Tag: Paulus Tannos

  • Menkum Supratman Yakin Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos Selesai Pekan Depan

    Menkum Supratman Yakin Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos Selesai Pekan Depan

    JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas meyakini dokumen yang dibutuhkan untuk mengekstradisi Paulus Tannos segera rampung. Koordinasi terkait proses memulangkan buronan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) terus dilakukan.

    “Paulus Tannos masih sementara koordinasi antar seluruh aparat penegak hukum. Saya yakin dan percaya minggu depan kemungkinan besar dokumen itu bisa diselesaikan,” kata Supratman di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu, 1 Februari.

    Setelah selesai, dokumen itu akan diserahkan kepada pihak otoritas Singapura. Supratman meyakini proses tersebut akan selesai tepat waktu, yakni 45 hari setelah penangkapan dan penahanan sementara Paulus Tannos dilakukan.

    “Begitu selesai maka kemudian kami kirim (dokumen yang dibutuhkan, red) ke otoritas yang ada di Singapura,” tegasnya.

    Paulus Tanos (Dok. Istimewa)

    Diberitakan sebelumnya, Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura akhirnya ditangkap otoritas Singapura setelah masuk daftar pencarian orang sejak 2021. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

    Ketika itu dia ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

  • Pihak Indonesia Bakal Beri Keterangan Usai Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura

    Pihak Indonesia Bakal Beri Keterangan Usai Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura

    JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pihak Indonesia akan memberi keterangan di pengadilan Singapura terkait penangkapan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos.

    Hal ini disampaikan Supratman saat disinggung soal perkembangan ekstradisi tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang ditangkap otoritas Singapura. Awalnya, politikus Partai Gerindra itu menyebut Paulus sedang mengajukan gugatan di pengadilan setempat terkait penangkapannya.

    “Kita kan harus mengajukan permohonan ekstradisi kemudian sekarang ada gugatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan, semacam praperadilan lah untuk menguji keabsahan penangkapannya,” kata Supratman kepada wartawan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu, 1 Februari.

    “Dan kami sebagai pihak yang akan meminta ekstradisi tentu harus memberikan keterangan kepada pihak pengadilan,” sambung dia.

    Selain memberikan keterangan, ada juga dokumen harus diserahkan kepada pihak pengadilan Singapura dan sedang disiapkan.

    Dokumen tersebut, sambung Supratman, diyakini bakal selesai pekan depan. “Karena itu dokumen sementara lagi kami siapkan,” tegasnya.

    Supratman meminta masyarakat bersabar terkait proses ekstradisi tersebut. Ia menyebut sejauh ini belum ada kendala yang ditemui terkait ekstradisi Paulus Tannos.

    “Enggak ada (kendala, red). Itu soal waktu saja, ini kan ada proseduralnya. Mekanismenya ada apalagi khusus dengan Singapura,” ujarnya.

    “Sekali lagi saya katakan, ini pertama kalinya implementasi perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura. Ini pertama kalinya,” kata Supratman.

    Diberitakan sebelumnya, Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura akhirnya ditangkap otoritas Singapura setelah masuk daftar pencarian orang sejak 2021. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

    Ketika itu dia ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

  • Menteri Hukum: Ekstradisi Paulus Tannos Jadi Implementasi Perdana Perjanjian RI-Singapura – Halaman all

    Menteri Hukum: Ekstradisi Paulus Tannos Jadi Implementasi Perdana Perjanjian RI-Singapura – Halaman all

    Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, memastikan proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan sesuai prosedur tanpa kendala berarti.

    Tayang: Sabtu, 1 Februari 2025 21:26 WIB

    Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow

    EKSTRADISI PAULUS TANNOS – Wawancara Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (1/2/2025). Supratman memastikan proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan sesuai prosedur tanpa kendala berarti. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Proses ekstradisi Paulus Tannos menjadi implementasi pertama perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. 

    Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, memastikan proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan sesuai prosedur tanpa kendala berarti.

    “Enggak ada (kendala), itu soal waktu aja. Ini kan ada proseduralnya, mekanismenya ada, apalagi khusus dengan Singapura,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (1/2/2025).

    “Sekali lagi saya katakan ini pertama kalinya implementasi perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura, ini pertama kalinya,” ia menambahkan. 

    Ia menyebut dokumen ekstradisi hampir rampung dan ditargetkan selesai paling lambat 3 Maret 2025. 

    “Saya yakin dan percaya minggu depan kemungkinan besar dokumen itu bisa diselesaikan. Begitu selesai, maka kemudian kita kirim ke otoritas yang ada di Singapura,” katanya.

    Namun, Paulus Tannos mengajukan gugatan ke pengadilan Singapura terkait keabsahan penangkapannya. 

    Ia menegaskan pemerintah tengah menyiapkan dokumen untuk menghadapi gugatan tersebut. 

    “Kita sebagai pihak yang akan meminta ekstradisi tentu harus memberikan keterangan kepada pihak pengadilan. Dan oleh karena itu dokumen yang sementara lagi kita siapkan,” pungkasnya.

     

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP, di Ujung Ekstradisi Paulus Tannos

    Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP, di Ujung Ekstradisi Paulus Tannos

    Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP, di Ujung Ekstradisi Paulus Tannos

  • Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap buron kasus korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos menggugat penangkapan sementara terhadapnya oleh otoritas di Singapura. Pada saat yang sama, pemerintah RI pun kini tengah berpacu dengan waktu untuk melengkapi berkas administrasi untuk proses ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi itu. 

    Sebagaimana diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. Meski demikian, komunikasi antara penegak hukum di Indonesia termasuk KPK dengan Singapura telah dilakukan sejak tahun lalu menyusul perjanjian ekstradisi kedua negara yang disahkan 2022 lalu. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menjelaskan, proses pelengkapan dokumen ekstradisi Paulus dan proses pengadilan untuk menguji keabsahan provisional arrest terhadapnya berjalan secara simultan. Namun, pemerintah hanya bisa berupaya untuk segera melengkapi berkas ekstradisi Paulus sebelum tenggat waktu yang ditentukan. 

    Tessa mengatakan, Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung), KPK, Polri dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkoordinasi untuk melengkapi persyaratan ekstradisi Paulus dari Singapura. Mereka memiliki waktu selama 45 hari sejak penahanan pada 17 Januari untuk melengkapi berkas-berkas yang dimintakan oleh CPIB. 

    “Bahwa ada proses di sana kita tidak bisa ikut campur, tidak bisa mengganggu karena itu merupakan otoritas pemerintahan negara lain, yang pertama. Yang kedua, sistem hukumnya juga berbeda, sehingga, tugas KPK dan lembaga-lembaga yang tadi sudah disebutkan hanya mencoba untuk secepatnya memenuhi persyaratan yang diminta,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (31/1/2025). 

    Meski demikian, KPK sebagai institusi yang menangani kasus Paulus menyatakan optimistis bahwa provisional arrest yang dilakukan CPIB akan disetujui oleh Pengadilan Singapura. 

    Potensi kalah di pengadilan

    Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum mengamini bahwa potensi kalah di setiap pengadilan ada, tidak terkecuali proses yang bergulir terhadap penahanan sementara Paulus di Singapura. Untuk diketahui, Ditjen AHU menjadi institusi yang turut ikut andil dalam mendorong upaya ekstradisi Paulus.

    Dirjen AHU Kementerian Hukum Widodo menjelaskan, penahanan sementara terhadap Paulus turut diuji dalam  pengadilan untuk memastikan di antaranya keabsahan dan kebenaran identitas buron tersebut. Apalagi, Paulus diisukan turut memiliki kewarganegaraan Guineau-Bissau. 

    “Kami kan harus menghormati [proses hukum di Singapura] sebagai negara sahabat kan, dan kita sebagai negara hukum. Dan itu bagian dari komitmen kami ketika perjanjian ekstradisi itu ditandatangani,” jelasnya kepada wartawan, Rabu (29/1/2025). 

    Widodo pun membenarkan bahwa potensi kekalahan di pengadilan pastinya. Akan tetapi, dia memastikan penegak hukum di sana juga berupaya dengan sebaik-baiknya. 

    Seperti halnya penegak hukum di Singapura, terang Widodo, otoritas di Indonesia juga berupaya keras untuk segera melengkapi berkas administrasi ekstradisi Paulus. 

    Dia juga menyebut bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura turut mengatur bahwa tenggat waktu untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan bisa diperpanjang. 

    “Berdasarkan perjanjian itu ada kemungkinan bisa ada perpanjangannya gitu. Enggak [mengulang dari awal prosesnya, red], kita hanya melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan,” paparnya. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa lembaganya telah berkoordinasi menggunakan jalur Interpol bersama dengan Divisi Hubungan Internasional Polri sejak akhir 2024. 

    KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Menanti Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura, Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP?

    Menanti Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura, Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP?

    Menanti Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura, Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP?

  • KPK Belum Bertemu Paulus Tannos, Buronan Kasus e-KTP yang Ditangkap di Singapura

    KPK Belum Bertemu Paulus Tannos, Buronan Kasus e-KTP yang Ditangkap di Singapura

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bertemu dengan buronan kasus pengadaan e-KTP, Paulus Tannos seusai ditangkap di Singapura. Kini, pemerintah Indonesia fokus merampungkan proses ekstradisi yang bersangkutan.

    “Belum bertemu Paulus Tannos,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Namun demikian, Tessa menyampaikan, KPK menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Hukum (Kemenkum), Divisi Hubinter Polri serta memiliki hubungan baik dengan Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Hal-hal tersebut diyakini dapat mempercepat upaya ekstradisi Paulus Tannos.

    “Apakah sudah ada kunjungan ke sana setelah proses penangkapan? Sampai saat ini belum ada. Karena, dari pihak Indonesia termasuk KPK masih berusaha memenuhi persyaratan yang diajukan dalam proses ekstradisi tersebut, sehingga fokusnya itu saja,” ujarnya.

    Tessa mengaku, Kementerian Hukum (Kemenkum) optimistis proses ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilakukan. Dia meyakini ekstradisi dapat terlaksana sebelum batas waktu yang telah ditentukan.

    “Orang-orang kita dalam arti baik perwakilan atase kepolisian di sana maupun dari Kemenlu yang bisa juga mengecek langsung ke sana. Namun, kalau untuk penyidik sendiri dari KPK belum ada yang ke sana,” ucapnya.

    Sementara sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan pemerintah terus berupaya merampungkan proses ekstradisi Paulus Tannos. Koordinasi dengan para pihak terkait masih terus dilakukan.

    “Saat ini Kementerian Hukum terus berkoordinasi bersama dengan KPK, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan juga Kementerian Luar Negeri dalam rangka mempercepat proses pelaksanaan ekstradisi terhadap yang bersangkutan,” kata Supratman di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Selain itu, Supratman mengungkapkan, telah dibentuk tim kerja antara Kementerian Hukum bersama Direktur OPHI, KPK, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan juga Kementerian Luar Negeri. Sudah disepakati juga terkait waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan proses tersebut.

    “Saya perlu menegaskan bahwa batas waktu untuk kita mengajukan permohonan dan seluruh kelengkapan berkas itu 45 hari lama waktu yang dibutuhkan, dan itu akan berakhir di 3 Maret 2025. Namun demikian, terkait hal ini tentu hasil koordinasi yang sangat baik terkait hal ini saya yakin dan percaya dalam waktu yang singkat hal tersebut bisa dipenuhi,” tutur Supratman.

  • Paulus Tannos Akan Langsung Ditahan setelah Diekstradisi

    Paulus Tannos Akan Langsung Ditahan setelah Diekstradisi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut buronan kasus pengadaan E-KTP, Paulus Tannos (PT) akan langsung ditahan jika proses ekstradisi yang bersangkutan telah rampung. Bos PT Shandipala Arthaputra itu sementara ini tengah ditahan di Singapura. 

    “Sebagaimana yang sudah terjadi di beberapa perkara, Muhammad Nazarudin juga, begitu pula kita langsung melakukan proses penahanan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2025). 

    “Intinya adalah begitu yang bersangkutan bisa didatangkan kembali ke Indonesia maka proses pelimpahan ke persidangan dapat segera dilakukan,” ungkap Tessa. 

    Disampaikan Tessa, Kementerian Hukum (Kemenkum) juga optimistis proses ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilakukan. Dia meyakini ekstradisi dapat terlaksana sebelum batas waktu yang telah ditentukan. 

    “Dari Pemerintah Singapura melalui CPIB juga memberikan persyaratan dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi oleh Pemerintah Indonesia dan itu KPK, Kementerian Hukum, Polri, dan Kejaksaan saat ini sedang bersama-sama memenuhi persyaratan tersebut,” tutur Tessa. 

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan pemerintah terus berupaya merampungkan proses ekstradisi Paulus Tannos. Koordinasi dengan direktur OPHI, KPK, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan juga Kementerian Luar Negeri juga dilakukan. Sudah disepakati juga terkait waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan proses tersebut. 

    “Saya perlu menegaskan batas waktu untuk mengajukan permohonan dan seluruh kelengkapan berkas itu 45 hari lama waktu yang dibutuhkan dan itu akan berakhir pada 3 Maret 2025. Namun, saya yakin dan percaya dalam waktu yang singkat kelengkapan berkas ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dipenuhi,” tutur Supratman.

  • KPK Sebut Proses Ekstradisi Buronan Kasus E-KTP Paulus Tannos Terus Dikebut

    KPK Sebut Proses Ekstradisi Buronan Kasus E-KTP Paulus Tannos Terus Dikebut

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses merampungkan ekstradisi terhadap buronan kasus pengadaan e-KTP, Paulus Tannos masih terus dilakukan. Pemerintah Indonesia kini tengah fokus memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk bisa mengekstradisi Tannos.

    “Dari pemerintah Singapura melalui CPIB juga memberikan persyaratan dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi oleh pemerintah Indonesia dan itu KPK, Kementerian Hukum, Polri, dan kejaksaan saat ini sedang bersama-sama memenuhi persyaratan tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Disampaikan Tessa, Kementerian Hukum (Kemenkum) juga optimistis proses ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilakukan. Dia meyakini ekstradisi dapat terlaksana sebelum batas waktu yang telah ditentukan.

    “Yang tadi sudah saya sampaikan bahwa Kementerian Hukum juga positif saudara PT dapat dipulangkan dalam waktu dekat, tidak sampai terpenuhi 45 harinya. Kita berharap juga hal tersebut dapat segera terlaksana,” ujar Tessa.

    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas menyebut pemerintah tengah berupaya mengekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos. Ekstradisi tersebut ditargetkan rampung secepatnya.

    “Dokumen itu saat ini kita punya waktu 45 hari. Selama 45 hari itu untuk melengkapi dokumen. Tapi saya yakinkan bahwa kita tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret ya dalam waktu dekat,” kata Supratman saat dijumpai di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Disampaikan Supratman, Indonesia punya waktu 45 hari untuk merampungkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mengekstradisi bos PT Shandipala Arthaputra itu dari Singapura. Hal itu berdasarkan kesepakatan ekstradisi antara kedua negara.

    Supratman menekankan, ekstradisi tidak bisa dilakukan secara instan. Dia menegaskan ada hak dan kewajiban yang mesti diperhatikan para pihak terkait dalam proses ekstradisi kali ini. Namun, dia menerangkan tidak ada kendala dalam proses sejauh ini.

    “Karena ini kan menyangkut soal strategi dan yang lain-lainnya. Karena itu nanti kalau terkait kasusnya jangan tanya di Kementerian Hukum. Itu nanti tanyakan ke KPK dan untuk pelaksananya nanti juga dengan Divisi Hubinter ya di Mabes Polri,” ungkap Supratman.

    Diberitakan, Paulus Tannos berhasil diamankan di Singapura. Dia sudah dalam pencarian KPK akibat tersandung kasus e-KTP.

  • Meski Kabur dan Ganti Kewarganegaraan, KPK Tak Jerat Paulus Tannos dengan Pasal Perintangan Penyidikan

    Meski Kabur dan Ganti Kewarganegaraan, KPK Tak Jerat Paulus Tannos dengan Pasal Perintangan Penyidikan

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih fokus membuktikan perbuatan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun. Ia tak akan dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor atau perintangan penyidikan.

    “Tentu tidak (menjerat dengan pasal perintangan penyidikan, red) karena dia posisi tersangka dalam penyidikan tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya kepada wartawan yang dikutip Kamis, 30 Januari.

    Sementara itu, Paulus Tannos disebut layak dijerat dengan Pasal 21 atau perintangan penyidikan karena kabur dan mengubah kewarganegaraannya. Hal tersebut disampaikan eks penyidik KPK, Praswad Nugraha yang menilai penerapan pasal berlapis bisa dilakukan.

    Diketahui, Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthapura yang buron sejak 2021 akhirnya ditangkap otoritas keamanan Singapura. Dia kemudian menjalani penahanan sementara selama 45 hari sesuai aturan perjanjian ekstradisi.

    “Upaya perubahan status warga negara yang dilakukan Paulus Tannos dapat dikategorikan perbuatan pidana tersendiri, yaitu Pasal 21 upaya menghalang-halangi penyidikan,” kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Januari.

    “Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta mengubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis, selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi e-KTP yang telah dilakukan olehnya,” sambungnya.

    Praswad juga meyakini Paulus Tannos tetap bisa dihukum sesuai aturan di Tanah Air walaupun sudah berganti kewarganegaraan. Sebab, perbuatan pidana dilakukannya saat masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI).

    “Maka berlaku asas nasionalitas aktif. Tidak peduli apapun status warga negaranya sekarang,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura akhirnya ditangkap otoritas Singapura setelah masuk daftar pencarian orang sejak 2021. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

    Ketika itu dia ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.