Kong Latiep, Semur Jengkol, dan Pangrango, Kenangan Melekat di Perjalanan Kompas.com
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
– Matahari mulai beranjak tegak. Kami berkumpul di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tirta Jaya Depok, Jawa Barat.
Semua berbaju hitam, berdiri mengelilingi sebuah makam.
“Seneng banget
die
hari ini,” kata Nur Aprinawati (45), perempuan yang satu-satunya berbaju pink itu.
Akrab disapa Ina, ia adalah istri dari almarhum Muhammad Latief (43), wartawan
Kompas.com
yang berpulang pada 28 Desember 2019.
Pagi itu, Sabtu (13/9/2025), kami berziarah ke makam Latief, sahabat dan keluarga kami di
Kompas.com
. Di kantor, ia sering disapa Kong Latiep. Kami datang, Kong.
Ada Kadek, Obet, Ambar, Bestari, Jessi, Dea, dan Dita. Oh iya, Kong. Dita itu keluarga baru kita di
Kompas.com
. Sekarang,
handle
rubrik Nasional.
Kalau yang lain, aman
ye
Kong. Muka-muka lama semua di
Kompas.com.
Terakhir kali sebelum “pergi”, yang kami ingat, Kong Latiep bikin nasi liwetan bareng tim Latip Ads, pelesetan dari tim
native ad
s alias nama lain divisi
content marketing
.
”
Nasi liwet bikinan Mpoknya itu. Sebelum natalan,
die
bilang mau liwetan sama temen-temen kantornye,” kata Ina dengan logat betawinya yang kental.
Saat itu, Kong Latiep sama timnya gelar nasi liwet di atas daun pisang.
Ngariung.
Semua tampak lahap. Ada 15 orang yang masing-masing duduk berhadapan di dalam ruangan kantor.
Kita-kita kalau cerita urusan makanan pasti semangat. Semua juga pasti semangat. Termasuk Kadek, salah satu Wakil Redaktur Pelaksana Kompas.com.
Kadek mengenang kala itu Kong Latiep mengusulkan masak semur jengkol buat tambahan lauk nasi tumpeng.
Kok bisa?
Iya, saat itu,
Kompas.com
lagi ikutan lomba masak lintas unit di Kompas Gramedia. Ya, walaupun kalah juga sama saudara yang memang niat
banget
masaknya.
“Waktu itu kita mau bikin nasi kuning. Semur jengkol idenya Kong Latiep. Eh ternyata pas jadi yang antre panjang banget mau nyobain semur jengkol,” kata Kadek sambil tertawa mengingat kenangan itu.
“Grup Santika yang menang akhirnya. Memang niat masaknya, chef semua,” tambah dia.
Oh iya, 5C adalah nilai-nilai keutamaan Kompas Gramedia yang terdiri dari
Caring
(peduli),
Credible
(dapat dipercaya),
Competent
(kompeten),
Competitive
(kompetitif), dan
Customer Delight
(kepuasan pelanggan).
Nilai-nilai ini berfungsi sebagai pedoman perilaku bagi seluruh karyawan Kompas Gramedia dalam berpikir, bersikap, dan bertindak, yang bertujuan untuk memberikan pencerahan bagi masyarakat sesuai dengan filosofi perusahaan.
Obet nih misalnya. Ia cerita bahwa suatu saat Kong Latiep pernah membimbing liputannya terkait properti yang mangkrak. Obet mengenang, Kong Latiep memanggilnya untuk berdiskusi.
“Waktu itu gue ke rumahnya, diskusi. Sempet diseduhin teh juga. Nah kita ngobrol-ngobrol soal liputan,” kata Obet.
Obet saat itu bertugas sebagai reporter desk megapolitan. Sementara itu, Kong Latiep sebagai editor desk properti.
Tentu, dengan pengalamannya meliput soal properti, Kong Latiep punya segudang solusi soal peliputan tentang properti.
Bagi saya, Kong Latiep adalah mentor. Mentor lengkap. Urusan upgrade ilmu pengetahuan, diskusi pekerjaan sampai urusan hidup.
Kong Latiep selain satu atap untuk mencari nafkah, ia juga satu seragam pencinta alam di kampus dengan saya di Universitas Indonesia. Begitu tahu sekantor, saya dan Kong Latiep seringkali pulang bareng ke rumah di Depok naik kereta rel listrik (KRL).
Saya masih ingat soal nasihatnya soal riset sebelum menulis itu penting.
Soal cicil rumah pakai skema KPR, maaf Kong. Saya belum nyicil. Mending nabung. Sabarin aja,
hehe
.
Kalau lagi di kantor, setiap ada Kong Latiep pasti suasana gembira. Apalagi ada tandemnya, almarhum Ervan Hardoko yang akrab disapa Mas Koko.
Di sofa deket kaca ruang redaksi
Kompas.com
gedung lama, Kong Latiep pasti main gitar.
Ingatan saya mungkin sedikit bagi yang rekan-rekan yang sudah lebih lama bersentuhan dengan Kong Latiep.
Namun, solutif dan peduli adalah dua kata yang melekat dengan Kong Latiep semasa hidup dan kini untuk bisa dikenang.
Saya dan Kong Latiep sempat mendaki Gunung Gede untuk Jambore 50 Tahun Mapala UI pada tahun 2014.
Ia mendaki bersama rekan-rekan seangkatannya, sedangkan saya juga bersama rekan-rekan seangkatannya.
Di tengah pendakian, beberapa kali saya berpapasan dengan Kong Latiep. Waktu itu, saya belum satu kantor di
Kompas.com.
“Boy,
fotoin dong,” kata Kong Latiep.
Saya kemudian ambil foto Kong Latiep dan angkatannya. Di sana, salah satu persimpangan saya di gunung.
Sesampainya di Suryakencana, kami pun berkumpul pada pagi hari yang dingin dan berkabut. Upacara bendera kami lakukan di tengah Lembah Suryakencana.
Jelang kematiannya, Kong Latiep juga terakhir kali mendaki Gunung Pangrango.
Ia waktu itu terlibat dalam acara penaburan abu tokoh jurnalis senior dan anggota Mapala UI, Aristides Katoppo pada Jumat (15/11/2019) di Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango.
Abu jenazah Aristides ditaburkan oleh rekan-rekannya, yakni para pendaki dan pencinta alam Mapala UI termasuk Kong Latiep, Wanadri, Yepe (Young Pioneers) dan Aranyacala Trisakti.
Mendaki gunung adalah salah satu hobi Kong Latiep selain memancing.
Kalau memancing, belakangan semasa hidupnya memang biasa dilakukan di akhir pekan. Sering banget Kong Latiep pamer kebahagiaannya menang lomba mancing di Facebook.
Pada saat ziarah, anak almarhum Latief, Nadhif Azzam (17) juga ikut mengenang ayahnya.
Beberapa minggu lalu, Azzam naik Gunung Pangrango bersama rekan-rekan sekolahnya.
“Karena dimimpiin bapaknye disuruh nengok Pangrango. Pulang sekolah ke rumah, barang-barang naik gunung punya bapaknye udah bersih, dia naek gunung sama temen-temennya,” kata Ina.
Azzam bilang, sang ayah mampir ke mimpinya. Saat itu, Kong Latiep ada di gerbang pintu pendakian Gunung Gede Pangrango jalur Cibodas.
“Dimimpiian ayah, dia ada di pintu gerbang pendakian. Ayah bilang Azzam masih kecil terus bilang nanti kalo udah gede, kamu bisa naik gunung,” kata Azzam.
Sebelum mendaki, tepat di kaki Gunung Gede Pangrango, Kong Latiep kembali hadir di mimpi Azzam.
“Di
basecamp
sempat tidur, dimimpiin lagi, tapi ayah cuma senyum,” kenang Azzam.
Ia pun naik Gunung Pangrango pada dini hari. Berbekal alat-alat gunung milik almarhum ayahnya, Azzam mendaki sampai Puncak Gunung Pangrango dan kembali dengan selamat sampai di rumah.
Setidaknya, Azzam bisa mulai mengikuti hobi ayahnya mendaki gunung.
Ziarah kubur adalah tradisi tahunan menyambut HUT
Kompas.com.
Kami berziarah ke makam para pendiri Kompas Gramedia dan rekan-rekan kerja yang mendahului untuk menghadap Sang Pencipta.
Ziarah waktu itu diawali dengan gerakan bersepeda, berziarah, dan berbagi sejak 2020, ketika
Kompas.com
berulang tahun ke-25.
Artinya, sudah lima tahun kami berziarah ke tempat para pendiri dan pendahulu kami.
Kadek mewakili jajaran redaksi
Kompas.com
mengatakan, rekan-rekan sangat gembira bisa berziarah bersama istri dan Azzam.
“Mas Latiep bukan sekedar rekan kerja ya, tapi
part of family,”
ujar Kadek.
Kami menaburkan bunga dan membersihkan nisan Kong Latiep.
Makamnya kini dipenuhi taburan bunga. Warnya cerah, secerah langit pada pagi itu.
Ina berterima kasih kepada rekan-rekan
Kompas.com
yang terus mengingat dan berziarah ke makam
Latief.
Ia pun berterima kasih kepada rekan-rekan
Kompas.com
yang telah peduli dengan keluarganya.
Puncak acara HUT
Kompas.com
dilakukan pada Senin, 15 September 2025 yakni dengan gelaran Festival HUT berupa Obrolan Newsroom On Stage dan LiteraTalk yang merupakan bagian dari Jagat Literasi, serta Awarding Kolumnis.
Acara pamungkas, Bersuka Ria, menjadi kemeriahan pada Senin malam. Keseluruhan rangkaian perayaan HUT
Kompas.com
ini merupakan hasil kerja sama bersama Riady Foundation, ParagonCorp, dan Blibli. Juga didukung oleh Kita Bisa dan Gramedia.
Sementara itu, misi Jagat Literasi di Perbatasan Ekspedisi dari Kata ke Nyata
Kompas.com
hadir melalui inisiatif Jagat Literasi untuk merayakan HUT ke-30 Kompas.com.
Relawan mengajarkan literasi media dan literasi baca di 20 sekolah yang tersebar di Banten, Jawa Tengah, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, dan DKI Jakarta.
Selain mengajar, mereka menyalurkan donasi buku anak dengan target 10.000 eksemplar agar siswa di berbagai daerah bisa mendapatkan bacaan yang layak.
Ekspedisi Kata ke Nyata didukung gerakan STEM Indonesia Cerdas dari Riady Foundation, serta ParagonCorp, dan Gramedia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.