Tag: Paulus Tannos

  • Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos Ditangkap, Boyamin: KPK Hanya Terima Hasil!

    Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos Ditangkap, Boyamin: KPK Hanya Terima Hasil!

    loading…

    Paulus Tannos dihadirkan secara virtual sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi e-KTP pada 2017 silam. Foto/Dok.SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai hanya menerima hasil terkait ditangkapnya buronan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos di Singapura. Hal itu disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman.

    Dia menyebut, penangkapan Paulus Tannos itu berkat kinerja pihak Kepolisian yang bekerja sama dengan Otoritas Singapura.

    “Jadi KPK sebenarnya hanya menerima hasil,” kata Boyamin saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

    Menurut Boyamin, penilaian kinerja KPK saat ini terletak pada proses pencarian buronan suap terkait kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI, Harun Masiku.

    “KPK dianggap berhasil kalau mampu menangkap Harun Masiku, karena inilah yang paling penting, karena ini haru biru kita semua,” ujarnya.

    Dengan menangkap Harun Masiku, lanjut Bonyamin, bisa membuktikan ke publik termasuk PDIP, bahwa dalam mentersangkakan Hasto Kristiyanto murni penegakkan hukum, bukan politis.

    “Kalau nanti bisa nangkap Harun Masiku dan bisa disidangkan bersama Hasto Kristiyanto itu akan menjadikan netral dan terang perkaranya,” ucapnya.

    “Maka dari itu KPK harus mampu menangkap HM saat ini segera mungkin. Tapi kalau tidak mampu ya masyarakat tetap akan terbelah bahwa penanganan perkara kasusnya Hasto Kristiyanto itu antara politik atau murni hukum,” tandasnya.

    (shf)

  • Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura – Halaman all

    Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, ditangkap di Singapura.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.

    “Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Media Singapura The Straits Times menulis Paulus Tannos ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).

    Melalui pengacaranya, Paulus Tannos mengatakan selama pembacaan dakwaan di pengadilan pada 23 Januari bahwa ia memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat Guinea-Bissau.

    Namun Penasihat Negara Singapura membantah bahwa hal ini tidak memberikan Paulus kekebalan diplomatik karena ia tidak diakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura.

    CPIB mengatakan pada 24 Januari dalam menanggapi pertanyaan The Straits Times bahwa pihaknya menangkap Paulus pada 17 Januari setelah pemerintah Indonesia mengajukan permintaan penangkapan sementara terhadapnya.

    Biro tersebut mengatakan masalah tersebut sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi oleh pihak berwenang Indonesia.

    “Singapura berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan hukum,” tambahnya.

    CPIB mengatakan pihaknya tidak dapat berkomentar lebih jauh karena perkara tersebut saat ini sedang disidangkan di pengadilan Singapura.

    Soal Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia

    Perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia mulai berlaku pada 21 Maret 2024 dan dianggap sebagai tonggak penting dalam hubungan bilateral.

    Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura resmi ditandatangani pada Selasa 25 Januari 2022  di Bintan, Kepulauan Riau.

    Perjanjian ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam serta disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kesepakatan antara kedua negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan dari satu negara ke negara lain.

    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura berlaku untuk 31 jenis tindak pidana, di antaranya: 

    Korupsi, Pencucian uang, Suap, Narkotika, Terorisme, Pendanaan terorisme.
    Perjanjian ini berlaku surut selama 18 tahun ke belakang. 
    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan mewajibkan kedua negara untuk melaksanakannya dengan itikad baik. 
    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2023. 

    Kata Dubes Indonesia untuk Singapura soal Ekstradisi

    Pengacara buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, menyebut kliennya menggunakan paspor diplomatik Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

    Namun, pemerintah Singapura menyatakan Paulus tidak memiliki kekebalan hukum.

    Penjelasan mengenai hal itu disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, dalam dialog  Kompas TV, Sabtu (25/1/2025).

    Menurutnya, Pemerintah Singapura sangat mendukung upaya penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Paulus Tannos.

    “Singapura, sekali lagi, sangat suportif dan mendukung apa yang menjadi upaya penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.

    “Sekarang yang memang pemberitaan di Singapura disampaikan bahwa pengacara Paulus Tannos memang mengajukan permohonan pada pemerintah Singapura, bahwa yang bersangkutan menggunakan paspor diplomatik dari Guinea Bissau.”

    Namun, lanjut Suryopratomo, pemerintah setempat menyatakan tidak pernah memberi persetujuan bahwa Tannos merupakan diplomat yang memiliki kekebalan hukum.

    “Tapi disampaikan oleh pihak Singapura bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kekebalan politik, karena yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Kemenlu Singapura bahwa yang bersangkutan adalah seorang diplomat yang memiliki kekebalan hukum,” bebernya.

    “Jadi saya kira prosesnya Singapura sangat mendukung apa yang dilakukan Indonesia,” tegasnya.

    Koordinasi Berjalan Baik

    Suryopratomo menambahkan saat ini komunikasi dan koordinasi yang dilakukan oleh pihak Singapura dengan Indonesia terkait ekstradisi Paulus Tannos berjalan baik.

    “Komunikasi antara teman-teman KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau), kemudian Kejaksaan Agung Indonesia dan Kejaksaan Agung Singapura berjalan sangat baik.”

    “Saya kira proses ini kita tunggulah bagaimana selanjutnya,” tambah dia.

    Ia juga menjelaskan bahwa saat Tannos melakukan dugaan tindak pidana, yang bersangkutan masih warga negara Indonesia.

    “Kita juga belum tahu ketika Paulus Tannos itu melepaskan kewarganegaraan prosesnya benar atau tidak,” tuturnya.

    “Jadi saya kira kita punya posisi yang kuat untuk mengatakan bahwa Paulus Tannos adalah dulu warga negara Indoneisia dan melakukan tindak pidana di Indonesia.”

    Dalam dialog tersebut, ia juga menjelaskan bahwa pada 2023 lalu, Tannos pernah masuk ke Singapura dan saat itu ada permintaan dari pimpinan KPK agar berkoordinasi dengan pihak Singapura untuk melakukan penahanan.

    Tetapi, kata dia, ketika itu pihak imigrasi Singapura tidak bisa melakukan penanganan karena memang tidak ada pelanggaran.

    “Kedua, yang bersangkutan menggunakan paspor Guinea Bissau. Ketiga, yang bersangkutan ketika itu tidak masuk dalam daftar red notice Interpol yang ada di dalam sistem Singapura.”

    “Kami di KBRI waktu itu berkoordinasi dengan KPK dan menyampaikan bahwa kami tidak bisa melakukan apa pun dan pemerintah Singapura tidak bisa melakukan apa pun,” kata dia menegaskan.

    Saat ini, kondisinya berbeda. Ia mengatakan, sejak akhir tahun 2024, KPK telah berkoordinasi dengan CPIB, bahkan kemudian pemeriksaan terhadap Paulus Tannos sudah dilakukan di kantor CPIB.

    “Setelah itulah kemudian di bulan Januari diajukan permohonan untuk penahanan sementara.”

     

     

     

  • Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebut Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Lalu kapan Paulus Tannos diekstradisi?

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar.

    Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

    “Ya minta doanya mudah-mudahan semua prosesnya lancar,” kata Setyo di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

    Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos. 

    Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

    “Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Setyo.

    Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Setyo.

    Pemerintah Berupaya Mempercepat

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. 

    Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas asus koruspsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Buron KPK sejak 2021

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

    Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

    Namanya kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penerbitan lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi, Selasa (17/12/2024). 

     “Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.

    Paulus Tannos menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

    “Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

    Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

    Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

    “Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu,” ungkap Fajri.

    Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

    Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

    Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

    Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.

    Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

    “Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian,” ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).

    Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

    Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

    Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

    KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

    Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

    KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali.

    Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

    KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

    Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

    Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

    “Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya,” ujar Ali.

     

     

  • KPK Masih Lengkapi Syarat Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos ke Indonesia

    KPK Masih Lengkapi Syarat Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus berupaya memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Singapura untuk mengekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT) ke Indonesia.

    “Terlepas sistem hukum yang berbeda antara pemerintah Indonesia dengan Singapura, Pemerintah Indonesia melalui KPK, Kementerian Hukum, Polri dan Kejaksaan Agung, saat ini sedang berupaya memenuhi persyaratan ekstradisi dalam rangka pemulangan buronan tersangka PT,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dikutip dari Antara, Sabtu (25/1/2025).

    Tessa tidak menjelaskan soal persyaratan atau dokumen apa saja yang menjadi syarat ekstradisi tersebut. Namun, KPK memastikan semua instansi terkait terus berkoordinasi untuk memastikan Paulus Tannos bisa dipulangkan ke Indonesia.

    KPK berharap ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilaksanakan agar proses hukum kasus e-KTP yang menjeratnya yang sempat tertunda di Indonesia, bisa cepat diselesaikan.

    Paulus Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Negeri Singa pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.

    KPK telah menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka kasus e-KTP pada 13 Agustus 2019. Direktur utama PT Sandipala Arthaputra itu diumumkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014–2019 Miryam S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Paulus Tannos tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK karena sudah kabur ke luar negeri. Dia mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain untuk keluar dari Indonesia.

    Paulus Tannos telah masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    KPK sempat melacak Tannos di Thailand pada 2023, namun penangkapannya terkendala karena Interpol belum menerbitkan red notice atau permintaan penangkapan terhadap dia.

    Paulus Tannos selama ini diketahui tinggal di Singapura dan diduga sudah mengubah kewarganegaraan.

    Peran Paulus Tannos dalam Kasus E-KTP
    Paulus Tannos diduga berperan besar dalam kasus e-KTP. Ketika proyek itu dimulai pada 2011,  Tannos diduga sempat menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak vendor serta tersangka Isnu Edhi dan Husni Fahmi di sebuah rumah toko di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. 

  • Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari Nasional 25 Januari 2025

    Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tersangka kasus korupsi e-KTP
    Paulus Tannos
    ditahan sementara di Singapura selama 45 hari.
    “Sampai adanya putusan pengadilan, (ditahan dari) tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus Tannos,” ujar Tessa dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (25/1/2025).
    Ia menjelaskan, penahanan Tannos di Singapura melalui proses yang panjang lewat jalur
    police to police
    (
    provisional arrest
    ).
    Penahanan dilakukan atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri.
    “Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur
    police to police (provisional arrest)
    berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri,” kata Tessa.
    Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo, sebelumnya menyampaikan bahwa
    provisional arrest
    dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari.
    Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi.
    Sebagai informasi, Tannos ditahan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan
    provisional arrest request (
    PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
    KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
    “Ini merupakan implementasi pertama Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan hasil kesepakatan bilateral,” tambahnya.
    Dubes Suryo juga menegaskan bahwa tujuan utama dari ekstradisi ini adalah untuk melanjutkan proses hukum terhadap Paulus Tannos.
    “Sesuai dengan prinsip ekstradisi, ekstradisi dilakukan untuk penuntutan pidana. Oleh karena itu, kedua negara memastikan semua persyaratan hukum acara terpenuhi,” katanya.
    Proses penahanan sementara ini memberikan waktu bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk melengkapi dokumen formal yang dibutuhkan dengan batas waktu yang sudah ditentukan.
    Adapun
    Paulus Tannos ditangkap
    oleh otoritas Singapura pada 17 Januari 2025 lalu setelah berstatus buron sejak 19 Oktober 2021.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Ungkap Proses Penahanan Sementara Paulus Tannos di Singapura Lewat Perjanjian Ekstradisi

    KPK Ungkap Proses Penahanan Sementara Paulus Tannos di Singapura Lewat Perjanjian Ekstradisi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap penahanan sementara buronannya, Paulus Tannos oleh otoritas Singapura dilakukan atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. Proses ini disebut sesuai aturan perjanjian ekstradisi.

    “Pengajuan penahanan sementara atau provisional arrest dilakukan oleh KPK melalui jalur police to police berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu melalui jalur Interpol dalam hal ini melalui Divisi Hubinter Mabes Polri. Kami mengirim permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada VOI, Sabtu, 25 Januari.

    Divhubinter Polri, sambung Tessa, kemudian menyurati Interpol Singapura. Mereka juga menginstruksikan atase kepolisian Indonesia di Singapura melakukan monitoring dan berkoordinasi lebih lanjut.

    Surat ini diteruskan ke Singapore Police Force (SPF) yang kemudian menghubungi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Sebab, perkara yang ditangani menyangkut dugaan pidana korupsi.

    Selanjutnya, kejaksaan Indonesia di Singapura berkoordinasi dengan CPIB, Attorney General Chambers, dan pengadilan Singapura. Langkah ini dilakukan karena penahanan harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan.

    “Pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara atase kepolisian, atase kejaksaan dan penyidik,” jelas Tessa.

    Setelah syarat terpenuhi, buronan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu kemudian ditahan sementara di Singapura. Upaya paksa ini berlaku selama 45 hari.

    “(Berproses, red) sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara PT,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

    Adapun dalam persidangan pada 23 Januari, dilansir dari surat kabar The Straits Times, Paulus Tannos melalui kuasa hukumnya mengklaim kebal dari penuntutan. Ia berdalih mengantongi paspor diplomat Guinea-Bissau yang merupakan negara di Afrika Barat.

    Namun, otoritas setempat justru mengatakan sebaliknya. Paspor diplomatik itu tidak terakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri Singapura.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada 2019.

    Ia diumumkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

    Paulus kemudian buron dan masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 2021. Ia sempat nyaris tertangkap tapi karena berganti nama dan paspor akhirnya upaya itu gagal.

    Penangkapan ini lantas berhasil dilaksanakan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari. Meski begitu, belum disampaikan mengenai lokasi penangkapan Paulus Tannos.

    “Iya, betul (penangkapan pada 17 Januari, red). Kami dikabari oleh attorney general Singapore, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh CPIB Singapore,” ujar Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri, Irjen Krishna Murti kepada VOI, Jumat, 24 Januari.

  • Dubes RI untuk Singapura Sebut Paulus Tannos Kini Ditahan Sementara di Changi Prison – Page 3

    Dubes RI untuk Singapura Sebut Paulus Tannos Kini Ditahan Sementara di Changi Prison – Page 3

    Salah buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas Singapura. Dia merupakan salah satu buronan KPK dari kasus korupsi KTP elektronik alias e-KTP yang ditetapkan menjadi buron sejak 19 Oktober 2021.

    Berdasarkan lama resmi KPK, Paulus Tannos dengan nama asli Thian Po Tjhin merupakan pria Jakarta 8 Juli 1954.

    Paulus merupakan tersangka terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nacional (KTP elektronik) tahin 2011 sampai 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Paulus sendiri merupakan Direktur PT Shandipala Arthaputra yang ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

    Dia disebut-sebut sebagai saksi kunci dari kasus korupsi tersebut sebab, PT Shandipala Arthaputra mendapatkan proyek 44 persen pengadaan e-KTP alias Rp5,9 triliun.

    Proyek tersebut kemudian mencuat ke publik setelah terindikasi korupsi bersama dengan konsorsium Percetakan Negara Indonesia (PNRI).

  • Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Paulus Tannos Ternyata Sudah Ditangkap sejak 17 Januari Nasional 25 Januari 2025

    Paulus Tannos Ternyata Sudah Ditangkap sejak 17 Januari
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Paulus Tannos, buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, ternyata sudah ditangkap oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025.
    Penangkapan ini dilakukan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.
    Informasi ini disampaikan oleh Kepala Divhubinter Polri, Irjen Pol. Krishna Murti, pada Jumat malam (24/1/2025).
    “Yang bersangkutan (Paulus Tannos) belum masuk daftar
    red notice.
    Yang bersangkutan ditangkap karena permintaan Polri, dan Polri sifatnya membantu KPK,” ujar Krishna Murti.
    Ia menjelaskan bahwa pada akhir 2024, Divhubinter Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest) kepada otoritas Singapura.
    Langkah ini diambil setelah Polri mendapatkan informasi keberadaan Paulus Tannos di negara tersebut.
    “Lalu, pada 17 Januari 2025, pihak kami dikabari oleh Jaksa Agung (attorney general) Singapura bahwa Paulus telah ditangkap oleh CPIB Singapura,” kata Krishna.
    Selanjutnya, pada 21 Januari 2025, pemerintah Indonesia menggelar rapat gabungan bersama kementerian dan lembaga terkait untuk membahas tindak lanjut proses hukum terhadap Paulus Tannos.
    “Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang didukung oleh KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),” tambahnya.
    Namun, Krishna tidak menjelaskan lebih rinci mengenai detail proses ekstradisi.
    “Selanjutnya, silahkan ditanyakan ke KPK dan Kemenkumham,” ujarnya.
    Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan berbagai institusi terkait untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos ke Indonesia.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh.
    Paulus Tannos menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021. Ia merupakan salah satu tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik yang diumumkan pada 13 Agustus 2019.
    Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka baru, termasuk Paulus Tannos yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
    Selain Paulus, tiga tersangka lainnya adalah Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.
    KPK menduga kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Paulus Tannos sendiri diduga melarikan diri ke luar negeri dengan mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.
    Saat ini, Paulus Tannos ditahan sementara di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura sambil menunggu proses ekstradisi ke Indonesia.
    Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat skala kerugian negara yang sangat besar dan lamanya proses pengejaran terhadap para buronan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    KPK Belum Tahu Kapan Paulus Tannos Dibawa ke Indonesia: Ada Waktu 45 Hari untuk Melengkapi Syarat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui kapan buronan kasus korupsi e-KTP yang tertangkap di Singapura, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, akan dibawa ke Indonesia.

    Sebab saat ini proses ekstradisi antara Indonesia dan Singapura masih berlangsung.

    “Belum ada info kapan diterbangkan ke Jakarta, karena masih berproses,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).

    Berdasarkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang disepakati pada Selasa (25/1/2022), RI memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi syarat ekstradisi.

    Dalam hal ini Paulus Tannos telah ditahan di Singapura sejak Jumat (17/1/2025). 

    Maka Indonesia memiliki tenggat hingga Senin, 3 Maret 2025 untuk melengkapi syarat ekstradisi Paulus Tannos.

    “Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” kata Tessa.

    Tessa melanjutkan, apabila Paulus Tannos sudah sampai ke Tanah Air, maka buronan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu akan ditahan oleh KPK.

    “Yang menahan KPK,” kata jubir berlatar belakang pensiunan Polri ini.

    Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura melaporkan bahwa Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison.

    Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo menjelaskan bahwa Tannos tidak pernah ditahan di KBRI Singapura.

    “Sejak tanggal 17 Januari 2025, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara (provisional arrest request), Paulus Tannos ditahan di Changi Prison,” katanya saat dikonfirmasi di Batam, Sabtu (25/1/2025).

    Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    “Perintah penahanan diterbitkan oleh Pengadilan Singapura setelah Tannos dihadapkan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Ini merupakan wujud kerja sama, komunikasi, dan koordinasi yang efektif antara kedua negara dalam memastikan implementasi perjanjian ekstradisi,” katanya.

    Maka dari itu, Tannos tidak ditangkap langsung oleh KPK di Singapura, melainkan melalui prosedur hukum yang melibatkan CPIB dan aparat penegak hukum Singapura.

    KBRI Singapura menghormati sikap CPIB yang tidak mengungkapkan detail lebih lanjut mengenai proses menghadapkan Paulus Tannos ke pengadilan.

    “Yang terpenting, saat ini Paulus Tannos sudah ditahan di Changi Prison, dan proses hukum sementara masih berlangsung dan dalam kewenangan Pengadilan Singapura,” ujar Dubes Suryo.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus e-KTP

    KPK saat itu menyebut Paulus Tannos sebagai direktur utama PT Sandipala Arthaputra. 

    KPK menduga Paulus Tannos melakukan kongkalikong demi proyek pengadaan e-KTP. 

    Pertemuan-pertemuan itu, diduga KPK, menghasilkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.

    Perusahaan Paulus Tannos disebut mendapatkan keuntungan Rp 145,8 miliar dari proyek suap e-KTP. 

    KPK mengatakan peran Paulus Tannos juga masuk dalam putusan hakim terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto.

    Pada 2023, KPK menyebut Paulus Tannos telah diketahui keberadaannya. 

    Namun, KPK tak bisa menangkap Paulus karena berganti nama dan berganti kewarganegaraan.

    KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2019. 

    Paulus Tannos saat itu disebut telah mengganti identitasnya menjadi Thian Po Tjhin.

     

  • VIDEO: Tanggapan Ketua KPK Soal Penangkapan Paulus Tannos

    VIDEO: Tanggapan Ketua KPK Soal Penangkapan Paulus Tannos

    VIDEO: Tanggapan Ketua KPK Soal Penangkapan Paulus Tannos