Tag: Perry Warjiyo

  • BI: Insentif KLM capai Rp376 triliun hingga minggu pertama Juli 2025

    BI: Insentif KLM capai Rp376 triliun hingga minggu pertama Juli 2025

    Bank Indonesia terus memperkuat implementasi KLM untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat total insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada perbankan yang menyalurkan kredit sektor prioritas mencapai Rp376 triliun hingga minggu pertama Juli 2025.

    Jumlah tersebut terdiri atas Rp167,1 triliun yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN, Rp166,7 triliun kepada bank umum swasta nasional (BUSN), Rp36,8 triliun kepada bank pembangunan daerah (BPD), dan Rp5,8 triliun kepada Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).

    “Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Juli 2025 di Jakarta, Rabu.

    Perry mengatakan bahwa secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro dan hijau.

    “Ke depan, kebijakan KLM terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Astacita Pemerintah,” kata dia.

    Perry menggarisbawahi kembali bahwa kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Kredit perbankan pada Juni 2025 tercatat tumbuh sebesar 7,77 persen year on year (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).

    Dari sisi penawaran, perkembangan ini dipengaruhi oleh perilaku bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, di tengah dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh meningkat menjadi 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025.

    “Perkembangan ini mengakibatkan bank cenderung menempatkan pada surat-surat berharga dan meningkatkan standar penyaluran kredit (lending standard),” kata Perry.

    Dari sisi permintaan, imbuh dia, perkembangan kredit ini juga dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi yang perlu terus didorong.

    Berdasarkan penggunaan, kredit investasi, kredit konsumsi, dan kredit modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 12,53 persen (yoy), 8,49 persen (yoy), dan 4,45 persen (yoy) pada Juni 2025.

    Berdasarkan sektor, kredit sektor perdagangan, pertanian dan jasa dunia usaha perlu ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan ekonomi.

    Adapun pembiayaan syariah tercatat tumbuh sebesar 8,37 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih rendah sebesar 2,18 persen (yoy).

    “Ke depan, Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit perbankan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif,” kata Perry.

    Bank Indonesia juga terus mempererat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pembiayaan ekonomi.

    Dengan perkembangan dan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11 persen.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI beli SBN sebesar Rp144,90 triliun hingga 15 Juli 2025

    BI beli SBN sebesar Rp144,90 triliun hingga 15 Juli 2025

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp144,90 triliun yang dilaksanakan sejak awal tahun ini hingga 15 Juli 2025.

    Gubernur BI Perry Warjiyo merinci nilai tersebut terdiri dari Rp102,58 triliun melalui pasar sekunder dan sebesar Rp42,32 triliun melalui pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah.

    “Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter, sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Juli 2025 di Jakarta, Rabu.

    Perry mengatakan ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk menjaga kecukupan likuiditas dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

    “Strategi operasi moneter pro-market juga terus dioptimalkan untuk mendukung kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan,” kata dia.

    Hingga 14 Juli 2025, total posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tercatat sebesar Rp782,62 triliun, menurun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, sehingga mendukung ekspansi likuiditas kebijakan moneter.

    Sementara itu, posisi instrumen Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) pada periode yang sama tercatat masing-masing sebesar 3,53 miliar dolar AS dan 491 juta dolar AS.

    Adapun implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bos BI Sebut Trump Bikin Ekonomi Global Gonjang-ganjing Lagi

    Bos BI Sebut Trump Bikin Ekonomi Global Gonjang-ganjing Lagi

    Jakarta

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti ketidakpastian ekonomi global yang kembali meningkat. Hal ini terjadi pasca pengumuman tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    “Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat pasca pengumuman kebijakan tarif resiprokal AS ke beberapa negara maju dan berkembang,” kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/7/2025).

    Perry memperkirakan tarif Trump yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 akan melemahkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia khususnya di negara maju.

    “Kebijakan kenaikan tarif resiprokal AS yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 diperkirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia khususnya di negara maju,” ucap Perry.

    Sejauh ini Perry menyebut pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa dan Jepang dalam tren menurun. Hal itu terjadi di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.

    Kinerja ekonomi China juga diperkirakan belum kuat di tengah berbagai strategi diversifikasi ekspor maupun kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh otoritasnya. Sementara itu, kinerja perekonomian India diperkirakan tetap baik didukung oleh permintaan domestik yang kuat.

    “BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 ini masih belum kuat sekitar 3% dan dengan kecenderungan 2,9%. Tekanan inflasi AS masih menurun sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi arah penurunan Fed Fund Rate ke depan,” beber Perry.

    Di dalam negeri, Perry melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong di tengah prospek perekonomian global yang melemah. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi semester II-2025 membaik dan secara keseluruhan tahun diperkirakan pertumbuhan dalam kisaran 4,6-5,4%.

    “Pada triwulan II-2025 pertumbuhan ekonomi ditopang oleh investasi non bangunan terkait kegiatan di sektor transportasi. Kinerja ekspor cukup baik ditopang oleh ekspor berbagai sumber daya alam dan produk manufaktur. Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih perlu ditingkatkan tercermin pada penjualan eceran yang melambat,” beber Perry.

    Tonton juga video “Prabowo Akan Umumkan Hasil Kesepakatan Tarif Impor dengan AS” di sini:

    (acd/acd)

  • BI Rate Turun Jadi 5,25%!

    BI Rate Turun Jadi 5,25%!

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin menjadi 5,25%. BI juga menurunkan sebanyak 25 basis poin deposit facility dan lending facility masing-masing menjadi 4,5% dan 6%.

    “Rapat Dewan Gubernur BI pada 15 dan 16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Demikian juga suku bunga deposit facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan suku bunga lending facility turun 25 bps menjadi 6%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/7/2025).

    Perry mengatakan, langkah tersebut sejalan dengan rendahnya perkiraan inflasi pada 2025 dan 2026.

    “Keputusan ini konsisten dengan makin rendahnya perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5 plus minus 1%, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.

    Bulan lalu, BI menahan suku bunga acuan di level 5,5%. Hal ini sejalan dengan terjaganya perkiraan inflasi hingga stabilnya nilai tukar.

    “Rapat Dewan Gubernur BI pada 17 dan 18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,50%. Demikian juga suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,75% dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,25%,” kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (18/6) lalu.

    “Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, kestabilan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian pasar global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.

    Tonton juga video “Bank Indonesia Umumkan BI-Rate Tetap 5,75%” di sini:

    (acd/acd)

  • BI: Kebijakan tarif AS diprakirakan memperlemah prospek ekonomi dunia

    BI: Kebijakan tarif AS diprakirakan memperlemah prospek ekonomi dunia

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) memandang bahwa kebijakan tarif resiprokral Amerika Serikat (AS) diprakirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya di negara maju.

    Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat pasca pengumuman kebijakan tarif efektif resiprokral Amerika Serikat (AS) ke beberapa negara maju dan berkembang.

    “Kebijakan kenaikan tarif resiprokral Amerika Serikat yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 diprakirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia khususnya di negara maju,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Juli 2025 di Jakarta, Rabu.

    Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun, di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.

    Kinerja ekonomi Tiongkok juga diprakirakan belum kuat di tengah berbagai strategi diversifikasi ekspor maupun kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh otoritasnya.

    Sementara itu, kinerja perekonomian India diperkirakan tetap baik didukung oleh permintaan domestik yang kuat.

    “Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 masih belum kuat sekitar 3 persen dan dengan kecenderungan 2,9 persen,” kata Perry.

    Tekanan inflasi Amerika Serikat, catat Perry, masih menurun sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Siap-Siap Batu Bara & Emas Dikenakan Bea Keluar, Ini Penjelasan ESDM

    Siap-Siap Batu Bara & Emas Dikenakan Bea Keluar, Ini Penjelasan ESDM

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait rencana pemerintah untuk menerapkan bea keluar bagi komoditas batu bara dan emas. Rencananya, kebijakan ini diberlakukan mulai tahun depan, 2026.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengakui pemerintah memang berencana untuk mengenakan bea keluar untuk ekspor batu bara. Dengan catatan, bea keluar tersebut akan dikenakan jika harga batu bara dunia tengah ‘meroket’.

    Bahlil menyebutkan, jika harga batu bara global mengalami peningkatan di atas harga keekonomiannya, maka sudah sewajarnya negara mendapatkan pendapatan lebih dari peningkatan harga batu bara tersebut.

    “Nanti kita akan buat di harga keekonomian berapa di pasar global, baru kita akan kenakan tarif bea keluar. Artinya kalau harganya lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Selain itu, dia mengatakan jika harga batu bara dunia sedang tidak ekonomis, maka pemerintah akan menyesuaikan bea keluarnya sesuai dengan harga yang berlaku.

    “Tapi kalau harganya belum ekonomis, ya jangan juga kita susahkan pengusaha ya,” imbuhnya.

    Aturannya, kata Bahlil, nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM yang baru akan disusun oleh pihaknya.

    Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno. Tri menyebutkan, rencana penerapan bea keluar untuk kedua komoditas tersebut kemungkinan akan diterapkan pada tahun depan dengan menyesuaikan kondisi harga.

    “Iya bakal diterapkan (2026). Kalau misalnya diterapkan, diterapkan,” ungkapnya saat ditanya apakah rencana ini akan diterapkan mulai 2026, ketika ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar, terutama untuk produk emas dan batu bara.

    Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama Komisi XI DPR, hari ini, Senin (7/7/2025).

    “Perluasan basis penerimaan bea keluar, di antaranya terhadap produk emas dan batu bara dimana pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM,” papar Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun.

    Sebagai catatan, produk emas sudah dikenakan bea keluar. Namun, hanya untuk produk konsentrat dan emas mentah saja. Kemudian, batu bara tidak dikenakan bea keluar sejak 2006.

    Menanggapi hal ini, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi mengatakan bahwa kebijakan ini baru akan diberlakukan. Selama ini, beberapa komoditas seperti emas dan batu bara belum dikenakan bea keluar karena masih dalam bentuk bahan mentah.

    “Sepertinya baru yah karena kan kemarin itu tidak dipungut karena mungkin ada yang bahan mentah itu ya,” ujar Djaka saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Menurut Djaka, masa bebas bea keluar akan segera berakhir, terutama untuk PT Freeport Indonesia (PTFI). Nantinya, ekspor bahan mentah yang tadinya tidak dikenakan bea keluar akan dikenakan pungutan.

    “Mungkin bahan mentah nya ke depan sudah selesai masa ekspor bahan mentah itu yang Freeport itu kan sudah habis waktunya mungkin itu aja,” ujar Djaka.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro pun menjelaskan bahwa tarif bea masuk akan ditentukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kendati demikian, peraturan tetap akan diteken oleh Kementerian Keuangan.

    “Sebenarnya tarifnya itu kalau emas dan batubara, kan jelas tadi itu tarifnya ditentukan oleh ESDM. ESDM mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk membuat PMK. Memang itu kan otoritas daripada Kementerian ESDM,” ujar Fauzi H. Amro saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Siap-Siap Batu Bara dan Emas Bakal Dikenakan Bea Keluar di 2026

    Siap-Siap Batu Bara dan Emas Bakal Dikenakan Bea Keluar di 2026

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bea keluar khususnya untuk komoditas batu bara dan emas akan diterapkan pada 2026 mendatang. Saat ini rencana tersebut masih dibahas bersama Kementerian Keuangan.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebutkan, rencana penerapan bea keluar untuk kedua komoditas tersebut akan diterapkan dengan menyesuaikan kondisi harga.

    “Iya bakal diterapkan (2026). Kalau misalnya diterapkan, diterapkan,” ungkapnya saat ditanya apakah rencana ini akan diterapkan mulai 2026, ketika ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengungkapkan nantinya akan ada aturan turunan terhadap pengenaan bea keluar ekspor batu bara. Dia menyebutkan, pemerintah akan mengenakan bea keluar ekspor batu bara berdasarkan nilai keekonomian batu bara dunia.

    “Itu kan nanti ada aturan turunannya. Nanti kita akan buat di harga keekonomian berapa di pasar global, baru kita akan kenakan tarif bea keluar. Artinya kalau harganya lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Meskipun akan dikenakan bea keluar, Bahlil mengatakan jika harga batu bara dunia sedang tidak ekonomis, maka pemerintah akan menyesuaikan bea keluarnya sesuai dengan harga yang berlaku.

    “Tapi kalau harganya belum ekonomis, ya jangan juga kita susahkan pengusaha ya,” imbuhnya.

    Aturannya, kata Bahlil, nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM yang baru akan disusun oleh pihaknya.

    Seperti diketahui, pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar, terutama untuk produk emas dan batu bara.

    Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama Komisi XI DPR, hari ini, Senin (7/7/2025).

    “Perluasan basis penerimaan bea keluar, di antaranya terhadap produk emas dan batu bara dimana pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM,” papar Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun.

    Sebagai catatan, produk emas sudah dikenakan bea keluar. Namun, hanya untuk produk konsentrat dan emas mentah saja. Kemudian, batu bara tidak dikenakan bea keluar sejak 2006.

    Menanggapi hal ini, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi mengatakan bahwa kebijakan ini baru akan diberlakukan. Selama ini, beberapa komoditas seperti emas dan batu bara belum dikenakan bea keluar karena masih dalam bentuk bahan mentah.

    “Sepertinya baru yah karena kan kemarin itu tidak dipungut karena mungkin ada yang bahan mentah itu ya,” ujar Djaka saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Menurut Djaka, masa bebas bea keluar akan segera berakhir, terutama untuk PT Freeport Indonesia (PTFI). Nantinya, ekspor bahan mentah yang tadinya tidak dikenakan bea keluar akan dikenakan pungutan.

    “Mungkin bahan mentahnya ke depan sudah selesai masa ekspor bahan mentah itu yang Freeport itu kan sudah habis waktunya mungkin itu aja,” ujar Djaka.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro pun menjelaskan bahwa tarif bea masuk akan ditentukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kendati demikian, peraturan tetap akan diteken oleh Kementerian Keuangan.

    “Sebenarnya tarifnya itu kalau emas dan batu bara, kan jelas tadi itu tarifnya ditentukan oleh ESDM. ESDM mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk membuat PMK. Memang itu kan otoritas daripada Kementerian ESDM,” ujar Fauzi H. Amro saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Outlook Nilai Tukar 2026: Beda Proyeksi Rupiah BI, Kemenkeu, dan Ekonom

    Outlook Nilai Tukar 2026: Beda Proyeksi Rupiah BI, Kemenkeu, dan Ekonom

    Bisnis.com, JAKARTA —Rupiah diproyeksikan bertahan di level tinggi hingga 2026, dengan estimasi rata-rata berkisar Rp16.500 per dolar AS, menyusul proyeksi berbeda dari BI dan Kementerian Keuangan.

    Ekonom mengestimasikan rupiah secara rata-rata akan berada di level sekitar Rp16.500an per dolar AS pada tahun depan atau 2026. 

    Sementara Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan mengeluarkan estimasi yang berbeda terhadap rupiah  tahun depan, masing-masing pada rentang Rp16.000–16.500 per dolar AS dan Rp16.500–Rp16.900 per dolar AS. 

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual memproyeksi rupiah stabil pada angka tengah pada 2026. “Lebih stabil di posisi Rp16.500 per dolar AS secara rata-rata karena harga komoditas diharapkan lebih baik ke depan, terutama dipicu stimulus fiskal China dan ketidakpastian akibat perang tarif sudah mereda,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/7/2025). 

    Kendati begitu,  David masih belum melihat adanya potensi rupiah dapat menguat ke level yang lebih apresiatif, yakni di kisaran Rp15.000 per dolar AS, baik pada tahun ini maupun tahun depan. “Belum ada katalis baru, terutama katalis utama harga komoditas,” lanjutnya. 

    Adapun mata uang rupiah ditutup menguat pada level Rp16.218,00 per dolar AS hari ini, Jumat (11/7/2025), menguat di pekan AS mengumumkan putusan tarif resiprokal terhadap Indonesia. 

    Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 6 poin atau 0,04% ke level Rp16.218. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,12% ke 97,76. Di sisi lain, sebagian besar mata uang lain di Asia ditutup melemah di hadapan dolar AS hari ini. 

    Adapun hingga semester I/2025, rupiah secara rata-rata tercatat di angka Rp16.428 per dolar AS. Melesat dari target APBN tahun ini yang sebesar Rp16.000 per dolar AS. 

    Untuk itu, pemerintah memproyeksikan pada akhir tahun ini, rupiah secara rata-rata akan berada di rentang Rp16.300—Rp16.800 per dolar AS. 

    Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan bahwa instansinya akan terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. 

    Di mana strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan. 

  • DPR dan Pemerintah Sepakat Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 2026 5,2-5,6% – Page 3

    DPR dan Pemerintah Sepakat Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 2026 5,2-5,6% – Page 3

    Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI resmi menyetujui asumsi makro ekonomi Indonesia untuk semester II tahun 2025. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang dipimpin langsung oleh Ketua Banggar DPR Said Abdullah, Kamis (3/7/2025).

    Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Wihadi Wiyanto menuturkan, keputusan ini mempertimbangkan realisasi semester I serta dinamika perekonomian global dan domestik.

    “Dengan mempertimbangkan interaksi faktor global dan domestik, prognosis asumsi dasar ekonomi makro Indonesia disusun secara cermat untuk menjaga keseimbangan makro Indonesia yang berkelanjutan dan memberikan ruang fiskal yang kredibel dan adaptif,” kata Wihadi.

    Dalam asumsi yang telah disepakati, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 4,7 persen hingga 5 persen pada semester II. Angka ini sedikit lebih rendah dibanding target APBN 2025 sebesar 5,2 persen, dan realisasi semester I yang tercatat 4,87 persen year-on-year.

    Sementara itu, inflasi diperkirakan tetap terkendali. Proyeksi semester II berada di rentang 2,2 persen hingga 2,6 persen, masih dalam target APBN sebesar 2,5 persen. Realisasi semester I sendiri berada pada level yang lebih rendah, yakni 1,6 persen.

    Adapun nilai tukar rupiah diproyeksi berada dalam kisaran Rp16.300 hingga Rp16.800 per dolar AS. Ini mencerminkan kewaspadaan terhadap gejolak eksternal yang masih tinggi, setelah semester I mencatatkan rata-rata nilai tukar sebesar Rp16.429 per dolar AS.

  • Alasan Proyeksi Rupiah 2026 Bank Indonesia Lebih Optimistis dari Pemerintah

    Alasan Proyeksi Rupiah 2026 Bank Indonesia Lebih Optimistis dari Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memasang proyeksi nilai tukar rupiah 2026 di rentang Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS. Angka tersebut lebih optimistis dari asumsi rupiah pemerintah di level Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS pada tahun depan.

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa berbagai faktor fundamental akan membawa nilai tukar rupiah ke arah penguatan pada 2026, mulai dari prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik dan terbantu oleh kinerja inflasi yang juga relatif rendah.

    Selain itu, faktor imbal hasil dari instrumen investasi portfolio di Indonesia, termasuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup menarik.

    “[Faktor terakhir] Komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik intervensi di pasar offshore Non-Deliverable Forward dan Domestic Non-Deliverable Forward. Kami memperkirakan rata-rata [kurs] rupiah 2026 di kisaran Rp16.000 sampai 16.500 per dolar AS,” ujarnya di DPR beberapa waktu lalu.

    Dalam dokumen paparan Perry yang Bisnis terima, proyeksi nilai tukar BI lebih apresiatif ketimbang Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) 2026 karena prospek aliran modal ke emerging market lebih baik.

    Hal tersebut sejalan dengan prospek ekonomi global yang mulai membaik dan ketidakpastian pasar keuangan yang menurun pascaketidakpastian tarif Trump.

    Persepsi investor global terhadap prospek ekonomi Indonesia pun tetap baik, termasuk current account deficit (CAD) yang tetap dalam level sehat.

    Sementara tabungan bank sentral untuk melakukan intervensi yang terkumpul dalam cadangan devisa pun cukup banyak. Di mana posisi cadangan devisa saat ini senilai US$152,5 miliar.

    Melihat kinerja rupiah pun mulai menguat. Di mana sejak April saat diumumkan kebijakan tarif, rupiah pernah mencapai 16.865 per dolar AS. Pada pekan pertama Juli, rupiah sudah berada di level Rp16.185 per dolar AS.

    Pandangan Pemerintah soal Prospek Rupiah

    Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memandang proyeksi Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS dari pemerintah karena dipengaruhi arus modal asing yang cenderung keluar akibat kenaikan yield US Treasury. 

    Belum lagi ditambah dengan potensi tingkat suku bunga AS atau Fed Fund Rate (FFR) tidak menurun sebagaimana perkiraan sebelumnya. 

    Sri Mulyani pun turut melihat masih terjadinya risiko peningkatan CAD di 2026 dan investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) cenderung stabil/flat. 

    Meski demikian terdapat beberapa hal yang akan mempengaruhi kinerja rupiah dan menahan pelemahan rupiah lebih dalam.  

    “Inflasi yang terkendali dan perbaikan kinerja ekspor dapat mencegah depresiasi lebih lanjut,” ujarnya. 

    Di samping itu, Sri Mulyani mewaspadai faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah, seperti dampak perkiraan penurunan FFR terhadap yield, perkembangan negosiasi kebijakan tarif Trump, perkembangan risiko geopolitik, serta windfall atas trade diversion yang akan menguntungkan Indonesia, terutama dari ekspor logam dan alas kaki. 

    Di tengah kondisi terkini, Mata uang rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah pada rentang Rp16.140-Rp16.190 pada perdagangan besok, Senin (7/7/2025).

    Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 10 poin atau 0,06% ke Rp16.185 per dolar AS pada perdagangan Jumat (4/7/2025). Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,19% ke 96,99.