Tag: Paulus Tannos

  • Paulus Tannos Terancam Pasal Halangi Penyidikan dalam Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos Terancam Pasal Halangi Penyidikan dalam Kasus Korupsi e-KTP

    Jakarta, Beritasatu.com – Buronan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tannos dinilai dapat dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) terkait upaya menghalangi penyidikan. Hal ini merujuk pada tindakannya mengganti kewarganegaraan setelah terjerat kasus tersebut.

    “Upaya perubahan status warga negara yang dilakukan Paulus Tannos dapat dikategorikan perbuatan pidana tersendiri, yaitu Pasal 21 upaya menghalang-halangi penyidikan,” ujar mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha, Senin (27/1/2025).

    Praswad menyebut, tindakan Tannos yang kabur dan mengganti kewarganegaraan setelah tersandung kasus korupsi e-KTP menunjukkan adanya tindak pidana berlapis.

    “Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta mengubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis, selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi e-KTP,” tegasnya.

    Praswad juga menegaskan status kewarganegaraan baru Paulus Tannos tidak akan menghalangi proses hukum di Indonesia.

    “Paulus Tannos saat melakukan tindak pidana korupsi e-KTP berstatus sebagai WNI dan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan di wilayah Indonesia. Maka berlaku asas nasionalitas aktif, tidak peduli apa pun status warga negaranya sekarang,” jelasnya terkait penangkapan buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.

    Paulus Tannos berhasil diamankan di Singapura setelah menjadi buronan KPK. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengonfirmasi penangkapan tersebut pada Jumat (24/1/2025).

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Fitroh.

    Saat ini, KPK tengah melengkapi persyaratan untuk mengekstradisi Tannos ke Indonesia guna menghadapi proses persidangan.

    “Kami tengah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum untuk memastikan ekstradisi dapat segera dilakukan,” tambah Fitroh.

    Penangkapan Paulus Tannos membuka peluang untuk mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP. Dengan tambahan jeratan Pasal 21 UU Tipikor, KPK diharapkan mampu memberikan efek jera dan memastikan keadilan bagi masyarakat Indonesia.

  • Paulus Tannos Tertangkap, Singapura Tak Lagi Jadi Surga bagi Buronan

    Paulus Tannos Tertangkap, Singapura Tak Lagi Jadi Surga bagi Buronan

    Jakarta, Beritasatu.com – Penangkapan buronan kasus e-KTP Paulus Tannos di Singapura menjadi bukti negara tersebut tidak lagi menjadi tempat perlindungan bagi para buronan, termasuk yang tersandung kasus korupsi.

    Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menyebut keberhasilan ini sebagai pesan kuat kepada para buronan yang melarikan diri ke Singapura.

    “Hal ini merupakan pesan kepada seluruh buronan yang melarikan diri ke Singapura, mereka sudah tidak lagi menjadi pihak yang tidak tersentuh hukum,” ujar Praswad, Senin (27/1/2025).

    Penangkapan Paulus Tannos menjadi momen pertama penerapan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (UU Ekstradisi). Perjanjian ini memungkinkan proses hukum terhadap buronan yang sebelumnya sulit dijangkau.

    “Apresiasi setinggi-tingginya kepada KPK setelah sekian lama kita tunggu-tunggu. Ini menunjukkan sinergi positif antara pemerintah Indonesia dan Singapura,” tambah Praswad terkait penangkapan Paulus Tannos di Singapura.

    Praswad juga memuji sinergi antara KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan Interpol dalam penangkapan Tannos. Ia berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut untuk memberantas korupsi.

    “Kami dukung penuh kerja sama antara KPK, Kejaksaan, dan Interpol Mabes Polri yang telah berhasil melakukan penangkapan Paulus Tannos dengan bantuan Pemerintah Singapura,” jelasnya.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengonfirmasi Paulus Tannos saat ini telah ditahan di Singapura. KPK tengah melengkapi dokumen untuk mempercepat proses ekstradisi ke Indonesia.

    “Kami sedang menjalin koordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum untuk melengkapi persyaratan ekstradisi,” ujar Fitroh.

    Paulus Tannos merupakan salah satu buronan terkait kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. KPK berkomitmen untuk segera membawanya ke pengadilan di Indonesia.

    Dengan penangkapan Paulus Tannos di Singapura, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya.

  • Tertangkapnya Paulus Tannos Diharapkan Bisa Buka Kotak Pandora Kasus E-KTP – Page 3

    Tertangkapnya Paulus Tannos Diharapkan Bisa Buka Kotak Pandora Kasus E-KTP – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui masih menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujar Harli saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

  • Paulus Tannos Sudah Ditangkap, KPK Belum Dapat Info Kapan Dibawa ke Jakarta

    Paulus Tannos Sudah Ditangkap, KPK Belum Dapat Info Kapan Dibawa ke Jakarta

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui kapan pemulangan Paulus Tannos akan dilakukan. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyatakan belum mengetahui kapan pemulangan Paulus Tannos akan dilakukan. Diketahui, Paulus Tannos merupakan buronan Lembaga Antirasuah terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang ditangkap Otoritas Singapura.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, proses ekstradisi masih terus berlangsung. “Belum ada info kapan diterbangkan ke Jakartanya, karena masih berproses (ekstradisi),” kata Tessa yang dikutip Senin (27/1/2025).

    Pemerintah Indonesia berupaya memulangkan Paulus Tannos agar bisa disidangkan terkait kasus yang dimaksud. Tessa melanjutkan, Indonesia memiliki waktu 45 hari guna melengkapi dokumen-dokumen terkait ekstradisi Paulus Tannos.

    “Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan proses ekstradisi Paulus Tannos bisa selesai dalam waktu satu sampai dua hari. “Semua bisa sehari, bisa dua hari. Tergantung kelengkapan dokumennya,” kata Supratman di kantornya, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    (rca)

  • 10
                    
                        Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia?
                        Nasional

    10 Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia? Nasional

    Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, buron kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP, ditangkap di Singapura.
    Namun, Paulus Tannos tak bisa serta-merta langsung dibawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
    Ada beberapa persyaratan ekstradisi yang harus dilewati agar pengusaha itu bisa dibawa ke Tanah Air.
    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penahanan sementara Paulus Tannos di Singapura sesuai dengan perjanjian dengan Otoritas Singapura.
    “Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur
    police to police
    (
    provisional arrest
    ) berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri,” kata Tessa dalam keterangannya, Sabtu (25/1/2025).
    Tessa menjelaskan, alur dari pengajuan permohonan penahanan sementara hingga diputuskan melalui pengadilan Singapura.
    Tessa mengatakan, KPK mengajukan permohonan penahanan sementara dengan melampirkan kelengkapan persyaratan melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri.
    Lalu, Divhubinter bersurat kepada Interpol Singapura untuk dilanjutkan ke Singapore Police Force (SPF).
    SPF kemudian menghubungi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
    CPIB Singapura menangani kasus ini karena perkara yang ditangani menyangkut dugaan tindak pidana korupsi.
    “Kemudian Divhubinter bersurat ke Interpol Singapura dan atase kepolisian Indonesia, yang mana permintaan tersebut dilanjutkan ke CPIB,” ujarnya.
    Selanjutnya, Kejaksaan Indonesia di Singapura kemudian berkoordinasi dengan CPIB, Attorney General Chambers, dan pengadilan Singapura.
    “Karena penahanan di Singapura harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan, maka jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB, jaksa, dan pengadilan (Singapura),” tutur Tessa.
    Setelah syarat terpenuhi, Tannos ditahan sementara di Singapura. Penahanan ini berlaku sampai adanya putusan pengadilan.
    “Sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus Tannos,” ucap dia.
    Paulus Tannos ditangkap
    Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
    Ia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura sambil menunggu proses kepulangannya ke Indonesia.
    Paulus Tannos masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK sejak 19 Oktober 2021.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP pada 13 Agustus 2019.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya yaitu, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
    Akibat korupsi berjemaah ini, KPK mencatat negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
    Namun, Paulus melarikan diri ke luar negeri dan mengganti nama dan kewarganegaraannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia telah mengajukan proses ekstradisi buron tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, dari Singapura. 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses administrasi pemulangan Paulus Tannos memakan waktu 45 hari terhitung sejak waktu penangkapan Paulus di Singapura, 17 Januari 2025. Saat ini belum ada perkiraan kapan proses ekstradisi tersebut bisa diselesaikan. 

    “Karena masih berproses. Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis, Minggu (26/1/2025). 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Koordinasi Sejak Akhir 2024

    Adapun Ketua KPK Setyo Budiyanto mengaku lembaganya sudah berkoordinasi dengan pihak Singapura sejak akhir 2024 terkait dengan penangkapan Paulus Tannos.

    “KPK sudah berkoordinasi jalur Interpol dengan Div Hubinter Mabes Polri sejak November [hingga, red] Desember,” ungkapnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (26/1/2025).

    Berdasarkan keterangan sebelumnya, KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penangkapan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos, bakal membuka tabir kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang masih belum tuntas. 

    Paulus telaah ditangkap oleh penegak hukum di Singapura. Pemerintah bahkan mulai mengupayakan ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi yang telah diburu sejak 2021 lalu. 

    Adapun penangkapan Paulus dilakukan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK-nya Singapura. Dia sudah mulai ditahan sejak 17 Januari 2025. Paulus menurut informasi ditangkap otoritas antikorupsi Singapura di Bandara Internasional Changi saat pulang dari luar negeri. 

    Proses ekstradisi Paulus Tannos telah dilakukan melalui banyak saluran. Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) kompak untuk membantuku KPK memulangkan buronan paling dicari tersebut. Apalagi, Paulus memiliki banyak informasi penting. Hanya saja, belum ada kepastian kapan Paulus bisa diterbangkan ke Jakarta. 

    Sesuai perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura, pasal 7 huruf (5), menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan.

    Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto meyakini proses pemulangan Paulus akan berjalan lancar kendati dia sudah berganti kewarganegaraan. Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sebelumnya pernah mengungkap bahwa pengusaha itu beberapa tahun yang lalu sudah berganti identitas dan memiliki dua kewarganegaraan. 

    “Ya enggak [terdampak] saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Proses Ekstradisi

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    “Selanjutnya pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara PT,” ungkap Tessa kepada wartawan.

    Sementara itu, untuk proses ekstradisi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sejak Akhir 2024

    Adapun berdasarkan catatan Polri, Divisi Hubungan Internasional Polri telah mengirimkan surat provisional arrest ke otoritas di Singapura pada akhir 2024. Surat itu berisi permohonan bantuan penangkapan Paulus Tannos, lantaran terdapat informasi keberadaannya di sana. 

    Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti lalu mengungkap, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Paulus Tannos telah ditangkap oleh CPIB, atau lembaga antirasuah Singapura pada 17 Januari lalu. 

    “Kami sudah melaksanakan rapat gabungan kementerian dan lembaga di Hubinter hari selasa tanggal 21 Januari 2025 untuk menindaklanjuti proses berikutnya. Selanjutnya pihak Indonesia saat ini sedang memproses extradisi yang bersangkutan, dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” kata Krishna. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol. Asep Guntur Rahayu, yang pada 2023 lalu merangkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengaku sempat berhadap-hadapan dengan Paulus di luar negeri, namun gagal menangkapnya lantaran sudah berubah identitas. 

    “Sudah ketemu orangnya, tetapi ketika mau ditangkap tidak bisa, kenapa? Karena namanya lain, paspornya juga bukan paspor Indonesia, dia menggunakan paspor dari salah satu negara di Afrika,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (13/8/2023).  

  • Kejagung Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos – Page 3

    Kejagung Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui masih menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujar Harli saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

     

  • Kejagung Pastikan Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Paulus Tannos

    Kejagung Pastikan Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan bahwa sejatinya penanganan Paulus Tannos merupakan ranah dari KPK. Namun demikian, Harli menekankan bahwa pihaknya siap memfasilitasi keperluan dalam proses ekstradisi terkait Paulus tersebut.

    “Mereka [KPK] yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan, kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, Menkum Supratman menyampaikan bahwa proses ekstradisi Paulus baru bisa diproses setelah dokumen dari lembaga terkait di Indonesia sudah lengkap.

    Pemerintah, kata Supratman, telah menerima permohonan dari Kejagung untuk proses ekstradisi tersebut. Namun, dalam prosesnya, pemerintah masih memerlukan dokumen tambahan dari Kejagung maupun Polri.

    “Masih ada dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejaksaan Agung maupun dari Mabes Polri terutama yang interpol ya,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (24/1/2024).

    Paulus Tannos Ditangkap 

    Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti mengatakan informasi penangkapan Paulus awalnya dilakukan setelah pihaknya bersurat ke otoritas Singapura.

    Singkatnya, kepolisian telah dikabari oleh otoritas Singapura bahwa Paulus telah diamankan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    “Pada 17 Januari kami dikabari oleh Attorney General Singapore yang bersangkutan berhasil diamankan oleh CPIB Singapore,” ujar Krishna dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).

    Selanjutnya, kata Krishna, kepolisian melakukan rapat gabungan dengan kementerian atau lembaga terkait untuk menindaklanjuti informasi dari otoritas Singapura pada (21/1/2025).

    “Selanjutnya pihak Indonesia saat ini sedang memproses extradisi yang bersangkutan, denham penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” pungkas Krishna.

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa penanganan perkara buronan kasus KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos merupakan ranah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hanya saja dijelaskan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pihaknya siap membantu KPK dalam proses ekstradisi Paulus Tannos yang saat ini masih berada di Singapura.

    Sejauh ini kata Harli, pihaknya juga telah memfasilitasi soal rencana ekstradisi buronan KPK itu yang hingga kini masih ditahan oleh otoritas Negeri Singa tersebut.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan kedepan siap memberikan bantuan,” kata Harli saat dikonfirmasi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya diberitakan, Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kasus korupsi megaproyek e-KTP, Paulus Tannos, telah berhasil diamankan.

    Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.

    “(Ditangkap) di Changi,” kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).

    Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura.

    Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura awalnya dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos. 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos ditangkap setelah tingal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

    Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).

    Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri,” kata Saut.

    Pembagian fee korupsi e-KTP

    Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

    Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

    Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

    Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri.

    Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

    Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

    Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

    Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP elektronik ini,” ujar Saut.