Tag: Paulus Tannos

  • KPK: Paulus Tannos Dilarang Ajukan Praperadilan Gara-gara Masih DPO

    KPK: Paulus Tannos Dilarang Ajukan Praperadilan Gara-gara Masih DPO

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan Thian Po Tjhin alias Paulus Tannos seharusnya tidak bisa atau dilarang mengajukan praperadilan karena masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

    Diketahui pada hari ini, Senin (24/11/2025) pihak Paulus Tannos tengah menjalani sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pihaknya akan meminta penjelasan keabsahan DPO yang mengajukan praperadilan.

    “Kami nanti juga rencana akan menyampaikan terkait dengan keabsahan seorang DPO untuk mengajukan praperadilan,” kata Budi, Senin (24/11/2025).

    Sebab, larangan DPO mengajukan praperadilan tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1 tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).

    Dalam surat tersebut disampaikan bawa seseorang yang masuk DPO tidak bisa mengajukan praperadilan dan jika permohonan praperadilan dilakukan, maka putusan hakim tidak dapat diterima.

    Surat itu juga menjadi landasan bagi biro hukum KPK untuk mempertimbangkan praperadilan Paulus Tannos.

    “Tentu ini penting untuk dipertimbangkan oleh Majelis hakim sesuai dengan Sema 1 2018,” jelas Budi.

    Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019. Dia mengelabui petugas dan pergi ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.

    Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.

    Aparat penegak hukum di Indonesia bekerja sama dengan interpol di Singapura hingga akhirnya Paulus ditangkap. Setelahnya, dia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Kini, Paulus Tannos tengah menjalani sidang ekstradisi ke Indonesia.

  • KPK Heran Paulus Tannos Bisa Ajukan Praperadilan: Padahal Sudah DPO

    KPK Heran Paulus Tannos Bisa Ajukan Praperadilan: Padahal Sudah DPO

     

    Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku heran terhadap legal standing tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos (PT) dalam upaya praperadilan di Jakarta Selatan.

    Pasalnya, Paulus Tannos sudah berstatus buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Tahun 2021.

    “Kami nanti juga rencana akan menyampaikan terkait dengan keabsahan seorang DPO untuk mengajukan praperadilan. Tentu ini penting untuk dipertimbangkan oleh Majelis hakim sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung (Sema) 1 Tahun 2018,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin (24/11/2025).

    Adapun menurut dia, berdasarkan agenda diterima Biro Hukum KPK, bahwa sidang hari ini adalah mendengarkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Paulus Tannos selaku pemohon.

    “Nanti kami akan sampaikan ya (detil persidangan) Selain soal pembacaan permohonan praperadilan oleh pihak Paulus Tannos,”jelas dia.

    Budi memastikan, KPK akan siap mengikuti rangkaian agenda praperadilan yang diajukan Paulus Tannos.

    “KPK menghormati hak hukum saudara PT yang mengajukan pra-peradilan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan KTP elektronik,” jelas dia.

    “Kami meyakini objektifitas dan independensi hakim dalam memutus pra-peradilan ini nantinya. Kami juga meyakini komitmen penegakan hukum yang mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi,” imbuhnya menutup.

  • Paulus Tannos Masuk DPO dan Red Notice, Dilarang Ajukan Praperadilan

    Paulus Tannos Masuk DPO dan Red Notice, Dilarang Ajukan Praperadilan

    Jakarta

    Tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK. Kubu KPK mengatakan Paulus Tannos masih ada dalam daftar pencarian orang (DPO) dan red notice sehingga tak bisa mengajukan gugatan praperadilan.

    KPK menyinggung aturan dalam surat edaran Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2018. Surat itu, menurut KPK, melarang pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri dalam status daftar pencarian orang (DPO).

    “Bahwa pemohon ini statusnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) dan juga red notice. Jadi sampai saat ini statusnya masih DPO,” kata tim biro hukum KPK di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).

    “Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 ada larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status pencarian orang,” sambungnya.

    Hakim lalu meminta tanggapan KPK itu dimasukkan dalam jawaban tertulis yang akan disampaikan pada sidang Selasa (25/11). Dalam sidang hari ini, kubu Paulus Tannos meminta hakim menggugurkan status tersangka e-KTP.

    Pihak Paulus Tannos menyebut ada sejumlah cacat administrasi dalam surat penetapan tersangka Paulus Tannos yang dikeluarkan KPK. Pertama, tim pengacara Paulus menyebut KPK abai dalam menuliskan status warga negara Guinea-Bissau yang juga dimiliki Paulus Tannos.

    “Kebangsaan yang ditulis di bagian identitas ini adalah tidak lengkap dan keliru karena pemohon telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak tahun 2019 yang mana hal ini telah diberi oleh pemerintah Guinea-Bissau kepada pemerintah Indonesia sejak tanggal 5 September 2019,” ujar pengacara Paulus, Damian Agata Yuvens, membacakan gugatan praperadilan.

    Pengacara Paulus Tannos juga menyebutkan kliennya harus diproses berdasarkan hukum sebagai warga negara Guinea-Bissau.

    “Berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa objek praperadilan tidak memenuhi formalitas dari surat perintah penangkapan, berupa adanya identitas tersangka yang lengkap dan benar sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP dan karenanya beralasan bagi hakim praperadilan untuk menyatakan objek praperadilan tidak sah,” tutur Damian.

    Kubu Paulus Tannos juga menyoroti surat penetapan tersangka yang dikeluarkan KPK. Pihak Paulus menyatakan surat itu tidak sah karena tidak ditandatangani oleh penyidik.

    Surat penetapan tersangka Paulus Tannos diketahui diteken oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Nurul Ghufron. Kubu Paulus menyinggung revisi UU KPK yang menempatkan pimpinan KPK bukan lagi berstatus penyidik.

    Paulus Tannos ditetapkan KPK sebagai tersangka karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada 2019. Paulus Tannos ditetapkan tersangka meski keberadaannya tak diketahui di mana. Paulus Tannos diduga mengatur pertemuan-pertemuan yang menghasilkan peraturan teknis bahkan sebelum proyek dilelang.

    Dia kemudian secara menjadi buron sejak 19 Oktober 2021. Di Januari 2025, Paulus Tannos ditangkap di Singapura. Penangkapan itu merupakan permintaan dari otoritas Indonesia.

    Paulus Tannos saat ini masih menjalani persidangan ekstradisi di Singapura sebelum dipulangkan ke Indonesia. Pengadilan Singapura juga telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan buron kasus e-KTP, Paulus Tannos. Meski begitu, Paulus Tannos masih tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.

    Halaman 2 dari 3

    (ygs/haf)

  • KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos

    KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos.

    Sebagai informasi, gugatan dilayangkan pihak Paulus Tannos pada Jumat (31/10/2025) dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/2025/PN. JKT.SEL.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menghormati langkah hukum yang diajukan Paulus. Dia mengatakan, KPK akan menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut.

    “KPK sebagai pihak Termohon tentu akan menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut,” kata Budi, dikutip Senin (3/11/2025).

    Budi meyakini hakim akan bersikap objektif dan independen dalam memutuskan praperadilan yang sidang perdananya direncanakan berlangsung pada Senin (10/11/2025). Sebab, hal ini merupaka komitmen penegakan hukum untuk memberantas korupsi. 

    Budi menjelaskan bahwa penegakan hukum tidak hanya memberikan efek jera kepada pelaku, tetapi sekaligus memberikan keadilan bagi masyarakat serta menjadi bahan pembelajaran bagi publik untuk mencegah perbuatan korupsi.

    Terlebih, katanya, dalam kasus e-Ktp telah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah yang besar dan berdampak pada terhambatnya layanan publik di sektor kependudukan.

    Budi menegaskan bahwa lembaga antirasuah akan melaksanakan penegakan hukum dan mematuhi berbagai prosedur hukum sehingga tahap penyeledikan hingga tahap persidangan dapat dipertanggungjawabkan.

    “KPK pastikan bahwa dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi, selalu berpedoman dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga KPK menjamin legalitas segala tindakan penyelidikan dan penyidikan, serta keabsahan segala alat bukti yang didapatkan dalam penanganan perkara tersebut,” kata Budi. 

    Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019. Dia mengelabui petugas dan pergi ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.

    Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.

    Aparat penegak hukum di Indonesia bekerja sama dengan interpol di Singapura hingga akhirnya Paulus ditangkap. Setelahnya, dia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Kini dirinya tengah menjalani sidang ekstradisi ke Indonesia.

  • DPO Kasus Korupsi e-KTP Paulus Tannos Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel

    DPO Kasus Korupsi e-KTP Paulus Tannos Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel

    Bisnis.com, JAKARTA — Buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). 

    Gugatan dilayangkan untuk pihak termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/2025/PN. JKT.SEL, pada Jumat (31/10/2025).

    Berdasarkan laman resmi PN Jakarta Selatan, klasifikasi perkara dinyatakan sah atau tidaknya penangkapan. Kemudian petitum pemohon tertulis “belum dapat ditampilkan” dan jadwal sidang perdana akan digelar pada Senin (10/11/2025).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menghormati langkah hukum yang diajukan Paulus. Dia mengatakan, KPK akan menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut dan meyakini bahwa hakim akan objektif dalam menangani perkara.

    “Kami meyakini objektifitas dan independensi hakim dalam memutus pra-peradilan ini nantinya. Kami juga meyakini komitmen penegakan hukum yang mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi,” katanya dalam keterangan, dikutip Senin (3/11/2025).

    Budi menjelaskan bahwa penegakan hukum tidak hanya memeberikan efek jera kepada pelaku, tetapi sekaligus memberikan keadilan bagi masyarakat serta menjadi bahan pembelajaran bagi publik untuk mencegah perbuatan korupsi.

    Terlebih, katanya, dalam kasus e-Ktp telah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah yang besar dan berdampak pada terhambatnya layanan publik di sektor kependudukan.

    Budi menegaskan bahwa lembaga antirasuah akan melaksanakan penegakan hukum dan mematuhi berbagai prosedur hukum sehingga penyeledikan hingga tahap persidangan dapat dipertanggungjawabkan

    “KPK pastikan bahwa dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi, selalu berpedoman dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga KPK menjamin legalitas segala tindakan penyelidikan dan penyidikan, serta keabsahan segala alat bukti yang didapatkan dalam penanganan perkara tersebut,” kata Budi. 

    Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019. Dia mengelabui petugas dan pergi ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.

    Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.

    Aparat penegak hukum di Indonesia bekerja sama dengan interpol di Singapura hingga akhirnya Paulus ditangkap. Setelahnya, dia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Kini dirinya tengah menjalani sidang ekstradisi ke Indonesia.

  • Paulus Tannos Gugat Praperadilan KPK

    Paulus Tannos Gugat Praperadilan KPK

    Paulus Tannos Gugat Praperadilan KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Buronan kasus proyek E-KTP Paulus Tannos mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Gugatan ini dilayangkan Paulus Tannos pada Jumat (31/10/2025) dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/PN JKT.SEL.
    “Klasifikasi perkara: sah atau tidaknya penangkapan,” demikian dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, pada Senin (3/11/2025).
    Berdasarkan informasi SIPP PN Jaksel, mereka yang digugat Paulus Tannos adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Adapun jadwal sidang perdana akan dilaksanakan pada Senin (10/11/2025) mendatang.
    Secara terpisah, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, sebagai pihak termohon, KPK akan menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut.
    Budi mengatakan, KPK yakin objektivitas dan independensi hakim dalam memutus pra-peradilan ini nantinya.
    “Kami juga meyakini komitmen penegakan hukum yang mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi,” kata Budi dalam keterangannya, Senin.
    Terlebih, kata Budi, kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP ini tidak hanya menimbulkan kerugian negara dalam jumlah yang besar, namun juga berdampak pada terhambatnya pelayanan publik di sektor kependudukan.
    Dia memastikan KPK dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi, selalu berpedoman dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
    “Sehingga KPK menjamin legalitas segala tindakan penyelidikan dan penyidikan, serta keabsahan segala alat bukti yang didapatkan dalam penanganan perkara tersebut,” ucap dia.
    Sebelumnya, Paulus Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
    Penangkapan tersebut berawal dari pengajuan penahanan sementara oleh KPK melalui Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.
    Surat permohonan ini kemudian diteruskan kepada Interpol Singapura hingga sampai ke CPIB.
    Namun, Tannos tidak bisa langsung dibawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
    Saat ini, Paulus Tannos menjalani sidang ekstradisi di Pengadilan Singapura.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Bebas, KPK Janji Masih Tetap Kerja Harun Masiku

    Hasto Bebas, KPK Janji Masih Tetap Kerja Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA – Keberadaan Harun Masiku masih sulit terendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harun masih menjadi 5 DPO yang dikejar KPK.

    Diketahui, Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) pada tahun 2020. Perkara ini melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang sempat divonis penjara 3,5 tahun, tetapi bebas setelah memperoleh amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan meski hukuman Hasto telah diampuni, KPK tetap melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku.

    “Iya, tetap dicari,” kata Setyo saat ditanya wartawan kelanjutan kasus Harun Masiku usai Hasto mendapatkan Amnesti pada Rabu (6/8/2025).

    Setyo mengatakan selain Harun, KPK juga mengajar DPO lainnya seperti Paulus Tannos alias Thian PO Tjhin, Kirana Kotama, Emylia Said dan Herwansyah. 

    “Terhadap tersangka yang masih statusnya DPO. Itu juga tetap atensi, tetap perhatian oleh seluruh jajaran kedeputian penindakan,” jelasnya

    Setyo tidak menjelaskan detail mengenai strategi KPK menangkap para DPO dan menjadi pembahasan internal KPK. Lebih lanjut, Setyo menjelaskan terkait evaluasi pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Menurutnya, keputusan evaluasi tergantung para penyidik. 

    “Ya itu kembali kepada kebutuhan penyidik ya. Nanti penyidik lah yang akan memutuskan apakah ada relevansi, ataukah mungkin cukup dengan pemeriksaan saksi yang lain, ataukah statusnya seperti apa,” tandasnya.

  • KPK Sebut Masih Punya ‘Utang’ Tangkap 5 DPO, dari Paulus Tannos hingga Harun Masiku

    KPK Sebut Masih Punya ‘Utang’ Tangkap 5 DPO, dari Paulus Tannos hingga Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan masih ada lima Daftar Pencarian Orang (DPO) yang sampai saat ini masih belum di tangkap.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan KPK sudah melakukan berbagai upaya dan koordinasi kepada penegak hukum serta negara lain untuk menangkap lima DPO.

    “Hingga saat ini KPK sudah melakukan upaya-upaya, berkoodinasi dengan negara-negara lain untuk bisa menangkap mereka, tetapi hingga saat ini belum berhasil,” katanya di Gedung Juang KPK, Rabu (6/8/2025).

    Dirinya pun berharap bisa menangkap para DPO itu agar utang KPK bisa diselesaikan.

    “Tetapi hingga hari ini belum berhasil. Mudah-mudahan berkat doa dari seluruh masyarakat Indonesia KPK dapat segera menyelesaikan utang ini,” ucapnya.

    Adapun dia menampilkan lima DPO yang dimaksud, yaitu: 

    1. Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Paulus merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

    2. Harun Masiku, calon anggota legislatif PDIP. Harun merupakan tersangka kasus dugaan penyuapan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengenai pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024.

    3. Kirana Kotama, pemilik PT Perusa Sejati, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam Pengadaan Kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk Pemerintah Filipina Tahun 2014-2017.

    4 dan 5. Emylia Said dan Herwansyah ialah tersangka pemberi suap AKBP Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto. Emilya dan Herwansyah masuk ke DPO di Bareskrim atas kasus dugaan pemalsuan surat terkait perkara perebutan hak ahli waris PT ACM.

  • 8
                    
                        KPK Rilis 5 Foto Buronan Kasus Korupsi, Ada Harun Masiku hingga Paulus Tannos
                        Nasional

    8 KPK Rilis 5 Foto Buronan Kasus Korupsi, Ada Harun Masiku hingga Paulus Tannos Nasional

    KPK Rilis 5 Foto Buronan Kasus Korupsi, Ada Harun Masiku hingga Paulus Tannos
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis lima orang dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi pada Rabu (6/8/2025).
    “Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk 1 orang DPO sejak tahun 2017 dan 4 orang DPO tahun 2019-2024,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam Konferensi Pers Kinerja Semester I 2025 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu.
    Fitroh mengatakan, KPK terus berupaya mencari keberadaan seluruh DPO dengan berkoordinasi dengan negara-negara lain dan institusi terkait lainnya.
    Namun, hingga saat ini, pihaknya belum berhasil menangkap seluruh DPO.
    “Mudah-mudahan berkat doa dari seluruh masyarakat Indonesia, KPK dapat segera menyelesaikan utang ini,” ujarnya.
    Berikut lima DPO yang terjerat kasus korupsi:
    1. Paulus Tannos 
    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin berstatus buron sejak Agustus 2019 dalam perkara korupsi pengadaan e-KTP.
    Hingga 7 Juni 2025, Paulus telah ditangkap dan ditahan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dan telah menjalani sidang pendahuluan (committal hearing) terkait proses ekstradisi pada 23–25 Juni 2025.
    2. Harun Masiku
    Harun Masiku terjerat perkara suap penetapan anggota DPR RI 2019-2024.
    3. Kirana Kotama
    Kirana Kotama berstatus buron sejak 2017, dalam perkara pengadaan kapal di PT PAL tahun 2014.
    4. Emylia Said
    Emylia Said, dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat terkait dengan Perkara Perebutan Hak Ahli Waris PT Aria Citra Mulia (DPO tahun 2022).
    5. Herwansyah
    Herwansyah, dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat terkait dengan Perkara Perebutan Hak Ahli Waris PT Aria Citra Mulia (DPO tahun 2022).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara usai Hakim Pengadilan Singapura menetapkan bahwa sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos, masih dilanjutkan pada 7 Agustus 2025. 

    Untuk diketahui, sidang ekstradisi pada 23-25 Juni 2025 sebelumnya baru meliputi agenda mendengarkan keberatan pihak Paulus. Pada sidang selanjutnya, pihak Paulus akan menghadirkan saksi untuk mendukung keberatan mereka atas ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa proses sidang Paulus Tannos masih berlanjut. Dia juga menyebut Hakim sudah mengeluarkan penetapan. 

    Setyo memastikan agar pemerintah Indonesia, termasuk KPK, telah menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pengadilan Singapura dalam proses ekstradisi terhadap Paulus. 

    “KPK dapat info bahwa proses sidang masih lanjut dan, hakim mengeluarkan penetapan, salah satunya copy opinion of Indonesian expert witness, sudah diserahkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025). 

    Setyo tak memerinci lebih lanjut terkait dengan tanggapan lembaganya atas keberatan yang masih diajukan Paulus. 

    Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyebut persidangan ekstradisi Paulus berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya. 

    Pria yang akrab disapa Tommy itu mengungkap, pengacara Paulus menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi.

    “Belum tahu [proses ke depan] karena pengacara yang dipakai menggunakan segala cara untuk tidak diekstradisi. Akan makan waktu dan belum akan diputuskan cepat. Kita ikuti saja prosesnya,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura. 

    Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat. 

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu. 

    Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan.

    Proses Sidang Paulus Tannos 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sementara itu, proses penyelesaian kasus e-KTP yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.