap injeksi dana tersebut dapat segera meningkatkan ekspansi kredit.
Meski demikian, Purbaya menegaskan bahwa kebijakan ini memang membutuhkan waktu sebelum memberikan hasil yang signifikan.
“Setidaknya dampak penuh dari tambahnya likuiditas itu perlu sampai 2 sampai 3 bulan setelah uang itu diinjeksikan. Jadi baru kita lihat impact penuhnya di Desember (2025), Januari (2026), kalau dilihat pertumbuhannya,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis, 20 November.
Walaupun pertumbuhan kredit belum optimal, Purbaya menyampaikan bahwa dana pihak ketiga (DPK) telah tumbuh 11,5 persen pada Oktober 2025.
Dengan peningkatan DPK tersebut, diyakini pertumbuhan kredit akan ikut terakselerasi dalam waktu dekat.
Dia menambahkan, penempatan dana pemerintah juga bertujuan menjaga biaya dana tetap rendah.
“Tapi yang jelas sekarang DPK-nya tumbuhnya double digit, kredit juga sudah membaik, apalagi kredit investasi. Tujuan penempatan dana tersebut untuk menjaga biaya dana rendah agar tercapai,” jelasnya
Dia mencatat, suku bunga deposito tenor enam bulan turun dari 6 persen menjadi 5,2 persen pada September 2025.
Penurunan serupa terjadi pada suku bunga kredit tertimbang, yang turun dari 9,12 persen pada Juli 2025 menjadi 9 persen pada Oktober 2025.
“Ini memberi indikasi bahwa intervensi pemerintah berhasil mendorong penurunan cost of fund untuk mendukung aktivitas investasi dan konsumsi,” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai penyaluran kredit masih perlu diperkuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dia menyampaikan, pertumbuhan kredit pada Oktober 2025 baru mencapai 7,36 persen, padahal target Bank Indonesia berada pada kisaran 8 persen hingga 11 persen sepanjang tahun.
“Hal ini disebabkan permintaan kredit yang belum kuat, antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi, istilahnya wait and see,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDG Bulanan November 2025, Rabu, 19 November.
Menurut Perry, lemahnya permintaan kredit berasal dari pelaku usaha yang masih bersikap hati-hati dan menunda ekspansi.
Dia mencontohkan, meskipun BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin, penurunan suku bunga deposito hanya 56 basis poin dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,25 persen pada Oktober 2025.
Menurutnya, hal ini terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan yang mencapai 27 persen dari total dana pihak ketiga perbankan.
Laju penurunan suku bunga kredit pun lebih lambat, hanya turun 20 basis poin dari 9,20 persen pada awal tahun menjadi 9 persen di Oktober 2025.
Perry juga mencatat adanya fasilitas kredit yang belum dimanfaatkan (undisbursed loan) mencapai Rp2.450,7 triliun, atau 22,97 persen dari total plafon kredit.
Dari sisi penawaran, kapasitas perbankan untuk menyalurkan pembiayaan sebenarnya cukup kuat.
Hal ini didukung rasio alat likuid terhadap DPK yang naik menjadi 29,47 persen dan pertumbuhan DPK yang mencapai 11,48 persen pada Oktober 2025.



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4869299/original/047207100_1718880148-20240620-Bank_Indonesia-ANG_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




