Kontroversi Kades Kohod: Pagar Laut, Debat dengan Nusron hingga Naik Rubicon
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sosok Kepala Desa Kohod, Arsin, Kabupaten Tangerang, menjadi sorotan publik seiring dengan polemik pagar laut yang mencuat belakangan ini.
Polemik ini semakin mencuat setelah perdebatan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid, serta beberapa kejadian lain yang membuat Arsin menjadi perhatian, baik dari media maupun masyarakat.
Pada Jumat (24/1/2025), Nusron berdebat dengan Arsin mengenai status lahan pagar laut.
Nusron mengungkapkan perdebatan itu berpusat pada perubahan lahan yang dulunya empang dan kini berubah menjadi laut akibat abrasi.
“Pak Lurah (Desa) bilang itu dulunya empang, katanya karena abrasi. Dari tahun 2004 katanya sudah dikasih batu-batu,” ujar Nusron di lokasi.
Namun, Nusron menegaskan tidak ingin memperdebatkan klaim Arsin mengenai sejarah lahan tersebut.
Menurutnya, jika tanah telah hilang secara fisik, maka status tanah tersebut akan berubah menjadi tanah musnah.
“Tapi saya enggak mau debat soal garis pantai. Secara faktual, tadi kita lihat sama-sama, tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.
Meskipun begitu, Nusron memastikan dokumen sertifikat terkait lahan tersebut akan diperiksa, dan jika lahan sudah tidak ada, Kementerian ATR/BPN akan membatalkan sertifikatnya.
Setelah perdebatan dengan Nusron, Arsin menghindari pertanyaan dari awak media yang ingin mengonfirmasi soal status pagar laut tersebut.
Arsin yang mengenakan batik ungu dan kopiah hitam sempat mengaku akan pergi ke Masjid Abdul Mu’in untuk Shalat Jumat.
Setelah menunggu beberapa saat, wartawan mendapati Arsin justru meninggalkan tempat tanpa memberi keterangan lebih lanjut.
Pengawal Arsin yang jumlahnya cukup banyak terlihat menghalangi wartawan yang mencoba mengejar sang Kades.
Hal ini membuat Arsin berhasil pergi dengan leluasa tanpa memberikan tanggapan apapun.
“Mau sholat Jumat nih, nanti ketinggalan, sudah-sudah…” ujar Arsin saat mencoba menghindari wawancara.
Nama Arsin kemudian menjadi perbincangan, salah satunya di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Arsin bahkan disebut sebagai kepala desa miliarder dan memiliki sejumlah mobil mewah, salah satunya Jeep Wrangler Rubicon.
Dalam rapat dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Gedung DPR pada Kamis, 30 Januari 2025, Wakil Ketua Komisi II Dede Yusuf Macan menyoroti gaya hidup mewah Arsin yang memiliki mobil Rubicon.
Dede heran, karena anggota DPR pun belum tentu mampu membeli mobil itu. Ia juga mempertanyakan mengapa Desa Kohod memiliki hak guna bangunan (HGB) paling banyak soal pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Desa Kohod tercatat memiliki 263 bidang HGB, total mencapai 390 hektar.
“Agak unik karena Desa Kohod ini hampir mayoritas 263 bidang (HGB) 390 hektar ada di situ,” kata Dede.
Dede menduga, ada dugaan “permainan” antara pengembang dan wilayah tertentu yang memudahkan proses penerbitan HGB pagar laut.
“Kami (anggota DPR) saja belum tentu kebeli (mobil Rubicon) di sini. Jadi, ini menandakan bahwa ada permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah-wilayah tertentu,” ungkap Dede.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Nusron Wahid
-
/data/photo/2025/01/24/6793827116d8f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kontroversi Kades Kohod: Pagar Laut, Debat dengan Nusron hingga Naik Rubicon Megapolitan 31 Januari 2025
-

Komisi II DPR Desak Nusron Wahid Transparan Soal Sertifikat Pagar Laut Tangerang
Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendesak Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid supaya lebih transparan dalam menjelaskan duduk perkara keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), di area pagar laut Tangerang.
Menurutnya, hal ini penting untuk menghindari kesan “cuci piring” Kementerian ATR/BPN terkait kondisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
“Kita tentu berharap bidang tanah 263 itu bisa disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik. Sertifikatnya nomor berapa, tahun berapa terbitnya, berapa banyak bidang tanah, dan seterusnya,” katanya dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri ATR/BPN di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).
Saat ini pun, Rifqi, sapaan akrabnya, menyebut dirinya menerima informasi bahwa Kejaksaan Agung mulai mendalami dugaan pelanggaran hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang itu.
“Saya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN,” katanya.
Informasi yang didapatnya ini dia pertegas merupakan penyelidikan, bukan penyidikan. Namun, pihaknya berharap dan ingin masalah ini benar-benar diusut sampai tuntas.
“Penyelidikan ini bukan penyidikan, namun kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang, siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membeberkan pihaknya menemukan hak atas tanah di sepanjang pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten.
Di desa Kohod itu, katanya, ditemukan hak atas tanah di wilayah pagar laut seluas 3,5 hingga 4 kilometer. Di dalamnya terdapat 263 bidang hak guna bangunan dengan luas 390,7985 hektare dan 17 bidang hak milik dengan luas 22,9334 hektare.
“Kami temukan memang ada hak atas tanah di sepanjang pagar laut itu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Sementara ini yang kita batalkan 50 bidang dari 263 [HGB] dan 17 [SHM], sisanya sedang berjalan, on progress,” kata Nusron dalam kesempatan yang sama.
-

Video: Nusron Wahid Pecat 6 Pegawai BPN Yang Terlibat Kasus Pagar Laut
Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid akhirnya mengumumkan hasil audit investigasi kasus pagar laut di pesisir Tangerang, Banten. Dari hasil audit investigasi tersebut Nusron mencopot 6 pegawainya sedangkan 2 pegawai lainnya dikenakan sanksi berat.
Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Jumat, 31/01/2025) berikut ini.
-

Kejagung Bergerak Selidiki Dugaan Pelanggaran Hukum Pagar Laut Tangerang
loading…
Kejagung mulai bergerak menyelidiki dugaan pelanggaran hukum pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai bergerak menyelidiki dugaan pelanggaran hukum pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang. Informasi penyelidikan tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.
Korps Adhyaksa serius menelusuri keterlibatan oknum pegawai ATR/BPN. “Saya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN,” ujar Rifqi, Jumat (31/1/2025).
Meskipun masih tahap penyelidikan, dia berharap keterlibatan Kejagung dalam rangka penegakan hukum ini dapat membuat kasus pagar laut di Tangerang menjadi terang benderang. Terlebih, kasus ini telah menjadi sorotan publik.
“Kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ( ATR/BPN ) Nusron Wahid menyampaikan perkembangan terbaru terkait penanganan kasus penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut pesisir utara Kabupaten Tangerang. Alhasil, enam pegawai ATR/BPN dicopot dari jabatannya karena terbukti terlibat dalam penerbitan SHGB.
Hal ini disampaikan Nusron dalam forum rapat kerja (raker) bersama Komisi II DPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
“Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai,” ucapnya.
(jon)
-

ATR/BPN Berani Copot Pegawai Imbas SHGB dan SHM Pagar Laut, KKP Bagaimana?
loading…
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dan jajarannya sebelum mengikuti rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025). FOTO/ARIF JULIANTO
JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah tegas terhadap pelaku yang membangun pagar laut di pesisir utara Tangerang, Banten. Pencopotan jabatan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) terhadap 6 pegawai yang menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) harus ditindaklanjuti dengan tidak tegas pelaku pagar laut.
“Selain tindakan dari ATR/BPN, kami juga menilai bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu mengambil langkah tegas terhadap pelaku yang membangun pagar laut ini,” tegas Johan saat dihubungi, Jumat (31/2/2025).
Johan mengatakan, keberadaan pagar misterius itu jelas menyalahi aturan pemanfaatan ruang laut, mengganggu akses nelayan, serta berpotensi merusak ekosistem pesisir.
“Kami mendorong Menteri KKP untuk segera mengusut dan menindak pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini, baik yang melakukan secara langsung maupun yang memberikan izin atau mendukung secara tidak sah,” terang Johan.
Ia menilai ada sejumlah cara yang bisa dilakukan KKP. Pertama, melakukan penyelidikan “dalang” yang membangun pagar laut tersebut dan mencabut izin korporasi bila ada keterlibatan dalam penanaman pagar laut tersebut.
“Mengusut secara hukum pihak yang membangun pagar laut tanpa izin KKPRL dan mencabut izin pemanfaatan ruang laut jika ada penyalahgunaan,” terang Johan.
Kedua, ia menyarankan KKP untuk menyusun regulasi yang lebih ketat untuk mencegah privatisasi ruang laut secara ilegal. Ketiga, kata Johan, KKP bisa .elakukan pemulihan wilayah pesisir yang terdampak oleh pembangunan pagar laut ini.
“Berkoordinasi dengan ATR/BPN dan aparat penegak hukum untuk memastikan ada tindakan hukum bagi pihak yang terlibat dalam proyek ini,” tandas Johan.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menjatuhkan sanksi kepada delapan pegawai terkait polemik pagar laut Tangerang. Sebanyak enam di antaranya dicopot dari jabatannya.
Sanksi itu dijatuhkan buntut penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang. Adapun kedelapan pegawai ATR/BPN yang diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat di wilayah pagar laut itu sebagai berikut:
1. JS (eks Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang)
2. SH (eks Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran)
3. ET (eks Kepala Seksi Survei dan Pemetaan)
4. WS (Ketua Panitia A)
5. YS (Ketua Panitia A)
6. NS (Panitia A)
7. LM (eks Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET)
8. KA (eks Plt Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran).(abd)
-

MAKI Sebut Oknum Kades Akali Surat Perizinan Pagar Laut, Agar Persetujuannya Tak Perlu sampai Pusat – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menduga beberapa oknum kepala desa (kades) yang diduga terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten, mengakali surat perizinan lahan pagar laut.
Di mana, sejumlah oknum kades itu mengakali surat-surat tersebut dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.
Ketentuan itu sengaja diatur secara khusus, supaya pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan sampai ke pusat.
Meski demikian, Boyamin juga menduga bahwa pihak pusat juga turut terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.
Atas hal tersebut, MAKI melaporkan sejumlah oknum kades tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Beberapa oknum kades yang dilaporkan itu yang berada di Kecamatan Kronjo, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir.
Dalam hal ini, mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang sejak 2012.
“Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025).
Tak hanya kades, penyalahgunaan wewenang ini diduga juga melibatkan oknum di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pertanahan di Kabupaten Tangerang.
“Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang.”
“Karena, terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” kata Boyamin.
Berdasarkan kesaksian sejumlah warga yang mengadu kepada Boyamin, pembuatan surat ini mulai terjadi pada tahun 2012, saat isu reklamasi mencuat.
Sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.
“Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke kantor pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” terang Boyamin.
Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan dan surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp2 juta hingga Rp7 juta.
“Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.
Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut.
Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023.
“Jadi, warga juga tahu kalau lahannya di laut sebagian besar. Tapi, karena ada yang mau beli ya mau-mau saja. Dijual Rp5 juta, Rp7 juta, bahkan ada yang murah itu Rp2 juta,” jelas Boyamin.
Boyamin pun menduga telah terjadi korupsi dalam proses penerbitan surat hak guna bangunan (HGB) maupun surat hak milik (SHM) dalam sejumlah bidang tanah di lokasi berdirinya pagar laut Tangerang.
“Yang penting adalah (kami) memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun HM di lahan laut utara Tangerang yang populer yang dibangun pagar laut,” ujar Boyamin, dilansir Kompas.com.
Boyamin juga meyakini bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan tahun 2023 palsu, meski ada klaim bahwa surat-surat itu diterbitkan pada tahun 1970-1980-an.
“Terbitnya sertifikat itu kan di atas laut, saya meyakininya itu palsu, karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023.”
“Kalau ada dasar klaim tahun 1980, tahun 1970, itu empang dan lahan, artinya itu sudah musnah, sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” kata dia.
MAKI Ajukan Nusron Wahid Jadi Saksi
Dalam laporannya tersebut, Boyamin juga melampirkan sejumlah barang bukti berupa kesaksian sejumlah warga, dokumen akta jual beli, serta keterangan rilis dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
Boyamin mengatakan, saksi ahli yang utama adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.
Pasalnya, Nusron dinilai sebagai orang yang paling mengetahui soal polemik pagar laut tersebut.
Apalagi, sebelumnya, Kementerian ATR/BPN juga telah mencabut 50 SHGB dan SHM di area pagar laut Tangerang karena dinilai melanggar aturan.
“Saksi ahli yang utama itu saksi jabatan, yaitu Pak Nusron Wahid, saya masukkan juga jadi saksi di sini.”
“Karena beliau yang paling tahu itu sekarang dan sudah mencabut itu 50 dan mengatakan itu cacat formil maupun materiil,” kata dia.
Adapun, para terlapor ini diduga menyalahi pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Kejagung Telaah Laporan MAKI
Soal laporan dari MAKI tersebut, Kejagung memastikan bakal menelaahnya terlebih dahulu.
“Jadi itu sedang diregistrasi tentu, nanti akan dipelajari, ditelaah apa yang menjadi esensi dari laporan yang bersangkutan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Kamis (30/1/2025).
Harli mengaku belum bisa menjelaskan terlalu jauh soal laporan dugaan korupsi tersebut.
Namun, dia menegaskan, jika dalam kasus itu benar terdapat unsur korupsi maka hal itu akan menjadi dasar untuk pihaknya melakukan pendalaman.
“Apakah fakta-fakta atau informasi yang disampaikan itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan.”
“Katakanlah semacam pengumpulan bahan keterangan apakah ada indikasi korupsi atau tidak,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)
-

Sindir Kepala Desa Kohod Punya Rubicon, DPR RI Duga Ada Kongkalikong Terkait Sertifikat Pagar Laut
GELORA.CO – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Yusuf, menyinggung soal kekayaan Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, bernama Arsin.
Hal ini disampaikan Dede saat rapat bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, Kamis (30/1/2025), terkait sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang.
Awalnya, Dede menyinggung adanya benang merah dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.
Ia menduga kuat ada usulan dari aparat desa setempat, terutama Desa Kohod, untuk penerbitan sertifikat.
Apalagi, kata Dede, Desa Kohod memiliki SHGB dan SHM paling banyak, hingga 263 bidang.
“Kalau saya perhatikan benang merah ini (kasus SHGB dan SHM), berasal dari usulan desa. Saat ini, Kepala Desa itu sudah dipanggil Kejaksaan, kalau saya tidak salah ya, terutama yang (Desa) Kohod.”
“Agak unik ini, karena Desa Kohod ini hampir mayoritas 263 bidang, 390 hektar ada di situ. Pertanyaan saya yang terbesar adalah kenapa Desa Kohod? Kenapa harus di situ yang paling banyak?” kata Dede, Kamis, dikutip dari YouTube KompasTV.
Lantas, Dede menyinggung soal Kepala Desa Kohod yang kabarnya memiliki Rubicon.
Ia pun mengaku heran. Sebab, Dede dan rekan-rekannya yang merupakan anggota DPR, belum tentu bisa membeli mobil senilai miliaran tersebut.
“Bahkan, saya dengar katanya Kepala Desanya naik Rubicon, kami (DPR) aja belum tentu kebeli di sini,” sindir Dede.
Atas hal itu, Dede menduga ada kongkalikong antara pengembang proyek diduga Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan aparat desa di wilayah-wilayah tertentu terkait penerbitan sertifikat dan pembangunan pagar laut.
“Jadi ini menandakan bahwa ada permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah-wilayah tertentu yang dimudahkan,” pungkas dia.
Kejagung Kirimi Surat
Terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengirim surat untuk Kepala Desa Kohod, Arsin.
Surat itu berupa surat permintaan kelengkapan dokumen terkait penyelidikan pembangunan pagar laut di Tangerang.
Dalam surat itu, disebutkan Kejagung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan SHGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang dalam kurun waktu 2023-2024.
Terkait hal itu, dalam surat yang sama, Kejagung meminta agar Arsin melengkapi dokumen berupa buku Letter C terkait kepemilikan tanah di lokasi pemasangan pagar laut.
“Secara proaktif sesuai kewenangan, kami melakukan pengumpulan data dan keterangan. Karena ini sifatnya penyelidikan, belum pro justicia. Jadi perlu kehati-hatian kami juga dalam menjalankan tugas ini,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Kamis.
Sementara itu, setelah sosoknya menjadi sorotan, keberadaan Arsin kini tak diketahui.
Bahkan, Kantor Desa Kohod dalam keadaan tertutup, saat awak media mendatanginya.
Dilansir Kompas.com, sejumlah warga mengaku Arsin jarang muncul sejak kasus pagar laut mencuat.
Sejak awal, kemunculan Arsin telah menjadi sorotan dalam kasus SHGB dan SHM pagar laut.
Ia sempat mengklaim kawasan perairan Tangerang yang saat ini dipasangi pagar laut, dulunya adalah empang.
Tetapi, menurut citra Google Satelit, tidak ada empang ataupun tanah di kawasan tersebut selama kurun waktu 1995-2025.
Buntut kasus SHGB dan SHM, seorang warga Desa Kohod, Khaerudin, mengaku ada pencatuan nama-nama warga setempat untuk penerbitan sertifikat tersebut.
Ia pun mendesak pihak berwenang agar mengusut karena diduga kuat melibatkan oknum aparat dan perangkat Desa kohod.
“Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini, tolong diusut tuntas,” ujar Khaerudin saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).
“Ada keterlibatan dari Kepala Desa ya. Itu harus diusut, harus diusut tuntas. Wallahu a’lam kalau aparat desa. Soalnya di aparat desa juga ada data-datanya,” tegasnya
-

Mafia Tanah Kuasai Pesisir, Negara Harus Sita Lahan Pagar Laut
GELORA.CO -Adanya nama warga yang dicatut dalam sertifikat di atas lahan pagar laut mengungkapkan permainan mafia tanah di Kabupaten Tangerang.
Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil, meyakini bahwa alas hak yang menjadi landasan diterbitkannya PM1 oleh kepala desa merupakan berkas palsu. Dirinya mendorong agar Kejaksaan melakukan uji forensik terhadap kertas yang dilampirkan seolah sebagai alas hak tahun 70 dan tahun 80.
“PM1 itu kan ada alas haknya yang katanya surat dari tahun 70-an bahkan 60-an, maka diuji forensik saja kertasnya, benar nggak dari tahun segitu. Kalau ternyata palsu, mafia sisilia dan mafia meksiko mesti berguru sama mafia tanah di Tangerang,” kata Kang Tamil kepada RMOL, Jumat, 31 Januari 2025.
Akademisi Universitas Dian Nusantara ini menerangkan, bahwa permasalahan hak lahan tidak selesai dengan pembatalan sejumlah sertifikat HGB pagar laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid beberapa waktu yang lalu. Sebab, alas hak atas lahan tersebut masih ada. Untuk itu, seluruh lahan yang telah terbit di atas laut pantai utara Tangerang harus disita negara secara sah.
“Sertifikat itu dokumen negara, artinya yang dibatalkan adalah pencatatan negara atas haknya. Tapi apakah haknya ikut batal, secara hukum ini bisa diperdebatkan karena alasnya ada, terlepas itu nanti dibuktikan palsu atau asli. Maka yang penting hak ini harus diambil alih negara, agar 10 atau 20 tahun ke depan tidak muncul lagi pengakuan atas lahan di atas laut itu milik orang per orang. Landasan hukumnya jelas Pasal 33 UUD 1945 dan UU 5/1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,” jelas Kang Tamil.
Terkait pembatalan 50 sertifikat lahan laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Kang Tamil mengatakan bahwa pada aplikasi Sentuh Tanahku terlihat jelas seluruh pesisir utara Kabupaten Tangerang telah terkavling dan ada nomor sertifikatnya.
“Pembatalan 50 itu bukan akhir, jelas kok di aplikasi milik ATR/BPN bisa kita lihat ratusan kavling terbentuk. Ini yang harus segera diambil alih negara,” terangnya.
Proses kavling lahan laut tersebut mengingatkan Kang Tamil terhadap kasus 900 hektare dengan NIB yang dimiliki tiga orang, di mana saat itu dirinya berjuang untuk mengembalikan tanah warga di tiga Kecamatan di Kabupaten Tangerang, hingga akhirnya mendapat respon dari Menteri ATR/BPN saat itu, Sofyan Djalil.
“2021 kami berjuang menyelamatkan tanah warga hingga akhirnya 2.989 sertifikat yang overlaping dikembalikan kepada warga oleh Menteri BPN Sofyan Djalil. Nah ini, apa pemainnya itu-itu juga? Kita serahkan pada proses hukum yang sudah berjalan, saya yakin Kejaksaan akan mengusut tuntas persoalan ini,” pungkasnya.
-

Soal Dugaan Suap Kasus Pagar Laut Tangerang, Nusron Klaim Bukan Kewenangannya untuk Menangani – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menanggapi soal dugaan suap dalam penerbitan sertifikat di atas perairan Tangerang, Banten.
Nusron mengakui, hingga saat ini, pihaknya belum menemukan adanya dugaan suap yang dimaksud tersebut.
“Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita,” kata Nusron seusai rapat di Komisi II DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Nusron lalu menjelaskan, perihal dugaan suap itu sebenarnya bukan kewenangan kementerian untuk menanganinya.
Melainkan, sudah menjadi kewenangan aparat penegak hukum (APH), apabila ditemukan dugaan tindak pidana nanti.
“Kalau masalah suap dan tindak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian, itu kewenangan APH bisa dipolisi, bisa di Kejaksaan,” ujar Nusron.
Saat ini, APH diketahui tengah menyelidiki kasus tersebut dan tak menutup kemungkinan mencari dugaan tindak pidananya.
“Mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana,” ungkapnya.
8 Pegawai ATR/BPN Kena Sanksi Berat Buntut Kasus Pagar Laut
Sebelumnya, Nusron mengatakan pihaknya telah memberikan sanksi berat kepada delapan pegawai ATR/BPN terkait penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut Tangerang, Banten.
Dari delapan pegawai, Nusron mengatakan, enam dijatuhi sanksi berat berupa pembebasan dan pemberhentian dari jabatannya.
Sementara itu, dua pegawai lainnya dijatuhi sanksi berat.
“Nah, kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” beber Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
“Delapan orang ini sudah diperiksa oleh Inspektorat dan sudah diberikan sanksi oleh Inspektorat. Tinggal proses peng-SK-an sanksinya, dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” ujarnya.
Berikut daftar pegawai yang dijatuhi sanksi atas terbitnya SHGB dan SHM tersebut.
JS, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang pada masa itu.
SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pemetaan.
WS, Ketua Panitia A.
YS, Ketua Panitia A.
NS, Panitia A.
LM, Ex-Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET.
KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.Sebelumnya, Nusron sudah membatalkan sebanyak 50 SHM dan SHGB di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada 24 Januari 2025.
Pembatalan sertifikat ini, bertujuan untuk menegakkan keabsahan dan kepastian hukum atas lahan di wilayah pagar laut Tangerang.
“Hari ini, kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu hak milik SHM maupun itu Hak Guna Bangunan (HGB),” tegas Nusron kepada awak media, Jumat (24/1/2025).
“Satu satu, dicek satu-satu, karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali,” ungkapnya.
50 sertifikat yang dibatalkan tersebut, terdiri dari sebagian milik SHGB PT Intan Agung Makmur atau IAM, serta sebagian SHM atau perorangan.
Proses pembatalan dimulai dari pengecekan dokumen yuridis, prosedur, hingga fisik atau material.
MAKI Laporkan Perangkat Desa dan Oknum Pegawai BPN ke Kejagung
Kabar terbaru, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan korupsi penerbitan Sertifikat HGB dan SHM atas pembangunan pagar laut di perairan Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).
Adapun, pihak yang dilaporkan mulai dari perangkat desa hingga oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang, Banten.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
“(Maksud kedatangan) memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun SHM di lahan laut Utara Tangerang yang populer dibangun pagar laut,” kata Boyamin kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Jakarta.
Alasan pelaporan terhadap sejumlah oknum perangkat desa itu karena mereka dinilai turut mengurus SHM kepemilikan tanah itu sejak tahun 2012.
Pasalnya, menurut Boyamin, penerbitan sertifikat pembangunan pagar laut di Tangerang itu merupakan palsu.
“Terbitnya sertifikat diatas laut itu saya meyakini palsu karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023.”
“Kalau ada dasar klaim tahun 80 tahun 70 itu empang dan lahan artinya itu sudah musnah sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” ucap Boyamin.
Atas dasar itu, dia kemudian melayangkan laporan terhadap beberapa oknum kepala desa.
Mulai Desa Kohod, Pakuhaji, dan oknum pejabat di tiga kecamatan lainnya yakni Kronjo, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir.
Sejumlah oknum kepala desa itu diduga melanggar Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tentang pemalsuan buku atau daftar khusus administrasi.
“Di mana, di sana diatur Pasal itu berbunyi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda Rp50 juta minimal, maksimal Rp250 juta,” Jelas Boyamin.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fahmi Ramadhan)
/data/photo/2025/01/31/679bb7ef1c5dd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)