Tag: Paulus Tannos

  • Kasus e-KTP, KPK Usut Commitment Fee Paulus Tannos ke Anggota DPR

    Kasus e-KTP, KPK Usut Commitment Fee Paulus Tannos ke Anggota DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP. Bekas terpidana kasus e-KTP itu diperiksa, Rabu (19/3/2025). 

    Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Paulus kini masih dalam tahanan sementra otoritas Singapura dan menggugat penahanannya di pengadilan setempat. 

    Pada pemeriksaan Andi, KPK mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR.

    “Hasil pemeriksaan Andi Narogong : Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025). 

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK. 

    Sementara itu, usai ditangkap dan ditahan oleh otoritas Singapura, Tannos saat ini masih menjalani proses persidangan terkait dengan gugatan atas penahanannya. Pihak pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Kementerian Hukum pun telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Tannos ke pemerintah Singapura. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa menyebut proses yang bergulir di Singapura dan pemeriksaan saksi untuk Tannos dilakukan beriringan agar penyidikan bisa segera dirampungkan. 

    “Bila nanti yang bersangkutan jadi diekstradisi ke Indonesia, maka berkasnya sudah siap dan tinggal dilimpahkan. Jadi sudah tidak perlu lagi ada proses lebih lanjut kecuali pemeriksaan sebagai tersangka,” ungkap Tessa. 

    Adapun Tannos dan Miryam adalah dua dari empat orang tersangka baru kasus e-KTP yang ditetapkan pada 2019 silam. Dua tersangka lainnya yakni Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya serta Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi telah dieksekusi ke lapas usai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

    Pada kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

    Lembaga antirasuah turut menduga bahwa tersangka Isnu berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

    Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap e-KTP. 

    Adapun konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo.

    Adapun pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

    Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Sebelum penetapan tersangka baru sekitar enam tahun yang lalu, KPK telah menetapkan tersangka hingga membawa sederet pihak ke pengadilan salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto. 

  • Tunggu Putusan Sidang Paulus Tannos di Singapura, KPK Kebut Berkas Perkara

    Tunggu Putusan Sidang Paulus Tannos di Singapura, KPK Kebut Berkas Perkara

    Tunggu Putusan Sidang Paulus Tannos di Singapura, KPK Kebut Berkas Perkara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) terus melengkapi berkas perkara buron kasus korupsi pengadaan
    E-KTP
    ,
    Paulus Tannos
    , dengan memeriksa sejumlah saksi.
    Langkah tersebut dilakukan KPK sembari menunggu putusan persidangan Paulus Tannos di Singapura terkait keabsahan penangkapan sementara atau provisional arrest.
    Adapun KPK hari ini memanggil Andi Narogong sebagai saksi atas kasus korupsi E-KTP. Namun, ia tidak memenuhi panggilan penyidik.
    “Penyidik memanggil saksi-saksi dan meminta keterangan untuk memperkuat persangkaan kepada yang bersangkutan (Paulus Tannos), bila nanti yang bersangkutan jadi diekstradisi ke Indonesia maka berkasnya sudah siap dan tinggal dilimpahkan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
    Tessa mengatakan, pemeriksaan beberapa saksi akan membuat tugas penyidik lebih cepat.
    Ia mengatakan, apabila
    ekstradisi
    dapat dilaksanakan, Paulus Tannos dapat diperiksa untuk kemudian perkaranya dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum agar segera disidangkan.
    “Jadi, tidak perlu lagi ada proses lebih lanjut kecuali pemeriksaan sebagai tersangka,” ujarnya.
    “Jadi, penyidik sampai dengan saat ini dengan jaksa penuntut umum masih memenuhi petunjuk dan hal apa saja yang bisa memperkuat pemenuhan unsur perkara yang sedang ditangani,” sambungnya.
    Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
    Perusahaan itu terlibat dalam pengadaan proyek
    e-KTP
    yang merugikan negara triliunan rupiah.
    Namanya masuk DPO pada 22 Agustus 2022.
    KPK mengatakan, Paulus Tannos menggugat keabsahan penangkapan sementara atau provisional arrest di Pengadilan Singapura.
    Tessa mengatakan, proses persidangan tersebut masih berjalan di Singapura.
    “Sampai dengan saat ini di Singapura sendiri juga masih berproses, kalau saya tidak salah, pengadilan. Mungkin mirip seperti proses praperadilan di Indonesia. Saya tidak bisa menyamakan apple to apple karena beda sistem hukum,” kata Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
    “Bahwa yang bersangkutan menguji keabsahan provisional arrest yang dilakukan otoritas sana atas permintaan dari Indonesia, masih berjalan kalau saya tidak salah,” ujar dia melanjutkan.
    Meski demikian, Tessa mengatakan, KPK tidak hanya menunggu sampai ada putusan pengadilan.
    KPK bersama Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum terus berupaya memenuhi syarat ekstradisi untuk membawa pulang Paulus Tannos ke Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Proses Ekstradisi Paulus Tannos Bisa Panjang jika Ini Terjadi

    Proses Ekstradisi Paulus Tannos Bisa Panjang jika Ini Terjadi

    Singapura, Beritasatu.com – Proses ekstradisi buronan Indonesia Paulus Tannos dari Singapura bisa berjalan panjang dan berlarut-larut. Saat ini pengusaha yang memiliki nama Tjhin Thian Po ini masih ditahan di Singapura, sambil menunggu proses ekstradisi.

    Menteri Hukum Singapura K Shanmugam, pada Kamis (13/3/2025) menjelaskan bahwa jika Paulus Tannos tidak mengajukan keberatan terhadap ekstradisinya, proses dapat selesai dalam enam bulan atau kurang. Namun, jika ia mengajukan keberatan pada setiap tahap, proses ini bisa memakan waktu hingga dua tahun.

    Paulus Tannos, yang menjadi tersangka dalam skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP), diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun.

    Paulus Tannos sempat muncul di pengadilan Singapura, melalui tautan video, pada awal pekan ini. Ia tampil mengenakan kemeja putih dan tampak kurus serta lemah. Kuasa hukumnya tengah mengajukan permohonan jaminan terkait pengusaha yang masuk daftar pencarian orang (DPO) di Indonesia.

    Sidang lanjutan Paulus Tannos dijadwalkan pada 19 Maret 2025, di mana pihak jaksa Singapura akan memberikan jawaban terkait pengajuan permohonan jaminan. Untuk sementara, Paulus Tannos tetap ditahan di Singapura.

  • Ekstradisi Masih Diproses, Paulus Tannos Tetap di Penjara Singapura

    Ekstradisi Masih Diproses, Paulus Tannos Tetap di Penjara Singapura

    Singapura, Beritasatu.com – Paulus Tannos, pengusaha yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pemerintah di Indonesia, akan tetap ditahan di Singapura sambil menunggu laporan medis dari pihak penjara.

    Paulus Tannos, yang menjadi tersangka dalam skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP), diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun.

    Pengadilan Singapura pada Kamis (13/3/2025) mendengar bahwa pengacara Paulus Tannos telah mengajukan permohonan jaminan, disertai dokumen yang memerinci kondisi medisnya.

    Paulus Tannos, yang juga dikenal sebagai Tjhin Thian Po, telah menetap di Singapura sejak 2017 sebagai penduduk tetap dan memegang paspor diplomatik dari Guinea-Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

    Ia ditahan tanpa jaminan setelah ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi pada 17 Januari 2025, sambil menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi oleh Indonesia. Pemerintah Singapura menerima permintaan tersebut pada 24 Februari 2025, bersama dengan dokumen pendukung yang kini sedang ditinjau oleh otoritas berwenang.

    Pada awal pekan ini, pihak berwenang Singapura menyatakan bahwa mereka berupaya mempercepat permintaan ekstradisi Paulus Tannos. Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, menegaskan dalam konferensi pers bahwa Singapura akan melakukan segala upaya untuk mempercepat proses ini. 

    Namun, kecepatan proses tergantung pada keberatan yang diajukan oleh pihak Paulus Tannos dan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan jadwal sidang pengadilan.

    Kasus Paulus Tannos ini menjadi yang pertama diproses di bawah perjanjian ekstradisi baru antara Singapura dan Indonesia, yang ditandatangani pada Januari 2022 dan mulai berlaku pada Maret 2023.

  • Kata Singapura soal Ekstradisi Paulus Tannos Bakal Lama

    Kata Singapura soal Ekstradisi Paulus Tannos Bakal Lama

    Jakarta

    Singapura menyampaikan kabar terkini mengenai proses ekstradisi Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Otoritas Singapura menyebut upaya untuk mengekstradisi Tannos ke Indonesia akan memakan waktu lama.

    Dirangkum detikcom dilansir dari BBC Indonesia, Selasa (11/3/2025), Kementerian Hukum Singapura mengatakan pihaknya akan berusaha mempercepat proses ekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP itu seperti yang diminta pemerintah Indonesia. Namun demikian, upaya untuk mengekstradisi Tannos ke Indonesia akan memakan waktu setelah yang bersangkutan mengajukan gugatan hukum.

    Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, menegaskan hal itu dalam jumpa pers, Senin (10/03), seperti dilaporkan kantor berita Reuters. Paulus Tannos diduga terlibat skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP.

    Hasil penyelidikan KPK mengungkapkan kasus ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,3 triliun. Dia dinyatakan buron oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 19 Oktober 2021, dan diyakini telah tinggal di Singapura semenjak 2017.

    Menurut Shanmugam, sebagaimana dikutip dari The Straits Times, Tannos telah menyewa pengacara dan akan menentang upaya ekstradisi itu.

    Apabila upaya hukum itu dilakukan Tannos, tambahnya, maka proses ekstradisi itu kemungkinan “memakan waktu dua tahun atau lebih”.

    “Jika Tannos tidak menentang ekstradisinya, dia dapat diekstradisi dalam waktu enam bulan, bahkan mungkin kurang,” ujarnya.

    “Dan jika pengadilan memerintahkan ekstradisi, dia berhak mengajukan banding,” imbuhnya.

    Seperti diketahui, Paulus Tannos dilaporkan memiliki paspor diplomatik yang sah, yaitu dari negara Guinea-Bissau di Afrika Barat. Hal itu diutarakan pengacaranya pada sidang ekstradisinya, 23 Januari 2025 lalu, yang digelar otoritas hukum Singapura.

    Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, dalam jumpa pers Senin, 10 Maret 2025, mengatakan, jika paspor Paulus Tannos tidak sah atau palsu, maka dia dapat diekstradisi dengan relatif cepat.

    Namun lantaran Tannos memasuki Singapura dengan paspor yang sah, maka otoritas hukum Singapura tidak mudah untuk memulangkannya begitu saja, katanya.

    “Tidak mungkin kami bisa langsung menerbangkannya ke pesawat dan memulangkannya. Ada proses formal.”

    Walaupun demikian, tambahnya, tidak berarti Tannos memiliki kekebalan diplomatik, karena dia tidak terakreditasi di Kementerian Luar Negeri Singapura.

    Menurut Shanmugam, sidang peradilan terakhir Tannos dijadwalkan pada 7 Maret 2025, tetapi yang bersangkutan mengaku sakit dan dirawat di rumah sakit. Dia telah dijadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan pada 13 Maret dan 19 Maret 2025.

    Kapan Pemerintah Indonesia Meminta Ekstradisi Paulus Tannos?

    Foto: Paulus Tannos (dok. detikcom)

    Di Indonesia, muncul pertanyaan yang dikutip media terkait proses ekstradisi Tannos yang dianggap berlarut-larut itu. Pertanyaan itu didasari bahwa sebelumnya Tannos sudah ditangkap otoritas hukum Indonesia.

    Selain itu, Indonesia dan Singapura sudah memiliki perjanjian tentang ekstradisi. Shanmugam membenarkan bahwa pemerintah Indonesia sudah mengajukan permintaan resmi agar Tannos diekstradisi ke Indonesia.

    Pemerintah Singapura telah menerima permintaan ekstradisi resmi dan dokumen pendukung dari otoritas Indonesia pada 24 Februari 2025 lalu. Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum Indonesia Edward Hiariej mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan dokumen-dokumen untuk proses ekstradisi Paulus Tannos.

    “Itu [dokumen] sudah diserahkan ke pihak Singapura Minggu lalu, Singapura akan meneliti, dia akan mempelajari dulu,” kata Eddy kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025 lalu.

    Secara terpisah, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan seluruh dokumen yang disyaratkan untuk proses ekstradisi itu sudah dikirim ke otoritas Singapura pada pekan kedua Februari 2025 lalu.

    “Minggu lalu sudah dibawa ke Pemerintah Singapura,” kata Setyo, Senin (24/2) lalu.

    Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura melaporkan bahwa buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT), saat ini ditahan di Penjara Changi. Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, menjelaskan bahwa Tannos tidak pernah ditahan di KBRI Singapura.

    “Sejak tanggal 17 Januari 2025, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara (provisional arrest request), Paulus Tannos ditahan di Changi Prison,” ungkapnya kepada kantor berita Antara, Sabtu (25/01).

    Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    “Perintah penahanan diterbitkan oleh Pengadilan Singapura setelah Tannos dihadapkan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Ini merupakan wujud kerja sama, komunikasi, dan koordinasi yang efektif antara kedua negara dalam memastikan implementasi perjanjian ekstradisi,” tambahnya.

    Tannos, menurut Suryopratomo, tidak ditangkap langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Singapura, tapi melalui prosedur hukum yang melibatkan CPIB dan aparat penegak hukum Singapura. KBRI Singapura menghormati sikap CPIB yang tidak mengungkapkan detail lebih lanjut mengenai proses menghadapkan Paulus Tannos ke pengadilan.

    “Yang terpenting, saat ini Paulus Tannos sudah ditahan di Changi Prison, dan proses hukum sementara masih berlangsung dan dalam kewenangan Pengadilan Singapura,” kata Suryopratomo.

    Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, menyampaikan bahwa penahanan sementara ini merupakan langkah awal dalam proses ekstradisi PT.

    “Provisional arrest dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” ujarnya.

    Kabar penangkapan Paulus Tannos disampaikan KPK, pada Jumat (24/01).

    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto saat dikonfirmasi Antara.

    Saat ini KPK tengah koordinasi dengan polisi, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum untuk mengekstradisi Paulus Tannos ke Indonesia, tambahnya.

    “Sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar Fitroh.

    Paulus Tannos adalah pimpinan PT Sandipala Arthapura. Perusahaan Tannos ini, menurut KPK, bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi, dan distribusi blangko e-KTP.

    Bersama tersangka lainnya, Paulus diduga melakukan kongkalikong demi menguntungkan mereka dalam proyek e-KTP. Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dari kasus ini.

    Tiga tersangka lainnya sudah diadili, namun Tannos dinyatakan buron oleh KPK sejak 2021. Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin dilaporkan sudah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu.

    Sejumlah media melaporkan Tannos sudah menjadi penduduk tetap negara itu. Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos tidak akan memengaruhi proses ekstradisinya.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Jumat (24/01).

    Paulus Tannos Kabur ke Singapura

    Foto: Paulus Tannos (dok. detikcom)

    Pada 13 Agustus 2019, KPK telah mengumumkan empat orang tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Mereka adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, dan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.

    Dua tersangka lainnya adalah anggota DPR (20142019) Miryam S. Haryani, serta eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi. Miryam, Isnu dan Husni telah diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Adapun Paulus Tannos sempat dinyatakan buron oleh KPK.

    Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dari kasus ini. Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Seperti dilaporkan Kompas.com yang mengutip Antara, Selasa, 13 September 2019, Paulus tinggal di Singapura bersama keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Dia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip Surat Izin Mengemudi (SIM).

    Apa peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi e-KTP?

    KPK mengatakan akta perjanjian konsorsium proyek e-KTP menyebut perusahaan Paulus (PT Sandipala Arthaputra) bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP, seperti dilaporkan Detik.com.

    Hasil penyelidikan KPK, yang diumummkan kepada publik pada 2019, Paulus Tannos diduga melakukan kongkalikong dengan melakukan pertemuan untuk menghasilkan peraturan yang bersifat teknis.

    Menurut laporan Detik.com, pertemuan itu diduga terjadi sebelum proyek dilelang.

    Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, mengatakan Paulus Tannos diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka Isnu Edhi Wijaya.

    Pertemuan ini, menurut KPK, membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5%.

    Dalam pertemuan itu membahas pula skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.

    Paulus dkk lalu melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Misalnya, prosedur operasional standar (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Disebutkan peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP, salah satunya, melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang mengatakan, Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    KPK menduga perusahaan Paulus Tannos diperkaya Rp 145 miliar dari proyek e-KTP.

    Saut menjelaskan, fakta seperti itu juga terekam dalam putusan terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini,” ujar Saut.

    KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2019. Paulus saat itu disebut telah mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po.

    Apa Langkah yang Dilakukan Kemenkum?

    Foto: Paulus Tannos (dok. detikcom)

    Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan pihaknya akan memproses ekstradisi buronan Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin dari Singapura.

    “Permohonan dari Kejaksaan Agung, kami sudah terima,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kantor Kemenkum, Jakarta, Jumat (24/01), seperti dilaporkan kantor berita Antara.

    Saat ini permintaan ekstradisi sedang diproses oleh Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum, katanya.

    Dia menjelaskan sejauh ini masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan, yakni baik dari Kejaksaan Agung maupun Interpol Mabes Polri.

    “Jadi, masih ada dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur OPHI saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi, dan saya pikir sudah berjalan,” ujarnya.

    Ditanya wartawan kapan ekstradisi atas Paulus, Supratman mengatakan pertanyaan itu ditanyakan ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

    Dihubungi secara terpisah, Kejaksaan Agung mengatakan pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan KPK soal proses ekstradisi Paulus Tannos.

    “KPK dan Kejagung koordinasinya masih progres secara intensif terkait hal ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (24/01).

    Dia menegaskan pihaknya siap mendukung KPK dalam hal pemenuhan administrasi maupun koordinasi pemulangan Paulus Tannos.

    “Yang menangani perkara ini, kan, KPK. Jadi, teman-teman di KPK yang aktif, baik dalam pemenuhan administrasi maupun koordinasi pemulangannya. Prinsipnya, kami siap membantu,” jelasnya.

    Halaman 2 dari 4

    (whn/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • RI-Singapura Sepakat ‘Bersatu’ Pulangkan Tannos

    RI-Singapura Sepakat ‘Bersatu’ Pulangkan Tannos

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Singapura tengah berupaya mempercepat permintaan ekstradisi Indonesia untuk pengusaha RI yang juga buronan kasus e-KTP, Paulus Tannos. Hal ini disampaikan Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, Senin (10/3/2025).

    Dalam paparannya, Paulus saat ini ditahan tanpa jaminan setelah ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) pada 17 Januari. Shanmugam menyebut kasus ekstradisinya sedang disidangkan di pengadilan Singapura.

    “Semuanya tergantung pada dokumen yang kami peroleh, seberapa jelas dokumen tersebut dari Indonesia, dan argumen seperti apa yang diajukan Tannos, dan bagaimana pengadilan menyikapinya,” kata menteri tersebut dalam konferensi pers tentang masalah tersebut.

    “Dari sudut pandang pemerintah Singapura, kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mempercepatnya.”

    Shanmugam mengatakan lamanya proses pemulangan Tannos dikarenakan oleh gugatan penolakan ekstradisinya di pengadilan Singapura. Pasalnya, Paulus masuk dengan jalur yang formal, dan seberapa cepat kasus ini selesai tergantung pada argumen Tannos dan pengacaranya serta faktor-faktor seperti tanggal sidang.

    “Sidang bisa berbeda-beda tergantung kasusnya. Proses hukum lengkapnya, jika dipermasalahkan di setiap langkah dan rumit, bisa memakan waktu hingga 2 tahun,” kata Shanmugam.

    “Kami tidak bisa begitu saja menerbangkannya ke pesawat dan memulangkannya. Ada proses formal.”

    Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana Indonesia menanggapi proses Singapura, Shanmugam mengatakan bahwa Kamar Jaksa Agung (AGC) terus berkomunikasi dengan mitranya di Indonesia.

    “Saya kira selama ini kami fokus pada pengajuan permohonan di pengadilan, dan mereka (pihak Indonesia) paham prosesnya,” tuturnya.

    Pengusaha Paulus Tannos pada tahun 2019 ditetapkan oleh Indonesia sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. Pengusaha yang juga dikenal dengan nama Tjhin Thian Po ini telah tinggal di Singapura sejak 2017.

    Singapura menerima permintaan pertama ekstradisi Tannos pada 19 Desember tahun lalu. Pengusaha itu diduga membantu perusahaannya PT Sandipala Arthaputra mengamankan tender yang curang untuk proyek pemerintah, dan menggelapkan sekitar Rp 140 miliar dari proyek tersebut antara tahun 2011 dan 2013.

    Setelah penangkapannya, Tannos ditahan tanpa jaminan. Meskipun Tannos menunjukkan paspor diplomatik dari negara Afrika Barat, Guinea-Bissau, pemerintah Singapura diberitahu oleh AGC bahwa pemerintah tidak memberikan kekebalan diplomatik, karena ia tidak terakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri.

    “Singapura menanggapi permintaan dari Indonesia dengan sangat serius. Ini adalah kasus pertama di bawah perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia,” tambah Shanmugam.

    “Dia tidak memiliki kekebalan diplomatik untuk mencegah penangkapan dan ekstradisi. Itulah posisi pemerintah.”

    Ekstradisi mengacu pada penyerahan individu yang dicari karena kejahatan di negara lain. Singapura juga memiliki perjanjian ekstradisi dengan tempat lain, seperti Jerman, Hong Kong, Malaysia, dan Amerika Serikat.

    (luc/luc)

  • Proses Ekstradisi Paulus Tannos Berjalan Lama, Ini Kata Singapura

    Proses Ekstradisi Paulus Tannos Berjalan Lama, Ini Kata Singapura

    Jakarta

    Kementerian Hukum Singapura mengatakan pihaknya akan berusaha mempercepat proses ekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, seperti yang diminta pemerintah Indonesia.

    Namun demikian, menurut otoritas hukum Singapura, upaya untuk mengekstradisi Tannos ke Indonesia akan memakan waktu setelah yang bersangkutan mengajukan gugatan hukum.

    Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, menegaskan hal itu dalam jumpa pers, Senin (10/03), seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

    Paulus Tannos diduga terlibat skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP.

    Hasil penyelidikan KPK mengungkapkan kasus ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,3 triliun.

    Dia dinyatakan buron oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 19 Oktober 2021, dan diyakini telah tinggal di Singapura semenjak 2017.

    Menurut Shanmugam, sebagaimana dikutip dari The Straits Times, Tannos telah menyewa pengacara dan akan menentang upaya ekstradisi itu.

    “Jika Tannos tidak menentang ekstradisinya, dia dapat diekstradisi dalam waktu enam bulan, bahkan mungkin kurang,” ujarnya.

    “Dan jika pengadilan memerintahkan ekstradisi, dia berhak mengajukan banding,” imbuhnya.

    Seperti diketahui, Paulus Tannos dilaporkan memiliki paspor diplomatik yang sah, yaitu dari negara Guinea-Bissau di Afrika Barat.

    Hal itu diutarakan pengacaranya pada sidang ekstradisinya, 23 Januari 2025 lalu, yang digelar otoritas hukum Singapura.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, dalam jumpa pers Senin, 10 Maret 2025, mengatakan, jika paspor Paulus Tannos tidak sah atau palsu, maka dia dapat diekstradisi dengan relatif cepat.

    Namun lantaran Tannos memasuki Singapura dengan paspor yang sah, maka otoritas hukum Singapura tidak mudah untuk memulangkannya begitu saja, katanya.

    “Tidak mungkin kami bisa langsung menerbangkannya ke pesawat dan memulangkannya. Ada proses formal.”

    Walaupun demikian, tambahnya, tidak berarti Tannos memiliki kekebalan diplomatik, karena dia tidak terakreditasi di Kementerian Luar Negeri Singapura.

    Menurut Shanmugam, sidang peradilan terakhir Tannos dijadwalkan pada 7 Maret 2025, tetapi yang bersangkutan mengaku sakit dan dirawat di rumah sakit.

    Dia telah dijadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan pada 13 Maret dan 19 Maret 2025.

    Kapan pemerintah Indonesia meminta ekstradisi Paulus Tannos?

    Di Indonesia, muncul pertanyaan yang dikutip media terkait proses ekstradisi Tannos yang dianggap berlarut-larut itu.

    Pertanyaan itu didasari bahwa sebelumnya Tannos sudah ditangkap otoritas hukum Indonesia.

    Selain itu, Indonesia dan Singapura sudah memiliki perjanjian tentang ekstradisi

    Shanmugam membenarkan bahwa pemerintah Indonesia sudah mengajukan permintaan resmi agar Tannos diekstradisi ke Indonesia.

    Pemerintah Singapura telah menerima permintaan ekstradisi resmi dan dokumen pendukung dari otoritas Indonesia pada 24 Februari 2025 lalu.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum Indonesia Edward Hiariej mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan dokumen-dokumen untuk proses ekstradisi Paulus Tannos.

    “Itu [dokumen] sudah diserahkan ke pihak Singapura Minggu lalu, Singapura akan meneliti, dia akan mempelajari dulu,” kata Eddy kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025 lalu.

    Secara terpisah, Ketua KPK Setyo Budiyanto berujar seluruh dokumen yang disyaratkan untuk proses ekstradisi itu sudah dikirim ke otoritas Singapura pada pekan kedua Februari 2025 lalu.

    “Minggu lalu sudah dibawa ke Pemerintah Singapura,” kata Setyo, Senin (24/02).

    Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura melaporkan bahwa buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT), saat ini ditahan di Penjara Changi.

    Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, menjelaskan bahwa Tannos tidak pernah ditahan di KBRI Singapura.

    “Sejak tanggal 17 Januari 2025, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara (provisional arrest request), Paulus Tannos ditahan di Changi Prison,” ungkapnya kepada kantor berita Antara, Sabtu (25/01).

    Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    “Perintah penahanan diterbitkan oleh Pengadilan Singapura setelah Tannos dihadapkan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Ini merupakan wujud kerja sama, komunikasi, dan koordinasi yang efektif antara kedua negara dalam memastikan implementasi perjanjian ekstradisi,” tambahnya.

    Tannos, menurut Suryopratomo, tidak ditangkap langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Singapura, tapi melalui prosedur hukum yang melibatkan CPIB dan aparat penegak hukum Singapura.

    KBRI Singapura menghormati sikap CPIB yang tidak mengungkapkan detail lebih lanjut mengenai proses menghadapkan Paulus Tannos ke pengadilan.

    “Yang terpenting, saat ini Paulus Tannos sudah ditahan di Changi Prison, dan proses hukum sementara masih berlangsung dan dalam kewenangan Pengadilan Singapura,” kata Suryopratomo.

    Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, menyampaikan bahwa penahanan sementara ini merupakan langkah awal dalam proses ekstradisi PT.

    “Provisional arrest dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” ujarnya.

    Kabar penangkapan Paulus Tannos disampaikan KPK, pada Jumat (24/01).

    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto saat dikonfirmasi Antara.

    Saat ini KPK tengah koordinasi dengan polisi, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum untuk mengekstradisi Paulus Tannos ke Indonesia, tambahnya.

    “Sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar Fitroh.

    Paulus Tannos adalah pimpinan PT Sandipala Arthapura.

    Perusahaan Tannos ini, menurut KPK, bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi, dan distribusi blangko e-KTP.

    Bersama tersangka lainnya, Paulus diduga melakukan kongkalikong demi menguntungkan mereka dalam proyek e-KTP.

    Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dari kasus ini.

    Tiga tersangka lainnya sudah diadili, namun Tannos dinyatakan buron oleh KPK sejak 2021.

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin dilaporkan sudah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu.

    Sejumlah media melaporkan Tannos sudah menjadi penduduk tetap negara itu.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos tidak akan memengaruhi proses ekstradisinya.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Jumat (24/01).

    Sejak kapan Paulus Tannos kabur ke Singapura?

    Pada 13 Agustus 2019, KPK telah mengumumkan empat orang tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

    Mereka adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, dan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.

    Dua tersangka lainnya adalah anggota DPR (20142019) Miryam S. Haryani, serta eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

    Miryam, Isnu dan Husni telah diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Adapun Paulus Tannos sempat dinyatakan buron oleh KPK.

    Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dari kasus ini.

    Baca juga:

    Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Seperti dilaporkan Kompas.com yang mengutip Antara, Selasa, 13 September 2019, Paulus tinggal di Singapura bersama keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Dia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip Surat Izin Mengemudi (SIM).

    Apa peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi e-KTP?

    KPK mengatakan akta perjanjian konsorsium proyek e-KTP menyebut perusahaan Paulus (PT Sandipala Arthaputra) bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP, seperti dilaporkan Detik.com.

    Hasil penyelidikan KPK, yang diumummkan kepada publik pada 2019, Paulus Tannos diduga melakukan kongkalikong dengan melakukan pertemuan untuk menghasilkan peraturan yang bersifat teknis.

    Menurut laporan Detik.com, pertemuan itu diduga terjadi sebelum proyek dilelang.

    Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, mengatakan Paulus Tannos diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka Isnu Edhi Wijaya.

    Pertemuan ini, menurut KPK, membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5%.

    Dalam pertemuan itu membahas pula skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.

    Paulus dkk lalu melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Misalnya, prosedur operasional standar (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Disebutkan peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP, salah satunya, melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang mengatakan, Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    KPK menduga perusahaan Paulus Tannos diperkaya Rp 145 miliar dari proyek e-KTP.

    Saut menjelaskan, fakta seperti itu juga terekam dalam putusan terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini,” ujar Saut.

    KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2019. Paulus saat itu disebut telah mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po.

    Apa langkah yang akan dilakukan Kemenkum?

    Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan pihaknya akan memproses ekstradisi buronan Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin dari Singapura.

    “Permohonan dari Kejaksaan Agung, kami sudah terima,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kantor Kemenkum, Jakarta, Jumat (24/01), seperti dilaporkan kantor berita Antara.

    Saat ini permintaan ekstradisi sedang diproses oleh Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum, katanya.

    Dia menjelaskan sejauh ini masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan, yakni baik dari Kejaksaan Agung maupun Interpol Mabes Polri.

    “Jadi, masih ada dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur OPHI saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi, dan saya pikir sudah berjalan,” ujarnya.

    Ditanya wartawan kapan ekstradisi atas Paulus, Supratman mengatakan pertanyaan itu ditanyakan ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

    Dihubungi secara terpisah, Kejaksaan Agung mengatakan pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan KPK soal proses ekstradisi Paulus Tannos.

    “KPK dan Kejagung koordinasinya masih progres secara intensif terkait hal ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (24/01).

    Dia menegaskan pihaknya siap mendukung KPK dalam hal pemenuhan administrasi maupun koordinasi pemulangan Paulus Tannos.

    “Yang menangani perkara ini, kan, KPK. Jadi, teman-teman di KPK yang aktif, baik dalam pemenuhan administrasi maupun koordinasi pemulangannya. Prinsipnya, kami siap membantu,” jelasnya.

    Lihat juga Video Kasus Paulus Tannos Jadi Penjanjian Ekstradisi Perdana RI dengan Singapura

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemerintah Telah Kirim Berkas Lengkap Permohonan Ekstradisi Paulus Tannos

    Pemerintah Telah Kirim Berkas Lengkap Permohonan Ekstradisi Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah mengirimkan berkas permohonan ekstradisi buron kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos ke pemerintah Singapura. 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mengajukan proses ekstradisi Paulus telah dikirimkan ke otoritas Singapura sejak beberapa hari yang lalu. Dokumen maupun surat yang dibutuhkan itu dikirim melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu). 

    “Saya menandatangani sebagai otoritas pusat, dan saat ini kita sedang menunggu, karena sepengetahuan saya suratnya juga sudah diantar kepada pihak yang berwenang di Singapura,” ungkap Supratman kepada wartawan, dikutip Jumat (28/2/2025). 

    Supratman menjelaskan, dokumen-dokumen permohonan ekstradisi itu akan dihadirkan di Pengadilan Singapura. Untuk diketahui, Paulus mengajukan gugatan terhadap penahanan sementaranya oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa pemerintah Singapura bakal menginformasikan pemerintah Indonesia apabila ada kekurangan di sisi pemberkasan. 

    “Prinsipnya ada yang kurang pasti disampaikan ke kita, tetapi sepengetahuan saya semua yang dibutuhkan sudah kami lengkapi semua,” kata Supratman. 

    Adapun mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Divisi Hubungan Internasional Polri akan menjemput Tannos dari Singapura, apabila putusan pengadilan menolak gugatan buron itu. 

    Untuk diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Kepastian Ekstradisi Buronan KPK Paulus Tannos Tunggu Hasil Sidang di Singapura – Halaman all

    Kepastian Ekstradisi Buronan KPK Paulus Tannos Tunggu Hasil Sidang di Singapura – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas membeberkan perkembangan terbaru mengenai proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos di Singapura. 

    Dikatakan Supratman, seluruh dokumen permohonan Paulus Tannos sudah diterima otoritas Singapura.

    “Semua surat yang dibutuhkan untuk permintaan ekstradisi telah saya tandatangani dan lewat Kementerian Luar Negeri itu sudah mengirimkan karena yang mengirim Kementerian Luar Negeri,” kata Supratman kepada wartawan, Jumat (28/2/2025).

    Supratman menyebut seluruh dokumen ekstradisi telah dikirim ke Singapura pada pekan ini. 

    Pemerintah Indonesia saat ini menunggu hasil sidang di Singapura terkait kepastian untuk memulangkan Paulus Tannos ke Tanah Air.

    “Saat ini kita tinggal menunggu karena sepengetahuan saya suratnya sudah diantar kepada pihak berwenang di Singapura. Yang pasti kan karena lagi berproses di sana sekarang dan yang bersangkutan mengajukan upaya hukum, tentu pasti akan dilakukan proses sesuai aturan hukum yang ada di Singapura,” kata Supratman.

    “Prinsipnya kalau ada yang kurang pasti disampaikan ke kita, tetapi sepengetahuan saya semua yang dibutuhkan sudah kami lengkapi semua,” sambung politikus Partai Gerindra ini.

    Menkum menjamin kesiapan otoritas Indonesia dalam menjemput Paulus Tannos jika permohonan ekstradisi itu telah disetujui pengadilan Singapura. 

    Dia mengatakan tim penjemputan Paulus Tannos akan menjadi kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Hubinter Polri.

    “Silakan tanya KPK dan Hubinter Mabes Polri. Itu KPK yang punya ranah kalau soal itu (penjemputan Paulus Tannos),” ujar Supratman.

    Dihubungi terpisah, Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum, Widodo, mengatakan pihaknya saat ini menunggu kabar baik dari pemerintah Singapura terkait permohonan ekstradisi Paulus Tannos.

    “Sampai saat ini kami dibantu rekan-rekan kementerian/lembaga terkait sudah menyampaikan dokumen kelengkapan ke Singapura dan sudah diterima. Adapun perkembangannya menunggu hasil proses hukum di Singapura, doakan semoga dimudahkan dan dilancarkan usahanya,” kata Widodo.

    Korupsi Megaproyek Pengadaan e-KTP

    Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, merupakan buronan KPK di kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun. 

    Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.

    Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 silam. 

    Dia kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik. 

    Tannos tercatat memiliki paspor Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

    Pelarian Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun ini. 

    Tannos ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.

    Saat ini Paulus Tannos sedang menjalani sidang ekstradisi di Pengadilan Singapura.

    Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025) untuk melengkapi syarat ekstradisi. 

    Batas akhir Pemerintah RI melengkapi syarat ekstradisi hingga 3 Maret 2025.

  • Menkum Supratman Optimistis Singapura Kabulkan Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos

    Menkum Supratman Optimistis Singapura Kabulkan Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya optimistis otoritas Singapura mengabulkan dokumen ekstradisi buron kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos. Pasalnya, kata dia, Indonesia dan Singapura merupakan dua negara sahabat yang selama ini membangun relasi yang baik.

    “Ya harus optimistis dong. Kita kan dua negara sahabat dan sudah menandatangani perjanjian ekstradisi. Namun demikian, kami hanya menyampaikan surat terkait dengan itu. Nanti menyangkut teknisnya karena ditangani oleh KPK dan juga bersama dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri,” ujar Supratman seusai rapat kerja dengan Komisi XIII DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

    Supratman mengatakan dirinya sudah menandatangani berkas ekstradisi Paulus Tannos tersebut dan secepatnya surat tersebut diberikan ke otoritas Singapura.

    “Alhamdulillah kemarin harusnya sih dokumennya insyaallah sesegera mungkin. Saya juga sudah menandatangani surat untuk permintaan ekstradisi Paulus Tannos,” tandas dia. 

    Dia mengatakan dokumen ekstradisi harus segera dituntaskan agar Paulus Tannos dipulangkan ke Indonesia untuk mengikuti proses hukum selanjutnya. 

    “Terkait tugas otoritas pusat yang ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) terutama permintaan ekstradisi atas nama inisial PT (Paulus Tannos). Alhamdulillah kemarin komunikasi kami dengan seluruh APH baik KPK, Kejagung, dan Polri, kami bersama-sama sekuat untuk melengkapi dokumen supaya secepatnya,” pungkas Supratman.

    Diketahui, Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025. Kini, Indonesia sedang berupaya memulangkan Paulus Tannos untuk mengikuti proses hukum di Indonesia. Paulus Tannos diketahui memiliki kewarganegaraan ganda.

    Paulus Tannos merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Selain dia, eks anggota DPR Miryam S Haryani juga menjadi tersangka.

    Miryam dan Paulus Tannos Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.