Tag: Paulus Tannos

  • Menko Yusril: Paulus Tanos Ditangkap 2 Hari Lalu di Singapura – Page 3

    Menko Yusril: Paulus Tanos Ditangkap 2 Hari Lalu di Singapura – Page 3

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Paulus Tanos di Singapura. Diketahui, Paulus adalah buronan dari kasus megakorupsi e-KTP.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcayanto saat dikonfirmasi, Jumat (24/1/2025). 

    Fitroh menjelaskan, saat ini pihaknya sudah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Kejaksaan Agung untuk melengkapi syarat pemulangan Paulus ke Indonesia secepatnya.

    “Secepatnya,” tegas Fitroh.

    Sebagai informasi, Palus sudah berstatus buron atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. Sementara itu, Paulus sendiri menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019.

    Mereka adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

  • Profil Paulus Tannos Buron Kasus e-KTP Rp 2,3 Triliun yang Ditangkap, Sempat Jadi WN Afrika Selatan – Page 3

    Profil Paulus Tannos Buron Kasus e-KTP Rp 2,3 Triliun yang Ditangkap, Sempat Jadi WN Afrika Selatan – Page 3

    Seiring dengan pencarian Paulus Tannos, diketahui dia telah mengubah nama dan kewarganegaraannya. KPK mengaku heran buronan mendapatkan kesempatan mengubah nama dan kewarganegaraan Afrika Selatan.

    “Iya betul. Informasi yang kami peroleh demikian. Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama dan punya paspor negara lain,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/8).

    Ali mengatakan, diubahnya nama dan kewarganegaraan Paulus Tannos membuat KPK kesulitan menyeretnya ke tanah air.

    “Sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali

  • Sosok Paulus Tannos, Buron KPK yang Ditangkap di Singapura, Tersangka Kasus E-KTP – Halaman all

    Sosok Paulus Tannos, Buron KPK yang Ditangkap di Singapura, Tersangka Kasus E-KTP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto membenarkan kabar penangkapan salah seorang buron KPK, yakni Paulus Tannos.

    Tersangka kasus korupsi E-KTP ini ditangkap KPK di Singapura.

    Fitroh menyebut setelah ditangkap kini Paulus Tannos masih ditahan.

    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Fitroh dilansir Kompas.com, Jumat (24/1/2025).

    Lantas siapakah Paulus Tannos?

    Paulus Tannos ini adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

    KPK sebelumnya telah menetapkan Paulus sebagai tersangka sejak 13 Agustus 2019.

    Penetapan tersangka ini dilakukan karena Paulus diduga terlibat dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kemendagri.

    Kemudian, perusahaan milik Paulus Tannos mendapatkan keuntungan besar hingga Rp140 miliar dari proyek pengadaan KTP elektronik pada tahun anggaran 2011-2012.

    Sementara itu, Paulus menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021 dengan dilengkapi dengan nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).

    Menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Paulus Tannos bisa saja tertangkap di Thailand.

    Namun, penangkapan ini gagal karena red notice dari Interpol terlambat terbit.

    KPK juga kesulitan menangkap Paulus dan membawanya ke Indonesia karena ia mengubah kewarganegaraannya.

    Terlebih red notice Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.

    KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021.

    Saat itu ia dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

    Pemerintah Percepat Proses Ekstradisi Buronan KPK Paulus Tannos dari Singapura

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos.

    Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu.

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu.

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura.

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

    Baca berita lainnya terkait Korupsi KTP Elektronik.

  • Licinnya Paulus Tannos: Buron sejak 2021, Ubah Kewarganegaraan hingga Sulit Diekstradisi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Januari 2025

    Licinnya Paulus Tannos: Buron sejak 2021, Ubah Kewarganegaraan hingga Sulit Diekstradisi Nasional 24 Januari 2025

    Licinnya Paulus Tannos: Buron sejak 2021, Ubah Kewarganegaraan hingga Sulit Diekstradisi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Buron kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP,
    Paulus Tannos
    akhirnya ditangkap. 
    Hal ini diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, (24/1/2025).
    Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019, Tannos yang merupakan direktur utama PT Sandipala Arthaputra mulai sulit dilacak keberadaannya.
    Dalam laman resmi KPK, namanya masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 dengan dilengkapi nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
    Pengejaran terus dilakukan dan jejak Tannos tercium di Thailand.
    Saat itu, tahun 2023, tetapi Tannos lolos dari jeratan hukum.
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto, mengatakan, Paulus Tannos bisa saja tertangkap di Thailand jika
    red notice
    dari Interpol terbit tepat waktu.
    Adapun
    red notice
    merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
    “Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
    red notice
    sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
    KPK terus mengalami kendala dalam membawa Paulus Tannos ke Indonesia, sebab ia mengubah kewarganegaraannya.
    Hal itu membuat KPK tidak bisa membawa DPO tersebut pulang meskipun telah tertangkap di Thailand.
    Pasalnya,
    red notice
    Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.
    “Punya paspor negara lain sehingga pada saat kami menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, saat dihubungi, Selasa, 8 Agustus 2023.
    Dalam kasus ini, perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
    Kini, Tannos sudah tertangkap dan akan segera diboyong ke Indonesia untuk menjalani proses hukum yang ada.
    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
    Fitroh menyebutkan KPK sedang berkoordinasi untuk melakukan ekstradisi terhadap Paulus Tannos.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siapa Paulus Tannos? Ini Profil dan Detail Kasus Korupsinya

    Siapa Paulus Tannos? Ini Profil dan Detail Kasus Korupsinya

    Jakarta, FORTUNE – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan adanya penangkapan Buron kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP, Paulus Tannos di Singapura. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya hari ini, Jumat (24/1).

    Fitroh menjelaskan, saat ini Tannos tengah ditahan di Negeri Singa tersebut. Dia juga menyebut bahwa KPK sedang berkoordinasi untuk dapat mengekstradisi Tannos dari Singapura.

    Lantas, sebenarnya siapa Paulus Tannos? Berikut profil dan detail kasus korupsinya.

    Profil Paulus Tannos

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. (Dok. Tangkapan layar di laman KPK)

    Melansir laman resmi KPK, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin merupakan pria kelahiran Jakarta pada 8 Juli 1954. Nama Paulus Tannos masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 lalu.

    Tannos diduga terlibat korupsi terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) pada 2011–2013 di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI). Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang masuk dalam konsorsium pemenang proyek E-KTP bersama Percetakan Negara RI (PNRI).

    Adapun KPK telah menetapkan Tannos tersangka pada 13 Agustus 2019 bersama tiga orang lainnya. Tiga orang tersebut adalah Eks Direktur Utama (Dirut) Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan Mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

    Kasus dugaan korupsi e-KTP Paulus Tannos

    Ilustrasi KTP Digital (Dok. Dukcapil)

    Untuk diketahui, PT Sandipala Arthaputra terbukti memperoleh keuntungan sebesar Rp140 miliar dari hasil proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011–2012. Perusahaan tersebut yang diketahui tergabung dalam konsorsium PNRI itu bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

    Eks Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan merinci, harga produksi per keping e-KTP yaitu senilai Rp7.500. Akan tetapi dari konsorsium, harga yang telah ditetapkan mencapai Rp14.000 lebih per keping.

    Atas tindakan tersebut, KPK menetapkan Paulus menjadi tersangka. Dia terakhir kali dipanggil KPK sebagai tersangka pada 24 September 2021 lalu. Namun, sejak penetapannya sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri. Diketahui, Tannos bersama keluarganya telah pergi ke Singapura pada 2017.

  • Licinnya Paulus Tannos: Buron sejak 2021, Ubah Kewarganegaraan hingga Sulit Diekstradisi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Januari 2025

    Siapa Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap di Singapura? Nasional 24 Januari 2025

    Siapa Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap di Singapura?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) membenarkan penangkapan buron kasus
    korupsi
    Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau
    E-KTP
    ,
    Paulus Tannos
    di Singapura.
    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
    Fitroh menyebutkan KPK sedang berkoordinasi untuk melakukan ekstradisi terhadap Paulus Tannos.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
    Lantas, siapa Paulus Tannos dalam kasus korupsi E-KTP?
    Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019 atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
    Dalam kasus ini, perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
    Dalam laman resmi KPK, namanya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 dengan dilengkapi dengan nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, Paulus Tannos bisa saja tertangkap di Thailand.
    Namun, pengusaha itu tidak bisa ditangkap karena
    red notice
    dari Interpol terlambat terbit.
    Adapun
    red notice
    merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
    “Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
    red notice
    sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
    KPK terus mengalami kendala dalam membawa Paulus Tannos ke Indonesia. Sebab, ia mengubah kewarganegaraannya.
    Hal itu membuat KPK tidak bisa membawa DPO itu pulang meskipun telah tertangkap di Thailand.
    Pasalnya,
    red notice
    Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.
    “Punya paspor negara lain sehingga pada saat kami menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat dihubungi, Selasa 8 Agustus 2023.
    KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021.
    Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tangkap Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos di Singapura

    KPK Tangkap Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos di Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buronan Paulus Tannos, tersangka dalam kasus KTP elektronik (e-KTP)  dan akan segera dibawa ke Indonesia. 

    Sebagai informasi, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    KPK Kemudian berhasil menangkap Paulus dan tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar proses hukumnya dapat segera berjalan. 

    “Benar bahwa Paulus Tanos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi polri, kejagung dan kementerian hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” tutur Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya secara tertulis, Jumat (24/1/2025). 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, kemudian membenarkan bahwa tengah ada proses ektradisi untuk tersangka inisial PT tersebut. 

    “Namun saya belum bisa membuka info apa-apa terkait hal tersebut, karena prosesnya masih berjalan. Kita tunggu saja sama-sama updatenya,” tuturnya. 

    Sebelumnya, Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur bahkan menceritakan sempat berhadap-hadapan dengan Paulus, namun gagal menangkapnya lantaran sudah berubah identitas. 

    “Sudah ketemu orangnya, tetapi ketika mau ditangkap tidak bisa, kenapa? Karena namanya lain, paspornya juga bukan paspor Indonesia, dia menggunakan paspor dari salah satu negara di Afrika,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (13/8/2023). 

    Asep pun menceritakan saat sudah berhadap-hadapan dengan tersangka, nama di atas kertas orang itu bukan Paulus Tannos. Oleh sebab itu, KPK pun gagal membawanya ke Tanah Air kendati sudah didampingi oleh Divisi Hubungan Internasional Polri, dan dibantu dengan kerja sama antarkepolisian.

    Ternyata, Buron KPK itu memiliki dua kewarganegaraan salah satunya di negara di Afrika. Penyidik pun sudah mengendus upaya Paulus untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia guna membersihkan secara total jejak-jejaknya.

  • 8
                    
                        KPK Tangkap Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos di Singapura
                        Nasional

    8 KPK Tangkap Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos di Singapura Nasional

    KPK Tangkap Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos di Singapura
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi penangkapan buron kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP,
    Paulus Tannos
    , di Singapura.
    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
    Fitroh mengatakan, KPK sedang berkoordinasi untuk dapat mengesktradisi Paulus Tannos dari Singapura.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
    Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
    Perusahaan itu terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah.
    Namanya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 22 Agustus 2022.
    Ketika itu, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, Paulus Tannos bisa saja tertangkap di Thailand.
    Namun, pengusaha itu tidak bisa ditangkap karena
    red notice
    dari Interpol terlambat terbit.
    Adapun
    red notice
    merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
    “Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
    red notice
    sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Babak Baru Kasus Harun Masiku, Djan Faridz Bakal Terseret?

    Babak Baru Kasus Harun Masiku, Djan Faridz Bakal Terseret?

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memeriksa Djan Faridz, mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), sebagai saksi dalam kasus suap yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Untuk diketahui, penyidik KPK sebelumnya menggeledah rumah Djan dan menemukan sejumlah bukti terkait dengan kasus Harun, Rabu (22/1/2025). 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan penyidik bisa meminta keterangan siapapun apabila diperlukan. Dalam hal ini, Djan yang rumahnya baru saja digeledah.

    “Ya bila penyidik merasa hal tersebut diperlukan maka tentunya saksi siapapun akan dipanggil dimintakan keterangannya,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis (23/1/2025).

    Adapun, penggeledahan di rumah Djan Faridz yang terletak di Jalan Borobudur No.26, Menteng, Jakarta Pusat itu dilakukan oleh penyidik KPK kemarin malam. 

    Penyidik KPK disebut menemukan dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik diduga berkaitan dengan perkara tersebut. 

    Tessa lalu menjelaskan bahwa penggeledahan di rumah mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu berawal dari keterangan saksi yang sebelumnya diperiksa KPK terkait dengan kasus Harun Masiku. 

    Dia mengatakan bahwa penyidik lembaga antirasuah masih mendalami peran Djan dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang kini menjerat Harun Masiku. 

    “Sehingga masih didalami bagaimana peran beliau dan kita tunggu saja sama-sama. Kalau bagaimana kita tidak bisa membuka teman-teman harus menunggu pada saat alat bukti bisa disajikan,” kata juru bicara berlatar belakang penyidik itu. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK mengungkap penggeledahan terkait penyidikan kasus buron Harun Masiku dilakukan di rumah politisi Djan Faridz. 

    Djan merupakan politisi dan pejabat publik yang sebelumnya dilantik oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Djan adalah politikus PPP. 

    “Info terupdate rumah Djan Faridz,” ujar Tessa pada keterangan sebelumnya, Rabu (22/1/2025). 

    Untuk diketahui, KPK saat ini masih memburu Harun masiku yang sudah buron sejak 2020 silam. Dia merupakan salah satu tersangka yang ditetapkan pada kasus suap terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Pada saat itu, KPK menetapkan Harun dan kader PDIP Saeful Bahri, serta Wahyu dan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina sebagai tersangka. Namun, hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum. 

    Pada pengembangan penyidikannya, KPK turut menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka. Hasto juga diduga melakukan perintangan penyidikan. 

    Harun merupakan satu dari lima orang yang saat ini terdaftar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK. Empat orang lainnya meliputi tersangka kasus KTP elektronik atau e-KTP Paulus Tannos, tersangka kasus pengadaan kapal di PT PAL Kirana Kotama, serta dua tersangka kasus pemalsuan surat perkara perebutan hak ahli waris PT ACM Emilya Said dan Hermansyah. 

    Praperadilan Hasto Kristiyanto 

    Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto memutuskan sidang praperadilan perdana Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto diundur sampai dengan 5 Februari 2025. 

    Awalnya, sidang perdana praperadilan Hasto dengan termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan hari ini, Selasa (21/1/2025). Penundaan dilakukan karena KPK mengajukan permohonan karena belum siap. 

    Djuyamto menyebut, KPK memohon agar persidangan ditunda sampai dengan tiga minggu. Namun, pengadilan bersikap bahwa penundaan hanya bisa dilakukan selama dua minggu saja. 

    “Kami sudah bersikap untuk menunda hanya paling lama dua minggu. Kalau kita tunda seminggu pas hari libur panjang saya kira teman-teman juga mau libur panjang kan. Jadi kita tunda sidang berikutnya atau panggilan yang kedua yaitu hari Rabu 5 Februari 2025,” ujarnya di PN Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025). 

    Pihak Hasto selaku pemohon praperadilan sempat mengajukan agar penundaan tidak sampai 14 hari, melainkan hanya 10 hari saja. Namun, jadwal hakim tidak memungkinkan sehingga tetap diputuskan pada 5 Februari 2025. 

    “Tanggal 5 Februari ya,” tegas Djuyamto. 

    Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan libur nasional pada 27 Januari 2025 atau pada Senin pekan depan. Libur itu dalam rangka Isra Miraj. Dengan demikian, sebagian masyarakat akan mendapatkan libur akhir pekan yang cukup panjang karena tergabung dengan libur akhir pekan. 

    Usai persidangan, salah satu anggota tim hukum Hasto yakni advokat senior Maqdir Ismail menjelaskan bahwa pihaknya akan menghadirkan saksi dan ahli sebagaimana KPK. 

    Tujuannya, untuk memastikan penetapan Hasto sebagai tersangka sudah dilakukan dengan sah atau belum pada kasus suap dan perintangan penyidikan. 

    “Yang kami persoalkan bukti permulaannya itu apa ada atau tidak karena menurut hemat kami karena kalau kita bicara tentang bukti permulaan itu adalah bukti yang merupakan inti dari yang dipersangkakan,” ucapnya. 

    Sebelumnya, pihak Hasto menyebut telah menyiapkan 12 pengacara untuk mengawal praperadilan di PN Jakarta Selatan. Tim hukum Hasti dipimpin oleh advokat senior Todung Mulya Lubis. 

    Sementara itu, KPK mengaku telah mengajukan penundaan sidang perdana ke PN Jakarta Selatan. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, alasan pengajuan penundaan itu karena lembaganya masih menyiapkan materi persidangan. 

    “Karena masih harus menyiapkan materi sidang mulai dari ahli, sampai dengan hal administratif lainnya. Yang mana untuk hal tersebut, memerlukan waktu koordinasi dengan pihak-pihak terkait,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

    Untuk diketahui, Hasto mengajukan praperadilan atas status tersangkanya dalam kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dan dugaan perintangan penyidikan.

    KPK menduga Hasto ikut serta memberikan suap bersama-sama dengan Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan terkait dengan penetapan anggota DPR PAW periode sebelumnya. Hasto juga diduga merintangi penyidikan tersebut. 

  • Geledah Rumah Djan Faridz, KPK Temukan Barbuk Elektronik Kasus Harun Masiku

    Geledah Rumah Djan Faridz, KPK Temukan Barbuk Elektronik Kasus Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut telah menemukan sejumlah bukti terkait dengan kasus buron Harun Masiku setelah menggeledah rumah politisi PPP Djan Faridz, Rabu (22/1/2025). 

    Penggeledahan di rumah Djan Faridz yang terletak di Jalan Borobudur No.26 Jakarta Pusat itu dilakukan oleh penyidik KPK kemarin malam. 

    “Betul tadi malam ada kegiatan penggeledahan di rumah saksi atas nama inisial DF, informasi yang kami dapatkan dari penyidik ditemukan dan disita dokumen serta barang bukti elektronik,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (23/1/2025). 

    Tessa lalu menjelaskan bahwa penggeledahan di rumah mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu berawal dari keterangan saksi yang sebelumnya diperiksa KPK terkait dengan kasus Harun Masiku. 

    Dia mengatakan bahwa penyidik lembaga antirasuah masih mendalami peran Djan dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang kini menjerat Harun. 

    “Sehingga masih didalami bagaimana peran beliau dan kita tunggu saja sama-sama. Kalau bagaimana kita tidak bisa membuka teman-teman harus menunggu pada saat alat bukti bisa disajikan,” kata juru bicara berlatar belakang penyidik itu. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK mengungkap penggeledahan terkait penyidikan kasus buron Harun Masiku dilakukan di rumah politisi Djan Faridz. 

    Djan merupakan politisi dan pejabat publik yang sebelumnya dilantik oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sekaligus politikus PPP. 

    “Info ter-update rumah Djan Faridz,” ujar Tessa pada keterangan sebelumnya, Rabu (22/1/2025). 

    Untuk diketahui, KPK saat ini masih memburu Harun masiku yang sudah buron sejak 2020 silam. Dia merupakan salah satu tersangka yang ditetapkan pada kasus suap terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Pada saat itu, KPK menetapkan Harun dan kader PDIP Saeful Bahri, serta Wahyu dan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina sebagai tersangka. Namun, hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum. 

    Pada pengembangan penyidikannya, KPK turut menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka. Hasto juga diduga melakukan perintangan penyidikan. 

    Harun merupakan satu dari lima orang yang saat ini terdaftar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK. Empat orang lainnya meliputi tersangka kasus KTP elektronik atau e-KTP Paulus Tannos, tersangka kasus pengadaan kapal di PT PAL Kirana Kotama, serta dua tersangka kasus pemalsuan surat perkara perebutan hak ahli waris PT ACM Emilya Said dan Hermansyah.