Tag: Paulus Tannos

  • Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan

    Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan

    Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, buron kasus E-KTP,
    Paulus Tannos
    , menjalani dua proses sidang di Singapura.
    Pertama, sidang terkait permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan. Hasilnya, Pengadilan Singapura menolak permohonan Paulus Tannos.
    Kedua, sidang terkait permintaan
    ekstradisi
    .
    “Yang diputus ini adalah permohonan
    provisional arrest
    . Sudah
    clear
    ya? Bahwa yang diputus sekarang ini adalah permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan, belum masuk ke pokok perkaranya, kemudian terkait dengan permintaan kita untuk ekstradisi,” kata Supratman di Graha Pengayoman, Kemenkum, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Supratman mengatakan, sidang terkait
    ekstradisi Paulus Tannos
    dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025.
    Dia mengatakan, sidang tersebut akan memasuki pokok perkara terkait apakah permintaan ekstradisi Paulus Tannos dikabulkan atau ditolak.
    “Karena nanti tanggal 23 sampai dengan tanggal 25 Juni ini, akan dilakukan pemeriksaan terkait dengan pokok perkara, yakni apakah permintaan ekstradisi kita itu akan dikabulkan atau ditolak,” ujarnya.
    Supratman mengatakan, jika sidang tersebut memutuskan permohonan ekstradisi diterima, maka pihak pemohon dan termohon bisa mengajukan banding satu kali.
    Selain itu, dia juga mengatakan, Paulus Tannos masih menolak secara sukarela untuk diekstradisi ke Indonesia.
    “Kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak, baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan, masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” kata dia.
    “Tetapi sampai dengan saat ini, yang bersangkutan, PT (Paulus Tannos), belum menyatakan kesediaannya secara sukarela untuk diekstradisi ke Indonesia,” ucap dia.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus E-KTP Paulus Tannos.
    Dengan demikian, Paulus Tannos tetap akan dilakukan penahanan di negara tersebut.
    “KPK menyambut positif putusan pengadilan Singapura yang telah menolak permohonan penangguhan DPO Paulus Tannos (PT), sehingga terhadap PT akan tetap dilakukan penahanan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
    Budi mengatakan, selanjutnya sidang pendahuluan Paulus Tannos dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025.
    “KPK berharap proses ekstradisi DPO PT berjalan lancar, dan menjadi preseden baik kerja sama kedua pihak, Indonesia-Singapura, dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.
    Budi mengatakan, KPK secara intens telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapura untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mendapatkan kabar soal putusan Pengadilan Singapura atas penangguhan penahanan buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Singapura.

    Untuk diketahui, saat itu Supratman menjadi salah satu menteri yang ikut mendampingi Prabowo bertemu dengan Presiden maupun Perdana Menteri (PM) Singapura. Pada saat itu, dia turut mendapatkan kabar soal putusan hakim pengadilan Singapura yang menolak penangguhan penahanan dengan jaminan (provisional arrest) terhadap Paulus Tannos. 

    “Kemarin tanggal 16, kami di Kementerian Hukum, saya didampingi oleh Pak Dirjen AHU dan juga Staf Khusus Menteri telah menerima pemberitahuan dari Otoritas Pusat di Singapura terkait dengan keputusan Pengadilan Singapura terkait dengan permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan atau yang kita kenal dengan istilah provisional arrest,” ungkapnya pada konferensi pers di kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

    Adapun Supratman mengaku pada pertemuan Presiden Prabowo serta Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam, serta PM Singapura Lawrence Wong, turut membicarakan soal komitmen dalam menjalankan perjanjian atau mutual legal assistance (MLA) masalah pidana, termasuk di dalamnya terkait dengan ekstradisi. 

    Akan tetapi, politisi Partai Gerindra tersebut memastikan bahwa pemimpin kedua negara tidak membahas secara spesifik soal kasus Paulus Tannos. 

    “Kemarin tapi tidak membicarakan kasus sama sekali, hanya menyampaikan bahwa baik Presiden Singapura maupun Perdana Menteri juga menyampaikan hal yang sama,” tuturnya. 

    Adapun dengan putusan pengadilan tersebut, Paulus ditetapkan harus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan untuk memutuskan soal nasib ekstradisinya pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan.

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada tanggal 23 hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. 

    Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi.

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan di Singapura telah menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos. Dengan demikian, Paulus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan. 

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada 23 Juni hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Buron KPK itu nantinya akan menjalani sidang gugatan yang diajukan olehnya terhadap penahanan oleh otoritas Singapura sejak awal 2025 ini. 

    Berhasilnya pemulangan Paulus ke Indonesia, terang Budi, bakal menandakan preseden baik kerja sama antara kedua pihak yang Indonesia dan Singapura dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, keduanya telah menandatangani perjanjian ekstradisi, dan diterapkan secara perdana pada kasus Paulus Tannos ini.

    Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapura untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi ini.

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi. 

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Adapun Menteri Hukum Supratman Andi Agtas enggan berandai-andai apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan. 

    Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura. 

    “Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai,” kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Rabu (4/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • KPK Apresiasi Penangguhan Penahanan Buron Korupsi E-KTP Paulus Tannos Ditolak Singapura – Page 3

    KPK Apresiasi Penangguhan Penahanan Buron Korupsi E-KTP Paulus Tannos Ditolak Singapura – Page 3

    Proses ekstradisi atas nama buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik alias e-KTP, Paulus Tannos (PT) dari Singapura ke Indonesia mulai mendapatkan titik terang. Hal ini setelah Pengadilan di Singapura memutuskan menolak pengajuan penangguhan penahanan dengan jaminan (bail) yang diajukan Paulus Tannos.

    Berdasarkan informasi yang disampaikan Attorney – General’s Chambers (AGC) Singapura, selaku otoritas pusat Singapura pada Senin 16 Juni 2025 kemarin, menyatakan putusan pengadilan juga memerintahkan agar Paulus Tannos tetap ditahan.

    “Informasi yang kami dapatkan langsung dari otoritas resmi Singapura yaitu AGC, mudah mudahan mempercepat proses pengadilan dan kita bisa segera melakukan ekstradisi atas nama PT” ujar Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas dalam keterangan tertulis, Selasa (17/6/2025).

    Menkum juga menggarisbawahi bahwa keputusan ini adalah cerminan bentuk komitmen dari Pemerintah Singapura atas pelaksanaan Perjanjian Ekstradisi yang sudah disepakati bersama.

    “Kita patut bersyukur ini adalah langkah awal dari hubungan kedua negara terutama dalam penegakan hukum, saya mengajak semua pihak untuk saling mendukung, dan tentu kita tidak bisa mengintervensi proses hukum di Singapura” kata Menteri Supratman Andi Agtas.

     

  • Isu Politik-Hukum: Jokowi ke PSI hingga Ekstradisi Paulus Tannnos

    Isu Politik-Hukum: Jokowi ke PSI hingga Ekstradisi Paulus Tannnos

    Jakarta, Beritasatu.com – Rencana mantan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan ikut bursa pemilihan ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hingga soal ekstradisi Paulus Tannos menjadi dua di antara lima isu politik-hukum terkini Beritasatu.com.

    Selain itu, ada juga soal tanggapan pengamat mengenai keinginan pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka dan juga soal respons tidak adanya reshuffle kabinet.

    Berikut 5 isu politik-hukum terkini: 

    1. Jokowi Masih Lihat Dukungan Arus Bawah untuk Maju Jadi Ketum PSI

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait kesiapan dirinya ikut dalam bursa pemilihan ketua umum Partai Solidaritas Perseorangan (PSI) dalam kongres di Kota Solo, Jawa Tengah pada Juli 2025.

    Jokowi akan melihat terlebih dahulu seberapa besar dukungan arus bawah PSI terhadap dirinya sebelum memutuskan untuk maju sebagai calon ketua umum. 

    “Ya saya belum turun ke bawah, masih melihat dukungan dari bawah seperti apa,” ujar Jokowi kepada awak media di kediamannya di Jalan Kutai Utara, Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jumat (13/6/2025).

    2. Prabowo Tak Reshuffle Kabinet, Golkar: Keputusan Tepat

    Politisi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menyambut positif pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan tidak melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Menurut Doli, pernyataan tersebut mampu meredam spekulasi liar dan memberikan ruang bagi para menteri untuk fokus menjalankan program-program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Itu adalah pernyataan yang tepat, disampaikan oleh orang yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Saya sering katakan reshuffle sudah selesai dalam konteks pembentukan kabinet,” ujar Doli di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (13/6/2025).

    Doli menegaskan Partai Golkar tetap menghormati prerogatif presiden dalam melakukan perombakan kabinet. Karena itu, pihaknya mendukung ketegasan Presiden Prabowo dalam merespons isu-isu liar yang kerap mengganggu stabilitas pemerintahan.

  • KPK Optimistis Paulus Tannos Segera Diekstradisi dari Singapura

    KPK Optimistis Paulus Tannos Segera Diekstradisi dari Singapura

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto masih optimistis proses ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, dari Singapura ke Indonesia dapat segera terwujud.

    Setyo enggan berspekulasi terkait pembebasan Paulus Tannos oleh otoritas Singapura. Ia menegaskan pemerintah Indonesia dan Singapura telah menjalin kerja sama yang baik untuk mendukung proses ekstradisi tersebut.

    “Saya kira kita tidak bisa berspekulasi. Semua pakar bisa berpendapat, tetapi sistem hukum di Singapura berbeda dengan Indonesia. Namun, seluruh permintaan dari pemerintah Singapura sudah kami penuhi,” ujar Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Ia menambahkan, KPK bersama Kementerian Hukum dan aparat penegak hukum lainnya telah bekerja sama secara intensif untuk melengkapi dokumen dan syarat yang dibutuhkan oleh pihak Singapura dalam proses ekstradisi.

    “Sejauh ini, kami tetap optimistis. Ini merupakan ekstradisi pertama yang mudah-mudahan dapat terealisasi. Jika berhasil, ini bisa menjadi preseden positif untuk kasus buron lainnya, terutama jika lokasinya diketahui berada di Singapura,” jelasnya.

    KPK juga masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Hukum untuk melawan upaya penangguhan penahanan yang diajukan Paulus Tannos. Tannos diketahui mengajukan permohonan tersebut usai ditahan oleh otoritas Singapura.

    Juru Bicara KPK, Prasetyo Budi, mengatakan lembaganya mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus membangun kolaborasi dengan pemerintah Singapura demi menyukseskan proses ekstradisi.

    “KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berprogres bersama pemerintah Singapura. Kami akan terus berkoordinasi,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/6/2025).

    Ia menegaskan KPK akan memastikan proses penegakan hukum tindak pidana korupsi tetap berjalan secara efektif, termasuk dalam menangani kasus Paulus Tannos agar dapat segera dibawa pulang dan diadili di Indonesia.

    Paulus Tannos merupakan tersangka kasus mega korupsi proyek e-KTP yang buron sejak 2021. Ia akhirnya ditangkap di Singapura pada Januari 2025 atas permintaan resmi dari pemerintah Indonesia.

    Namun, kabar terbaru menyebutkan Paulus Tannos melakukan perlawanan hukum untuk menghindari ekstradisi dan menolak pulang ke Indonesia secara sukarela.

    “Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan hingga kini PT (Paulus Tannos) belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo, Senin (2/6/2025).

    Widodo menjelaskan, Tannos telah mengajukan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura. Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung Singapura tengah mengupayakan perlawanan atas permohonan tersebut.

    “Pihak AGC (Attorney-General’s Chambers) Singapura, atas permintaan pemerintah Indonesia, terus berupaya melakukan perlawanan terhadap permohonan penangguhan dari PT,” kata Widodo.

    Permohonan ekstradisi Paulus Tannos telah diajukan pemerintah Indonesia kepada otoritas Singapura sejak 20 Februari 2025. Dokumen tambahan diserahkan pada 23 April 2025 untuk memperkuat permintaan tersebut.

    Menurut Widodo, pengadilan Singapura akan menggelar sidang pendahuluan ekstradisi atau committal hearing pada 23–25 Juni 2025.

  • Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Perdana Digunakan untuk Pulangkan Buron KPK Paulus Tannos

    Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Perdana Digunakan untuk Pulangkan Buron KPK Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut upaya pemulangan buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, merupakan kasus perdana yang ditangani pemerintah menggunakan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia-Singapura. 

    Supratman mengatakan, Kementerian Hukum sebagai otoritas pusat di Indonesia telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura. Kini, pemerintah Indonesia hanya bisa menunggu proses persidangan yang akan digelar 23-25 Juni 2025. 

    Politisi Partai Gerindra itu menyebut, persidangan yang akan digelar pertengahan Juni itu berkaitan dengan penahanan Tannos oleh otoritas Singapura. 

    “Agenda sidangnya kan itu menyangkut soal penahanannya di sana, satu. Yang kedua, seluruh berkas yang diberikan oleh otoritas Singapura terkait dengan permohonan ekstradisi dari kita itu sudah dinyatakan lengkap. Jadi kita tunggu saja, menyangkut soal itu,” ungkap Supratman di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (4/6/2025). 

    Supratman lalu menyebut proses hukum yang bergulir di Singapura merupakan konsekuensi dari perjanjian ekstradisi antara RI-Singapura. Perjanjian itu disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR pada 2022 lalu.

    Adapun proses pemulangan Tannos yang telah ditahan otoritas Singapura sejak awal 2025 ini menggunakan perjanjian ekstradisi tersebut. Perjanjian itu pertama kali digunakan dalam kasus Tannos. 

    “Justru konsekuensi dari perjanjian ekstradisi yang kita tandatangani, MLA yang kita tandatangani dengan Singapura, ini case pertama. Jadi belum pernah ada sebelumnya, jadi ini case pertama,” ungkap pria yang pernah menjabat Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu. 

    Adapun Supratman enggan menjawab apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan. 

    Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura. 

    “Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai,” kata Supratman. 

    Sebelumnya, Dirjen AHU Kemenkum Widodo menyebut salah satu tersangka pada pengembangan kasus e-KTP itu masih dalam tahanan dan belum secara sukarela untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia. 

    “Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan posisi PT saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Widodo kepada wartawan, Senin (2/6/2025). 

    Widodo menyampaikan pemerintah Indonesia telah meminta pihak AGC Singapura agar terus melakukan upaya perlawanan terhadap permohonan Tannos.  

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Pada Maret 2025 lalu, lembaga antirasuah memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP. Bekas terpidana kasus e-KTP itu diperiksa, Rabu (19/3/2025).  

    Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Pada pemeriksaan Andi, penyidik mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR. 

    “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).  

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK.

  • Manuver Paulus Tannos dari Singapura: Tolak Diekstradisi, Malah Minta Penahanan Ditangguhkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Juni 2025

    Manuver Paulus Tannos dari Singapura: Tolak Diekstradisi, Malah Minta Penahanan Ditangguhkan Nasional 3 Juni 2025

    Manuver Paulus Tannos dari Singapura: Tolak Diekstradisi, Malah Minta Penahanan Ditangguhkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Buron kasus korupsi e-KTP,
    Paulus Tannos
    , menunjukkan manuver hukumnya dengan menolak proses ekstradisi dari Singapura ke Indonesia.
    Tak hanya itu, Paulus Tannos juga mencari celah hukum dengan mengajukan permohonan penangguhan penahanannya.
    “Saat ini PT (Paulus Tannos) tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura,”  kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum, Widodo, Senin (2/6/2025).
    Widodo mengatakan,pemerintah berupaya melakukan perlawanan terhadap permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Tannos.
    “Pihak AGC (Kejaksaan) Singapura, atas permintaan pemerintah Indonesia, terus berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap permohonan PT tersebut,” ujar dia.
    Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP dan merugikan negara triliunan rupiah. 
    Namanya masuk daftar pencarian orang pada 22 Agustus 2022 dan ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025 lalu.
    Namun, Paulus Tannos belum dapat diekstradisi ke Indonesia karena ia menempuh jalur hukum di Singapura.
    Widodo menyebutkan, proses hukum Paulus Tannos di Singapura masih berjalan.
    Pemerintah sebelumnya telah menyampaikan permohonan ekstradisi kepada pihak Otoritas Singapura pada 20 Februari 2025 dan tambahan informasi pada 23 April 2025 melalui jalur diplomatik.
    Sidang pendahuluan atau committal hearing
    ekstradisi Paulus Tannos
    akan digelar di Pengadilan Singapura pada 23-25 Juni 2025.
    “Saat ini status PT (Paulus Tannos) masih ditahan dan
    committal hearing
    (sidang pendahuluan) telah dijadwalkan pada 23–25 Juni 2025,” kata Widodo saat dihubungi, Senin (2/6/2025).
    Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) Setyo Budiyanto mengatakan, sudah menerima informasi Paulus Tannos mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada otoritas Singapura.
    Setyo bilang, permohonan tersebut belum dikabulkan otoritas Singapura.
    “Terinformasi pengajuan penangguhan Tannos belum disetujui,” kata Setyo saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin.
    Setyo mengatakan, saat ini proses tuntutan ekstradisi Paulus Tannos masih berjalan di Singapura.
    Dia memastikan KPK dan Kementerian Hukum terus memantau proses ekstradisi tersebut.
    “Dan sampai hari ini masih intens komunikasi antar pemerintah,” ujar dia.
    Senada dengan Ketua KPK, Chairman Southeast Asia Anticorruption Syndicate (SEA Action) M Praswad Nugraha yakin Otoritas Singapura bakal menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron Paulus Tannos.
    Sebab, kata dia, otoritas Singapura sejak awal telah menunjukkan keseriusan membantu pemerintah Indonesia dengan menangkap Paulus Tannos pada Januari lalu.
    “Kami menyakini bahwa Lembaga Yudikatif Singapura, serta Penegak Hukum Singapura, memiliki komitmen yang serius untuk menolak penundaan penahanan dan mendukung ekstradisi Paulus Tannos,” kata Praswad saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin.
    Praswad mengatakan, proses ekstradisi akan menjadi pembuktian, terlebih Singapura merupakan negara dengan Indeks Persepsi Korupsi yang tinggi, dan kejahatan yang dilakukan Paulus Tannos adalah korupsi yang diakui dalam konteks global.
     
    “Menjadi pertanyaan justru apabila permohonan Tannos diterima,” ujar dia.
    Sementara itu, Praswad mengatakan, komitmen dan konsistensi KPK perlu dijaga agar terus menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
    Menurut Praswad, KPK sudah berupaya untuk melakukan pemeriksaan kepada Paulus Tannos pada akhir Mei 2025.
    Namun, Paulus Tannos meminta adanya pemeriksaan secara informal sehingga KPK menolak.
    “Kami melihat langkah tersebut sudah tepat karena kasus ini harus diselesaikan secara akuntabel. Hal yang dipastikan adalah KPK mampu bergerak cepat dalam menindaklanjuti situasi pasca upaya Tannos ini, sehingga kasus ini secara tuntas dapat diselesaikan,” ucap dia.
    Secara terpisah, anggota Komisi XIII DPR Mafirion mengecam manuver hukum yang dilakukan Paulus Tannos di Singapura tersebut.
    “Ini bukan sekadar penghindaran hukum, tapi bentuk pelecehan terhadap kedaulatan hukum negara. Sebagai Anggota Komisi XIII DPR RI, saya menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh buronan,” kata Mafirion, dalam keterangannya, Senin.
    Mafirion mengatakan, penyelesaian kasus Paulus bukan sekadar soal hukum, melainkan terkait wibawa bangsa Indonesia.
    “Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat,” ujar dia.
    Oleh karena itu, Mafirion meminta Kementerian Hukum untuk mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis, memastikan semua dokumen hukum disiapkan secara rapi dan meyakinkan.
    Pemerintah perlu berkoordinasi erat dengan otoritas Singapura, termasuk melalui jalur diplomatik dan hukum, untuk menghadapi permohonan penangguhan yang diajukan oleh Paulus Tannos.
    “Memaksimalkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan, sebagai bentuk komitmen bersama dalam melawan kejahatan lintas negara,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Desak Pemerintah Ambil Tindakan Diplomasi Tegas untuk Pulangkan Paulus Tannos

    DPR Desak Pemerintah Ambil Tindakan Diplomasi Tegas untuk Pulangkan Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XIII DPR mendorong pemerintah agar terus menggencarkan diplomasi yang tegas atau imperatif untuk membawa pulang buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP Paulus Tannos.

    Dorongan tersebut disampaikan Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya dalam rangka menyikapi Paulus Tannos yang disebut masih enggan menyerahkan diri ke penegak hukum untuk diekstradisi ke Indonesia secara sukarela.

    “Tidak ada urusan berkenan atau tidak berkenan dari Tannos. Pemerintah perlu mempertimbangkan menggunakan diplomasi yang lebih imperatif kepada pemerintah Singapura. Hal ini untuk menunjukkan betapa besar kerusakan yang telah dibuat Tannos di Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin (2/6/2025).

    Menurut legislator NasDem ini, Indonesia memiliki modal kuat untuk menggencarkan diplomasi imperatif. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang sudah lama membangun kerja sama dengan Singapura dalam berbagai bidang.

    Selain itu, menurutnya juga perjanjian ekstradisi Paulus Tannos yang telah disepakati bersama antara Indonesia dan Singapura jelas bisa menjadi kerangka untuk diplomasi imperatif. Bahkan, Indonesia dan Singapura sama-sama meletakkan korupsi sebagai kejahatan yang serius (double criminality).

    “Kita juga punya kerjasama keamanan kawasan di mana Indonesia berupaya serius mencegah potensi bahaya yang singgah di sini dan menyasar Singapura. Ini semua bisa jadi ajuan pertimbangan diplomasi kita,” jelasnya. 

    Tak sampai di situ, Willy juga berpandangan diplomasi imperatif sangat diperlukan karena Tannos terus berupaya lari dari tanggung jawabnya. 

    Diplomasi yang dimaksudnya ini bisa dilakukan dengan menyampaikan nota diplomatik yang memberi penjelasan keseriusan kerusakan yang telah dilakukan Tannos.

    “Kita tinggal perlu menegaskan betapa penting dan mendesaknya pertanggungjawaban Tannos di Indonesia kepada pemerintah dan aparat hukum Singapura. Ini perlu sinergis pemerintah, DPR, dan pihak-pihak terkait lainnya,” tegasnya.

    Paulus Tannos Ogah Balik ke RI

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum (Kemenkum) menyebut pemerintah Indonesia telah secara resmi menyampaikan permohonan ekstradisi Paulus Tannos ke Otoritas di Singapura pada 20 Februari 2025 secara jalur diplomatik. 

    Kemudian, permintaan dokumen tambahan seperti affidavit tambahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penegak hukum yang menangani kasus Tannos, juga sudah diserahkan sejak 23 April 2025.

    Saat ini, salah satu tersangka pada pengembangan kasus e-KTP itu masih dalam tahanan dan belum secara sukarela untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia.

    “Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan posisi PT saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkum Widodo kepada wartawan, Senin (2/6/2025).  

    Oleh sebab itu, buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu telah melakukan gugatan untuk penangguhan penahanan ke Pengadilan Singapura.

  • Komisi XIII DPR: Pemerintah perlu diplomasi imperatif pulangkan Tannos

    Komisi XIII DPR: Pemerintah perlu diplomasi imperatif pulangkan Tannos

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu menggunakan upaya diplomasi secara imperatif atau dengan lebih tegas kepada pemerintah Singapura untuk bisa membawa pulang buronan tersangka korupsi e-KTP Paulus Tannos.

    Diplomasi yang tegas dan terukur, menurut dia, diperlukan agar niat membawa pulang Tannos dapat terwujud. Pasalnya, dia menilai bahwa buronan tersebut tidak bisa berkenan atau tidak berkenan jika berhadapan dengan hukum.

    “Pemerintah perlu mempertimbangkan menggunakan diplomasi yang lebih imperatif kepada pemerintah Singapura. Hal ini untuk menunjukkan betapa besar kerusakan yang telah dibuat Tannos di Indonesia,” kata Willy saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Dia mengatakan bahwa Indonesia memiliki modal cukup kuat untuk menggunakan diplomasi secara imperatif. Sebagai negara yang telah lama membangun kerja sama dalam berbagai bidang, menurut dia, Indonesia dapat menggunakan latar hubungan baik tersebut dalam diplomasi.

    Di samping itu, perjanjian ekstradisi yang telah disepakati Indonesia bersama Singapura bisa menjadi kerangkanya. Baik Indonesia maupun Singapura, kata dia, sama-sama meletakkan korupsi sebagai kejahatan yang serius.

    “Kita juga punya kerjasama keamanan kawasan, di mana Indonesia berupaya serius mencegah potensi bahaya yang singgah di sini dan menyasar Singapura. Ini semua bisa jadi ajuan pertimbangan diplomasi kita,” katanya.

    Menurut dia, diplomasi dengan lebih tegas bisa dilakukan dengan cara menyampaikan nota diplomatik yang memberi penjelasan keseriusan kerusakan yang telah dilakukan Tannos. Hal itu, kata dia, membutuhkan sinergi antara pemerintah, DPR, dan berbagai pihak lainnya.

    Dia pun mengapresiasi kinerja Kementerian Hukum dan penegak hukum yang telah melengkapi dokumen hukum yang diperlukan sebagai kunci penting dalam upaya membawa Tannos ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.

    Dari segi prosedural hukum dan perjanjian bersama, dia menilai sejauh ini Kementerian Hukum dan KPK sudah bekerja dengan baik. Demikian juga, kata dia, dengan Kementerian Luar Negeri yang sudah mengirimkan dokumen tersebut.

    “Kita tinggal perlu menegaskan betapa penting dan mendesaknya pertanggungjawaban Tannos di Indonesia kepada pemerintah dan aparat hukum Singapura,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025