Tag: Pangi Syarwi Chaniago

  • Pengamat Murka Roy Suryo Cs Jadi Tersangka Kasus Jokowi karena Hal Sepele: Musibah Kita Punya Negara

    Pengamat Murka Roy Suryo Cs Jadi Tersangka Kasus Jokowi karena Hal Sepele: Musibah Kita Punya Negara

    GELORA.CO – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago murka dengan penetapan Roy Suryo dan kawan-kawan sebagai tersangka.

    Menurut irektur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu, perkara pembuktian ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi, adalah hal sepele.

    Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta itu tak harus sampai menersangkakan orang.

    Seharusnya, menurut Pangi, Jokowi tinggal menunjukkan ijazahnya ke publik untuk membuktikan keasliannya.

    “Ya, ini musibah ya musibah kita punya negara gitu. Cuma kan perasaan saya enggak enakan aja, perasaan kita. Kita semua, saya sakit jiwa atau semua rakyat Indonesia sakit jiwa semua dengan virus ini gitu, virus ijazah ini dan ini lama-lama makin menjengkelkan, makin memuakkan, membosankan dan menjenuhkan,” ujar Pangi saat bicara di podcast Forum Keadilan TV, Youtube @forumkeadilanTV, tayang perdana, Selasa (11/11/2025).

    Pangi menilai isu ijazah yang bisa diselesaikan sesederhana dengan memperlihatkan secara langsung, sampai harus melibatkan kepolisian hingga proses hukum yang berbelit.

    “Mungkin kalau dilihat oleh orang-orang asing, orang luar negeri mungkin ketawa sih mereka melihat Indonesia itu persoalan yang sederhana dibuat complicated, menyimpan penyakit, banyak masalah,’ ujarnya.

    Pangi bahkan mengaku malu dengan ulah Jokowi dengan persoalan ijazahnya.

    Terlebih, Jokowi sudah dua kali menjadi kepala daerah dan dua periode menjabat presiden yang menggunakan ijazah saat pendaftarannya.

    “Aneh sih bin ajaib kita malu sih saya sebagai negara termasuk orang Sumatera Barat, dunia lah ya melihat kita semua sakit jiwa kali ya termasuk saya mungkin,” ujarnya. (*)

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran Dinilai jadi Momen Tepat Reshuffle Menteri yang Jadi Beban

    Satu Tahun Prabowo-Gibran Dinilai jadi Momen Tepat Reshuffle Menteri yang Jadi Beban

    Bisnis.com, JAKARTA — Founder sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai bahwa memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, momentum untuk melakukan evaluasi kabinet secara menyeluruh sudah tiba.

    Menurutnya, sejumlah menteri telah gagal menunjukkan kinerja memadai dan justru menjadi beban dalam menjalankan visi besar Presiden.

    “Menteri bukan sekadar pembantu presiden, tapi juga penentu keberhasilan program dan janji politik presiden kepada rakyat. Faktanya, masih ada menteri yang justru menjadi beban, bukan solusi,” ujar Pangi dalam rilis tertulisnya, Selasa (21/10/2025).

    Pangi menegaskan bahwa Prabowo perlu menggunakan hak prerogatifnya secara tegas dan tepat.

    Dia mengingatkan, reshuffle bukan sekadar perombakan simbolik, melainkan langkah strategis untuk menyelamatkan kinerja pemerintahan dan menjaga kepercayaan rakyat.

    Dalam pandangan Pangi, reshuffle harus dilakukan secara objektif, tidak berdasar kedekatan politik atau bagi-bagi kekuasaan (power sharing). Jabatan menteri, katanya, terlalu strategis untuk dijadikan alat politik atau tempat menampung kepentingan kelompok.

    “Menteri yang selama satu tahun tidak menunjukkan hasil nyata harus segera dicopot. Negara tidak butuh pejabat yang hanya sibuk pencitraan, asal setor muka, atau sekadar memberikan kabar gembira tanpa kerja nyata,” katanya.

    Pangi juga mengingatkan, loyalitas menteri harus diarahkan sepenuhnya kepada presiden dan rakyat, bukan kepada partai atau kelompok politik tertentu. Bila ada konflik kepentingan yang mengganggu integritas, sebaiknya menteri tersebut mundur secara terhormat.

    “Pemerintah butuh sosok berintegritas, berkompetensi, dan paham penderitaan rakyat. Menteri yang jadi beban, apalagi yang sudah tiga kali diingatkan, tidak layak dipertahankan,” tegasnya.

    Program Prioritas Tak Boleh Salah Urus

    Pangi menyebut, sejumlah program prioritas Presiden Prabowo merupakan janji politik kelas premium kepada rakyat, sehingga harus ditangani oleh orang-orang yang kompeten dan berkomitmen.

    Program-program yang dimaksud antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, Layanan Kesehatan Gratis, Subsidi Upah, Swasembada Pangan, dan Pelayanan Haji.

    “Program-program prioritas seperti MBG, sekolah rakyat, layanan kesehatan gratis, subsidi upah, dan swasembada pangan tidak boleh diserahkan kepada orang yang salah. Ini ‘janji super premium’ presiden kepada rakyat. Menteri terkait harus siap bertanggung jawab penuh atas keberhasilannya,” jelas Pangi.

    Oleh sebab itu, dia menegaskan, reshuffle harus berbasis letupan kinerja yakni capaian konkret yang terlihat dalam kebijakan dan hasil nyata di lapangan bukan karena “like or dislike”.

    Lebih jauh, Pangi menilai setidaknya tujuh kementerian perlu dievaluasi serius oleh Presiden Prabowo. Ia menilai beberapa kementerian strategis belum menunjukkan performa maksimal dan terkesan lamban dalam menjalankan agenda prioritas.

    Tujuh pos yang disebut antara lain Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perumahan dan Permukiman, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, serta Badan Gizi Nasional.

    Menurutnya, satu tahun sudah menjadi waktu yang cukup untuk menilai siapa menteri yang benar-benar bekerja, dan siapa yang hanya menumpang jabatan.

    “Satu tahun sudah cukup kesempatan yang diberikan untuk menilai siapa yang bekerja, siapa yang sekadar numpang jabatan. Kalau reshuffle dilakukan dengan tepat, Presiden Prabowo akan punya tim yang solid untuk menuntaskan janji-janji besarnya kepada rakyat,” tandas Pangi.

  • Pengamat Heran, Jokowi Perintahkan Relawannya Menangkan Gibran 2029 saat Rakyat Berjuang Atasi Himpitan Ekonomi

    Pengamat Heran, Jokowi Perintahkan Relawannya Menangkan Gibran 2029 saat Rakyat Berjuang Atasi Himpitan Ekonomi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan mantan Presiden Jokowi yang memerintahkan relawannya kembali memenangkan Gibran sebagai Wapres pada 2029 hingga kini masih jadi sorotan tajam publik.

    Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, pernyataan Jokowi tersebut terlalu dini, mengingat Presiden Prabowo belum genap satu tahun memimpin Indonesia.

    “Dibungkus dengan bahasa berkelas, Jokowi minta relawan dukung penuh ‘Prabowo-Gibran 2 periode’ belum menjabat 1 tahun, apa enggak kepagian bicara konteks 2 periode?” ujar Pangi kepada awak media, Kamis (25/9/2025).

    Dia menilai, yang saat ini mendesak adalah bagaimana suksesi pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming menunaikan janji-janji politiknya. Terutama program-program prioritas yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.

    Pengamat Politik yang juga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertanya-tanya maksud Jokowi melontarkan instruksi tersebut. Mengingat, saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang berjuang dan berusaha terlepas dari himpitan ekonomi.

    “Pak Jokowi minta relawan dukung periode Prabowo-Gibran 2 periode, demi rakyat? atau demi Gibran dan kekuasaan keluarga Pak Jokowi?” tanya Pangi.

    Hal senada disampaikan Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno. Dia melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang khas dalam politik Indonesia.

    “Sejak awal sebenarnya Jokowi sangat mendukung Prabowo–Gibran untuk dua periode,” kata Adi lewat kanal Youtube miliknya.

    Dia menilai, politik di Indonesia sederhana yaitu kekuasaan yang baru saja diraih, segera dilanjutkan dengan strategi mempertahankan kekuasaan di periode berikutnya.

  • Ahmad Labib Sebut Sinergi APBN hingga Pajak Dorong Ekonomi Inklusif

    Ahmad Labib Sebut Sinergi APBN hingga Pajak Dorong Ekonomi Inklusif

    Jakarta

    Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Labib menyampaikan pentingnya peran sistem keuangan negara sebagai instrumen utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan sosial. Menurutnya, sistem keuangan negara idealnya tidak hanya menjadi alat teknokratis, tetapi juga alat perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara nyata.

    “Sistem keuangan kita harus menjadi instrumen bagi daya tumbuh ekonomi yang pro-rakyat. Kita semua sepakat bahwa ending-nya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Labib dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).

    Hal itu disampaikan dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema ‘Sinergi Sistem Keuangan Negara dan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Sosial’ di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

    Labib menjelaskan bahwa sistem keuangan negara setidaknya terdiri dari empat instrumen utama. Instrumen tersebut meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perpajakan, pembiayaan dan utang negara, serta transfer ke daerah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

    Menurutnya, keempat instrumen itu harus disinergikan agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan merata.

    “Belanja negara harus diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan sektor-sektor produktif, termasuk program perlindungan sosial bagi masyarakat rentan,” tambahnya

    Terkait ekonomi digital, Labib menyambut positif tren pertumbuhan pesat di sektor ini. Ia mencatat bahwa kontribusi ekonomi digital terhadap PDB saat ini mencapai Rp1.900 triliun, dan berpotensi naik hingga Rp5.000 triliun pada tahun 2030.

    Namun, ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi, mulai dari kebocoran anggaran, kesenjangan antarwilayah, hingga ketergantungan pada komoditas strategis yang membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi global.

    Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan negara, Labib mendukung langkah tegas terhadap para penunggak pajak besar. Ia mengapresiasi terobosan terbaru pemerintah dalam menindak 200 wajib pajak yang menunggak hingga Rp 60 triliun.

    “Daripada memperluas pajak ke sektor riil, lebih baik kita efektifkan penegakan hukum terhadap penunggak pajak besar. Itu lebih adil dan berkelanjutan,” jelasnya.

    Adapun strategi ke depan, harus fokus pada perluasan sumber pendapatan negara, efisiensi belanja APBN, penguatan kinerja BUMN, dan penurunan ketergantungan terhadap utang luar negeri.

    “APBN harus menjadi katalis. Belanja negara harus fokus pada sektor-sektor strategis dan produktif. Kolaborasi antara pusat dan daerah sangat penting agar transfer fiskal tepat sasaran,” ungkapnya.

    Labib juga menekankan pentingnya transparansi, digitalisasi keuangan publik, dan partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja fiskal negara.

    “Jika dikelola dengan sehat, transparan, dan berpihak kepada rakyat, sistem keuangan negara akan jadi fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan,” tuturnya.

    Sementara itu, CEO, Founder, sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyoroti kebijakan transfer dana ke daerah yang menurutnya pemotongan dana transfer pusat ke daerah bukan hanya menghambat pembangunan, namun lebih fatal lagi mengganggu gaji tenaga honorer, pekerja paruh waktu, dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

    “Gaji P3K 1,2 juta dibagi 30 hari, itu yang terganggu. Pemotongan transfer daerah bukan hanya soal proyek pembangunan, tapi menyentuh langsung dapur rakyat kecil,” ujarnya.

    Selain itu, Pangi juga mengkritisi pendekatan perpajakan pemerintah yang selama ini memajaki masyarakat kelas menengah dan bawah, sementara potensi besar dari sektor tambang dan energi justru bocor hingga 80 persen.

    “Pajak digital, kaki lima, rumah tinggal semua dikejar. Tapi tambang, batu bara, sawit dibiarkan. Negara bekerja tanpa mau susah payah,” tegasnya.

    Isu lain yang disorot adalah dominasi oligarki yang telah merusak representasi politik rakyat di parlemen. Pangi menyebut bahwa banyak Undang-Undang saat ini bukan mencerminkan kehendak rakyat, melainkan titipan pemilik modal.

    “Omnibus Law contohnya. Lebih pro-investor ketimbang pro-rakyat. Akibatnya pejabat tak lagi nyambung dengan rakyatnya, yang terjadi adalah suara rakyat digusur oleh suara modal,” katanya.

    Ia mendorong agar ke depan, Undang-Undang benar-benar mencerminkan selera dan kebutuhan rakyat, termasuk pembatasan masa jabatan pejabat, pembuktian terbalik harta kekayaan, serta UU Perampasan Aset.

    Terakhir, Pangi menyerukan agar negara kembali kepada amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19456 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    “Hari ini 78% pendapatan rakyat di bawah Rp700 ribu per bulan. Tapi segelintir orang menguasai kekayaan setara puluhan juta rakyat. Ini bukan sekadar data, ini luka bangsa,” pungkasnya.

    (akd/akd)

  • Pak Prabowo, Berhentilah Mengasuh Geng Solo

    Pak Prabowo, Berhentilah Mengasuh Geng Solo

    GELORA.CO – Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan pandangannya terkait demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Ia menyinggung bagaimana kepemimpinan Presiden Prabowo.

    Itu diungkapkan Pangi dalam Rakyat Bersuawa iNews TV. Ditayangkan melalui YouTube iNews.

    “Dari awal saya sudah mengatakan, terlalu bahaya yang dilakukan Pak Prabowo hari ini,” kata Pangi memulai, dikutip Rabu (3/9/2025).

    Ia mengungkapkan kesetiaan tidak bisa dibagi dalam politik. Apalagi mencoba kesetiaan baru.

    “Karena di dalam politik, kesetiaan itu tidak bisa dibagi. Apalagi mencoba ada kesetiaan baru. Karena punya kesetiaan lama,” ujarnya.

    Baginya, loyalitas ganda tidak bisa terjadi. Apalagi matahari kembar.

    Karenanya, ia meminta Prabowo berhenti merawat Geng Solo.

    “Loyalitas ganda itu nggak bisa. Apalagi matahari kembar. Artinya, berhentilah Pak Prabowo mengasuh Geng Solo ini,” ucapnya.

    Ia menyebut dampak dari mengasuh Geng Solo adalah demonstrasi yang menyebabkan kematian sembilan orang.

    “Akibatnya adalah, 9 orang ini korban,” imbuhnya.

    Hal itu, menurutnya, karena Prabowo tak bisa mengendalikan intelijennya. Juga kepolisian dan tentara.

    “Karena presiden tidak mengendalikan penuh intelijennya, polrinya, panglimanya,” jelasnya.

    “2019 yang terjadi bisa 1 X 24 jam. Sekarang panjang sekali,” sambung Pangi.

  • Presiden Tak Bisa Kendalikan Penuh Intelijen, Polri, dan Panglima? Pengamat: Pak Prabowo, Berhentilah Mengasuh Geng Solo

    Presiden Tak Bisa Kendalikan Penuh Intelijen, Polri, dan Panglima? Pengamat: Pak Prabowo, Berhentilah Mengasuh Geng Solo

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan pandangannya terkait demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Ia menyinggung bagaimana kepemimpinan Presiden Prabowo.

    Itu diungkapkan Pangi dalam Rakyat Bersuawa iNews TV. Ditayangkan melalui YouTube iNews.

    “Dari awal saya sudah mengatakan, terlalu bahaya yang dilakukan Pak Prabowo hari ini,” kata Pangi memulai, dikutip Rabu (3/9/2025).

    Ia mengungkapkan kesetiaan tidak bisa dibagi dalam politik. Apalagi mencoba kesetiaan baru.

    “Karena di dalam politik, kesetiaan itu tidak bisa dibagi. Apalagi mencoba ada kesetiaan baru. Karena punya kesetiaan lama,” ujarnya.

    Baginya, loyalitas ganda tidak bisa terjadi. Apalagi matahari kembar.

    Karenanya, ia meminta Prabowo berhenti merawat Geng Solo.

    “Loyalitas ganda itu nggak bisa. Apalagi matahari kembar. Artinya, berhentilah Pak Prabowo mengasuh Geng Solo ini,” ucapnya.

    Ia menyebut dampak dari mengasuh Geng Solo adalah demonstrasi yang menyebabkan kematian sembilan orang.

    “Akibatnya adalah, 9 orang ini korban,” imbuhnya.

    Hal itu, menurutnya, karena Prabowo tak bisa mengendalikan intelijennya. Juga kepolisian dan tentara.

    “Karena presiden tidak mengendalikan penuh intelijennya, polrinya, panglimanya,” jelasnya.

    “2019 yang terjadi bisa 1 X 24 jam. Sekarang panjang sekali,” sambung Pangi.
    (Arya/Fajar)

  • Pengamat Politik Soroti Fenomena Geng Solo dan Matahari Kembar dalam Kasus Demo Ricuh

    Pengamat Politik Soroti Fenomena Geng Solo dan Matahari Kembar dalam Kasus Demo Ricuh

    GELORA.CO – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai fenomena geng Solo serta matahari kembar turut andil dalam kasus demo berujung ricuh di Indonesia. Menurutnya, hal ini bukan sekadar perdebatan istilah, melainkan problem mendasar yang bisa memicu keretakan politik karena tak dikelola dengan baik.

    “Dalam politik, loyalitas itu tidak bisa bercabang. Kalau ada loyalitas ganda, yang terjadi bukan harmoni, melainkan kekacauan,” ujar Pangi dalam Rakyat Bersuara bertema ‘Mengupas Aksi Massa, Siapa Dibaliknya?’ di iNews TV, Selasa (2/9/2025).

    Pangi menjelaskan, istilah geng Solo mencuat bukan tanpa sebab. Ia memandang bahwa publik mulai merasakan adanya tarik-menarik kepentingan di sekitar lingkaran elite dan melahirkan matahari kembar.

    “Kalau ini tidak segera dijernihkan, akan muncul ruang abu-abu di mana pejabat seakan punya dua pusat gravitasi. Itulah yang kita sebut sebagai loyalitas ganda, dan itu sangat berbahaya,” tutur dia.

    Lebih lanjut, Pangi menyinggung bahwa persoalan ini semakin sensitif karena berkelindan dengan kondisi sosial masyarakat. Menurutnya, publik merasakan jarak antara elite politik dengan kehidupan sehari-hari mereka.

    “Rakyat melihat pejabat sibuk dengan gaya hidup yang tampak berjarak, sementara mereka sendiri menghadapi beban pajak dan kesulitan ekonomi. Ketidakpekaan ini bisa memperbesar kekecewaan rakyat,” kata dia.

    Pangi mengingatkan, kekecewaan yang tidak direspons dengan baik bisa berubah menjadi energi kolektif yang turun ke jalan. Ia menilai, aksi massa yang terjadi belakangan harus dipahami bukan sekadar peristiwa spontan, melainkan reaksi atas akumulasi perasaan publik terhadap kebijakan dan sikap elite.

    “Di situlah pemerintah harus hadir. Jangan sampai rakyat merasa sendiri, sementara elite politik sibuk menjaga kepentingannya masing-masing,” ujarnya.

    Dalam penutup pernyataannya, Pangi menekankan pentingnya ketegasan Presiden untuk meredam kegaduhan politik sekaligus memastikan arah kepemimpinan tetap tunggal.

    “Presiden harus memberi garis tegas, agar tidak muncul kesan adanya matahari kembar. Negara harus tampil solid, karena hanya dengan begitu rakyat bisa merasa tenang,” tutupnya

  • Pakar Politik Sebut PDIP Terbiasa Hidup di Dua Alam

    Pakar Politik Sebut PDIP Terbiasa Hidup di Dua Alam

    Bisnis.com, Jakarta — DPP PDI-Perjuangan dinilai terbiasa hidup di dua alam seperti menjadi oposisi terkadang juga bisa jadi koalisi di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengemukakan bahwa hal tersebut biasa dilakukan oleh PDI-P untuk mencari aman agar tidak disikat oleh partai penguasa.

    “PDIP itu partai yang sudah terbiasa di dua alam,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Minggu (17/8/2025).

    Pria yang akrab disapa Pangi tersebut juga menyarankan seharusnya PDI-P sebagai partai yang memiliki jutaan kader di Tanah Air mempertegas sikap politiknya, sehingga seluruh kader yang ada di akar rumput tidak kebingungan.

    “PDIP tegas saja sebaiknya, mau jadi apa? Oposisi atau koalisi?,” katanya.

    Pangi menilai bahwa sikap oposisi yang kini dimainkan PDIP adalah oposisi konstruktif di mana oposisi tersebut dibuat dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat. 

    Menurut Pangi, oposisi jenis tersebut tetap akan memberikan kritik secara objektif dan tetap mengapresiasi pemerintah apabila kebijakan yang diambil sesuai undang-undang.

    “Inilah jenis oposisi yang dimainkan PDIP. PDIP selama ini akan tetap mendukung program pemerintah namun tetap kritis kalau tidak berpihak wong cilik,” katanya.

    DPP PDI-Perjuangan masih bimbang dengan sikap politiknya di masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka antara menjadi oposisi murni atau koalisi.

    Pasalnya, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pihaknya tetap akan menjadi oposisi atau penyeimbang pihak pemerintah baik secara ideologis maupun teknokratis. 

    Namun di sisi lain, menurut Hasto, PDI-P tetap akan mendukung semua kebijakan Prabowo-Gibran yang menyentuh rakyat secara langsung.

    “Jadi posisi kami menjadi penyeimbang secara ideologis, teknokratis sekaligus mendukung kebijakan yang pro rakyat,” tuturnya di Sekolah Partai DPP PDI-P Lenteng Agung Jakarta, Minggu (17/8).

    Menurut Hasto, sikap politik PDI-P tersebut sudah disampaikan langsung oleh PDI-P ketika menggelar Kongres PDI-P ke-6 di Bali beberapa waktu lalu.

    “Sikap politik yang disampaikan oleh Ibu Megawati itu sudah sangat jelas,” katanya

    Hasto pun memastikan PDI-P bakal terus mengawal sistem demokrasi di Tanah Air karena demokrasi yang sehat butuh check and balance.

    “Kita tetap akan bersikap kritis, karena kan demokrasi memang membutuhkan check and balance,” ujarnya.

  • Dukung Prabowo, Megawati Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Dibajak Jokowi

    Dukung Prabowo, Megawati Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Dibajak Jokowi

    GELORA.CO -Dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto antara lain karena Megawati Soekarnoputri ingin memenuhi perjanjian Batu Tulis yang pernah dibajak Joko Widodo (Jokowi). 

    Pada Pilpres 2009, pasangan Megawati-Prabowo meneken perjanjian Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat. Salah satu poin perjanjiannya adalah Megawati akan mendukung Prabowo pada Pilpres 2014. Namun, saat itu justru PDIP justru mengusung Jokowi.

    “Batu Tulis itu kan memang janji Megawati ke Prabowo, namun di tengah jalan di bajak Jokowi. Jadi, boleh jadi Megawati berhutang secara politik ke Prabowo dengan menunaikan janji politiknya akan membantu dan menjaga Prabowo sebagai presiden,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago kepada RMOL di Jakarta, Kamis, 14 Agustus 2025. 

    Namun demikian, Pangi menilai bahwa ada juga alasan lain mengapa PDIP mendukung pemerintahan Presiden Prabowo belakangan, meskipun tak ada perwakilannya di kabinet Merah Putih. 

    “Menurut saya, alasan PDIP mendukung pemerintahan Prabowo adalah karena PDIP merasa Jokowi adalah musuh politiknya,” ujar Pengamat Politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

    Atas dasar itu, kata Pangi, dengan semakin kuatnya Presiden Prabowo di pemerintahan, maka langkah politik putra sulung Jokowi yang juga Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka bisa meredup kiprahnya di pemerintahan. 

    “Maka, bagi PDIP enggak ada pilihan harus mendukung Prabowo dalam rangka mematikan langkah politik Gibran yang pernah dipecat PDIP sebagai kadernya,” pungkasnya.

  • Nasib IKN Kini: Pemindahan Ibu Kota Belum Jelas, Diusulkan Jadi Kantor Gibran

    Nasib IKN Kini: Pemindahan Ibu Kota Belum Jelas, Diusulkan Jadi Kantor Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Nasib pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara tidak kunjung jelas meski pemerintah dan DPR telah mengesahkan undang-undang yang menjadi basis regulasi berdirinya ibu kota baru. 

    Peristiwa terbaru, Komisi II DPR RI menggelar rapat dengan pimpinan DPR RI dan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) yang membahas dua isu yaitu, soal perubahan status Bandar Udara Internasional Nusantara dan pembangunan perumahan untuk pejabat negara.

    Diketahui, rapat tersebut berlangsung di wilayah Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025) pagi. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf menyebut dua isu ini telah disepakati bersama.

    “Dua isu saja tadi. Yang pertama adalah mengubah bandara VVIP menjadi bandara umum. Artinya, kalau VVIP kan dipakainya belum tentu sebulan sekali. Kalau bandara umum, itu bisa dipakai oleh siapa saja,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).

    Saat ini, lanjutnya, jika ingin ke IKN bandara umumnya masih terletak di Balikpapan, Kalimantan Timur. Kemudian, perjalanan dari Balikpapan menuju IKN pun terbilang masih jauh.

    “Dengan dibuka itu [menjadi bandara umum], maka jarak runway itu kan 3 kilometer. Itu sudah sanggup untuk Boeing 777 yang bisa menampung berapa ratus penumpang. Jadi, saya pikir tadi kami sepakat itu untuk kita setujui sebagai bandara umum,” jelas Dede.

    Eks Wakil Gubernur Jawa Barat ini meneruskan, isu kedua yang dibahas adalah soal pembangunan perumahan untuk para pejabat-pejabat negara, pimpinan DPR, hingga pegawai PNS/TNI/Polri. Dede berujar, saat ini rumah yang ada di sana mencapai 44.000 hunian.

    “Tadi permintaan daripada Kepala IKN adalah me-reduce, mengurangi jumlah besaran perumahan tersebut, jadi berkurang kira-kira 20 persen lah. Misalnya tapaknya adalah 500 meter, nanti menjadi katakanlah 400 meter. Demikian juga yang di bawahnya,” ucapnya.

    Dede menjelaskan, hal ini dilakukan karena saat ini rumah-rumah di seluruh dunia sudah menerapkan konsep rumah compact. Artinya konsep hunian ini memanfaatkan ruang terbatas secara efisien yang seringkali desainnya minimalis, tetapi fungsionalitasnya tinggi.

    Meski menyetujui dua hal itu, Dede mengaku belum ada usulan penghentian sementara pembangunan IKN dari Komisi II DPR. Justru, pihaknya turut berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan itu. 

    “Belum ada sama sekali [usulan penghentian sementara]. Kita komitmen untuk melanjutkan pembangunan itu, tentu dengan komitmen anggaran yang sudah disepakati bersama,” jelasnya.

    Prabowo Didesak Keluarkan Perpres

    Partai Nasdem sebelumnya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) ihwal aktivasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menjadi ibu kota negara Indonesia.

    Hal ini disampaikan oleh politisi Nasdem, Rifqinizamy Karsayuda kala menanggapi pertanyaan tentang perayaan HUT RI ke-80 akan digelar di Jakarta, bukan di IKN.

    “Partai saya, Partai Nasdem, meminta ada keputusan yang cepat oleh Presiden agar IKN segera kita putuskan sebagai Ibu Kota Negara melalui Keppres,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/7/2025).

    Sementara itu, sebagai Ketua Komisi II DPR, Rifqi menilai sangat wajar bila perayaan HUT RI ke-80 lokasi puncaknya masih di Jakarta. 

    Dari sisi normatif, menurutnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 Tentang Ibu Kota Nusantara menyebut bahwa aktivasi penetapan IKN sebagai Ibu Kota Negara itu harus diatur dalam sebuah keputusan Presiden (Keppres).

    “Sampai sekarang keputusan Presiden itu kan masih kita nantikan terkait hal tersebut. Sehingga secara yuridis, normatif, Jakarta ini berfungsi masih sebagai Ibu Kota Negara. Maka sangat wajar kalau kemudian perayaan HUT Republik Indonesia ke-80 masih berpuncak di Jakarta,” jelasnya.

    Selain itu, lanjutnya, saat ini ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Bila perayaan HUT RI dilakukan di IKN, dia berpandangan anggaran yang akan digulirkan disana tidaklah sedikit.

    “Terutama untuk transportasi, untuk akomodasi, karena orang yang akan merayakan di IKN masih bermukim di Jakarta, masih beraktivitas di Jakarta,” ucapnya.

    Dalam catatan Bisnis, pada Oktober tahun lalu Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengaku sedang mempelajari Keputusan Presiden (Keppres) mengenai perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta menuju Nusantara.

    “Ya nanti kami lihat  dan kami pelajari dulu semuanya, begitu semua sudah ready dan semua siap, maka beliau [Prabowo] yang akan tanda tangan,” ujarnya kepada wartawan.

    Diusulkan Jadi Kantor Gibran

    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disarankan berkantor di luar Pulau Jawa agar tidak mengganggu pekerjaan Presiden Prabowo Subianto.

    Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyarankan Gibran Rakabuming Raka untuk berkantor di Papua dan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur agar memiliki pekerjaan yang jelas.

    Dari sisi positifnya, menurut Pangi, proses pembangunan IKN bisa cepat rampung jika Gibran Rakabuming Raka berkantor di IKN. Sementara itu, jika Gibran Rakabuming Raka berkantor di Papua, maka masalah HAM bisa ditegakkan.

    “Itu sudah bagus dia berkantor di Papua dan IKN. Jadi tidak mangkrak,” tuturnya di Jakarta, Rabu (23/7).

    Pangi berpandangan jika Wapres Gibran Rakabuming Raka bertugas di Jakarta, maka pria yang akrab disapa Ipang itu menilai bahwa Gibran Rakabuming Raka bakal mengganggu dan menjadi beban Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau Gibran di Jakarta dikhawatirkan malah menjadi beban Prabowo,” katanya.

    Menurut Ipang, Gibran Rakabuming Raka harus mencari kavling pekerjaan sendiri, sehingga bisa bebas melakukan pencitraan kepada masyarakat.

    “Baiknya memang Gibran cari kapling wilayah tersendiri, biar tidak ngerecokin Pak Prabowo,” ujarnya.