Apakah “Isi Tas” Lebih Penting dari Kapasitas?
Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.
”
Percuma juga punya elektabilitas tinggi, tapi enggak punya isi tas. Loh iya dong, masa isi tas enggak punya? Kalau saya kan enggak bawa tas. Yang bawa Bendum semua
” – Kaesang Pangarep.
PERNYATAAN
“mengagetkan” ini datang dari anak muda yang pada 31 Desember 2025 nanti, berusia 31 tahun. Ketua umum termuda dari semua ketua umum partai politik yang ada.
Putra bungsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo itu memang dikenal suka “ceplas-ceplos” dan menjadi tipe anak muda seusianya.
Terlahir dari ayah yang menjadi pejabat, sejak Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta bahkan menjabat presiden hingga dua periode tentu meninggalkan privilege yang “luar biasa” untuk sanak keluarga. Kaeasang tumbuh dengan segala fasilitas yang melimpah.
Justru pernyataan Kaesang – pemilik usaha Sang Pisang, Mangkokku dan Yang Ayam yang kini sebagian telah meredup – menjadi pemantik kesadaran politik akan pentingnya “isi tas” atau elektabilitas semata.
Jelang Pemilu Legeslatif 2029 mendatang, semua partai politik sibuk menggelar konsolidasi untuk memperkuat jaringan dan pijakan di semua daerah.
Sementara (calon) partai politik baru sibuk mencari kader baru agar bisa memenuhi kuota minimal kepengurusan di daerah-daerah.
Pernyataan “isi tas” menjadi pengingat akan “mahalnya” biaya politik saat ini. Bayangkan berapa biaya yang dikeluarkan seorang calon anggota legeslatif yang berlaga di tingkat kabupaten atau kota?
Berapa besar dana yang dihabiskan calon anggota legeslatif agar bisa “terpilih” di DPRD Provinsi? Berapa pula biaya yang diludeskan Caleg untuk bisa melenggang ke Senayan – kawasan Kantor Parlemen di Jakarta?
Tidak ada rata-rata suara yang pasti karena jumlah suara yang dibutuhkan untuk menjadi anggota DPRD kabupaten sangat bervariasi, tergantung pada jumlah kursi yang tersedia di daerah pemilihan atau Dapil tersebut, jumlah suara sah di Dapil, dan perolehan suara partai politik.
Anggota DPRD kabupaten terpilih adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak di dapilnya, tapi ada faktor-faktor lain yang memengaruhi.
Semakin banyak kursi yang tersedia, semakin sedikit suara yang dibutuhkan. Total suara sah di setiap dapil akan menentukan alokasi kursi partai.
Belum lagi, setiap partai harus memenuhi ambang batas perolehan suara atau ambang batas parlemen agar berhak mengkonversi suara menjadi kursi. Saat ini, ambang batas tersebut 4 persen suara sah secara nasional untuk bisa masuk DPR RI.
Untuk DPRD kabupaten, sistem pembagian kursi dan perolehan suara dapat berbeda-beda. Kerap terjadi, ada partai politik yang tidak memiliki wakil di Senayan, tetapi memiliki anggota Dewan di daerah kabupaten atau provinsi.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) walau absen di Senayan, misalnya, tetapi memiliki enam wakil di DPRD Jawa Barat serta dua wakil di DPRD Kota Depok, Jawa Barat.
Pun demikian dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), walau tidak lolos ke Senayan, tetapi memiliki 180 anggota Dewan di sejumlah DPRD. Jumlah ini meningkat dibandingan hasil Pemilu 2019 yang berjumlah 72 anggota Dewan.
Wakil Ketua DPR RI periode 2009-2014 yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung pernah menghitung kalau rata-rata biaya kampanye Caleg DPR – RI naik 1,5 kali lipat. Dari Rp 3,3 miliar pada Pemilu 2009 menjadi Rp 4,5 miliar pada Pemilu 2014.
Untuk paham dengan biaya terkiwari yang dikeluarkan Caleg DPR-RI, ada baiknya mengutip pengalaman Caleg DPR – RI yang gagal melaju ke Senayan.
Masinton Pasaribu mengaku menghabiskan Rp 10 miliar untuk bertarung di Dapil “neraka” Jakarta II meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri.
Uang sebanyak itu dihabiskan Masinton untuk pembiayaan baliho, merchandise kampanye, stiker serta mobilisasi personel. Masinton hanya meraup 50.992 suara.
Sementara Caleg yang melenggang ke Senayan di kisaran 60.623 suara (Once Mekel dari PDIP) hingga Hidayat Nurwahid dari PKS dengan 227.974 suara.
Masih menurut Bupati Tapanuli Tenggah di Sumatera Utara tersebut, ada pesaingnya dari kalangan pesohor di Dapil lain yang sampai menghabiskan Rp 30 miliar untuk bisa merebut suara sebanyak-banyaknya agar lolos ke Senayan di Pemilu 2019.
Bayangkan jika itu terjadi di Pemilu 2024 lalu atau bahkan di Pemilu 2029 mendatang (
Rri.co.id
, 03 September 2023).
Pernyataan Kaesang tentang pentingnya “isi tas” tidak saja membuka perdebatan klasik tentang
political cost,
tetapi juga menggugat masih adakah fatsun demokrasi dipahami dengan benar oleh kalangan politisi muda seperti Kaesang?
Bukankah Generasi Emas mendatang akan berlimpah dengan bonus demografi, yakni mayoritas kalangan muda di populasi penduduk?
Jika “sekelas” ketua umum partai berlogo gajah saja sudah “gagal paham”, maka prospek perbaikan kualitas demokrasi ke depannya menjadi tanda tanya besar.
Fatsun demokrasi adalah tata krama atau etika yang harus dipatuhi dalam sistem demokrasi, meskipun tidak tertulis.
Hal ini mencakup perilaku dan aturan tidak formal yang menunjang jalannya demokrasi, seperti kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab, menghormati kedaulatan rakyat, serta berpartisipasi dalam politik secara konstruktif.
Dalam etika berpolitik, ada aturan tidak tertulis tentang bagaimana seharusnya tokoh politik dan masyarakat berperilaku dalam ranah politik agar tidak merusak tatanan demokrasi.
Praktik menghalalkan segala cara agar “menang” dengan menumpahkan “isi tas” sebanyak-banyaknya, tidak saja membawa kualitas demokrasi semakin terpuruk, tetapi juga membiasakan era “jahiliyah” di peradaban modern.
Partai politik memiliki elektabilitas jika memiliki daya pilih yang sesuai dengan kriteria keterampilan dan popularitas.
Dalam negara demokrasi, partai politik harus berupaya meningkatkan elektabilitas untuk dapat memenangkan pemilihan umum. Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan.
Agar suatu partai politik atau calon anggota legislatif bisa memiliki elektabilitas tinggi, maka harus melakukan kerja nyata di lapangan agar dikenal baik oleh masyarakat.
Kinerja baik, yang tidak hanya turun ke daerah saat kampanye, begitu diingat warga. Belum lagi, partai atau caleg dikenal publik karena aktif memperjuangkan aspirasi rakyat.
Tidak cukup hanya membagi-bagikan kaos dan senyum manis yang dipaksakan. Jejak-jejak positif dari partai dan Caleg selalu masuk dalam memori warga.
Elektabilitas partai politik memiliki makna tentang tingkat keterpilihan partai politik di publik. Saat elektabilitas partai tinggi, berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi.
Untuk meningkatkan elektabilitas, maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan juga populer.
Partai politik memiliki elektabilitas jika memiliki daya pilih yang sesuai dengan kriteria keterampilan dan popularitas. Di negara yang menganut paham demokrasi, setiap partai politik harus berupaya meningkatkan elektabilitas untuk dapat memenangkan pemilihan umum.
“Isi tas” tidak seharusnya menjadi penentu kemenangan. Jika “isi tas” dipakai untuk praktik politik uang atau
money politic,
maka dapat merusak kualitas demokrasi. Tidak selalu “isi tas” bisa menjadi faktor penentu.
Harus diingat, politik uang adalah upaya untuk memengaruhi pemilih dengan imbalan uang, barang, atau janji, dan merupakan pelanggaran hukum yang bisa dikenai sanksi pidana penjara serta denda.
Kemenangan yang sah harus didasarkan pada visi, misi, dan program yang jelas, bukan karena iming-iming “isi tas”.
Politik uang atau “membeli suara” adalah tindakan yang melanggar hukum dan jelas dilarang oleh undang-undang, seperti Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Pemilih yang terpengaruh politik uang cenderung tidak memilih berdasarkan pertimbangan rasional seperti integritas dan program kandidat, melainkan karena imbalan yang didapat.
Cara-cara seperti ini hanya menghasilkan pemimpin yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat. Calon yang terpilih pasti akan berupaya mengembalikan biaya yang telah dikeluarkannya.
Jika “isi tas” dianggap satu-satunya menjadi penentu kemenangan di kontestasi politik – dengan mengenyampingkan kerja-kerja politik yang terencana dan terukur untuk mendongkrak faktor elektabilitas – maka bisa jadi kandidat yang memiliki modal finansial lebih besar akan lebih mungkin menang.
Pendidikan politik terbaik adalah saat kita menolak uang suap untuk memilih pemimpin yang tidak jujur, penuh pencitraan yang palsu, dan membiarkan keluarga, kerabat serta kroni-kroninya berbuat korup.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Once Mekel
-
/data/photo/2017/04/19/11781449301.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Ahmad Dhani dan Once Diminta Berdamai di Rapat DPR…
Ketika Ahmad Dhani dan Once Diminta Berdamai di Rapat DPR…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Musisi sekaligus anggota DPR Ahmad Dhani dan Once Mekel diminta berdamai di tengah-tengah rapat Badan Legislasi DPR terkait revisi Undang-Undang Hak Cipta yang dihadiri oleh asosiasi-asosiasi musisi.
Awalnya, Ketua Baleg DPR Bob Hasan menyoroti sengketa hukum antara penyanyi dan pencipta lagu yang menurutnya terjadi karena kekosongan hukum.
“Padahal sebenarnya yang menyebabkan terjadinya
dispute
itu akibat kekosongan hukum, bukan akibat kehendak daripada penciptanya, bukan kehendak daripada penyanyinya,” kata Bob dalam rapat, Selasa (11/11/2025) siang.
Politikus Partai Gerindra ini pun menyinggung perselisihan antara dua personel grup band Padi, Piyu dan Fadly, yang berbeda pendapat mengenai aturan royalti dan hak cipta.
Menurut dia, perselisihan tersebut merugikan bangsa Indonesia.
“Saya kira mulai hari ini, tadi Mas Fadly menyatakan sahabatan dengan Mas Piyu, persahabatan itu harus tetap dilanjutkan. Karena yang rugi kita bangsa Indonesia,” ujar Bob melanjutkan.
Kemudian, Bob meminta Once dan
Ahmad Dhani
berdamai.
Ia lagi-lagi menekankan bahwa masyarakat sangat dirugikan dengan adanya perselisihan antarmusisi.
Bob lantas menyinggung bahwa banyak masyarakat yang ingin Ahmad Dhani dan Once bisa tampil bersama dalam grup band Dewa.
“Cukuplah sudah Ahmad Dhani dengan Once. Ini yang… Bapak/Ibu ini yang rugi ini, yang rugi ini bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia yang rugi. Kita enggak denger suara Sting lagi di lagu Dewa. Kan begitu. Ada ciri-ciri Sting-nya di Dewa itu kan enggak ketemu. Akhirnya damai lagi lah kembali. Kalian bersatu lagi. Sehingga kita penikmat ini kan, tinggal nanti UU-nya,” kata Bob.
Permintaan Bob ini mengundang tawa dari para anggota DPR maupun musisi yang menghadiri rapat.
Bob lalu mengungkit kembali kekosongan hukum yang menyebabkan adanya perselisihan antara pencipta lagu dan musisi yang membawakan lagu.
“Akhirnya masuk kepada sentra tentang pribadi. Kalau kita bicara di mana ada kekosongan hukum, di situ karena ada
dispute
, ada persengketaan ada perselisihan. Berarti tidak ada, jadi ada yang satu ketakutan penciptanya, tadi dari Visi kebingungan,” ujar Bob.
“Padahal di balik itu lagu tersebut misalkan diciptakan begitu bagus. Boleh jadi pencipta membuat lagu akibat melihat karakter suara penyanyinya,” imbuh dia.
Once yang menghadiri rapat tidak memberikan komentar spesifik mengenai permintaan berdamai dengan Dhani, sedangkan Dhani tidak menghadiri rapat.
Eks vokalis Dewa itu hanya menyampaikan kekagumannya kepada Fadly dan Piyu yang bisa bermain bersama di Padi meski punya perbedaan pendapat soal royalti.
“Saya senang kita bisa bertemu dengan teman-teman musisi, dalam posisi-posisi yang berbeda-beda. Bahkan yang lebih ajaib adalah, tadi itu, Mas Fadly dan Piyu bisa berbeda, tapi mereka beruntung masih bisa bermain bersama,” kata politikus PDI-P itu.
Awal perseteruan Once dan Dhani terjadi setelah Dhani melarang Once menyanyikan lagu-lagu milik Dewa 19 selama Once tampil solo.
Dhani menjelaskan, awal kemarahannya saat itu ditujukan pada WAMI (Wahana Musik Indonesia) karena tidak adanya laporan yang baik tentang pembayaran royalti lagu-lagu Dewa 19.
“Saya minta LMKN ke WAMI, sampai sekarang belum dikirim sama WAMI, siapa saja EO yang udah bayar ke Ahmad Dhani soal konsernya Once yang bawakan lagu Dewa 19, sampai sekarang enggak ada,” tutur Dhani dikutip dari
YouTube
Dunia Manji.
“Jadi saya itu marah banget sama WAMI, marah banget sama EO, tapi kenapa yang muncul, diwawancara Once terus dengan bawa-bawa hukum positif. Kan enggak nyambung sebenarnya,” imbuh Dhani.
Perseturuan antara Dhani dan Once ini bergulir sehingga isu royalti dan hak cipta menjadi perbincangan hangat selama beberapa waktu terakhir.
DPR tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Hak Cipta yang diharapkan dapat mengatasi persoalan royalti tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Slank Konsisten Tarik Diri di Polemik Royalti, Bimbim: Kita Anggap Uang Jajan
JAKARTA – Drumer Slank, Bimbim, menyatakan pihaknya masih teguh dengan sikapnya yang tidak mau berpihak dalam polemik hak cipta musik dan royalti yang dalam dua tahun belakangan jadi isu utama di industri musik Indonesia.
Drumer 58 tahun itu menyebutkan royalti layaknya “uang jajan” bagi Slank. Royalti bukanlah yang utama dalam bermusik. Oleh karenanya, Slank mengambil jarak dari polemik yang terjadi.
“Karena sampai hari ini, royalti itu kita anggapnya uang jajan aja. Jadi, ngapain kita ributin uang jajan. Benar enggak sih?” kata Bimbim kepada awak media di Kemang, Jakarta Selatan baru-baru ini.
Sebagai band yang sudah malang melintang, besaran nilai royalti dianggap Slank terlalu kecil untuk dipermasalahkan. Namun ia tidak memungkiri perlunya perbaikan sistem dan tata kelola.
“Pekerjaan rumahnya masih banyak,” katanya.
Lebih lanjut, Bimbim mengaku banyak orang mempertanyakan posisi Slank dalam polemik royalti, bahkan sejak Ahmad Dhani dan Once Mekel berseteru mengenai pelarangan membawakan lagu pada tahun 2023 lalu.
Sang drumer melihat Dhani dan Once sebenarnya sama-sama memiliki niat baik untuk perbaikan industri musik Tanah Air. Namun sekali lagi, ia menegaskan Slank tidak akan memihak.
“Banyak yang nanya sih. Sudah lama, ‘Kok enggak ikutan kubunya Ahmad Dhani?’ ‘Kok enggak ikutan kubunya Once?’ Dua-duanya sama-sama niat baik kalau gue bilang sih,” ujar Bimbim.
“Jadi, ya fight aja lu berdua. Entar hasilnya pasti yang terbaik. Jadi kita enggak mau ikut-ikut masuk ke kubu sini atau kubu sana,” tandasnya.
-

Komisi XIII DPR Ambil Alih Revisi UU Hak Cipta, Melly-Once Tetap Jadi Pengusul
Jakarta –
Komisi XIII DPR RI resmi mengambil alih pembahasan revisi UU Hak Cipta yang sebelumnya diusulkan secara perorangan oleh anggota Komisi X DPR RI Melly Goeslaw, Once Mekel, dan Ahmad Dhani. Revisi UU Hak Cipta dialihkan agar pembahasannya segera selesai.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya dalam rapat Komisi XIII DPR RI, Baleg, bersama LMKN, VISI, AKSI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8/2025). Diketahui, revisi UU Hak Cipta masuk ke dalam prolegnas usul perorangan.
“Ada pergeseran dengan sangat hormat Teh Melly dari inisiatif perorangan nanti kami take over ke Komisi XIII biar lebih cepat Teh Melly,” ujar Willy.
“Kita cabut dulu di prolegnas dipindahin ke Komisi XIII dari Teh Melly, tapi Teh Melly tetap sebagai pengusul,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg Martin Manurung mengatakan Baleg DPR telah menggelar pertemuan-pertemuan dengan Badan Keahlian. Selain itu, juga meminta masukan dari berbagai pihak.
“Lalu kemudian dalam pertemuan-pertemuan di luar rapat kita juga sudah pernah dengan Badan Keahlian,” sambungnya.
Menurut Martin, saat ini belanja masalah untuk revisi UU Hak Cipta telah cukup banyak. Nantinya, kata dia, Baleg DPR dapat menyampaikan masukan-masukan yang selama ini didapatkan.
“Kalau nanti ini diselesaikan Komisi XIII silahkan saja, yang penting kita selesaikan di tahun ini. Jangan sampai kita ke tahun depan,” imbuhnya.
(amw/fas)
-

Wamen Eddy Sampaikan Tata Kelola Royalti Musik Melalui Permenkum 27/2025 di DPR
Lebih lanjut, Marcel juga menegaskan bahwa LMKN akan terus bekerja untuk mensosialisasikan dan mengedukasi sistem royalti di Indonesia. Secara geografis dan kultur, Marcel mengakui adanya tantangan di Indonesia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memastikan pengawasan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) akan berjalan ketat, termasuk melalui evaluasi tahunan kinerja dan laporan keuangan. Selain itu, DJKI juga mendukung pelaksanaan revisi Undang-Undang Hak Cipta atas inisiatif DPR dengan melibatkan para musisi, penulis, seniman, dan kreator beserta seluruh pemangku kepentingan.
Selain jajaran Kementerian Hukum, rapat di ruang DPR ini juga dihadiri perwakilan seluruh LMK, sejumlah musisi Indonesia seperti Ariel Noah, Piyu Padi, Indra Lesmana, Vina Panduwinata, hingga anggota DPR yang juga musisi seperti Melly Goeslaw, Ahmad Dhani, serta Once Mekel.
Kakanwil Kemenkum Sulsel, Andi Basmal, dalam keterangannya, Sabtu (23/8/2025) mendukung penuh langkah Kemenkum (pusat) menyampaikan tata kelola royalti di hadapan DPR RI melalui Wamenkum, Edward Omar Sharif Hiariej. Andi Basmal menyebut bahwa transparansi terhadap tata kelola royalti yang disampaikan di DPR merupakan bentuk transparansi pemerintah untuk menjawab keresahan para hak pencipta dan pemegang hak cipta yang telah diatur dalam Permenkum baru ini.
“Kami di Sulsel menyampaikan apresiasi dan mendukung langkah Pusat atas transparansi pengelolaan royalti di hadapan DPR yang tertuang dalam Permenkum Nomor 27/2025. Kanwil Sulsel siap mengawal aturan pelaksana ini agar dapat diimplementasikan dengan baik dalam rangka memberikan kepastian terhadap hak pencipta dan pemegang ciptaan,” ujarnya. (*)
-
/data/photo/2025/08/21/68a6d3d631f32.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
DPR "Digeruduk" Musisi soal Polemik Royalti, Siapa Saja? Nasional 21 Agustus 2025
DPR “Digeruduk” Musisi soal Polemik Royalti, Siapa Saja?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah musisi Tanah Air menggelar rapat konsultasi bersama Komisi XIII DPR untuk membahas polemik soal royalti yang tengah terjadi.
Tampak sejumlah musisi yang merupakan anggota DPR hadir dalam forum tersebut, seperti Ahmad Dhani yang merupakan pentolan Dewa 19 sekaligus anggota Komisi X DPR.
Terdapat pula eks vokalis Dewa 19, Ellfonda Mekel atau Once Mekel yang merupakan anggota Komisi X Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Tampak di Ruang Rapat Komisi XIII, yakni Melly Goeslaw yang merupakan anggota Komisi X Fraksi Partai Gerindra.
Selain tiga nama yang merupakan anggota DPR, tampak musisi lain yang tidak berafiliasi dengan politik seperti vokalis band Efek Rumah Kaca (ERK) Cholil Mahmud dan Nazril Irham atau Ariel yang merupakan pentolan Noah.
Penyanyi solo seperti Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, Vina Panduwinata, dan Katon Bagaskara juga hadir dalam rapat dengan Komisi XIII itu.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) juga ikut dihadirkan untuk membahas polemik royalti.
Sebelumnya, anggota Komisi XIII DPR Iman Sukri mendukung langkah pemerintah yang akan mengaudit LMKN dan LMK dalam merespon polemik pembayaran royalti terhadap musisi.
Menurutnya, audit ini penting untuk memastikan tata kelola pengumpulan dan penyaluran royalti berjalan transparan dan akuntabel.
Ia menekankan, hak para pencipta, pemilik, dan pelaku musik harus dilindungi secara penuh tanpa adanya penyimpangan dari lembaga bersangkutan.
“Saya mendukung langkah pemerintah untuk mengaudit LMKN dan LMK. Pembayaran royalti kepada pemilik dan pencipta karya musik harus dilakukan secara transparan. Tidak boleh ada penyimpangan, karena ini menyangkut hak hidup para seniman,” tegas Sukri dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA Nazril Irham atau Ariel Noah bersama Satriyo Yudi Wahono atau Piyu Padi dan sejumlah musisi lain menghadiri rapat konsultasi yang digelar pimpinan DPR RI bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
Jelasnya, musik merupakan salah satu industri kreatif di Indonesia yang memiliki sumbangsih dalam perekonomian nasional.
Oleh karena itu, prinsip keadilan, keterbukaan, dan profesionalisme harus dikedepankan dalam pengelolaan royalti.
Jika dalam audit yang dilakukan pemerintah ditemukan penyimpangan, ia mendukung adanya hukuman tegas bagi LMK dan LMKN.
“Negara hadir untuk memastikan bahwa setiap rupiah royalti sampai kepada pihak yang berhak. Audit ini harus menjadi momentum untuk perbaikan tata kelola LMKN dan LMK ke depan,” ujar Sukri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPR rapat royalti hak cipta bersama Ariel Noah hingga Vina Panduwinata
“Oleh karena itu untuk kemudian biar semua bersuara dan juga kemudian menyampaikan aspirasinya supaya kita juga mendapatkan satu keputusan pada hari ini tentang bagaimana memecahkan dinamika yang pada saat ini terjadi,”
Jakarta (ANTARA) – DPR RI menggelar rapat konsultasi untuk membahas manajemen royalti dan permasalahannya dalam perlindungan karya cipta dan hak cipta bersama sejumlah musisi, mulai dari Ariel Noah hingga Vina Panduwinata di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat tersebut yang digelar di ruangan Komisi XIII DPR RI. Rapat itu pun mengundang Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej berserta jajarannya.
“Oleh karena itu untuk kemudian biar semua bersuara dan juga kemudian menyampaikan aspirasinya supaya kita juga mendapatkan satu keputusan pada hari ini tentang bagaimana memecahkan dinamika yang pada saat ini terjadi,” kata Dasco saat membuka rapat tersebut.
Selain Ariel dan Vina Panduwinata, sejumlah musisi atau figur publik yang hadir yakni Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, Satrio Yudi Wahono (Piyu Padi), hingga Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca).
Kemudian ada juga sejumlah musisi yang kini menjadi Anggota DPR RI, di antaranya Ahmad Dhani, Once Mekel, dan Melly Goeslaw.
Dasco mengatakan bahwa saat ini ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Hak Cipta. Menurut dia, Kementerian Hukum pun sudah berkoordinasi dengan DPR RI mengenai penyesuaian itu.
Namun, kata dia, penyesuaian itu saja belum cukup, karena perkembangan zaman menuntut agar UU Hak Cipta itu direvisi. Selain itu, terdapat juga banyak aspirasi dari masyarakat mengenai perkembangan teknologi yang berkaitan dengan UU Hak Cipta.
“Ketika UU Hak Cipta itu nanti akan selesai, bagaimana bentuk, apakah LMK atau LMKN itu bentuknya seperti yang direncanakan sekarang atau berubah sesuai kesepakatan, itu akan kita sesuaikan,” kata Dasco.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Once Mekel Minta Royalti Musik Harus dari Pemain Besar, Jangan Ganggu UMKM!
Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Once Mekel mengingatkan agar pengumpulan royalti musik harus dilakukan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) secara bertahap mulai dari pemain besar.
Menurutnya, pengumpulan royalti secara bertahap dilakukan agar gairah UMKM tidak terganggu di tengah perekonomian saat ini yang sedang tidak baik, karena UMKM harus menjadi andalan perekonomian RI.
“Yang jelas begini ya, saya kira ini pekerjaan harus bertahap, sistematis, dan ada prioritas-prioritas. Jangan mengganggu usaha-usaha kecil,” ujar Once dilansir dari Antara, Rabu (20/8/2025).
Dengan demikian, eks vokalis Dewa itu mengatakan pengenaan royalti musik bisa didahulukan kepada pemain besar, seperti penyanyi besar serta lagu-lagu yang bertengger di papan atas.
Meski begitu, Once menekankan pemungutan royalti bagi dunia usaha tetap penting untuk dilaksanakan, namun harus diatur lebih lanjut tarif yang sesuai, terutama bagi UMKM.
“Jadi, harus ada titik temu untuk tarif yang katakanlah bisa diterima semua pihak, masuk akal, pas, gitu lah gampangnya,” tutur anggota komisi DPR yang antara lain membidangi ekonomi kreatif itu.
Terkait hal tersebut, dia mengaku telah berbicara dengan Kementerian Hukum (Kemenkum) sebagai perancang aturan serta LMKN untuk menyelesaikannya.
Ia mengatakan Ketua DPR Puan Maharani juga telah memasukkan permasalahan royalti dalam prioritas DPR. Once, yang juga seorang penyanyi, mengaku senang karena ada keseriusan DPR untuk menyelesaikan persoalan royalti dengan aturan-aturan yang baik.
Dia berharap dalam waktu dekat, akan ada titik terang mengenai permasalahan royalti, yang disepakati seluruh pihak, baik pemerintah, DPR, LMKN, pencipta, penyanyi, maupun pemilik hak terkait.
“Biar semua itu lebih tenang, tidak ada yang gelisah, juga toko-toko bisa memutar lagu. Apalagi, warung dan usaha-usaha mikro dan kecil semua bisa bergairah,” kata Once.
Saat memberikan pidato dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun 2025–2026 di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa DPR memberikan perhatian besar terkait permasalahan yang menjadi perhatian rakyat, mulai pemblokiran rekening dormant hingga permasalahan royalti.
Puan mengatakan bahwa masih banyak persoalan rakyat yang disampaikan langsung kepada DPR RI, baik melalui aspirasi daerah pemilihan, pengaduan publik, maupun forum-forum resmi yang disediakan oleh DPR.
“Harapan rakyat jelas agar setiap masalah yang mereka hadapi mendapat perhatian dan dapat segera terselesaikan melalui kebijakan negara yang responsif,” kata Puan.
/data/photo/2025/11/16/6919deb02195e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/30/68b2d4433e7d5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
