Tag: Pavel Durov

  • Bos Telegram Bagikan Warisan Rp230 Triliun ke 100 Anaknya

    Bos Telegram Bagikan Warisan Rp230 Triliun ke 100 Anaknya

    Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan akan membagikan harta warisan ke 100 anaknya.

    Taipan teknologi asal Rusia tersebut mengatakan tak menyangka akan menjadi jutawan dalam waktu singkat. Dalam sebuah wawancara, ia pun mengaku tak membeda-bedakan anaknya.

    Ia akan membagikan harta warisan senilai US$13,9 miliar atau hampir Rp230 triliun kepada 100 anaknya.

    Harta tersebut akan diberikan kepada enam anak dari hasil hubungan dengan sejumlah wanita dan sejumlah anak lainnya yang ia lahirkan melalui donor sperma.

    Dalam sebuah wawancara luas yang diterbitkan pada Kamis (19/6) di majalah politik Prancis, Le Point, Durov mengungkapkan bahwa ia tidak membedakan antara anak-anaknya yang sah dari tiga wanita yang berbeda dan mereka yang dikandung dari sperma yang disumbangkannya.

    Durov telah menyumbang ke klinik sperma selama 15 tahun, yang memberi tahu dia bahwa dia telah membantu mengandung lebih dari 100 bayi di 12 negara.

    Beruntung bagi mereka, karena mereka baru saja dimasukkan dalam surat wasiat Durov, meskipun mungkin tidak mengenal ayah biologis mereka yang kaya raya.

    “Saya menulis surat wasiat saya baru-baru ini. Saya tidak membuat perbedaan antara anak-anak saya, baik yang dikandung secara alami dan yang berasal dari sumbangan sperma saya. Mereka semua adalah anak-anak saya dan semuanya akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka saling mencabik setelah kematian saya,”kata Durov kepada publikasi Prancis Le Point, dilansir Fortune, Sabtu (21/6/2025).

    Artinya akan ada setidaknya 106 anaknya masing-masing bisa mendapatkan sekitar US$132 juta karena memiliki hubungan dengan pengusaha kelahiran Rusia tersebut.

    Namun, mereka harus menunggu lama sebelum mewarisi kekayaan itu.

    “Saya memutuskan bahwa anak-anak saya tidak akan memiliki akses ke kekayaan saya hingga jangka waktu tiga puluh tahun ke depan, mulai dari hari ini,” lanjut Durov.

    Dia masih ingin mereka hidup seperti orang normal, membangun diri mereka sendiri, belajar untuk percaya pada diri mereka sendiri, mampu berkarya, dan tidak bergantung pada rekening bank.

    “Karena saya tidak menjual Telegram, tidak masalah. Saya tidak memiliki uang ini di rekening bank. Aset likuid saya jauh lebih rendah – dan itu tidak berasal dari Telegram: aset tersebut berasal dari investasi saya di bitcoin pada tahun 2013,” ujarnya.

    Kemudian terkait menulis wasiat, Durov mengatakan bahwa pekerjaannya ini mengundang banyak musuh. Untuk itu ia ingin melindungi Telegram dan anak-anaknya.

    Untuk diketahui, Give Legacy, sebuah klinik sperma dan kesuburan, memberi tahu Fortune apakah mereka tahu atau tidak bahwa mereka akan mendapatkan rejeki nomplok dari ayah kandung mereka bergantung pada apakah Durov adalah “donor langsung”, yang dikenal oleh orang tua kandung, atau “donor anonim” dengan peraturan yang lebih ketat.

  • Pendiri Telegram Punya 100 Anak, Siapkan Warisan Rp 229 Triliun

    Pendiri Telegram Punya 100 Anak, Siapkan Warisan Rp 229 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri aplikasi pesan instan Telegram, Pavel Durov, mengungkap bahwa lebih dari 100 anak biologisnya akan mendapat hak waris yang setara atas kekayaan pribadinya yang ditaksir mencapai US$13,9 miliar atau sekitar Rp228 triliun.

    Pernyataan ini ia sampaikan dalam wawancara dengan majalah politik Prancis Le Point.

    “Mereka semua anak saya dan akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka saling ribut setelah saya meninggal,” ujar Durov, dikutip dari BBC, Senin (23/6/2025).

    Durov menjelaskan bahwa secara resmi ia adalah ayah dari enam anak dari tiga pasangan berbeda. Namun, ia juga menyumbangkan sperma di sebuah klinik 15 tahun lalu demi membantu seorang teman. Menurut klinik tersebut, lebih dari 100 bayi telah dikandung melalui metode tersebut di 12 negara.

    Meski begitu, Durov menyatakan bahwa anak-anaknya tidak akan dapat mengakses warisan tersebut selama 30 tahun. Ia menekankan pentingnya kemandirian dalam hidup.

    “Saya ingin mereka hidup seperti orang biasa, membangun diri mereka sendiri, belajar mempercayai diri, mampu mencipta, dan tidak bergantung pada rekening bank,” kata dia.

    Durov juga menjelaskan alasan dirinya menyusun surat wasiat lebih awal. Ia menyebut profesinya sebagai aktivis kebebasan digital mengandung banyak risiko, termasuk menimbulkan musuh di lingkup negara-negara kuat.

    Telegram, yang dikenal sebagai platform terenkripsi dengan fokus pada privasi, kini memiliki lebih dari 1 miliar pengguna aktif bulanan secara global.

    Dalam wawancara yang sama, Durov turut membantah tuduhan pidana serius yang ia hadapi di Prancis, termasuk tudingan gagal memoderasi konten kriminal seperti perdagangan narkoba, pelecehan anak, dan penipuan.

    Ia menyebut tuduhan tersebut sebagai hal yang benar-benar aneh.

    “Hanya karena para kriminal menggunakan layanan kami, seperti juga banyak platform lain, bukan berarti orang yang menjalankannya adalah kriminal,” katanya menegaskan.

    Telegram sebelumnya telah membantah bahwa mereka memiliki sistem moderasi yang lemah. Dalam beberapa pernyataan, perusahaan menyebut telah menghapus ribuan grup dan saluran setiap hari yang melanggar ketentuan layanan, termasuk konten kekerasan, pelecehan anak, hingga perdagangan barang ilegal.

    Durov juga sempat menanggapi tudingan terkait penyebaran konten berbahaya di platformnya.

    “Sejak 2018, Telegram telah memerangi pelecehan anak dengan berbagai cara: pemblokiran berdasarkan sidik jari konten, tim moderasi khusus, hotline LSM, dan laporan transparansi harian atas konten yang diblokir, semuanya bisa diverifikasi,” jelas Durov lewat unggahan di X (dulu Twitter).

    Telegram juga menegaskan bahwa mereka tidak menggunakan algoritma yang mempromosikan konten sensasional, berbeda dengan platform lain.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Telegram Rutin Donor Sperma Selama 15 Tahun, Anaknya Sudah Ada 100

    Bos Telegram Rutin Donor Sperma Selama 15 Tahun, Anaknya Sudah Ada 100

    Jakarta

    Pendiri sekaligus CEO dari Telegram, Pavel Durov rupanya melakukan praktik donor sperma dan sudah memiliki 100 lebih anak. Pavel beranggapan donasi sperma menjadi caranya membantu orang-orang yang kesulitan memiliki anak.

    Ia memulai aksi donasinya sejak 15 tahun lalu. Salah satu temannya saat itu meminta Pavel untuk menyumbangkan sperma di sebuah klinik bayi agar ia dan istrinya bisa memiliki anak.

    “Ia mengatakan bahwa ia dan istrinya tidak dapat memiliki anak karena masalah kesuburan dan meminta saya untuk menyumbangkan sperma di sebuah klinik agar mereka dapat memiliki bayi. Saya awalnya tertawa terbahak-bahak, sebelum menyadari bahwa ia sangat serius,” kata Durov dikutip dari News18, Sabtu (21/6/2025).

    Semenjak saat itu, ia rutin melakukan donor sperma hingga memiliki 100 anak biologis. Bahkan, anaknya tersebar di 12 negara di seluruh dunia.

    “Hal ini terdengar cukup gila sehingga membuat saya mendaftar sebagai pendonor sperma. Lalu sampai ke tahun 2024, aktivitas donasi saya di masa lalu telah membantu lebih dari seratus pasangan di 12 negara untuk memiliki anak. Bahkan, bertahun-tahun setelah saya berhenti menjadi donor, setidaknya satu klinik kesuburan masih memiliki sperma beku saya yang tersedia untuk digunakan secara anonim oleh keluarga yang ingin memiliki anak,” sambungnya Durov.

    Bagi Warisan Triliunan untuk Seluruh Anaknya

    Baru-baru ini Pavel mengungkapkan dirinya akan membagikan seluruh hartanya pada anak-anaknya, ini termasuk anak-anak dari sperma donor. Meski sudah memiliki enam anak secara langsung, ia berpendapat 100 lebih anaknya memiliki hak yang sama.

    “Saya tidak membeda-bedakan anak-anak saya. Ada yang dikandung secara alami dan yang berasal dari sumbangan sperma saya,” kata Durov dikutip dari Business Insider.

    Ia diperkirakan memiliki kekayaan bersih sebesar 14 miliar dollar AS atau sekitar Rp 224 triliun. Meski begitu, uang tersebut tidak akan diberikan dalam waktu 30 tahun ke depan.

    “Saya menulis surat wasiat baru-baru ini. Saya memutuskan anak-anak saya tidak akan memiliki akses ke kekayaan saya sampai jangka waktu 30 tahun berlalu, mulai hari ini,” sambungnya.

    (avk/kna)

  • Bebas, Bos Telegram Pavel Durov Tetap Dilarang Tinggalkan Prancis

    Bebas, Bos Telegram Pavel Durov Tetap Dilarang Tinggalkan Prancis

    Bebas, Bos Telegram Pavel Durov Tetap Dilarang Tinggalkan Prancis

  • Pengguna WhatsApp Melonjak Tembus 3 Miliar, Telegram Minggir

    Pengguna WhatsApp Melonjak Tembus 3 Miliar, Telegram Minggir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jumlah pengguna WhatsApp terus meninggalkan jauh pesaing terbesarnya Telegram. Kini aplikasi pesan milik Meta mengantongi 3 miliar pengguna aktif bulanan.

    Perkembangan positif juga terlihat dalam platform bisnis, WhatsApp Business. Aplikasi itu menyumbang sebagian besar pendapatan US$510 juta dari keluarga aplikasi Meta.

    Strategi AI melalui Meta AI juga digunakan secara masif di WhatsApp. Sebelumnya raksasa teknologi menyebutkan WhatsApp sebagai salah satu platform dengan distribusi terbesar untuk layanan AI.

    Meta AI di WhatsApp sudah diluncurkan beberapa waktu lalu. Salah satunya dapat berbincang langsung baik percakapan 1:1 maupun untuk grup.

    “Kami melihat orang-orang terlibat dengan Meta AI dari beberapa titik masuk berbeda. WhatsApp menjadi penggunaan Meta AI terkuat dalam keluarga aplikasi kami,” ungkapnya, dikutip dari Tech Crunch, Jumat (2/5/2025).

    CEO Meta Mark Zuckerberg menyinggung soal adopsi AI di pasar seperti Amerika Serikat. Dia berharap bisa menjadi pemimpin di negaranya sendiri.

    “Namun posisi kami di sana berbeda dengan sebagian besar dunia di WhatsApp. Jadi saya berpikir Meta AI sebagai aplikasi mandiri akan jadi sangat penting di Amerika Serikat untuk membangun kepemimpinan, sebagai AI pribadi yang digunakan orang,” kata Zuckerberg.

    Pengguna Telegram 1 Miliar Orang

    Sementara itu Telegram mengumumkan pada Maret 2025 pengguna aktifnya sudah tembus 1 miliar. Peningkatan itu cukup agresif, mengingat pengguna Telegram pada Juli 2024 masih 950 juta. 

    Telegram disebut menarik banyak pengguna karena posisinya yang lebih netral dan bebas intervensi pemerintah. Perusahaan juga tak bergeming meski ditekan banyak negara untuk membatasi informasi.

    Bersamaan dengan itu, CEO Telegram Pavel Durov juga mengatakan profit perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu. Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang dominasi WhatsApp.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov.

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    (fab/fab)

  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai, Penciptanya Kasih Peringatan

    Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai, Penciptanya Kasih Peringatan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pavel Durov, CEO dan pendiri Telegram, mengungkapkan bahwa aplikasinya kini makin ramai diserbu pengguna. Per 2025, Durov mengklaim pengguna aktif pesaing WhatsApp itu kini sudah tembus 1 miliar pengguna.

    Terlepas dari persaingan sengit antara kedua platform, Durov menyebut satu hal yang menjadi keunggulan Telegram, yakni mereka tak pernah membagikan privasi pengguna meski diminta pihak berwajib.

    Hal ini disampaikannya saat membicarakan soal rancangan aturan Prancis untuk bisa membuka pesan pengguna aplikasi. Negara itu kini sedang merancang aturan yang melarang adanya enkripsi atau penyandian pesan yang berpotensi membuat Telegram dan beberapa aplikasi lain rentan.

    RUU kontroversial itu disebut akan menjadikan Prancis negara pertama yang merampas privasi digital warga.

    Menurut Durov, UU itu meski diklaim bisa memerangi perdagangan narkoba, tapi malah akan menimbulkan konsekuensi berbahaya lainnya.

    Aturan itu kemudian ditolak oleh Majelis Nasional Prancis. Durov yang pernah ditahan di Prancis memuji tindakan Majelis Nasional.

    Dia menyebut dengan aturan tersebut tidak ada jaminan hanya polisi yang akan masuk melalui backdoor setelah aksesnya dibuka.

    Ada kemungkinan akses itu bisa dieksploitasi oleh pihak lain, seperti agen asing hingga peretas. Pada akhirnya privasi pengguna yang menjadi korbannya.

    “Karena secara teknis tidak mungkin menjamin hanya polisi yang mengakses backdoor. Setelah diperkenalkan, backdoor bisa dieksploitasi pihak lain, dari agen asing hingga peretas. Akibatnya peretas pribadi semua masyarakat yang taat hukum dibobol,” kata Durov dalam akun Telegramnya yang dikutip dari Phone Arena, Kamis (24/4/2025).

    Dalam unggahannya, Durov mempertanyakan pula nilai rancangan aturan itu pada saat memerangi kejahatan. Melemahkan aplikasi dengan enkripsi tidak akan mencegah komunikasi penjahat.

    Para penjahat, dia menambahkan malah akan berpindah ke platform pertukaran pesan lain. Bahkan bisa juga menggunakan layanan kurang dikenal yang didukung teknologi keamanan.

    “Penjahat bisa berkomunikasi dengan aman lewat lusinan aplikasi lebih kecil dan lebih sulit dilacak karena VPN,” jelasnya.

    Durov juga mengklaim Telegram tidak pernah membagikan satu pesan pribadi kepada negara manapun. Platformnya juga lebih memilih tidak lagi beroperasi di suatu negara daripada harus merusak teknologi enkripsi milik Telegram.

    Sejauh ini, Telegram hanya mengungkap IP Address dan nomor ponsel yang digunakan oleh tersangka kejahatan. Durov mengatakannya sambil merujuk ke aturan terkait digital yang ada di Uni Eropa.

    “Dalam 12 tahun sejarahnya, Telegram tidak pernah mengungkap satu byte pesan pribadi. Sesuai UU Layanan Digital Uni Eropa, jika diberikan perintah pengadilan yang sah, Telegram hanya mengungkap alamat IP dan nomor telepon tersangka, bukan pesan,” klaim Durov.

    1 miliar pengguna

    Pada 1 Maret 2025, Durov melaporkan pengguna aktif layanannya sudah menembus 1 miliar. Bersamaan dengan itu, Durov juga mengatakan profit perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

    Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang dominasi WhatsApp. Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov.

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

     

    (dem/dem)

  • Aplikasi Pembunuh Whatsapp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Aplikasi Pembunuh Whatsapp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengguna aplikasi Telegram dilaporkan telah mencapai satu miliar orang dan menciptakan profit hingga mencapai US$547 juta sepanjang 2024. Hal tersebut dilaporkan oleh pendiri Telegram Pavel Durov.

    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Telegram mulai mendekati Whatsapp yang memiliki pengguna aktif lebih dari 2 miliar dan diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Sabtu (26/4/2025).

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

    Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk menjajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

    Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

    Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram. Kemudian ia dibebaskan tak sampai seminggu kemudian.

    Setelah penangkapan itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

    Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

    “Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

    (fsd/fsd)

  • Pendiri Telegram Punya 100 Anak, Siapkan Warisan Rp 229 Triliun

    Aplikasi Pengganti WA Ramai Diserbu, CEO Ungkap Fakta Mengejutkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Telegram Pavel Durov mengungkapkan fakta mengejutkan soal aplikasinya. Platform pesaing WhatsApp tersebut makin ramai diserbu pengguna. Per 2025, Durov mengklaim pengguna aktif Telegram sudah tembus 1 miliar pengguna.

    Terlepas dari persaingan sengit antar kedua platform, Durov menyebut satu hal yang menjadi keunggulan Telegram. Ia mengatakan Telegram tak pernah membagikan privasi pengguna meski diminta pihak berwajib.

    Hal ini disampaikannya saat membicarakan soal rancangan aturan Perancis untuk bisa membuka pesan pengguna aplikasi. Negara itu hampir mengesahkan aturan untuk melarang adanya enkripsi, yang akan merampas privasi digital masyarakatnya.

    Aturan itu kemudian ditolak oleh Majelis Nasional Perancis. Durov yang pernah ditahan di Perancis memuji tindakan Majelis Nasional.

    Dia menyebut dengan aturan tersebut tidak ada jaminan hanya polisi yang akan masuk melalui backdoor setelah aksesnya dibuka.

    Ada kemungkinan akses itu bisa dieksploitasi oleh pihak lain, seperti agen asing hingga peretas. Pada akhirnya privasi pengguna yang menjadi korbannya.

    “Karena secara teknis tidak mungkin menjamin hanya polisi yang mengakses backdoor. Setelah diperkenalkan, backdoor bisa dieksploitasi pihak lain, dari agen asing hingga peretas. Akibatnya peretas pribadi semua masyarakat yang taat hukum dibobol,” kata Durov dalam akun Telegramnya yang dikutip dari Phone Arena (22/4/2025).

    Dalam unggahannya, Durov mempertanyakan pula nilai rancangan aturan itu pada saat memerangi kejahatan. Melemahkan aplikasi dengan enkripsi tidak akan mencegah komunikasi penjahat.

    Para penjahat, dia menambahkan malah akan berpindah ke platform pertukaran pesan lain. Bahkan bisa juga menggunakan layanan kurang dikenal yang didukung teknologi keamanan.

    “Penjahat bisa berkomunikasi dengan aman lewat lusinan aplikasi lebih kecil dan lebih sulit dilacak karena VPN,” jelasnya.

    Durov juga mengklaim Telegram tidak pernah membagikan satu pesan pribadi kepada negara manapun. Platformnya juga lebih memilih tidak lagi beroperasi di suatu negara daripada harus merusak teknologi enkripsi milik Telegram.

    Sejauh ini, Telegram hanya mengungkap IP Address dan nomor ponsel yang digunakan oleh tersangka kejahatan. Durov mengatakannya sambil merujuk ke aturan terkait digital yang ada di Uni Eropa.

    “Dalam 12 tahun sejarahnya, Telegram tidak pernah mengungkap satu byte pesan pribadi. Sesuai UU Layanan Digital Uni Eropa, jika diberikan perintah pengadilan yang sah, Telegram hanya mengungkap alamat IP dan nomor telepon tersangka, bukan pesan,” klaim Durov.

    Telegram Makin Dekat Geser WhatsApp

    Pada 1 Maret 2025, Durov melaporkan pengguna aktif layanannya sudah menembus. Bersamaan dengan itu, Durov juga mengatakan profit perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

    Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang dominasi WhatsApp. Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch.

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    (fab/fab)

  • Ini Aplikasi Saingan WhatsApp di 2025, Pengguna Mulai Pindah

    Ini Aplikasi Saingan WhatsApp di 2025, Pengguna Mulai Pindah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Telegram, sebagai salah satu aplikasi pesan singkat yang serupa dengan Whatsapp mengalami peningkatan pengguna pada 2025. Bahkan, perusahaan itu terus meraup keuntungan.

    Pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan, pengguna aktif layanannya telah mencapai 1 miliar per Maret 2025. Bersamaan dengan itu, profit perusahaan telah mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

    Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini masih lebih tinggi. Jumlahnya lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Minggu (16/4/2025).

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

    Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk mejajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

    Saat melaporkan pengguna aktif Telegram sebanyak 900 juta pada 2024 lalu, Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

    Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram.

    Tak sampai sepekan pasca ditangkap, Durov dibebaskan bersyarat. Ia juga diminta membayar uang jaminan senilai 5 juta euro. Sejak saat itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

    Kendati demikian, Durov menekankan netralitas platformnya dari konflik geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.

    Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut. Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

    “Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

    Menurutnya, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.

    Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.

    Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbendapat dan berekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.

    “Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” kata dia.

    (npb/haa)

  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri Telegram Pavel Durov melaporkan pengguna aktif layanannya sudah menembus 1 miliar per Maret 2025. Bersamaan dengan itu, Durov juga mengatakan profit perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

    Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang dominasi WhatsApp. Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Rabu (16/4/2025).

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

    Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk mejajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

    Saat melaporkan pengguna aktif Telegram sebanyak 900 juta pada 2024 lalu, Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

    Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram.

    Tak sampai sepekan pasca ditangkap, Duvol dibebaskan bersyarat. Ia juga diminta membayar uang jaminan senilai 5 juta euro. Sejak saat itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

    Kendati demikian, Durov menekankan netralitas platformnya dari konflik geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.

    Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut. Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

    “Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

    Menurut Pavel, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.

    Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.

    Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbedapat dan berkekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.

    “Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” kata dia.

    (fab/fab)