Tag: Paus Yohanes Paulus II

  • Siapa yang akan menjadi Paus berikutnya? Inilah para kandidat utama – Halaman all

    Siapa yang akan menjadi Paus berikutnya? Inilah para kandidat utama – Halaman all

    Setelah Paus Fransiskus meninggal dunia, siapa yang akan menjadi Paus berikutnya?

    Untuk menentukan pemimpin Gereja Katolik dan 1,4 miliar umatnya, Dewan Kardinal akan bertemu dalam konklaf di Kapel Sistina. Pada sesi itu, mereka akan berembuk dan kemudian memberikan suara untuk kandidat pilihan masing-masing sampai akhirnya satu nama terpilih secara bulat.

    Para kardinal tidak hanya memilih seorang Paus, tetapi juga akan memilih sosok dengan perspektif global yang luas. Sebab untuk pertama kalinya, kurang dari setengah dari seluruh kardinal yang memiliki hak pilih berasal dari Eropa.

    Meski 80?ri para kardinal dipilih langsung oleh mendiang Paus Fransiskus, bukan berarti mereka condong ke kubu “progresif” atau “tradisionalis”.

    Karena alasan tersebut, sulit memprediksi siapa yang akan terpilih sebagai Paus berikutnya.

    Apakah para kardinal akan memilih seorang Paus dari Afrika atau Asia? Atau apakah mereka justru mendukung sosok yang berpengalaman dari administrasi Vatikan?

    Berikut sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai calon pengganti Paus Fransiskus.

    Pietro Parolin

    Warga negara: Italia

    Usia: 70 tahun

    Kardinal Parolin adalah Menteri Luar Negeri Vatikan merangkap penasihat utama Paus Fransiskus.

    Sebagai menlu, dia juga mengepalai Kuria Roma alias administrasi pusat Gereja.

    Karena telah bertindak efektif sebagai wakil paus, Parolin disebut-sebut sebagai calon utama pengganti Paus Fransiskus.

    Dia dipandang sebagai sosok yang cenderung memprioritaskan diplomasi dan pandangan global.

    Para pengritiknya menganggap hal itu sebagai masalah, sementara para pendukungnya melihatnya sebagai kekuatan.

    Namun, dia mengkritik legalisasi pernikahan sesama jenis di sejumlah negara.

    Dia menyebut referendum di Republik Irlandia pada 2015 yang melegalkan pernikahan sejenis sebagai “kekalahan bagi kemanusiaan”.

    Walau diunggulkan, Kardinal Parolin amat menyadari pepatah kuno Italia kuno yang menekankan ketidakpastian proses pemilihan paus: “Dia yang memasuki konklaf sebagai Paus, meninggalkan konklaf sebagai kardinal.”

    Sekitar 213 dari 266 Paus sebelumnya adalah orang Italia, namun selama 40 tahun terakhir tidak ada orang Italia yang menjadi Paus.

    Kondisi itu diprediksi akan bertahan mengingat semakin sedikit pejabat-pejabat Gereja Katolik Roma yang berasal dari Italia dan Eropa.

    Luis Antonio Gokim Tagle

    Warga Negara: Filipina

    Usia: 67 tahun

    Mungkinkah Paus berikutnya berasal dari Asia?

    Kardinal Tagle memiliki pengalaman pastoral selama puluhan tahun—yang berarti dia telah menjadi pemimpin Gereja yang aktif di masyarakat, bukan diplomat Vatikan atau pakar hukum Gereja.

    Gereja Katolik sangat berpengaruh di Filipina. Sekitar 80% penduduknya menganut Katolik.

    Negara tersebut saat ini memiliki rekor lima anggota Dewan Kardinal—yang dapat menjadi faksi lobi yang penting bila mereka semua mendukung Kardinal Tagle.

    Dia dianggap moderat dalam definisi Katolik, dan telah dijuluki “Fransiskus Asia” karena dedikasinya terhadap isu-isu sosial dan simpatinya terhadap para migran—sikap yang juga disandang mendiang Paus Fransiskus.

    Dia menentang hak aborsi, dan menyebutnya sebagai “suatu bentuk pembunuhan” —suatu posisi yang sejalan dengan sikap Gereja yang lebih luas bahwa kehidupan dimulai pada saat pembuahan. Dia juga menentang eutanasia.

    Namun pada 2015 saat menjabat sebagai Uskup Agung Manila, Kardinal Tagle meminta Gereja untuk menilai kembali sikapnya yang “keras” terhadap kaum gay, janda cerai, dan ibu tunggal.

    Dia mengatakan bahwa kekerasan di masa lalu telah menimbulkan kerusakan yang berkepanjangan dan membuat orang merasa “diberi label”, dan bahwa setiap individu berhak mendapatkan belas kasihan dan rasa hormat.

    Kardinal Tagle dianggap sebagai kandidat Paus sejak konklaf 2013 saat Fransiskus terpilih.

    Ketika ditanya satu dekade lalu bagaimana pandangannya tentang kemungkinan dia menjadi paus berikutnya, dia menjawab: “Saya menganggapnya sebagai lelucon! Kocak.”

    Fridolin Ambongo Besungu

    Warga Negara: Kongo

    Usia: 65 tahun

    Sangat mungkin Paus berikutnya berasal dari Afrika, tempat Gereja Katolik terus bertumbuh dan menambah jutaan penganut.

    Kardinal Ambongo adalah kandidat utama, yang berasal dari Republik Demokratik Kongo (DRC).

    Dia telah menjadi Uskup Agung Kinshasa selama tujuh tahun, dan diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus.

    Dia adalah seorang konservatif budaya, yang menentang pemberkatan pernikahan sesama jenis, dengan menyatakan bahwa “pernikahan sesama jenis dianggap bertentangan dengan norma budaya dan pada hakikatnya jahat”.

    Meskipun Kristen adalah agama mayoritas di Kongo, umat Kristen di sana mengalami penganiayaan kelompok yang menyebut dirinya sebagai ISIS dan kelompok pemberontak terkait.

    Dengan latar belakang itulah, Kardinal Ambongo dianggap sebagai pendukung Gereja yang gigih.

    Namun dalam sebuah wawancara pada 2020, dia mendukung pluralitas agama, dengan mengatakan: “Biarkan Protestan menjadi Protestan dan Muslim menjadi Muslim. Kami akan bekerja sama dengan mereka. Namun setiap orang harus menjaga identitas mereka sendiri.”

    Komentar semacam itu dapat membuat beberapa kardinal bertanya-tanya apakah dia sepenuhnya memeluk misi mereka—mengingat umat Katolik berharap ajaran Gereja Katolik bisa disebarkan ke seluruh dunia.

    Peter Kodwo Appiah Turkson

    Warga Negara: Ghana

    Usia: 76 tahun

    Jika dipilih oleh rekan-rekannya, Kardinal Turkson akan mendapat kehormatan sebagai Paus asal Afrika pertama selama 1.500 tahun.

    Seperti Kardinal Ambongo, dia mengaku tidak menginginkan status itu.

    “Saya tidak yakin apakah ada yang bercita-cita menjadi Paus,” katanya kepada BBC pada 2013.

    Ketika ditanya apakah Afrika memiliki alasan kuat untuk menjadi Paus berikutnya berdasarkan pertumbuhan Gereja di benua itu, dia mengatakan bahwa dia merasa Paus tidak boleh dipilih berdasarkan statistik, karena “pertimbangan semacam itu cenderung mengaburkan masalah”.

    Dia adalah orang Ghana pertama yang diangkat menjadi kardinal, pada 2003 di bawah Paus Yohanes Paulus II.

    Seperti Kardinal Tagle, Kardinal Turkson dianggap sebagai calon Paus satu dekade kemudian, ketika Fransiskus terpilih. Bahkan, para petaruh menjadikannya favorit sebelum dilakukan pemungutan suara.

    Seorang gitaris yang pernah bermain di sebuah band funk, Kardinal Turkson dikenal karena kehadirannya yang energik.

    Seperti banyak kardinal dari Afrika, dia cenderung konservatif. Namun, dia menentang kriminalisasi terhadap komunitas gay di negara-negara Afrika, termasuk negara asalnya Ghana.

    Dalam wawancara BBC pada 2023, ketika parlemen Ghana sedang membahas rancangan undang-undang yang memberikan hukuman berat kepada orang-orang LGBTQ+, Turkson mengatakan dia merasa homoseksualitas tidak boleh diperlakukan sebagai pelanggaran.

    Pada 2012, dia dituduh membuat prediksi yang menakut-nakuti tentang penyebaran Islam di Eropa,

  • Siapa yang Akan Jadi Paus Berikutnya? Ini Para Kandidat Utama

    Siapa yang Akan Jadi Paus Berikutnya? Ini Para Kandidat Utama

    Jakarta

    Setelah Paus Fransiskus meninggal dunia, siapa yang akan menjadi Paus berikutnya?

    Untuk menentukan pemimpin Gereja Katolik dan 1,4 miliar umatnya, Dewan Kardinal akan bertemu dalam konklaf di Kapel Sistina. Pada sesi itu, mereka akan berembuk dan kemudian memberikan suara untuk kandidat pilihan masing-masing sampai akhirnya satu nama terpilih secara bulat.

    Para kardinal tidak hanya memilih seorang Paus, tetapi juga akan memilih sosok dengan perspektif global yang luas. Sebab untuk pertama kalinya, kurang dari setengah dari seluruh kardinal yang memiliki hak pilih berasal dari Eropa.

    Meski 80% dari para kardinal dipilih langsung oleh mendiang Paus Fransiskus, bukan berarti mereka condong ke kubu “progresif” atau “tradisionalis”.

    Karena alasan tersebut, sulit memprediksi siapa yang akan terpilih sebagai Paus berikutnya.

    Apakah para kardinal akan memilih seorang Paus dari Afrika atau Asia? Atau apakah mereka justru mendukung sosok yang berpengalaman dari administrasi Vatikan?

    Berikut sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai calon pengganti Paus Fransiskus.

    Warga negara: Italia

    Usia: 70 tahun

    Kardinal Pietro Parolin. (Getty Images)

    Kardinal Parolin adalah Menteri Luar Negeri Vatikan merangkap penasihat utama Paus Fransiskus.

    Sebagai menlu, dia juga mengepalai Kuria Roma alias administrasi pusat Gereja.

    Karena telah bertindak efektif sebagai wakil paus, Parolin disebut-sebut sebagai calon utama pengganti Paus Fransiskus.

    Dia dipandang sebagai sosok yang cenderung memprioritaskan diplomasi dan pandangan global.

    Para pengritiknya menganggap hal itu sebagai masalah, sementara para pendukungnya melihatnya sebagai kekuatan.

    Namun, dia mengkritik legalisasi pernikahan sesama jenis di sejumlah negara.

    Dia menyebut referendum di Republik Irlandia pada 2015 yang melegalkan pernikahan sejenis sebagai “kekalahan bagi kemanusiaan”.

    Walau diunggulkan, Kardinal Parolin amat menyadari pepatah kuno Italia kuno yang menekankan ketidakpastian proses pemilihan paus: “Dia yang memasuki konklaf sebagai Paus, meninggalkan konklaf sebagai kardinal.”

    Sekitar 213 dari 266 Paus sebelumnya adalah orang Italia, namun selama 40 tahun terakhir tidak ada orang Italia yang menjadi Paus.

    Kondisi itu diprediksi akan bertahan mengingat semakin sedikit pejabat-pejabat Gereja Katolik Roma yang berasal dari Italia dan Eropa.

    Luis Antonio Gokim Tagle

    Warga Negara: Filipina

    Usia: 67 tahun

    Kardinal Luis Antonio Tagle. (Getty Images)

    Mungkinkah Paus berikutnya berasal dari Asia?

    Kardinal Tagle memiliki pengalaman pastoral selama puluhan tahunyang berarti dia telah menjadi pemimpin Gereja yang aktif di masyarakat, bukan diplomat Vatikan atau pakar hukum Gereja.

    Gereja Katolik sangat berpengaruh di Filipina. Sekitar 80% penduduknya menganut Katolik.

    Negara tersebut saat ini memiliki rekor lima anggota Dewan Kardinalyang dapat menjadi faksi lobi yang penting bila mereka semua mendukung Kardinal Tagle.

    Dia dianggap moderat dalam definisi Katolik, dan telah dijuluki “Fransiskus Asia” karena dedikasinya terhadap isu-isu sosial dan simpatinya terhadap para migransikap yang juga disandang mendiang Paus Fransiskus.

    Dia menentang hak aborsi, dan menyebutnya sebagai “suatu bentuk pembunuhan” suatu posisi yang sejalan dengan sikap Gereja yang lebih luas bahwa kehidupan dimulai pada saat pembuahan. Dia juga menentang eutanasia.

    Namun pada 2015 saat menjabat sebagai Uskup Agung Manila, Kardinal Tagle meminta Gereja untuk menilai kembali sikapnya yang “keras” terhadap kaum gay, janda cerai, dan ibu tunggal.

    Dia mengatakan bahwa kekerasan di masa lalu telah menimbulkan kerusakan yang berkepanjangan dan membuat orang merasa “diberi label”, dan bahwa setiap individu berhak mendapatkan belas kasihan dan rasa hormat.

    Kardinal Tagle dianggap sebagai kandidat Paus sejak konklaf 2013 saat Fransiskus terpilih.

    Ketika ditanya satu dekade lalu bagaimana pandangannya tentang kemungkinan dia menjadi paus berikutnya, dia menjawab: “Saya menganggapnya sebagai lelucon! Kocak.”

    Fridolin Ambongo Besungu

    Warga Negara: Kongo

    Usia: 65 tahun

    AFPKardinal Fridolin Ambongo.

    Sangat mungkin Paus berikutnya berasal dari Afrika, tempat Gereja Katolik terus bertumbuh dan menambah jutaan penganut.

    Kardinal Ambongo adalah kandidat utama, yang berasal dari Republik Demokratik Kongo (DRC).

    Dia telah menjadi Uskup Agung Kinshasa selama tujuh tahun, dan diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus.

    Dia adalah seorang konservatif budaya, yang menentang pemberkatan pernikahan sesama jenis, dengan menyatakan bahwa “pernikahan sesama jenis dianggap bertentangan dengan norma budaya dan pada hakikatnya jahat”.

    Meskipun Kristen adalah agama mayoritas di Kongo, umat Kristen di sana mengalami penganiayaan kelompok yang menyebut dirinya sebagai ISIS dan kelompok pemberontak terkait.

    Dengan latar belakang itulah, Kardinal Ambongo dianggap sebagai pendukung Gereja yang gigih.

    Namun dalam sebuah wawancara pada 2020, dia mendukung pluralitas agama, dengan mengatakan: “Biarkan Protestan menjadi Protestan dan Muslim menjadi Muslim. Kami akan bekerja sama dengan mereka. Namun setiap orang harus menjaga identitas mereka sendiri.”

    Komentar semacam itu dapat membuat beberapa kardinal bertanya-tanya apakah dia sepenuhnya memeluk misi mereka mengingat umat Katolik berharap ajaran Gereja Katolik bisa disebarkan ke seluruh dunia.

    Peter Kodwo Appiah Turkson

    Warga Negara: Ghana

    Usia: 76 tahun

    ReutersKardinal Peter Turkson.

    Jika dipilih oleh rekan-rekannya, Kardinal Turkson akan mendapat kehormatan sebagai Paus asal Afrika pertama selama 1.500 tahun.

    Seperti Kardinal Ambongo, dia mengaku tidak menginginkan status itu.

    “Saya tidak yakin apakah ada yang bercita-cita menjadi Paus,” katanya kepada BBC pada 2013.

    Ketika ditanya apakah Afrika memiliki alasan kuat untuk menjadi Paus berikutnya berdasarkan pertumbuhan Gereja di benua itu, dia mengatakan bahwa dia merasa Paus tidak boleh dipilih berdasarkan statistik, karena “pertimbangan semacam itu cenderung mengaburkan masalah”.

    Dia adalah orang Ghana pertama yang diangkat menjadi kardinal, pada 2003 di bawah Paus Yohanes Paulus II.

    Seperti Kardinal Tagle, Kardinal Turkson dianggap sebagai calon Paus satu dekade kemudian, ketika Fransiskus terpilih. Bahkan, para petaruh menjadikannya favorit sebelum dilakukan pemungutan suara.

    Seorang gitaris yang pernah bermain di sebuah band funk, Kardinal Turkson dikenal karena kehadirannya yang energik.

    Seperti banyak kardinal dari Afrika, dia cenderung konservatif. Namun, dia menentang kriminalisasi terhadap komunitas gay di negara-negara Afrika, termasuk negara asalnya Ghana.

    Dalam wawancara BBC pada 2023, ketika parlemen Ghana sedang membahas rancangan undang-undang yang memberikan hukuman berat kepada orang-orang LGBTQ+, Turkson mengatakan dia merasa homoseksualitas tidak boleh diperlakukan sebagai pelanggaran.

    Pada 2012, dia dituduh membuat prediksi yang menakut-nakuti tentang penyebaran Islam di Eropa,

    Dia menyampaikan hal itu dalam konferensi para uskup Vatikan, namun kemudian dia meminta maaf.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Proses Transisi ‘Kursi Kosong’ Usai Paus Fransiskus Wafat

    Proses Transisi ‘Kursi Kosong’ Usai Paus Fransiskus Wafat

    Jakarta

    Masa transisi yang dikenal sebagai masa “sede vacante” atau kursi kosong ini, dimulai saat seorang Paus wafat dan berakhir ketika Paus baru terpilih.

    Ada tiga tahap yang perlu dijalani secara berurutan. Pertama, hari-hari menjelang pemakaman Paus, lalu masa berkabung dan persiapan para kardinal untuk melakukan konklaf, setelahnya baru konklaf itu sendiri.

    Segera setelah Paus wafat, akan diadakan misa pemakaman selama sembilan hari berturut-turut, yang disebut “Novendiale”, di Basilika Santo Petrus.

    Ini adalah masa istimewa bagi Gereja Katolik, yang penuh dengan simbol-simbol penting penuh makna.

    Sejak hari Senin (21/04) lalu, dokumen-dokumen resmi Vatikan tidak lagi menggunakan lambang Takhta Suci, tetapi diganti dengan lambang khusus masa kekosongan takhta, yakni simbol dua kunci Santo Petrus bersilang di bawah payung terbuka.

    Simbol ini juga muncul di halaman depan surat kabar Vatikan Osservatore Romano, sampai Paus baru terpilih.

    Masa berkabung dan perpisahan dengan Paus yang wafat

    Pemakaman Paus biasanya dilangsungkan dalam waktu enam hari. Paus Fransiskus akan dimakamkan pada Sabtu (26/04). Rentang waktu ini juga yang dilangsungkan saat Paus Yohanes Paulus II wafat pada 2005 lalu, begitu juga saat wafatnya Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus I pada Agustus dan akhir September 1978.

    Menjelang hari pemakaman, umat Katolik memiliki kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus yang wafat di Basilika Santo Petrus. Namun, Paus Fransiskus adalah Paus pertama dalam hampir 150 tahun terakhir yang tidak akan dimakamkan di sana.

    Paus Fransiskus lebih memilih untuk dimakamkan secara sederhana di Gereja Santa Maria Maggiore, yakni gereja Maria di Roma yang dekat dengan stasiun utama kota. Tempat itu sangat berarti bagi Paus Fransiskus.

    Ia menyatakan keinginannya ini dalam surat wasiat, yang diumumkan pada Senin (21/04), serta yang tertulis dalam otobiografinya yang berjudul “Harapan” pada Januari 2025. Hal ini juga pernah ia sampaikan dalam beberapa wawancara di dua tahun terakhir.

    Pertemuan para kardinal di Roma

    Pertemuan para kardinal menjelang konklaf bahkan dimulai sebelum pemakaman Paus berlangsung.

    Serangkaian pertemuan yang disebut “konsistori” atau dewan kardinal ini dihadiri oleh seluruh kardinal Gereja Katolik. Ini termasuk 135 kardinal berusia di bawah 80 tahun yang punya hak pilih dan memilih, serta 252 kardinal Gereja secara keseluruhan.

    Pertemuan “pra-konklaf” ini penting karena 135 kardinal yang berasal dari 71 negara itu belum saling mengenal, bahkan dalam hal pandangan atau kebijakan gereja mereka.

    Pertemuan itu berlangsung di Aula Sinode Vatikan. Para kardinal yang punya hak pilih harus ikut begitu mereka tiba di Roma.

    Pentingnya pertemuan ini juga terlihat jelas setelah Paus Fransiskus terpilih pada 13 Maret 2013 lalu. Saat itu, nama-nama calon Paus masih menjadi perdebatan sengit.

    Waktu itu, Uskup Agung Buenos Aires Jorge Mario Bergoglio menyampaikan pidato yang begitu menyentuh tentang kondisi Gereja Katolik saat itu. Pidato itu membuatnya dilirik sebagai kandidat.

    Namun, seperti yang dijelaskan Paus Fransiskus dalam otobiografinya, pembicaraan antar kardinal itu tidak hanya dalam pertemuan resmi saja, tetapi saat berbincang di sela-sela pertemuan.

    Bahkan, beberapa hari sebelum konklaf dimulai, seorang uskup agung datang mengunjungi Paus Fransiskus di kediamannya dan menyebut beberapa nama calon Paus yang ramai dibicarakan. Menurut Paus Fransiskus, percakapan itu membuatnya “tidak nyaman.”

    Kelompok-kelompok kecil yang berpengaruh di antara para kardinal biasanya terbentuk berdasarkan bahasa atau asal benua, tapi lebih sering didasarkan pada orientasi kebijakan progresif atau konservatifnya.

    Menanti asap putih

    Para kardinal yang punya hak pilih akan memulai konklaf paling lambat pada hari ke-15 hingga ke-20 setelah Paus wafat. Mereka akan tinggal di Casa Santa Marta, rumah tamu Vatikan tempat Paus Fransiskus juga tinggal, tanpa ponsel, komputer, atau surat kabar.

    Pagi harinya, misa khusus untuk pemilihan Uskup Roma diadakan di Basilika Santo Petrus. Sorenya, para kardinal akan berjalan menuju Kapel Sistina untuk mulai memilih.

    Seluruh proses konklaf dan pemilihan Paus ini dijabarkan secara rinci dalam Konstitusi Apostolik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1996. “Tidak ada dokumen lain dalam sejarah kepausan yang sejelas dan sedetail ini terkait masa kekosongan takhta,” kata sejarawan gereja dan ahli kepausan, Jörg Ernesti, kepada DW. Setelah itu, pemilihan pun dimulai.

    Pada hari wafatnya Paus Fransiskus, sejumlah komentator memprediksi konklaf kali ini akan berlangsung lama karena jumlah peserta yang lebih banyak.

    Pada abad ke-20, konklaf biasanya berlangsung dua hingga lima hari. Namun, konklaf pada 2005 dan 2013 hanya berlangsung 26 dan 27 jam saja, menjadikannya dua konklaf tersingkat dalam sejarah.

    Ernesti menyebutkan soal konklaf terlama sepanjang sejarah, saat pemilihan Paus Pius VII pada 1800. Para kardinal telah berkumpul sejak 1 Desember 1799 dan baru selesai memilih pada 14 Maret 1800. Namun sejak 1831, konklaf biasanya tidak lebih dari enam atau tujuh hari.

    Setiap kali pemungutan suara gagal, surat suara akan dibakar dengan tunku khusus berisi jerami basah dan minyak atau aspal. Sehingga muncul asap hitam, keluar dari cerobong Kapel Sistina, yang menjadi penanda belum terpilihnya Paus baru.

    Jika para kardinal berhasil memilih Paus baru, kertas akan dibakar hanya bersama jerami, yang menghasilkan asap putih.

    Saat ini, para kardinal tidak punya kesulitan untuk datang tepat waktu saat konklaf.

    Namun, dulu keadaannya lain. Pada 1875, Paus Pius IX mengangkat Uskup Agung asal New York, John McCloskey (1810–1885), sebagai kardinal. Ini mengejutkan banyak orang, karena McCloskey adalah kardinal pertama dari “Era Baru” dan bukan warga Eropa.

    Setelah Paus Pius IX wafat, McCloskey melakukan perjalanan panjangnya dengan kapal menuju Roma. Namun, ketika ia tiba dua pekan kemudian, Paus baru, Leo XIII, sudah terpilih.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Khoirul Pertiwi

    Editor: Prita Kusumaputri

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Mekanisme Pemilihan Paus

    Foto: AFP/FILIPPO MONTEFORTE

    Dirangkum dari katolisitas.org, The Guardian, dan BBC, para kardinal di seluruh dunia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Vatikan untuk mengadakan konklaf. Para kardinal pemilih akan berkumpul di salah satu kapel di Vatikan. Pada konklaf terakhir 2013, berkumpul 115 kardinal pemilih dari seluruh dunia.

    Para kardinal pemilih mengenakan jubah merah dengan perlengkapannya untuk sebuah peristiwa penting. Garda Swiss penjaga Vatikan mengawal dan memastikan tidak ada pihak luar yang berkontak dengan para kardinal pemilih atau sebaliknya pada saat proses konklaf.

    Salah satu kapel telah disiapkan untuk prosesi konklaf, termasuk cerobong asap, pembakar kertas suara pemilihan, pencabutan segala jaringan telepon, internet, pembersihan surat-surat kabar dan merusak sintal handphone untuk menghindari kontak dengan dunia luar.

    Tidak tertutup kemungkinan bagi para kardinal untuk bersalaman satu dengan yang lain. Namun, mereka harus menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan calon kandidat pilihan mereka atau segala diskusi lainnya.

    Setelah kardinal pemilih berkumpul, pintu kapel ditutup sebagai tanda penarikan diri mereka dari dunia luar dan konklaf secara resmi dapat dimulai. Para kardinal pemilih mengurus segala sesuatu secara sendiri, akan dipilih 3 kardinal termuda sebagai tenaga pelancar prosesi konklaf.

    Sebelum pemilihan dimulai, masing-masing kardinal dibagikan sebuah kertas pemilih, di atas kertas tertera sebuah kalimat Latin: Eligo in Sumum Pontificem Meum, artinya: Saya memilih Pemimpin Tertinggiku, di bagian ada ruang untuk menulis nama orang yang ingin dipilih.

    Setelah seluruh kardinal memilih, sudah disediakan sebuah piala tempat mereka memasukkan kertas suara mereka. Singkat penjelasan, tahap selanjutnya menghitung kertas suara dan mengumpulkan suara, lalu mengumumkan hasil pemilihan.

    Seandainya seorang calon terpilih dengan suara mayoritas, artinya dua pertiga dari jumlah seluruh pemilih, maka dengan itu seorang Paus sudah terpilih. Jika belum ada minimal mayoritas dua pertiga, pemilihan dilanjutkan ke putaran berikutnya.

    Jika lebih dari putaran ke-30 dan belum juga terpilih seorang Paus, 2 kandidat dengan perolehan suara terbanyak akan dipilih oleh para kardinal, kedua yang terpilih ini otomatis kehilangan hak memilih.

    Pada bagian akhir, kertas-kertas suara dilubangkan dan disatukan pada seutas benang, kemudian dimasukkan ke pembakar untuk dibakar. Jika putaran tersebut belum menghasilkan Paus baru, kertas-kertas itu dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna hitam keluar dari cerobong. Asap warna hitam memberikan tanda kepada umat Katolik seluruh dunia bahwa Paus belum terpilih.

    Bila dalam sebuah putaran telah menghasilkan suara mayoritas, artinya seorang Paus sudah terpilih, kardinal dekan menanyakan apakah dia menerima pemilihan tersebut. Jika dia menjawab ‘Iya’ sebagai tanda kesediaanya, pertanyaan kedua: Apa nama yang digunakan sebagai Paus.

    Kertas-kertas suara kemudian dideretkan pada seutas tali dan dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna putih, sebagai tanda bahwa Gereja Katolik sudah memiliki seorang Paus. Asap putih dari cerobong di atas atap kapel akan diiringi dengan bunyi lonceng gereja.

    Kardinal diakon kemudian tampil di Balkon Santo Santo Paulus, lalu mengumumkan nama Paus baru dengan menyebut: Annuntio vobis gaudium magnum. Habemus Papam, artinya: Saya mengumumkan kepada Anda kalian sebuah kegembiraan besar. Kita mempunyai seorang Paus.

    Akhirnya, lalu Paus baru tampil di balkon menyapa umat yang hadir di lapangan Basilika Santo Petrus dan seluruh dunia. Setelah itu, Paus baru membawakan sebuah wejangan singkat untuk seluruh umat.

    Kandidat Pengganti Paus Fransiskus

    Foto: (AP Photo/Andrew Medichini)

    Kandidat potensial pengganti Paus Fransiskus berasal dari berbagai belahan dunia dari Asia, Afrika, Amerika Utara, dan Eropa.
    Paus dipilih melalui proses rahasia yang penuh ritual dikenal sebagai konklaf, yang digelar di Kapel Sistina, Vatikan.

    Dalam ritual itu hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang berhak memilih, dan biasanya sekitar 120 kardinal berpartisipasi dalam konklaf. Berikut adalah beberapa kandidat potensial:

    Kardinal Luis Antonio Tagle (67, Filipina, Kepala Evangelisasi Vatikan)

    Dijuluki “Fransiskus dari Asia” karena dikenal fokus pada isu keadilan sosial. Tagle dianggap kandidat favorit dan bisa menjadi paus Asia pertama, seperti Fransiskus yang menjadi paus pertama dari benua Amerika. Di atas kertas, Tagle tampaknya memenuhi semua syarat untuk menjadi paus. Namun, prospeknya mungkin meredup akibat tuduhan perundungan institusional di Caritas Internationalis, sebuah asosiasi amal Katolik global yang ia pimpin selama beberapa tahun. Takhta Suci memberhentikan Tagle dari jabatan tersebut pada 2022.

    Kardinal Pietro Parolin (70, Italia, Sekretaris Negara Vatikan)

    Parolin berpotensi menjadi jembatan antar-faksi Gereja. Parolin telah menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013 dan termasuk di antara kandidat terkuat untuk menjadi paus. Posisinya merupakan yang tertinggi kedua dalam hierarki, setelah paus. Sebagai diplomat karier, ia mendapat kritik dari kalangan konservatif atas perannya dalam perjanjian dengan Beijing terkait pengangkatan uskup di Cina yang dikuasai Partai Komunis. Jika terpilih, Parolin akan membawa kembali kepausan ke tangan bangsa Italia setelah tiga paus non-Italia.

    Kardinal Peter Turkson (76, Ghana, pejabat dan diplomat Vatikan)

    Sebagai calon paus pertama dari Afrika sub-Sahara, Turkson memadukan pengalaman pastoral di Ghana dengan keterampilan diplomatik dan pengalaman kepemimpinan di Vatikan. Paus Fransiskus pernah mengutus Turkson sebagai utusan khususnya untuk misi perdamaian di Sudan Selatan. Kemampuan komunikasinya yang kuat serta asal-usulnya dari salah satu wilayah Gereja yang paling dinamis di tengah tantangan sekularisme di Eropa menjadi nilai tambah yang memperkuat kredibilitasnya.

    Kardinal Marc Ouellet (79, Kanada, mantan Kepala Kantor Uskup Vatikan)

    Seorang veteran dalam lingkaran dalam Vatikan dengan pengalaman global, Ouellet telah lama disebut-sebut dalam diskusi suksesi kepausan. Secara teologis Ia merupakan seorang konservatif dan memiliki kemampuan dalam berbagai bahasa, hal ini membuat sosoknya menarik simpati kalangan tradisionalis. Ia pernah menghadapi tuduhan pelanggaran dalam beberapa tahun terakhir, namun hal tersebut telah dibantah.

    Kardinal Fridolin Ambongo Besungu (65, Kongo, Uskup Agung Kinshasa)

    Disebut sebagai bintang yang tengah naik daun dari Afrika, Ambongo menggabungkan pandangan tradisional yang tegas dengan advokasi keadilan sosial. Ia menjadi suara penting bagi Gereja di benua yang pertumbuhannya sangat pesat itu. Di saat yang sama, Ia juga dikenal vokal menolak terhadap pemberkatan pasangan sesama jenis. Hal itu telah mengangkat profilnya secara internasional, sekaligus memperkuat posisinya di mata kalangan konservatif.

    Kardinal Matteo Zuppi (69, Italia, Uskup Agung Bologna)

    Sering dijuluki “Bergoglio dari Italia” karena keselarasan pandangannya dengan Paus Fransiskus, Zuppi dikenal sebagai “pastor jalanan” karena fokus pada kaum miskin dan migran, serta menghindari hidup dalam kemewahan, bahkan Ia kadang memilih naik sepeda daripada menggunakan mobil dinas. Namun, faksi-faksi Gereja yang lebih konservatif mungkin bersikap waspada terhadap kecenderungan pandangan progresifnya.

    Kardinal Jean-Marc Aveline (66, Prancis, Uskup Agung Marseille)

    Aveline dikenal karena selera humornya dan hubungan baiknya dengan Paus Fransiskus, terutama dalam isu imigrasi dan hubungan dengan umat Muslim. Jika terpilih, Aveline akan menjadi paus pertama asal Prancis sejak abad ke-14 dan yang termuda sejak Paus Yohanes Paulus II. Ia memahami bahasa Italia, meski belum fasih berbicara dalam bahasa itu, hal ini disebut bisa menjadi kelemahan dalam peran sebagai seorang Paus yang sekaligus menjadi Uskup Roma.

    Kardinal Peter Erdo (72, Hungaria, Uskup Agung Esztergom-Budapest)

    Meski dikenal sebagai seorang pembela ajaran dan doktrin Katolik tradisional, Erdo tetap mampu membangun hubungan dengan dunia progresif dari Paus Fransiskus. Ia pernah menjadi kandidat paus pada tahun 2013. Fasih dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Italia, Erdo mungkin tidak dianggap karismatik, tetapi tetap menarik bagi mereka yang menginginkan kepausan yang lebih stabil.

    Kardinal Mario Grech (68, Malta, Sekretaris Jenderal Sinode Uskup)

    Awalnya dianggap konservatif, Grech kini menjadi sosok terdepan dalam mendorong reformasi yang diinisiasi Paus Fransiskus. Pada tahun 2014, ia menyerukan sikap yang lebih terbuka terhadap umat Katolik LGBTQ+, pidatonya itu juga dipuji oleh Fransiskus. Perannya yang menonjol di Vatikan dan hubungan baik dengan lintas faksi membuatnya berada dalam posisi yang kuat untuk menduduki takhta tertinggi.

    Kardinal Juan Jose Omella (79, Spanyol, Uskup Agung Barcelona)

    Dikenal dekat dengan Paus Fransiskus, Omella menjalani hidup sederhana meskipun menduduki posisi senior. Diangkat menjadi kardinal pada 2016, ia bergabung dalam dewan penasihat beranggotakan sembilan orang yang dipilih paus pada 2023. Kedekatannya dengan Fransiskus bisa menjadi kelemahan jika konklaf menginginkan perubahan nada atau arah kepemimpinan.

    Kardinal Joseph Tobin (72, AS, Uskup Agung Newark)

    Meskipun seorang paus asal AS dianggap mustahil, Tobin adalah kandidat yang paling mungkin menjadi kandidat Paus. Lahir di Detroit dan fasih berbahasa Italia, Spanyol, Prancis, dan Portugis, ia dipuji karena berhasil mengelola skandal pelecehan seksual besar di posisinya saat ini. Ia juga dikenal karena keterbukaannya terhadap komunitas LGBTQ+.

    Kardinal Angelo Scola (83, Italia, mantan Uskup Agung Milan)

    Pernah jadi kandidat kuat pada 2013. Pendukung Scola memuji kecerdasannya dalam teologi dan posisinya yang baik di antara mereka yang mendukung Gereja yang lebih terpusat dan hierarkis. Namun, ia telah melewati batas usia 80 tahun untuk memberikan suara dalam konklaf kepausan. Meskipun secara teknis seorang paus dapat dipilih dari luar pemilih, hal ini jarang terjadi di zaman modern.

    Namun, seperti yang dikatakan dalam pepatah lama, “Kardinal muda memilih paus tua.” Pepatah ini menjadi mencerminkan pola tradisional dalam ritual konklaf kepausan, yang menunjukkan bahwa kardinal muda lebih memilih paus yang lebih tua atau mungkin seseorang yang tidak akan menjabat terlalu lama.

  • Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Akan Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus – Halaman all

    Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Akan Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengonfirmasi bahwa ia dan Ibu Negara Melania Trump akan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Roma.

    Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Trump melalui unggahan di Truth Social pada Senin (21/4/2025).

    “Melania dan saya akan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Roma. Kami tak sabar untuk hadir di sana!,” tulisnya.

    Sebelumnya, sempat muncul spekulasi mengenai apakah Trump akan hadir dalam upacara pemakaman tersebut.

    Namun, tak lama setelah kabar duka datang dari Vatikan, Trump menyampaikan belasungkawa mendalam.

    Dalam pidato singkat di acara White House Easter Egg Roll, Trump menyebut Paus sebagai “seorang pria yang sangat baik yang mencintai dunia, terutama mereka yang sedang mengalami masa sulit,” seperti dilaporkan CBS News.

    Kehadiran Trump di Roma akan menjadi momen diplomatik bersejarah.

    Ia akan menjadi presiden AS pertama yang sedang menjabat yang hadir dalam pemakaman Paus.

    George W Bush lah presiden amerika yang tercatat menghadiri pemakaman Paus Yohanes Paulus II pada 2005.

    Menurut Newsweek, Trump juga memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di Gedung Putih dan seluruh fasilitas federal sebagai tanda berkabung nasional.

    “Sebagai tanda penghormatan untuk mengenang Yang Mulia Paus Fransiskus,” tulis Trump dalam proklamasi, “bendera Amerika Serikat dikibarkan setengah tiang… hingga matahari terbenam, pada hari pemakaman.”

    Paus Fransiskus Meninggal, Dunia Berduka

    Vatikan mengonfirmasi Paus Fransiskus wafat pada Senin (21/4/2025) pagi pukul 07.35 waktu setempat.

    Ia menghembuskan napas terakhir setelah berjuang lama melawan pneumonia ganda.

    Paus asal Argentina ini merupakan Paus pertama dari Amerika Latin.

    Ia merupakan anggota ordo Jesuit yang dikenal karena hidup sederhana serta fokus membantu kaum miskin dan terpinggirkan.

    Kabar wafatnya Paus Fransiskus langsung memicu duka mendalam dari berbagai penjuru dunia.

    Kardinal Timothy Dolan dari Keuskupan Agung New York mengatakan kepada Saluran Katolik SiriusXM:

    “Ada kematian dalam keluarga. Dan orang-orang di seluruh dunia, khususnya keluarga Katolik, sedang berduka. Kami sudah merindukannya.”

    Mantan Presiden Joe Biden juga menyampaikan belasungkawa lewat platform X (sebelumnya Twitter).

    “Beliau tidak seperti pendahulunya. Paus Fransiskus akan dikenang sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di zaman kita.”

    Pemakaman di Tengah Reformasi dan Simbol Kesederhanaan

    Pemakaman Paus Fransiskus diperkirakan digelar dalam beberapa hari mendatang di Lapangan Santo Petrus, jika cuaca memungkinkan.

    Upacara akan berlangsung selama dua jam dengan ritus Katolik tradisional, sebagian besar dalam bahasa Latin, menurut laporan Politico.

    Jenazah akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus agar umat dapat memberikan penghormatan terakhir selama tiga hari.

    Menariknya, Paus Fransiskus tidak akan dimakamkan di bawah basilika seperti para pendahulunya.

    Ia sebelumnya menyatakan ingin dimakamkan “di dalam tanah, tanpa hiasan khusus”, dengan tulisan nama “Franciscus” dalam bahasa Latin.

    Menurut Reuters, lokasi tersebut belum pernah digunakan untuk pemakaman Paus sejak abad ke-17, ketika Paus Clement IX dimakamkan di sana.

    Warisan yang Dikenang Dunia

    Fransiskus menjabat lebih dari satu dekade sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

    Ia dikenal karena keberpihakan kepada kaum miskin, advokasi terhadap migran, serta sikap progresif terhadap isu lingkungan dan keadilan sosial.

    Meskipun Trump dan Paus Fransiskus sempat berselisih pendapat mengenai kebijakan imigrasi, Trump kini menyatakan dirinya menghargai ajakan Paus untuk berbelas kasih terhadap para migran.

    “Ya, saya mendukung, saya mendukung,” ucapnya kepada wartawan, dikutip CBS News.

    Dalam pidato Paskah terakhirnya, yang dibacakan ajudan karena kondisi kesehatannya memburuk, Paus menulis:

    “Betapa banyak penghinaan yang kadang-kadang ditimbulkan terhadap mereka yang rentan, yang terpinggirkan, dan para migran!”

    Masa Berkabung Sembilan Hari

    Vatikan telah memulai masa berkabung resmi selama sembilan hari, dikenal sebagai Novendiale, untuk menghormati wafatnya Paus Fransiskus.

    Selama masa ini, berbagai upacara dan doa akan dilangsungkan untuk mengenang sosok pemimpin spiritual yang telah memberikan pengaruh besar bagi dunia.

    Apa Itu Masa Sede Vacante?

    Masa sede vacante adalah periode penting dalam Gereja Katolik yang terjadi ketika Takhta Suci kosong karena wafatnya atau pengunduran diri seorang Paus.

    Istilah Latin ini secara harfiah berarti “kursi kosong”, merujuk pada kekosongan kepemimpinan tertinggi di Vatikan.

    Begitu seorang Paus wafat, proses sede vacante dimulai dengan verifikasi resmi dari Camarlengo, pejabat yang bertanggung jawab atas urusan administrasi Vatikan selama masa transisi.

    Camarlengo akan memeriksa tubuh Paus dan secara resmi mengumumkan wafatnya kepada publik.

    Setelah pengumuman, kamar pribadi Paus disegel.

    Gereja kemudian memasuki periode novemdiales, yakni sembilan hari berkabung dan misa untuk mengenang Paus yang telah wafat.

    Menanti Paus Baru

    Setelah masa berkabung, para Kardinal Gereja Katolik yang berusia di bawah 80 tahun berkumpul dalam konklaf di Kapel Sistina, Roma.

    Mereka melakukan pemungutan suara rahasia untuk memilih Paus baru.

    Seorang kandidat harus memperoleh dua pertiga suara dari total kardinal pemilih agar dapat terpilih.

    Ketika Paus baru berhasil dipilih, asap putih akan keluar dari cerobong Kapel Sistina sebagai tanda bahwa dunia memiliki pemimpin baru.

    Setelah itu, diumumkan secara resmi dengan ucapan: Habemus Papam (“Kita memiliki Paus”).

    Masa Sede Vacante Terlama dalam Sejarah

    Sede vacante terpanjang tercatat dalam sejarah Gereja Katolik terjadi antara tahun 1268 hingga 1271, menyusul wafatnya Paus Klemens IV.

    Proses pemilihan Paus saat itu berlangsung hampir tiga tahun karena konflik internal di antara para kardinal.

    Situasi tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Gereja tentang pentingnya kesepakatan dan reformasi dalam proses konklaf.

    Periode sede vacante terbaru dimulai pada 21 April 2025, setelah Paus Fransiskus dinyatakan wafat oleh Vatikan.

    Paus berusia 88 tahun itu sebelumnya sempat dirawat selama 38 hari di Rumah Sakit Gemelli, Roma, akibat pneumonia ganda, sebelum akhirnya pulang menjelang Paskah.

    Kini, dunia tengah menantikan siapa yang akan terpilih sebagai Paus baru—pemimpin spiritual bagi lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia.

    Apa Itu Novemdiales?

    Novemdiales berasal dari bahasa Latin novem yang berarti sembilan.

    Istilah ini merujuk pada sembilan hari liturgi penuh doa dan misa arwah untuk mendoakan jiwa Paus yang telah wafat.

    Menurut laporan dari Vatican News dan Catholic News Agency, tradisi ini dimulai sehari setelah Camarlengo, pejabat yang memegang kendali administratif selama masa sede vacante, secara resmi mengumumkan wafatnya Paus.

    Pada 22 April 2025, misa pertama novemdiales untuk mendoakan arwah Paus Fransiskus digelar di Basilika Santo Petrus.

    Misa tersebut dipimpin oleh seorang Kardinal senior.

    Prosesi ini menjadi awal dari sembilan hari refleksi mendalam.

    Acara ini dihadiri oleh para Kardinal, rohaniwan, dan ribuan umat Katolik dari seluruh dunia.

    Menjelang Konklaf

    Selama periode novemdiales, para Kardinal juga mengadakan pertemuan (general congregations).

    Pertemuan ini membahas kondisi Gereja global dan menentukan waktu pelaksanaan konklaf—proses pemilihan Paus baru.

    Seperti dilaporkan oleh Reuters, konklaf biasanya digelar antara hari ke-15 hingga ke-20 setelah wafatnya Paus.

    Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh rangkaian novemdiales dapat berlangsung dengan penuh penghormatan.

    Kini, dunia menantikan siapa yang akan melanjutkan tongkat estafet dari Paus Fransiskus.

    Namun sebelum itu, Gereja memberi ruang untuk berduka, berdoa, dan bersyukur atas warisan seorang Paus yang telah menorehkan jejak penting dalam sejarah Katolik modern.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Apa Itu Konklaf? Begini Proses Rahasia Pemilihan Paus Baru yang Sudah Berlangsung 800 Tahun

    Apa Itu Konklaf? Begini Proses Rahasia Pemilihan Paus Baru yang Sudah Berlangsung 800 Tahun

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin Paskah, Gereja Katolik menghadapi momen penting: memilih pemimpin baru melalui proses kuno yang disebut konklaf.

    Meskipun dunia telah berubah drastis dalam delapan abad terakhir, proses ini tetap nyaris tidak berubah sejak abad ke-13. Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan konklaf?

    Arti dan Asal Usul Konklaf

    Konklaf berasal dari bahasa Latin cum clave yang berarti “dengan kunci.” Istilah ini mencerminkan esensi dari proses itu sendiri: sebuah pertemuan rahasia di mana para kardinal Gereja Katolik dikunci secara literal di dalam area khusus di Vatikan – biasanya Kapel Sistina – untuk memilih paus baru, tanpa komunikasi ke dunia luar hingga keputusan final dibuat.

    Seperti yang dijelaskan dalam laporan The Independent:

    “Konklaf Kepausan adalah proses demokratis dengan penekanan kuat pada bekerja melalui beberapa putaran pemungutan suara sampai konsensus yang jelas muncul.”

    Siapa yang Memilih?

    Di bawah aturan saat ini, hanya kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang diizinkan memberikan suara dalam konklaf. Jumlahnya biasanya sekitar 120 orang dari seluruh dunia, termasuk mereka yang berbasis di Roma maupun dari negara-negara jauh.

    Meski secara teknis setiap laki-laki Katolik bisa menjadi Paus, dalam praktiknya selama berabad-abad hanya kardinal yang pernah dipilih.

    Kapan Konklaf Diadakan?

    Konklaf tidak langsung dimulai setelah wafatnya Paus. Umumnya, Vatikan memberi jeda waktu 15 hingga 20 hari untuk memberi kesempatan diadakannya misa pemakaman dan memberi waktu para kardinal dari berbagai belahan dunia untuk tiba di Roma. Dalam kasus wafatnya Paus Fransiskus, proses pemungutan suara diperkirakan akan dimulai awal Mei.

    Prosedur Ketat di Balik Pintu Tertutup

    Konklaf dimulai dengan misa pagi khusus. Kemudian, semua orang selain para kardinal diminta keluar dari Kapel Sistina melalui seruan tradisional “extra omnes” (semua orang keluar). Para kardinal kemudian mengunci diri dan bersumpah kerahasiaan.

    Mereka akan terus mengadakan pemungutan suara hingga seorang kandidat memperoleh mayoritas dua pertiga suara. Dalam satu hari, bisa dilakukan hingga empat putaran pemungutan suara.

    “Melalui campuran pidato, doa, refleksi – dan desak-desakan politik yang intens – para kardinal memangkas kandidat,” ujar The Independent, menegaskan bahwa politik internal Gereja turut berperan besar.

    Sistem Pemungutan Suara

    Dalam setiap putaran, nama-nama sembilan kardinal dipilih secara acak untuk menjadi panitia: tiga menjadi scrutineers (pengawas suara), tiga mengumpulkan suara, dan tiga lainnya merevisinya. Setiap kardinal menulis nama pilihannya di atas kertas dengan tulisan tangan yang disengaja sulit dikenali, lalu memasukkannya ke dalam wadah pemungutan suara.

    Surat suara dibakar setelah setiap sesi: jika hasilnya belum menghasilkan paus, dibakar dengan bahan yang menghasilkan asap hitam. Asap putih hanya akan muncul jika satu kandidat menerima dua pertiga suara.

    “Ketika satu kandidat akhirnya memenangkan dua pertiga suara, Paus baru terpilih,” ucap The Independent.

    Setelah itu, Kardinal Dekan mendekati kandidat dan bertanya apakah dia menerima posisi tersebut. Jika menjawab “ya,” dia lalu memilih nama kepausan.

    Tradisi dan Simbolisme

    Setelah menerima jabatan, Paus baru dibawa ke Ruang Air Mata di samping Kapel Sistina. Di sana, dia mengenakan jubah putih kepausan dan sandal merah – tiga jubah telah disiapkan sebelumnya dalam ukuran kecil, sedang, dan besar.

    Kemudian, dari balkon utama Basilika Santo Petrus, seorang pejabat Vatikan mengumumkan, “Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!” (Saya mengumumkan kepada Anda dengan sukacita besar bahwa kami memiliki seorang Paus.)

    Ini adalah saat pertama kali publik mengetahui nama paus yang baru terpilih, dan dia akan memberikan berkat publik pertamanya.

    Mengapa Paus Penting?

    Paus adalah pemimpin spiritual dari lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia. Ia memainkan peran kunci dalam arah Gereja, baik dalam persoalan iman, sosial, maupun politik global. Paus secara rutin bertemu dengan kepala negara dan menjadi simbol penting dalam isu-isu dunia.

    Baru beberapa waktu lalu, Paus Fransiskus sempat bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance, dan sebelum itu dengan mantan Presiden Joe Biden. Namun, dia tidak pernah bertemu dengan Donald Trump selama masa jabatan kedua Trump.

    Konklaf dalam Sejarah Terbaru

    Konklaf terakhir berlangsung pada Maret 2013 setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI, dan hanya berlangsung dua hari dengan lima putaran suara. Paus Fransiskus – nama asli Jorge Mario Bergoglio – terpilih sebagai Paus pertama dari Amerika Latin, Yesuit pertama, dan paus non-Eropa pertama dalam lebih dari 1.200 tahun.

    Sementara itu, konklaf sebelumnya pada 2005 setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II juga hanya berlangsung dua hari.

    Namun tidak semua konklaf berlangsung cepat. Yang terpanjang terjadi pada akhir abad ke-13 dan berlangsung selama tiga tahun, akibat perseteruan politik internal Gereja. Tiga kardinal bahkan dilaporkan meninggal selama proses tersebut.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 4 Calon Pemimpin Gereja Katolik usai Paus Fransiskus Meninggal, Ada yang dari Filipina!

    4 Calon Pemimpin Gereja Katolik usai Paus Fransiskus Meninggal, Ada yang dari Filipina!

    PIKIRAN RAKYAT – Gereja Katolik menghadapi momen yang menentukan saat Dewan Kardinal kembali berkumpul di Kota Vatikan untuk memilih Paus baru.

    Sebanyak 1,3 miliar umat Katolik sedunia untuk pertama kalinya mungkin memiliki pemimpin dari Asia atau Afrika, 2 kawasan yang biasanya kurang terwakili dalam hierarki tertinggi Gereja Katolik.

    Para kardinal berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak pilih akan melakukan sejumlah putaran pemungutan suara hingga seorang calon paus mendapat dua pertiga suara dukungan.

    Proses konklaf yang khidmat dan rahasia dimulai di Kapel Sistina Vatikan usai Paus Fransiskus dimakamkan. Berikut 4 calon pemimpin gereja katolik baru.

    Profil 4 Calon Paus Baru 1. Peter Turkson (Ghana)

    Kardinal Peter Turkson dikenal salah satu pemimpin gereja dari Afrika yang paling energetik dan dihormati di kancah internasional.

    Mantan Uskup Agung Cape Coast berusia 76 tahun itu ditunjuk sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 2003.

    Ia memainkan peranan penting di era Paus Fransiskus sebagai kepala Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian.

    Turkson dikenal di lingkaran gereja sebagai pembela respons perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi.

    Pihaknya ditugaskan Paus Fransiskus sebagai duta perdamaian untuk Sudan Selatan. Jika terpilih, Turkson akan menjadi Paus berkulit hitam pertama dan menjadi langkah bersejarah yang akan semakin mengeratkan jalinan Gereja Katolik dan Afrika.

    2. Luis Antonio Tagle (Filipina)

    Seorang calon kuat lainnya yakni Luis Antonio Tagle, mantan Uskup Agung Manila yang kerap dijuluki Fransiskus dari Asia.

    Kardinal berusia 67 tahun itu kini bertugas sebagai Prefek Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Ia dikenal sebagai kardinal yang liberal, Tagle senantiasa membela keadilan sosial, inklusivitas, dan kasih untuk kaum papa dan terpinggirkan.

    Jika terpilih, Tagle akan menjadi Paus pertama dari Benua Asia, titik baru dalam sejarah Gereja Katolik.

    3. Pietro Parolin (Italia)

    Kardinal Pietro Parolin bertugas sebagai Kardinal Sekretaris Negara di bawah Paus Fransiskus sejak tahun 2013. Pihaknya berperan besar dalam negosiasi Vatikan dengan pemerintah China, serta negara-negara Timur Tengah.

    Kardinal berusia 70 tahun ini sudah bertugas di Dewan Kardinal sejak 2014. Ia salah satu pejabat yang paling berpengalaman di Vatikan.

    Parolin dikenal sebagai seorang yang terus membela respons perubahan iklim, kemiskinan serta keadilan ekonomi.

    4. Peter Erdo (Hongaria)

    Seorang kardinal dari Hongaria, Erdo adalah Uskup Agung Esztergom-Budapest sejak 2003.

    Jika terpilih, Ia akan menjadi paus ke-2 yang berasal dari bekas negara komunis Eropa usai Paus Yohanes Paulus II dari Polandia.

    Calon-calon lain yang berpotensi menjadi Paus yakni Robert Sarah dari Guinea, Matteo Zuppi dari Italia serta Mario Grech dari Malta.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Perjalanan Hidup Paus Fransiskus: Sosok Reformis, Pelindung Kaum Marjinal

    Perjalanan Hidup Paus Fransiskus: Sosok Reformis, Pelindung Kaum Marjinal

    Bisnis.com, JAKARTA — Paus Fransiskus meninggal dunia pada Senin (21/4/2025). Pemimpin Gereja Katolik itu mangkat di usia 88 tahun atau tepat sehari setelah peringatan Paskah. Kepergian Sri Paus menimbulkan duka, tidak hanya bagi pemeluk Katolik, tetapi umat manusia.

    Paus Fransiskus lahir dengan nama Jose Mario Bergoglio di Buenos Aries, Argentina 17 Desember 1936. Dia merupakan keturunan imigran Italia. Ayahnya Mario adalah seorang akuntan yang bekerja di perusahaan kereta api dan ibunya Regina Sivori adalah seorang ibu rumah tangga.

    Sebelum menjadi Paus, Paus Fransiskus juga pernah bekerja menjadi penjaga bar di negara asal Argentina. Dia juga pernah menjadi tukang sapu lantai dan juga sempat bekerja di laboratorium kimia. Hal itu dia sampaikan kepada para umat Katolik di sebuah gereja di luar Roma. 

    Paus Fransiskus kemudian terinspirasi untuk bergabung dengan Jesuit pada 1958. Dia ditahbiskan sebagai pendeta Katolik pada 1969, dan sejak 1973 hingga 1979 menjadi kepala provinsi Jesuit di Argentina.  

    Dia kemudian menjadi uskup agung Buenos Aires pada 1998 dan diangkat menjadi kardinal pada 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II. 

    Paus Fransiskus sempat menempuh pendidikan dan lulus sebagai ahli kimia sebelum akhirnya memilih jalan menjadi pendeta, memasuki Seminari Keuskupan Villa Devoto. Pada 11 Maret 1958 dia memasuki novisiat Serikat Jesus. 

    Dia kemudian menyelesaikan studi humaniora di Chili dan kembali ke Argentina pada 1963 dan lulus dengan gelar filsafat dari Colegio de San José di San Miguel. 

    Tahun berikutnya, dia juga masih mengejar pendidikan sastra dan psikologi di Immaculate Conception College di Santa Fé dan pada 1966 dia mulai mengajar mata pelajaran yang sama di Colegio del Salvatore di Buenos Aires.  

    Kemudian, dari 1967-1970 dia lanjut mempelajari teologi dan memperoleh gelar dari Colegio San José.

    Dia ditahbiskan sebagai pendeta Katolik pada 1969, dan dari 1973 hingga 1979, dia menjadi kepala provinsi Jesuit di Argentina. Paus Fransiskus menjadi uskup agung Buenos Aires pada 1998 dan diangkat menjadi kardinal pada 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II. 

    Selanjutnya pada 13 Maret 2013, Kardinal Jorge Mario Bergoglio dipilih menjadi Paus menggantikan Benediktus XVI yang mundur pada 28 Februari 2013.  

    Dia menjadi Paus pertama yang menjadi anggota Serikat Yesus (Jesuit), dan juga orang Amerika Latin pertama dalam sejarah modern yang memimpin 1,2 miliar umat Katolik. 

    Bapa Orang-orang Marjinal 

    Dilansir dari vaticannews, Kepausan Fransiskus menandai banyak hal dan tidak pernah berhenti memperkenalkan reformasi pada Gereja Katolik. Meski demikian, Sri Paus tetap populer di kalangan kaum tradisionalis.

    Fransiskus adalah Paus pertama dari Amerika atau belahan bumi selatan. Sejak Gregorius III kelahiran Suriah meninggal pada tahun 741, tidak ada Uskup Roma non-Eropa.

    Paus Fransiskus yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio, terpilih menjadi Paus pada 13 Maret 2013. Selama 12 tahun masa kepausannya, Fransiskus memprioritaskan penjangkauan kepada kaum miskin, dialog antaragama, dan penanganan berbagai masalah global yang mendesak seperti perubahan iklim, migrasi, dan kesenjangan ekonomi.

    Dia memperkenalkan sejumlah reformasi penting di Vatikan, dengan mengupayakan transparansi yang lebih besar dalam keuangan Gereja, mengatasi korupsi, dan merestrukturisasi Kuria Roma, badan administratif pusat Gereja Katolik, pada tahun 2022 untuk mengefisienkan operasinya.

    Paus Fransiskus saat tiba di Indonesia./Antara

    Fransiskus juga berusaha membuat Gereja lebih inklusif dan ramah. Dia mendorong pendekatan pastoral terhadap isu-isu seperti perceraian, hubungan sesama jenis, dan peran perempuan, dengan lebih menekankan belas kasih daripada doktrin yang kaku.

    Jangkauannya kepada komunitas LGBTQI+ dan pernyataannya, “Siapakah saya untuk menghakimi?” pada 29 Juli 2013, menandai perubahan nada yang signifikan dari kepausan sebelumnya.

    Paus Fransiskus adalah seorang advokat bagi para pengungsi, keadilan ekonomi, dan antikekerasan. Dia seringkali mengutuk perang, perdagangan senjata, dan konsumerisme, mendesak negara-negara untuk memilih diplomasi daripada kekerasan dan menarik perhatian pada penderitaan warga sipil di zona konflik.

    Kunjungannya ke zona konflik, kamp pengungsi, dan masyarakat terabaikan memperkuat komitmennya terhadap perdamaian dan martabat manusia.

    Paus Fransiskus juga berusaha menampilkan kesederhanaan dalam peran agungnya. Dia tidak pernah menempati apartemen kepausan yang mewah di Istana Apostolik yang digunakan oleh para pendahulunya, dengan mengatakan bahwa dia lebih suka tinggal di lingkungan masyarakat demi “kesehatan psikologisnya”.

    Dia mewarisi Gereja yang diserang karena skandal pelecehan seksual anak dan terkoyak oleh pertikaian internal dalam birokrasi Vatikan, dan terpilih dengan mandat yang jelas untuk memulihkan ketertiban.

    Namun, seiring dengan kemajuan kepausannya, dia menghadapi kritik pedas dari kaum konservatif, yang menuduhnya merusak tradisi yang dijunjung tinggi. Dia juga menuai kemarahan kaum progresif, yang merasa dirinya seharusnya berbuat lebih banyak untuk membentuk kembali Gereja yang telah berusia 2.000 tahun.

    Saat dia berjuang melawan perbedaan pendapat internal, Fransiskus menjadi bintang global, menarik banyak orang dalam banyak perjalanannya ke luar negeri saat ia tanpa lelah mempromosikan dialog dan perdamaian antaragama, dengan berpihak pada kaum terpinggirkan, seperti para migran.

    Sosok Sederhana 

    Paus Fransiskus juga dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ini menjadi ciri khas tokoh-tokoh yang muncul dari Amerika Latin. Kesederhanaan Paus kerap ditampilkan ke publik. Termasuk ketika kunjungan apostolik-nya ke Indonesia belum lama ini. 

    Kesederhanaan Paus Fransiskus jelas menampar semua pejabat, keluarga pejabat yang masih gemar pamer kekayaan atau tega mengambil uang rakyat demi memupuk pundi-pundi rupiah secara tidak sah untuk kepentingan pribadi.

    “Yang sangat mencolok dari pribadi Paus Fransiskus adalah kesederhanaannya,” Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo.

    Dia menjelaskan, kesederhanaan itu tidak hanya nampak saat Paus Fransiskus hidup. Namun, tercermin juga pada saat upacara pemakaman Paus yang bakal digelar.

    “Jadi bukan hanya ketika beliau masih ada di dunia, tapi bahkan ketika beliau sudah berpulang, tidak ingin upacara pemakamannya itu menampilkan kemegahan,” tutur Suharyo.

    Paus adalah pemimpin umat Katolik Roma se-Dunia yang menurut berbagai macam sumber jumlahnya sekitar 1,3 miliar pada 2021 lalu. Angka ini tentu bisa jauh lebih besar jika mengambil rentang waktu sampai dengan 2024.

    Di Indonesia, jumlah penganut Katolik menurut data Kementerian Dalam Negeri alias Kemendagri mencapai 8,5 juta atau 3,06% dari populasi sekitar 270 juta jiwa pada tahun 2022.

    Dengan pengikut miliaran, laku kehidupan Paus Fransiskus sangat amat sederhana. Saat memulai kunjungan apostolik-nya di Indonesia, misalnya, Paus telah memberi contoh kepada publik di Indonesia. Ia tidak menumpang pesawat kepresidenan atau jet pribadi seperti lazimnya presiden dan anak atau keluarga pejabat di Indonesia, Paus menumpang pesawat komersial.

    Paus Fransiskus

    Paus Fransiskus tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 11.25 WIB. 
    Ia menumpang pesawat ITA A330neo milik maskapai nasional Italia, ITA Airways yang mendarat di landasan pacu pada pukul 11.16 WIB. Tiba di Bandara, Paus menolak mobil mewah, ia justru memilih menggunakan mobil yang merakyat.

    Paus Fransiskus kemudian menumpang Toyota Kijang Innova Zenix dalam kunjungannya ke Indonesia pada 3 sampai 6 September 2024. Sri Paus lebih memilih mobil penumpang yang biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia.

    Padahal, mayoritas kepala negara pada umumnya kerap menggunakan mobil mewah hingga mobil anti peluru selama berkunjung ke negara lain. Apalagi, Paus Fransiskus bukan hanya kepala negara Vatikan, tetapi juga pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.

    Tidak hanya pesawat dan mobil Innova, Paus juga menanggalkan protokoler-protokoler ketat yang lazim diberikan kepada pejabat atau tamu penting negara. Ia misalnya duduk di kursi depan persis di samping sopir yang membawanya menuju Kedutaan Besar Vatikan. 

    Di tengah perjalanan, ia meminta sopir menepikan mobil dan secara spontan membuka jendela untuk menyapa warga Jakarta yang antusias menyambutnya. Pemandangan itu tentu kontras dengan tingkah laku pejabat Indonesia yang sering menggunakan voorijder dan menyalakan sirine sewaktu berada di jalanan Jakarta. 

    Usut punya usut, ‘aksi nekat’ tersebut muncul dari inisiatif Paus sendiri. Paus disebut meminta kepada pengemudi untuk mengarahkan mobil ke pinggir jalan. Ia ingin menyapa masyarakat Indonesia yang telah menunggu. 

    Pernyataan Duka

    Kepergian Paus telah menimbulkan duka yang mendalam. Presiden Prabowo Subianto, misalnya, mengungkapkan dunia kembali kehilangan sosok panutan yang memiliki komitmen besar terhadap perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan.

    Prabowo kemudian mengenang pertemuannya dengan Paus Fransiskus saat ketibaannya di Indonesia pada tahun lalu saat masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI.

    “Kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Jakarta tahun lalu telah memberikan kesan yang mendalam, tidak hanya di kalangan umat Katolik namun di hati seluruh rakyat Indonesia.”

    Sementara itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menceritakan pengalamannya tahun lalu pada saat bertemu dengan Paus Fansiskus di acara Zayed Award for Human Fraternity.

    Menurutnya, almarhum Paus Fransiskus merupakan sosok yang sangat humanis, sederhana, dan penebar damai di ranah global. 

    “Ketika kami bertemu langsung beliau di Vatikan pada 24 Februari 2024 dalam rangka menerima Zayed Award for Human Fraternity, penerimaannya penuh persaudaraan, penyantun, bahkan diselingi humor yang hangat,” tuturnya di Jakarta, Senin (21/4/2025). 

    Dia mengatakan bahwa Paus Fransiskus juga dikenal dengan slogan Miserando atque eligendo yang artinya “Rendah Hati dan Terpilih”. Menurutnya, Paus Fransiskus menerima gelar tersebut karena merupakan tokoh inklusif serta menggalang semangat kemanusiaan dan perdamaian untuk semua. 

    “Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) penerima Zayed Award tahun 2024, yang menjadikan kami diterima Paus di Vatikan dan Grand Syaikh Al-Azhar di Abu Dhabi saat itu,” katanya.

  • Paus Fransiskus Meninggal, Sri Mulyani, Erick Thohir, hingga Airlangga Hartarto Sampaikan Duka – Page 3

    Paus Fransiskus Meninggal, Sri Mulyani, Erick Thohir, hingga Airlangga Hartarto Sampaikan Duka – Page 3

    Sebelumnya, Paus Fransiskus meninggal dunia, seorang Yesuit Argentina yang menjadi Paus Katolik Roma pertama dari Benua Amerika, demikian pernyataan Vatikan pada hari Senin (21/4/2025) seperti dikutip dari CNBC.

    Paus Fransiskus meninggal pada usia 88 tahun. Dalam sebuah pidato video, Kardinal Farrell mengumumkan berita tersebut.

    “Saudara-saudari terkasih, dengan kesedihan yang mendalam saya harus mengumumkan kematian Bapa Suci kita, Fransiskus,” katanya, menurut sebuah terjemahan, demikian mengutip dari Kanal Global Liputan6.com

    “Pukul 7:35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, kembali ke rumah Bapa. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk pelayanan kepada Tuhan dan Gereja-Nya. Ia mengajarkan kita untuk menghayati nilai-nilai Injil dengan kesetiaan, keberanian, dan kasih yang universal, khususnya demi mereka yang termiskin dan terpinggirkan,” kata kardinal tersebut.

    “Dengan rasa syukur yang besar atas teladannya sebagai murid sejati Tuhan Yesus, kami menyerahkan jiwa Paus Fransiskus kepada kasih yang tak terbatas dan penuh belas kasihan dari Allah Tritunggal.”

    Paus Fransiskus, yang terpilih sebagai paus ke-266 setelah Benediktus XVI pensiun pada tahun 2013. Ia lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di lingkungan kelas menengah Flores di Buenos Aires pada tanggal 17 Desember 1936.

    Paus Fransiskus adalah paus Jesuit pertama dan paus pertama dari Belahan Bumi Selatan. Ia adalah orang pertama dari luar Eropa yang dipilih untuk memimpin gereja tersebut dalam hampir 1.300 tahun, setelah Paus Gregorius III dari Suriah, yang dipilih pada tahun 731.

    Putra dari seorang ayah imigran Italia dan seorang ibu Argentina Italia, Fransiskus adalah anak tertua dari lima bersaudara. Sebagai seorang mahasiswa, ia bekerja sebagai petugas kebersihan dan penjaga klub malam sebelum menjadi teknisi kimia.

    Paus Fransiskus ditahbiskan sebagai pendeta Jesuit pada tahun 1969 dan menjadi kepala ordo Serikat Yesus di Argentina dan Uruguay pada tahun 1973 di usia muda 36 tahun, dan menjabat posisi tersebut hingga tahun 1979.

    Paus Yohanes Paulus II mengangkat Paus Fransiskus sebagai uskup pada tahun 1992, dan enam tahun kemudian Fransiskus menjadi uskup agung Buenos Aires. Pada tahun 2001, Yohanes Paulus mengangkatnya menjadi kardinal.

     

  • Siapa Pengganti Paus Fransiskus yang Meninggal Dunia? Ada Paus Asal Afrika dan Asia

    Siapa Pengganti Paus Fransiskus yang Meninggal Dunia? Ada Paus Asal Afrika dan Asia

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada usia 88 tahun, perhatian dunia kini tertuju ke Kota Vatikan, tempat para Kardinal berkumpul dalam Konklaf untuk memilih pemimpin Gereja Katolik selanjutnya.

    Paus Fransiskus dikenal sebagai paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, sebuah langkah besar dalam sejarah Gereja Katolik yang dinilai mencerminkan keterbukaan terhadap keberagaman.

    Dari deretan nama yang berpeluang menjadi Paus baru, muncul pertanyaan besar, akankah Gereja Katolik memilih paus pertama yang berasal dari Afrika atau Asia?

    Berikut ini beberapa nama kandidat terkuat yang digadang-gadang akan menjadi Paus baru pengganti Imam Yesuit Jorge Mario Bergoglio:

    1. Peter Turkson (76 tahun)

    Turkson berasal dari Ghana dan pernah menjabat sebagai Uskup Cape Coast. Ia menjadi simbol harapan bagi umat Katolik di Afrika.

    Pernah dikirim Paus Fransiskus sebagai utusan perdamaian ke Sudan Selatan, Turkson juga dikenal memiliki pandangan moderat terhadap isu hubungan sesama jenis—menilai hukum di negara-negara Afrika terlalu keras namun tetap menghormati pandangan masyarakat setempat. Namanya sempat difavoritkan saat konklaf tahun 2013.

    2. Luis Antonio Tagle (67 tahun)

    Tagle, mantan Uskup Agung Manila, kini menjadi kandidat unggulan. Jika terpilih, ia akan menjadi paus pertama dari Asia, yakni dengan pertumbuhan umat Katolik tercepat.

    Ia dikenal liberal dalam sejumlah isu sosial, meskipun menolak aborsi. Tagle mengkritik Gereja Katolik karena terlalu keras terhadap pasangan sesama jenis dan pasangan yang bercerai.

    3. Pietro Parolin (70 tahun)

    Sebagai Sekretaris Negara Vatikan di bawah Paus Fransiskus, Parolin adalah kandidat yang dianggap akan melanjutkan kebijakan sebelumnya. Ia dikenal moderat, namun sikapnya terhadap isu sosial tidak seprogresif Fransiskus.

    Pernyataannya yang menyebut legalisasi pernikahan sesama jenis di Irlandia sebagai “kekalahan bagi umat manusia” menuai kritik. Ia juga dikritik karena perjanjian kontroversial Vatikan-Tiongkok pada 2018.

    4. Peter Erdo (72 tahun)

    Uskup Agung dari Esztergom-Budapest, Erdo berasal dari wilayah bekas Blok Soviet dan dikenal konservatif.

    Ia menentang pemberian komuni kepada umat Katolik yang telah bercerai atau menikah kembali, serta dikenal sebagai pembela nilai-nilai tradisional Gereja.

    5. Jose Tolentino de Mendonça (59 tahun)

    Asal Madeira, Portugal, Tolentino adalah kandidat termuda dalam daftar ini. Ia dikenal terbuka terhadap budaya modern dan mendorong para teolog untuk memahami dunia lewat film dan musik. Ia pernah menjabat sebagai Uskup Agung dan mengisi beberapa peran penting di Vatikan.

    6. Matteo Zuppi (69 tahun)

    Zuppi, Uskup Agung Bologna, ditunjuk menjadi Kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2019 dan menjadi utusan perdamaian Vatikan untuk perang di Ukraina.

    Meski tidak bertemu langsung dengan Presiden Putin, ia sempat bertemu Patriark Kirill, pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, walau hasil diplomatiknya belum terlihat.

    7. Mario Grech (68 tahun)

    Berasal dari Malta, Grech kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup.

    Ia menyerukan agar Gereja menggunakan pendekatan baru dalam menyikapi pasangan sesama jenis dan mereka yang bercerai, meskipun masih dianggap cukup tradisional.

    8. Robert Sarah (79 tahun)

    Sarah, yang lahir di Guinea Prancis, adalah kandidat kulit hitam lainnya. Meski usianya menjadi hambatan, ia memiliki pengalaman panjang di Vatikan sejak masa Paus Yohanes Paulus II. Ia dikenal konservatif, menentang ideologi gender dan juga radikalisme Islam.

    Akankah Gereja Katolik memilih paus yang mencerminkan keberagaman globalnya, atau tetap melanjutkan tradisi Eropa? Jawabannya ada tak akan lama setelah masa berkabung umat Katolik. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News