Tag: Oki Muraza

  • Panas! Banjir Interupsi Komisi VI Vs Pertamina: Ratusan Triliun Loh, Rakyat Bisa Marah!

    Panas! Banjir Interupsi Komisi VI Vs Pertamina: Ratusan Triliun Loh, Rakyat Bisa Marah!

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 12 Sep 2025, 23:44 WIB

    Diterbitkan 12 Sep 2025, 15:59 WIB

    Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) banjir interupsi saat pejabat Pertamina berbicara. Salah satunya Rieke Diah Pitaloka yang menuntut penjelasan tentang subsidi yang tidak tepat sasaran. Selain itu, Herman Khaeron juga menginterupsi jika jawaban Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza sangat normatif. Hal ini disampaikannya dalam rapat dengar pendapat dengan Dirut Pertamina dan Subholding di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (11/9).

    Rieke Diah Pitalokasubsidi

  • Aspermigas Buka-bukaan Tantangan Investasi Kilang Minyak di Indonesia

    Aspermigas Buka-bukaan Tantangan Investasi Kilang Minyak di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) mengungkap sejumlah tantangan keekonomian dalam pembangunan kilang minyak di Indonesia. Untuk itu, iklim investasi kilang harus diiringi inovasi pengembangan dan dukungan pemerintah.

    Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal mengatakan, prospek bisnis kilang minyak di Indonesia bisa sangat menarik jika dikembangkan dengan tepat. 

    “Ini butuh peran pemerintah juga dan tadi saya bilang, keekonomian kilang di Indonesia kan enggak terlalu bagus. Jadi harus ada yang bisa ditawarkan sebagai tambahan, seperti petrokimia atau enggak jaminan dari pemerintah, misalkan untuk investor di kilang minyak,” kata Moshe kepada Bisnis, Jumat (12/9/2025).

    Dia pun menyoroti rencana investasi Danantara Indonesia untuk membangun 17 kilang minyak modular senilai US$8 miliar bersama perusahaan asal Amerika Serikat (AS). 

    Menurut Moshe, kilang modular tidak berisiko dari segi kapasitas yang terbilang kecil yakni di kisaran 100.000 barel ke bawah. Meskipun risikonya rendah, dari segi nilai keekonomian tetap dinilai rentan.  

    “Jadi, risiko harus berbagi jangan semua risiko itu diserap oleh Danantara itu sendiri. Jadi kita harus cari partner sama-sama untuk mengurangi risiko, dari sisi keekonomian itu juga sangat rentan,” ujarnya. 

    Dalam hal ini, dia menegaskan bahwa investasi di kilang berisiko dari segi keekonomian karena cost over run atau biaya tidak terduga yang bisa membengkak. 

    “Misalkan US$100 juta, tiba-tiba membengkak jadi US$200 juta, pembengkakan biaya itu yang menjadi risiko. Pengembangan kilang itu sendiri apalagi kalau keekonomiannya tipis,” jelasnya. 

    Apalagi daya beli masyarakat di Indonesia terbilang rendah sehingga kilang di dalam negeri harus menyesuaikan harga agar tidak terlalu tinggi. Untuk itu, dia mendorong untuk menambah manfaat kilang untuk produksi petrokimia. 

    “Jadi saya pikir bukan karena itu yang jadi masalah di Indonesia, kilang ini kan memang dari awal memang sudah dibilang proyek yang risiko tinggi dengan keekonomian yang tidak begitu besar,” tuturnya.

    Di sisi lain, dia juga menerangkan bahwa tren kilang global yang diperkirakan akan tutup tidak akan berpengaruh ke sentimen di Indonesia. Pasalnya, kebutuhan dalam negeri masih terus tumbuh tinggi. 

    Kabar penutupan kilang minyak global seperti di Eropa dan Amerika Serikat (AS) disebabkan isu lingkungan dan transisi energi. Dia melihat dua kawasan tersebut tak lagi mau mengelola kilang minyak karena isu lingkungan. 

    “Tapi bukan berarti mereka enggak beli BBM lagi karena permintaan BBM tetap naik, mau itu di Eropa, di Amerika maupun di Asia,” imbuhnya. 

    Tak hanya AS dan Eropa, China juga mengurangi konsumsi BBM karena beralih ke energi baru terbarukan lewat masifnya penggunaan kendaraan listrik. Namun, dia melihat investasi kilang kini masif di negara-negara berkembang. 

    “Jadi kalau dibilang 26 tutup, banyak juga yang buka, misalkan kita lihat, kalau enggak salah Nigeria kemarin baru meresmikan petroleum, kilang terbesar di benua Afrika. Kalau enggak hampir setengah juta barel per hari,” tuturnya. 

    Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengungkapkan 26 kilang minyak dan gas bumi (migas) di dunia bakal tutup menjelang 2030. Hal ini tak lepas dari kondisi kelebihan pasok (oversupply) dan rendahnya profitabilitas atau spread produk yang menekan bisnis kilang.

    Oki menuturkan, beberapa perusahaan migas dunia tengah menghadapi tantangan dalam mendapatkan keuntungan dari bisnis kilang. Menurutnya, perusahaan kelas dunia seperti BP, TotalEnergies, hingga Chevron mengalami tantangan serupa.

    “Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030,” ucap Oki dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).

    Berdasarkan bahan paparan Pertamina, pada 2027, diperkirakan akan ada sembilan kilang yang tutup di AS, Eropa, Asia, Australia, dan Selandia Baru. 

    Lalu, sebanyak 17 kilang di Afrika, Uni Eropa, dan Asia diperkirakan tutup pada 2030.

  • ESDM Pastikan Bisnis Kilang di RI Prospektif saat Tren Global Berguguran

    ESDM Pastikan Bisnis Kilang di RI Prospektif saat Tren Global Berguguran

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan kebutuhan kilang minyak di Indonesia masih tinggi di tengah tekanan bisnis kilang secara global.

    Kebutuhan tambahan kilang baru dalam negeri itu seiring dengan konsumsi bahan bakar yang terus meningkat. 

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, penyebab tutupnya kilang minyak di sejumlah negara maju disebabkan transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan.  

    “Ini kan ada yang diolah di dalam kilang dalam negeri, ada yang berasal dari impor. Jadi ini kita lihat, ini bagaimana optimalisasi kilang yang ada dalam negeri,” kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/9/2025). 

    Dia mencontohkan, transisi energi di China yang masif dilakukan lewat shifting kendaraan listrik, termasuk kendaraan pribadi, angkutan umum, hingga angkutan berat yang menggunakan baterai. 

    Kondisi shifting penggunaan energi di sektor transportasi China saat ini disebut telah mencapai 50% menggunakan baterai listrik. Bahkan, Yuliot menyebut SPBU BBM di China telah tutup lebih dari 60% dari kondisi awal. 

    “Jadi kan kita melihat ini karena ada perubahan penggunaan energi juga, ya ini mungkin itu dampaknya adalah terhadap ini kilang-kilang secara global,” tuturnya, 

    Namun, jika dibandingkan dengan Indonesia, konsumsi BBM atau bahan bakar dari fosil masih tinggi mengikuti daya beli masyarakat saat ini. Adapun, kebutuhan BBM nasional saat ini mencapai 1,5 juta barel per hari. 

    Bahkan, kebutuhan tersebut belum sejalan dengan kemampuan produksi dari kilang dalam negeri. Alhasil, pemerintah masih perlu mengimpor minyak dari negara dengan tetap mempertimbangkan neraca perdagangan. 

    “Kalau tidak tercukupi dari kilang dalam negeri, berarti kita harus melakukan impor dari luar negeri, tapi ini dalam neraca trade balance, ya kita juga harus mengulangi komitmen kita,” tuturnya. 

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengungkapkan 26 kilang minyak dan gas bumi (migas) di dunia bakal tutup menjelang 2030. Hal ini tak lepas dari kondisi kelebihan pasok (oversupply) dan rendahnya spread produk (selisih antara harga produk kilang dan harga minyak mentah) yang menekan bisnis kilang. 

    Oki menuturkan, beberapa perusahaan migas dunia tengah menghadapi tantangan dalam mendapatkan keuntungan dari bisnis kilang. Menurutnya, perusahaan kelas dunia seperti BP, TotalEnergies, hingga Chevron mengalami tantangan serupa. 

    “Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030,” ucap Oki dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025). 

    Berdasarkan bahan paparan Pertamina, pada 2027, diperkirakan akan ada sembilan kilang yang tutup di AS, Eropa, Asia, Australia, dan Selandia Baru.

    Lalu, sebanyak 17 kilang di Afrika, Uni Eropa, dan Asia diperkirakan tutup pada 2030.

  • 26 Kilang Minyak Dunia Bakal Tutup Jelang 2030, Pertamina Waswas

    26 Kilang Minyak Dunia Bakal Tutup Jelang 2030, Pertamina Waswas

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengungkapkan 26 kilang minyak dan gas bumi (migas) di dunia bakal tutup menjelang 2030. Hal ini tak lepas dari kondisi kelebihan pasok (oversupply) dan  rendahnya spread produk yang menekan bisnis kilang.

    Oki menuturkan, beberapa perusahaan migas dunia tengah menghadapi tantangan dalam mendapatkan keuntungan dari bisnis kilang. Menurutnya, perusahaan kelas dunia seperti BP, TotalEnergies, hingga Chevron mengalami tantangan serupa.

    “Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030,” ucap Oki dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).

    Berdasarkan bahan paparan Pertamina, pada 2027, diperkirakan akan ada sembilan kilang yang tutup di AS, Eropa, Asia, Australia, dan Selandia Baru. 

    Lalu, sebanyak 17 kilang di Afrika, Uni Eropa, dan Asia diperkirakan tutup pada 2030.

    Oki menjelaskan, oversupply ini tidak hanya terjadi pada minyak mentah (crude), tetapi juga pada produk-produk kilang. Menurutnya, hal ini menyebabkan profitabilitas atau spread produk kilang rendah. 

    Rerata spread (selisih antara harga produk kilang dan harga minyak mentah), khususnya gasoline berada di bawah biaya operasi (processing cost).

    “Nah, dengan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dan perusahaan energi lainnya, baik itu national oil company maupun international oil company,” imbuh Oki.

    Dia menambahkan bahwa kondisi oversupply minyak dunia juga disebabkan oleh tambahan stok dari kilang baru onstream.

    Adapun, berdasarkan bahan paparan Pertamina, saat ini perusahaan pelat merah itu mengoperasikan enam kilang dengan kapasitas desain sekitar 1,1 juta barel per hari (bph).

    Kilang itu pun mampu memenuhi sekitar 60% hingga 70% untuk suplai BBM nasional. Secara performa, rata-rata intake kilang Pertamina mencapai 330 juta barel per tahun.

  • Di Ajang SAFE 2025, Pertamina Tegaskan Strategi Menuju Energi Hijau dan NZE – Page 3

    Di Ajang SAFE 2025, Pertamina Tegaskan Strategi Menuju Energi Hijau dan NZE – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – PT Pertamina (Persero) kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mendorong keberlanjutan melalui target Net Zero Emission (NZE) yang dicanangkan Pemerintah Indonesia.

    Hal ini disampaikan Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, ketika hadir sebagai pembicara dalam acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Rabu, 10 September 2025.

    Dalam paparannya, Oki menjelaskan berbagai langkah konkret Pertamina dalam mempercepat transisi menuju energi bersih, seraya memastikan ketahanan energi tetap terjaga. Ia menyebut Pertamina mengusung konsep Dual Growth Strategy, yang mencakup dua fokus utama: memperkuat bisnis inti dan mengurangi ketergantungan impor energi, serta mengembangkan portofolio energi rendah karbon.

    “Di satu sisi Pertamina ingin impor berkurang, sehingga ketahanan energi semakin kuat dengan memaksimalkan bisnis eksisting seperti produksi migas, produksi dan distribusi BBM, LPG, dan sebagainya. Di sisi lain, kami mengembangkan bisnis rendah karbon untuk menjawab kebutuhan global dalam menekan emisi,” jelas Oki.

     

    Guna mewujudkan hal itu, lanjutnya, Pertamina menggulirkan 10 Sustainability Focus. Mulai dari pengurangan emisi, perlindungan lingkungan, pengembangan teknologi hijau, hingga inovasi menuju ekonomi hijau.

    “Alhamdulillah hasilnya sangat positif. Saat ini Pertamina dinobatkan sebagai salah satu perusahaan terintegrasi terbaik di dunia menurut lembaga pemeringkat ESG, Sustainalytics. Namun, kami tidak berhenti sampai di situ,” tambahnya.

    Lebih lanjut Oki menuturkan, inovasi yang digulirkan diantaranya dengan memproduksi bahan bakar ramah lingkungan. Pertamax Green 95, yakni bahan bakar ramah lingkungan dengan nilai oktan tinggi dan kandungan sulfur rendah. Produk ini dihasilkan melalui pencampuran bensin dengan bioetanol. Saat ini Pertamax Green tersedia di 160 SPBU yang ada di Pulau Jawa.

    Untuk sektor penerbangan, Pertamina juga tengah mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat terbang berbahan nabati. Menurutnya. Indonesia berpotensi menjadi Hub SAF di kawasan Asia. 

    Pertamina juga menargetkan pembangunan kilang hijau yang dapat memproduksi SAF hingga 100 persen, dan diharapkan menjadi pemasok utama SAF bagi negara lain.

    “Salah satu bahan baku yang kami gunakan adalah minyak goreng bekas atau Used Cooking Oil (UCO), yang kemudian diproses di kilang Pertamina seperti Cilacap,” jelas Oki.

    Pertamina juga terus mengembangkan biodiesel B40 berbasis minyak sawit. Serta mengembangkan renewable diesel yang lebih stabil dan bebas sulfur, sehingga bisa menjadi energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.

     

    Lebih lanjut Oki mengatakan, Pertamina juga terus mengembangkan listrik hijau dari panas bumi (geothermal), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan biogas. 

    Kapasitas terpasang panas bumi Pertamina saat ini mencapai 727 MW, dan ditargetkan akan double capacity pada 2030. 

    “Dengan potensi 24–26 GW, Indonesia berpeluang menjadi negara terbesar penghasil panas bumi di dunia,” papar Oki.

    Selain itu, Pertamina juga tengah menyiapkan proyek green hydrogen berbasis energi panas bumi melalui elektrolisis air. Di mana saat ini sudah terpetakan potensi klaster hidrogen di Sumatra, Sulawesi, dan Jawa. Pertamina juga mengembangkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) untuk menekan emisi dari operasi migas. Salah satu proyek potensial ada di Asri Basin, Laut Jawa, dengan kapasitas penyimpanan lebih dari satu gigaton. 

    Oki menegaskan, seluruh langkah ini tidak hanya ditujukan untuk mengurangi emisi global, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional dengan mengurangi impor, membuka lapangan kerja, serta menciptakan ekosistem energi hijau di Indonesia.

    Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina berkomitmen mengembangkan energi hijau di Tanah Air untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan swasembada energi. Dengan berkembangnya energi alternatif ini, masyarakat memiliki beragam sumber energi untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya.

    “Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina mengambil langkah besar untuk terus berinovasi dan mengembangkan berbagai sumber energi baru terbarukan, yang berdampak positif bagi lingkungan serta menggerakan perekonomian nasional,” jelas Fadjar

  • Pertamina Klaim Inovasi SAF dari Minyak Jelantah jadi Pertama di Asia Tenggara

    Pertamina Klaim Inovasi SAF dari Minyak Jelantah jadi Pertama di Asia Tenggara

    JAKARTA – Pertamina baru saja melakukan penerbangan perdana Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah menggunakan maskapai Pelita Air.

    Inovasi Pertamina SAF ini merupakan yang pertama di Asia Tenggara.

    Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengatakan Pertamina SAF menandai tonggak awal pengembangan bisnis masa depan Pertamina, dan Indonesia.

    Sebab, Pertamina telah berhasil mencapai milestones sebagai Regional Champion SAF karena merupakan satu-satunya perusahaan yang mampu menciptakan ekosistem hulu-hilir SAF di kawasan ASEAN.

    “Berdasarkan pengujian, SAF produksi Pertamina mampu mengurangi emisi karbon hingga 84 persen dibandingkan bahan bakar avtur konvensional. Pencapaian ini sebagai wujud kontribusi Pertamina untuk Indonesia. Bahkan menjadikan Pertamina SAF menjadi produk SAF pertama di Indonesia dan Asia Tenggara,” ujar Simon, Jumat, 22 Agustus.

    Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menambahkan, dengan optimalisasi ekosistem SAF ini, Pertamina menargetkan ke depan menjadi penyedia utama bahan bakar pesawat ramah lingkungan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kawasan Asia Tenggara. Tidak hanya domestik, namun juga mancanegara.

    “Potensi minyak jelantah di Indonesia sangat besar, jadi kita harap Indonesia akan menjadi Hub produsen Sustainable Aviation Fuel ini, dan cita-citanya ke depan bisa menjadi hub regional di ASEAN,” tambah Oki.

    Pertamina resmi melakukan penerbangan perdana Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku minyak jelantah.

    Penerbangan ini dilakukan oleh maskapai Pelita Air, anak usaha Pertamina, dengan rute penerbangan Jakarta – Bali di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, pada Rabu, 20 Agustus 2025.

  • Pertamina & Pindad Luncurkan Teknologi Inspeksi Pipa Migas Ultrasonik

    Pertamina & Pindad Luncurkan Teknologi Inspeksi Pipa Migas Ultrasonik

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan PT Pindad resmi meluncurkan teknologi ultrasonik inspeksi pipa migas pertama di Indonesia. Teknologi yang diberi nama ILI UT (In-Line Inspection Intelligence Pigging Ultrasonic Tool) ini merupakan perangkat intelligent pigging dengan teknologi ultrasonik untuk melakukan inspeksi internal pipa migas secara presisi.

    Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri menegaskan, bahwa hadirnya teknologi ini menunjukkan kekuatan kolaborasi anak bangsa.

    “Peluncuran ini adalah bukti nyata kolaborasi yang berhasil diwujudkan, bukan sekadar wacana. Pertamina bangga bisa berinovasi bersama putra-putra terbaik bangsa, termasuk Pindad, yang telah melahirkan karya membanggakan. Teknologi dan inovasi yang dihasilkan mencerminkan semangat mengisi kemerdekaan dengan pembangunan berkelanjutan. Pertamina mengajak semua pihak-industri, akademisi, dan masyarakat-untuk bersatu dalam langkah besar menuju Indonesia maju dan berdaulat energi,” tegasnya dalam keterangan resmi dikutip Rabu (20/8/2025).

    Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza menambahkan, bahwa inovasi teknologi Merah Putih menjadi kunci peningkatan produksi migas nasional di mana inovasi teknologi ini merupakan komitmen Pertamina mendukung Asta Cita pemerintah. Ini ditujukan untuk memberikan nilai tambah ekonomi, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

    “Sejumlah inovasi sudah diuji lapangan dengan hasil signifikan, misalnya peningkatan produksi hingga tiga kali lipat di beberapa sumur. Harapannya, teknologi Merah Putih dapat memperkuat posisi Pertamina bukan hanya sebagai operator, tapi juga produsen teknologi energi,” jelas Oki.

    Direktur Utama PT Pindad, Sigit P Santosa menyebut kolaborasi ini sebagai bukti nyata sinergi BUMN yang berhasil menghasilkan produk berkelas dunia.

    “Kerja sama ini adalah milestone penting yang membuktikan sinergi BUMN tidak hanya berhenti di MoU, tapi nyata menghasilkan produk. Pindad berkomitmen mendukung Pertamina dan Elnusa untuk mandiri dari teknologi asing, dengan harapan kolaborasi ini berlanjut menghasilkan lebih banyak inovasi, tidak berhenti di satu produk saja. Sinergi ini adalah bukti nyata perjuangan bersama untuk ketahanan energi dan pertahanan nasional,” paparnya.

    Dukungan juga datang dari Direktur Utama PT Elnusa Tbk, Bahtiar Soeria Atmadja, yang menegaskan pentingnya inovasi ini bagi kemandirian bangsa.

    “Peluncuran ini menjadi tonggak penting dalam kemandirian teknologi migas Indonesia. Inovasi ini mendukung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), memperkuat ketahanan energi nasional, serta menunjukkan kolaborasi strategis antara industri, pemerintah, dan anak bangsa. Melalui inovasi ini, Pertamina Group berkomitmen terus mengembangkan teknologi dalam negeri demi menuju kemandirian energi dan meningkatkan kepercayaan global pada kemampuan rekayasa Indonesia,” ujarnya.

    Peluncuran ILI UT sendiri menjadi tonggak sejarah karena merupakan produk pertama di Indonesia yang sepenuhnya dirancang dan direalisasikan melalui sinergi BUMN di sektor energi dan pertahanan. Kehadirannya sekaligus mengurangi ketergantungan pada teknologi impor. Teknologi ini mengusung sensor ultrasonik canggih yang mampu mendeteksi cacat internal dan eksternal.

    Untuk diketahui, peresmian berlangsung di Warehouse Elnusa Fabrikasi Konstruksi (EFK) Merak, Banten, dalam gelaran Technology Exhibition pada Selasa, 19 Agustus 2025. Acara ini dihadiri oleh Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza, Direktur Utama PT Elnusa Tbk Bachtiar Soeria Atmadja, serta Direktur Utama PT Pindad Sigit P Santosa. 

    (bul/bul)

    [Gambas:Video CNBC]

  • RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    Bisnis.com, BANDUNG – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, di mana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien.

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya.

    “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

  • RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    Bisnis.com, BANDUNG – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, di mana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien.

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya.

    “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

  • RS Hasan Sadikin Sudah Pakai CNG dari PGN Gagas, Layanan Kesehatan Masyarakat Makin Efisien dan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Sudah Pakai CNG dari PGN Gagas, Layanan Kesehatan Masyarakat Makin Efisien dan Ramah Lingkungan

    Jakarta: PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, dimana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien. 

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.
     

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.
     

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya. “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

     

    Jakarta: PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).
     
    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, dimana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.
     
    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien. 

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.
     

     
    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.
     
    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).
     
    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.
     

     
    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya. “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.
     
    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)