Tag: Ogi Prastomiyono

  • Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan Bakal Berlaku Efektif 2026 – Page 3

    Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan Bakal Berlaku Efektif 2026 – Page 3

    Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan asuransi kesehatan menerapkan pembagian risiko (co-payment) di mana pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit menanggung sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim asuransi.

    Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.

    Menengok lebih dalam, apa itu pembagian risiko atau co-payment?

    Skema co-payment dalam asuransi kesehatan adalah mekanisme pembagian biaya antara peserta asuransi atau sering disebut pemegang polis dan perusahaan asuransi atas layanan medis yang digunakan.

    Dalam skema ini, peserta diwajibkan membayar sebagian dari total biaya layanan kesehatan, sementara sisanya ditanggung oleh pihak asuransi.

    Misalnya, jika biaya rawat jalan sebesar Rp 1 juta dan polis asuransi menetapkan co-payment 10%, maka:

    Peserta membayar Rp 100.000 (10%)Asuransi membayar sisanya Rp 900.000 (90%)

    Tujuan Penerapan Co-payment:

    Mencegah moral hazard, yaitu penggunaan layanan medis secara berlebihan karena semua ditanggung asuransi.
    Mendorong efisiensi, agar peserta hanya menggunakan layanan yang benar-benar diperlukan.
    Menekan lonjakan premi, karena risiko klaim menjadi lebih terkendali. 

  • Fakta-fakta Aturan Co-Payment Asuransi Kesehatan, Dinilai ‘Ada Bagusnya’ oleh Menkes

    Fakta-fakta Aturan Co-Payment Asuransi Kesehatan, Dinilai ‘Ada Bagusnya’ oleh Menkes

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru yang mewajibkan nasabah asuransi kesehatan swasta menanggung sendiri sebagian biaya pengobatan (co-payment) paling sedikit 10 persen. Aturan tersebut tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.

    Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku belum bisa memberikan komentar lebih lanjut. Pasalnya, dirinya masih akan mempelajari regulasi baru tersebut.

    Namun, secara prinsip, ia menilai sistem co-payment bisa memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis.

    “Di mata saya, ada bagusnya juga dengan adanya co-payment ini. Jadi mirip seperti asuransi kendaraan, kalau ada tabrakan, kita tetap harus bayar sedikit. Dengan begitu, kita jadi lebih hati-hati dalam berkendara,” ujar Menkes Budi kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

    “Saya rasa itu bagus juga untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta, agar mereka menjaga kesehatan dan tidak gampang sakit,” sambungnya.

    Apa itu Sistem Co-payment?

    Sistem co-payment berarti peserta asuransi menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sedangkan sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini sebelumnya menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama soal keadilan dan beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien.

    SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai efektif per 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian sampai 31 Desember 2026 bagi polis yang otomatis diperpanjang.

    “Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus naik,” tulis OJK dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).

    OJK menegaskan, skema co‑payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang rata‑rata 2-3 kali inflasi umum di Indonesia. Selain itu juga mencegah ‘over‑utilization’ atau penggunaan layanan kesehatan berlebihan oleh pemegang polis, menekan premi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang.

    “Copayment diharapkan membuat peserta lebih bijak memakai layanan medis, sekaligus menekan moral hazard,” tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

    NEXT: BPJS Kesehatan Pastikan Peserta JKN Tak Tanggung 10 Persen

    Terkait skema co-payment ini, BPJS Kesehatan menegaskan bahwa para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak akan ikut terdampak dalam membayar 10 persen klaim.

    “Kami sampaikan bahwa ketentuan co-payment saat ini tidak berlaku bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah saat dihubungi detikcom, Jumat (13/6/2025).

    Hal ini karena BPJS Kesehatan menerapkan skema Coordination of Benefit (CoB), sesuai dengan Perpres 59/2024 BPJS Kesehatan dapat berkoordinasi dengan penyelenggara jaminan lainnya. Pasal 51 Perpres 59/2024 menyebut peserta JKN dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan (AKT).

    Hal tersebut kata dia diatur secara rinci diatur oleh Kementerian Kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Selisih Biaya Oleh Asuransi Kesehatan Tambahan Melalui Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan.

    Alasan OJK Menerapkan Skema Co-payment

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan aturan tersebut diberlakukan sebagai salah satu upaya menekan inflasi kesehatan yang mengancam perekonomian.

    “Jadi justru kenaikan premi kesehatan yang tidak terkendali itu yang menyebabkan adanya co-payment ini,” kata Ogi dalam Forum Group Discussion (FGD) di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

    Menurut Ogi, terdapat tren peningkatan inflasi medis di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan inflasi umum pada 2024, dengan inflasi umum tercatat 3 persen dan inflasi medis sebesar 10,1 persen yang lebih tinggi dibandingkan angka global yakni 6,5 persen.

    Dalam skema co-payment, OJK menetapkan batas maksimum yang harus dibayar peserta sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.

    “Dengan co-payment, harapannya preminya ikut turun,” ujar Ogi.

  • Alasan OJK Minta Peserta Asuransi Kesehatan Urun Bayar 10 Persen Biaya Klaim

    Alasan OJK Minta Peserta Asuransi Kesehatan Urun Bayar 10 Persen Biaya Klaim

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan terkait co-payment atau urun bayar sebesar 10 persen bagi peserta asuransi kesehatan. Aturan urun biaya dalam klaim asuransi kesehatan tersebut tertulis dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan aturan tersebut diberlakukan sebagai salah satu upaya menekan inflasi kesehatan yang mengancam perekonomian.

    “Jadi justru kenaikan premi kesehatan yang tidak terkendali itu yang menyebabkan adanya co-payment ini,” kata Ogi dalam Forum Group Discussion (FGD) di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

    Ogi memaparkan terdapat tren peningkatan inflasi medis di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan inflasi umum pada 2024, dengan inflasi umum tercatat 3 persen dan inflasi medis sebesar 10,1 persen yang lebih tinggi dibandingkan angka global yakni 6,5 persen.

    Dalam skema co-payment, OJK menetapkan batas maksimum yang harus dibayar peserta sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.

    Aturan urun bayar ini disebut akan membuat peserta asuransi kesehatan mendorong premi yang lebih terjangkau.

    “Dengan co-payment, harapannya preminya ikut turun,” ujar Ogi.

    (kna/kna)

  • OJK: Premi asuransi komersial diperkirakan tumbuh 4-6 persen pada 2025

    OJK: Premi asuransi komersial diperkirakan tumbuh 4-6 persen pada 2025

    Maret 2025, premi asuransi komersial tercatat Rp87,71 triliun di mana nilai tersebut sudah mencapai seperempat target premi yang ditetapkan di akhir tahun

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan premi asuransi komersial tumbuh 4 persen hingga 6 persen pada akhir tahun 2025, dengan nilai premi ditargetkan berada pada kisaran Rp175 triliun-Rp180 triliun pada semester I tahun ini.

    “Pada Maret 2025, premi asuransi komersial tercatat sebesar Rp87,71 triliun di mana nilai tersebut sudah mencapai seperempat target premi yang ditetapkan di akhir tahun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono dalam jawaban tertulis di Jakarta, Jumat.

    Premi asuransi komersil per Maret 2025 terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 3,08 persen yoy dengan nilai sebesar Rp47,19 triliun, serta premi asuransi umum dan reasuransi terkontraksi 3,50 persen yoy dengan nilai sebesar Rp40,52 triliun.

    Dari sisi pendapatan, Ogi mengatakan bahwa komponen pendapatan premi masih mendominasi pendapatan perusahaan asuransi yang mencapai 90 persen untuk asuransi jiwa dan 94 persen untuk asuransi umum jika dibandingkan pendapatan yang berasal dari hasil investasi.

    Premi asuransi umum mayoritas berasal dari jalur pemasaran broker dan direct marketing. Sementara, untuk asuransi jiwa mayoritas premi dihasilkan melalui distribution channel bancassurance dan agen.

    “Kanal distribusi tersebut diperkirakan akan tetap tumbuh diikuti dengan pergeseran metode digital yang lebih mendominasi dibandingkan face to face (FtF) dan telemarketing,” kata Ogi.

    Mengenai laba perusahaan asuransi, Ogi mencatat bahwa pada tahun 2024 asuransi jiwa mencatatkan laba komprehensif sebesar Rp8,42 triliun, meningkat Rp2,12 triliun atau 33,60 persen yoy.

    Sementara, pada asuransi umum dan reasuransi terdapat rugi komprehensif sebesar Rp9,74 triliun, menurun Rp19,23 triliun atau -202,49 persen yoy.

    “Adapun nilai rugi pada asuransi umum dan reasuransi terjadi karena terdapat peningkatan cadangan premi yang dilakukan salah satu perusahaan,” ujar Ogi.

    Terkait pemenuhan kewajiban peningkatan ekuitas tahap pertama pada tahun 2026 berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 23/2023, OJK mencatat bahwa terdapat 109 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan pada tahun 2026, berdasarkan laporan bulanan per Maret 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • OJK sebut Bumiputera bayar klaim Rp542,2 miliar hingga awal Mei 2025

    OJK sebut Bumiputera bayar klaim Rp542,2 miliar hingga awal Mei 2025

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) 1912 telah membayar klaim senilai Rp542,2 miliar hingga awal Mei 2025.

    “Berdasarkan data yang dilaporkan AJBB, sejak RPK (rencana penyehatan keuangan) dinyatakan tidak keberatan, hingga 5 Mei 2025 AJBB telah melakukan pembayaran klaim sebesar Rp542,2 miliar,” kata Ogi di Jakarta, Kamis.

    Ia menuturkan jumlah tersebut terdiri atas asuransi perorangan sebesar Rp358,86 miliar dan asuransi kumpulan sebesar Rp183,34 miliar.

    Ia pun memastikan OJK akan tetap melakukan pemantauan (monitoring) atas pembayaran klaim sebagai upaya perlindungan kepada nasabah sesuai dengan RPK.

    Sementara itu, terkait dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh AJB Bumiputera, Ogi mengatakan rasionalisasi sumber daya manusia (SDM) oleh AJB Bumiputera merupakan bagian dari langkah penyehatan perseroan.

    Ia menyatakan bahwa pelaksanaan upaya tersebut sebagaimana yang tercantum dalam RPK AJB Bumiputera 1912.

    Pihaknya akan terus melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program tersebut, termasuk dalam memastikan pemenuhan hak-hak pegawai.

    “OJK juga meminta manajemen agar pelaksanaan rasionalisasi memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku,” ujar Ogi.

    AJBB sebagai satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama di Indonesia, sejak lama telah memiliki permasalahan terkait dengan defisit solvabilitas, tidak terpenuhinya rasio kecukupan investasi (RKI), dan likuiditas yang tidak mencukupi.

    OJK telah memberikan pernyataan tidak keberatan atas perubahan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) AJBB pada 1 Juli 2024 dan hingga saat ini proses penyehatan tersebut masih berjalan.

    Menanggapi tuntutan para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja, AJB Bumiputera 1912 berjanji akan membayar hak 624 karyawan tersebut sesuai ketersediaan dana.

    “Manajemen tetap berkomitmen pembayaran hak-hak pekerja yang masih menjadi kewajiban perusahaan untuk dilaksanakan pembayarannya sesuai ketersediaan dana,” kata Sekretaris Perusahaan AJB Bumiputera 1912 Hery Darmawansyah.

    Menurut dia, para pekerja terdampak tersebut berasal atau diinisiasi oleh Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 yang meminta PHK, terhitung pada 1 Desember 2024 yang diterima oleh manajemen.

    “PHK dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 dikarenakan perusahaan sekian tahun merugi, sehingga perlu dilakukan efisiensi dan berdasarkan rencana penyehatan keuangan (RPK) AJB Bumiputera 1912 yang telah mendapatkan pernyataan tidak keberatan oleh OJK,” ujar Hery.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Industri asuransi sepakat bertransformasi dukung pembangunan nasional

    Industri asuransi sepakat bertransformasi dukung pembangunan nasional

    Nusa Dua, Bali (ANTARA) – Industri perasuransian Indonesia menyepakati perlunya transformasi menyeluruh guna mendukung pembangunan nasional di tengah tantangan ekonomi domestik dan global.

    “Ada potensi sangat besar dalam industri perasuransian karena kontribusi pada produk domestik bruto masih kecil,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono di sela Indonesia Insurance Summit (IIS) 2025 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

    Menurut dia, pertumbuhan industri perasuransian tanah air menunjukkan pertumbuhan positif.

    Namun, ia menjelaskan kinerja itu masih dapat ditingkatkan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    Berdasarkan RPJMN 2025-2029, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan tembus 5,3 persen pada 2025 hingga mencapai 8 persen pada 2029.

    Adapun indikator jasa keuangan dan asuransi ditargetkan berkontribusi sebesar 6,52 persen pada 2025 dan pada 2029 sebesar 8,30 persen.

    “Kami ada peta jalan pengembangan dan penguatan sektor jasa keuangan, merupakan komitmen semua pemangku kebijakan perasuransian yang akan menjadi pegangan pengembangan industri asuransi,” katanya.

    Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pihaknya akan melakukan transformasi perasuransian.

    Caranya, lanjut dia, meningkatkan edukasi dan literasi keuangan yang diharapkan menggenjot inklusi terkait asuransi yang akan diintensifkan pada semester kedua tahun ini menyasar perguruan tinggi.

    Pasalnya, kata dia, Indonesia memiliki potensi besar yang belum tergarap optimal misalnya jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, sebanyak 180 juta di antaranya berusia produktif dan bonus demografi.

    “Kami akan mengusulkan (pemerintah) program kurikulum bagaimana sadar asuransi dari sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi,” ucapnya.

    Sedangkan, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan forum itu tidak hanya sebagai konferensi tahunan, melainkan juga wadah kolaborasi lintas sektor untuk menyatukan visi, mengidentifikasi tantangan, dan memperkuat sinergi industri menghadapi tantangan.

    “Literasi itu kunci meningkatkan penetrasi asuransi dan tanggung jawab meningkatkan literasi itu semua pihak, OJK melakukan banyak hal untuk literasi dan industri asuransi juga melakukan literasi,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan industri perasuransian memegang peran strategis yang tidak tergantikan.

    Adapun transformasi menyeluruh perlu dilakukan mulai dari tata kelola, penguatan modal, manajemen risiko, hingga digitalisasi layanan serta yang paling utama adalah membangun kembali kepercayaan publik.

    Forum IIS 2025 diinisiasi Dewan Asuransi Indonesia (DAI) bersama lima asosiasi anggotanya yaitu AAJI, AAUI, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo), serta Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI).

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • 6 Perusahaan Asuransi dan 11 Dana Pensiun Masuk Radar Pengawasan Khusus OJK – Page 3

    6 Perusahaan Asuransi dan 11 Dana Pensiun Masuk Radar Pengawasan Khusus OJK – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga 28 April 2025, terdapat 6 perusahaan asuransi dan reasuransi serta 11 dana pensiun yang masuk dalam pengawasan khusus. 

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan langkah ini dilakukan untuk memastikan stabilitas keuangan serta perlindungan terhadap pemegang polis dan peserta dana pensiun di tengah tantangan industri.

    “OJK terus melakukan berbagai upaya mendorong penyelesaian permasalahan pada lembaga jasa keuangan melalui pengawasan khusus di mana sampai dengan 28 April 2025 dilakukan terhadap 6 perusahaan asuransi dan reasuransi,” ujar Ogi dalam Konferensi Pers, Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan April 2025, Jumat (9/5/2025).

    Selain itu, OJK juga terus memantau kepatuhan perusahaan terhadap pemenuhan kewajiban peningkatan ekuitas yang ditetapkan untuk tahap pertama pada tahun 2026. Dari total 144 perusahaan asuransi dan reasuransi, 109 di antaranya telah memenuhi persyaratan minimum ekuitas.

    “Berdasarkan laporan bulanan per akhir Maret 2025, terdapat 109 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan atau bertambah 3 perusahaan dari bulan sebelumnya yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan untuk tahap 1 di tahun 2026,” jelas Ogi.

    Tidak hanya itu, OJK juga terus mengawasi industri dana pensiun yang turut menghadapi tantangan serupa. Pengawasan khusus juga terdapat 11 dana pensiun yang masuk dalam pengawasan khusus.

    Pertumbuhan Aset Industri Asuransi dan Dana Pensiun.

    Meski terdapat entitas yang diawasi secara khusus, secara keseluruhan industri perasuransian dan dana pensiun menunjukkan pertumbuhan positif dari sisi aset.

    Hingga Maret 2025, total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp1.145,63 triliun, tumbuh 1,49% secara tahunan. Sementara itu, industri dana pensiun mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 6,15% year-on-year menjadi Rp1.524,92 triliun.

    Pada sektor asuransi komersil, total aset mencapai Rp925,37 triliun dengan pendapatan premi selama Januari–Maret 2025 sebesar Rp87,71 triliun. Sementara program pensiun wajib mencatatkan aset sebesar Rp1.141,79 triliun, naik 7,46% year-on-year, dan program pensiun sukarela tumbuh 2,43% menjadi Rp383,13 triliun.

     

     

  • Premi Reasuransi Mencapai Rp5,46 Triliun per Februari 2025

    Premi Reasuransi Mencapai Rp5,46 Triliun per Februari 2025

    JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan pendapatan premi reasuransi mencapai Rp5,46 triliun per Februari 2025, menurun 20,36 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).

    Ia menyatakan tahun lalu industri reasuransi juga mengalami defisit reasuransi sebesar Rp12,10 triliun.

    “Meskipun demikian, di akhir tahun 2025, premi reasuransi diperkirakan akan kembali menunjukkan angka positif,” kata Ogi Prastomiyono di Jakarta, dikutip Antara, Minggu, 27 April.

    Ia menyampaikan industri reasuransi tengah menghadapi dinamika pasar yang semakin kompleks, terkait hardening market dan keterbatasan kapasitas reasuransi domestik.

    Ia menuturkan hardening market terutama masih terjadi di sektor seperti properti dan engineering.

    “Sementara itu kapasitas reasuransi dalam negeri masih terbatas untuk menampung risiko yang besar sehingga harus mengandalkan reasuransi luar negeri,” ucap Ogi.

    Ia mengatakan saat ini porsi reasuransi ke luar negeri adalah sebesar 40 persen dari total premi reasuransi, sehingga dikhawatirkan peningkatan tarif impor Amerika Serikat (AS) maupun kebijakan perdagangan lainnya dapat mempengaruhi biaya premi reasuransi.

    Untuk mengurangi ketergantungan terhadap reasuransi luar negeri, OJK pun mewajibkan perusahaan reasuransi dalam negeri untuk meningkatkan modal agar dapat menanggung risiko besar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan pada perusahaan reasuransi luar negeri.

    “Selain itu, peningkatan kapasitas tenaga ahli di bidang penilaian dan manajemen risiko akan memperkuat kemampuan perusahaan dalam menilai dan mengelola risiko dengan lebih akurat. Sebagai opsi lain, pembentukan perusahaan reasuransi besar domestik bisa menjadi solusi,” ujar Ogi.

    OJK mencatat per Februari 2025 terdapat 106 perusahaan asuransi dan reasuransi dari total 144 perusahaan yang beroperasi di Indonesia yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang diwajibkan untuk dipenuhi paling lambat pada 2026.

  • OJK Jateng Siap Jadi Motor Penggerak Ekonomi Daerah, Mulai Dari Identifikasi Produk Unggulan

    OJK Jateng Siap Jadi Motor Penggerak Ekonomi Daerah, Mulai Dari Identifikasi Produk Unggulan

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di daerah didorong untuk berperan aktif dalam program-program pengembangan ekonomi daerah (PEB).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Ogi Prastomiyono menegaskan, pertumbuhan ekonomi nasional yang didukung ekonomi daerah, menjadikan OJK berkepentingan untuk mendukung penguatan sektor jasa keuangan di daerah.

    “Jadi program-program PEB dengan TPAKD (tim percepatan akses keuangan daerah), kemudian penguatan pengawasan seluruh lembaga jasa keuangan yang ada di daerah itu dilakukan oleh kantor OJK di daerah.

    Kami berharap dengan peran OJK yang lebih berperan untuk penguatan pengembangan. Sesuai dengan amanah UUP2SK bahwa OJK juga turut serta dalam pengembangan penguatan sektor keuangan Indonesia, kantor OJK daerah menjadi penting perannya untuk pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Ogi di sela acara Pengukuhan Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Tengah di Kantor OJK Jateng, Jumat (25/4/2025).

    Ogi menambahkan , keberadaan kantor OJK daerah semakin kompleks, berfungsi sebagai miniatur OJK yang mencakup semua kegiatan lembaga tersebut.

    Ia menekankan pentingnya penguatan pejabat di kantor OJK daerah untuk meningkatkan efektivitas peran mereka.

    Dalam upaya menguatkan PEB, lanjutnya, OJK berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi komoditi unggulan di setiap kabupaten dan kota.

    “Nanti kita implementasikan lebih lanjut dengan TPAKD untuk komoditi unggulan di masing-masing daerah dan peran OJK daerah lebih aktif sekarang,” terangnya.

    Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo menyatakan siap mengembangkan ekonomi di Jawa Tengah berkolaborasi dengan stakeholder terkait.

    Ia mengungkapkan, dalam membangun ekosistem perekonomian, pada tahun 2024 sudah direalisasikan aspek kemandirian pangan, dengan contoh di Grobogan yang sudah mulai panen padi dan jagung.

    “Dengan model seperti ini yang menggabungkan proses produksi, proses keuangan, dan penyediaan bahan pangan kepada masyarakat, tentu ini bisa diperluas di seluruh Jateng. Kami sudah persiapkan itu bekerjasama dengan seluruh pemerintah daerah,” jelasnya.

    Hidayat juga menyoroti bahwa realisasi UMKM dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Tengah yang termasuk tertinggi di Indonesia, menunjukkan potensi yang masih sangat besar.

    “Keberpihakan, pendampingan, dukungan dari OJK dan seluruh stakeholder sangat diperlukan dan kami siap untuk itu. Kita perlu akaselerasi ke sana,” imbuhnya.

    Kapoksi Komisi XI DPR RI, Harris Turino menegaskan, peranan OJK dalam mengembangkan dan memperkuat industri jasa keuangan tidak sekadar melakukan pengawasan. Ia berharap, OJK dapat berkontribusi secara signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya di Jawa Tengah.

    “Kalay daerah ekonominya tumbuh, harapannya secara nasional akan tertopang dan tumbuh,” ungkapnya.

    Ia menambahkan, mengenai akses pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang masih terbatas, dia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dapat diakses tanpa jaminan tambahan hingga batas maksimum Rp100 juta. 

    “Jadi sampai angkanya Rp100 juta itu tidak memerlukan jaminan tambahan untuk mendapatkan kredit. Jika nantinya bank meminta jaminan tambahan, maka mereka harus melapor ke OJK,” imbuhnya. (idy)

  • Analis sorot peluang emiten asuransi umum seiring rendahnya penetrasi

    Analis sorot peluang emiten asuransi umum seiring rendahnya penetrasi

    Seiring dengan ekonomi yang tumbuh, peran asuransi umum semakin kuat dalam pengelolaan risiko

    Jakarta (ANTARA) – Analis NH Korindo Sekuritas Leonardo Lijuwardi menyoroti peluang emiten asuransi umum seiring dengan penetrasi yang masih relatif rendah.

    Menurut Leonardo Lijuwardi, penetrasi asuransi umum di Indonesia masih tergolong rendah (0,53 persen pada 2024, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia/AAUI) jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Namun, tren pertumbuhan premi selalu positif, terutama dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

    “Ini menandakan bahwa peluang dan ruang pertumbuhan ke depan masih terbuka lebar. Seiring dengan ekonomi yang tumbuh, peran asuransi umum semakin kuat dalam pengelolaan risiko,” kata Leonardo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

    Ia menambahkan prospek asuransi umum di Indonesia juga didukung dengan tren pertumbuhan populasi Indonesia yang masih positif. Hal ini juga menjadi faktor yang membuat industri asuransi umum menarik.

    Data AAUI menunjukkan bahwa hingga akhir 2024 terdapat 72 perusahaan asuransi umum yang beroperasi di Indonesia. Angka ini relatif stabil sejak tahun 2022. Sementara itu, terdapat belasan perusahaan asuransi umum yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Dengan penetrasi yang masih rendah, emiten asuransi umum dinilai masih memiliki ruang pertumbuhan meskipun secara skala tidak seragam.

    Dia pun berpendapat emiten asuransi umum yang sahamnya diperdagangkan di BEI juga menarik untuk dipantau karena secara valuasi relatif lebih rendah dibandingkan dengan emiten jasa keuangan lain.

    Sebagai contoh, Tugu Insurance (TUGU) yang merupakan anak usaha Pertamina Grup rasio price to book value (PBV) 0,3 kali atau di bawah 1 kali, artinya diperdagangkan di bawah modalnya.

    Di sisi lain, mengacu pada laporan keuangan tahun 2024, total premi bruto konsolidasi TUGU mencapai Rp8,5 triliun atau naik 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Menurut Leonardo, diversifikasi ke asuransi umum yang bagi dividen dan valuasi murah seperti TUGU bisa menjadi salah satu strategi investasi.

    Sebagai catatan, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan bahwa aset industri asuransi meningkat 1,03 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp1.141,71 triliun pada Februari 2025.

    Pertumbuhan tersebut didukung oleh peningkatan aset asuransi komersil sebesar 1,15 persen yoy menjadi Rp920,25 triliun.

    Pendapatan premi asuransi komersil pada periode Januari-Februari 2025 tercatat sebesar Rp60,27 triliun, atau menurun 0,94 persen yoy.

    Pendapatan tersebut terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 5,16 persen yoy menjadi Rp32,35 triliun serta premi asuransi umum dan reasuransi yang terkontraksi sebesar 7,17 persen yoy menjadi Rp27,91 triliun.

    Walaupun terdapat penurunan pendapatan secara tahunan, Ogi menyatakan bahwa secara umum permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid.

    “Industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi menunjukkan Risk-Based Capital (RBC) yang secara agregat masih baik, masing masing 466,40 persen dan 317,88 persen, masih di atas threshold (ketentuan ambang batas) sebesar 120 persen,” ujarnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025