Tag: Nurul Ghufron

  • Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Ingatkan Pejabat Baru untuk Serahkan LHKPN

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Ingatkan Pejabat Baru untuk Serahkan LHKPN

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan para pejabat penyelenggara negara yang baru dilantik untuk memenuhi kewajiban menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

    “KPK telah menyampaikan imbauan agar kewajiban tersebut dipenuhi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (3/11/2024).

    Imbauan ini ditujukan kepada para pejabat menteri dan wakil menteri yang belum terdaftar sebagai wajib lapor LHKPN. Sementara itu, pejabat yang dilantik dengan jabatan baru namun sudah menyerahkan LHKPN periodik 2023 tidak perlu melapor ulang.

    “Untuk yang sudah menjadi pejabat, tidak perlu lagi melapor ulang. Kami sudah menyampaikan informasi ini kepada pejabat yang baru dilantik,” ujarnya.

    Sebelumnya, anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan bahwa terdapat 48 wajib lapor LHKPN baru di jajaran menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih. Dari total 109 menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih, sebanyak 61 orang telah melaporkan LHKPN pada periode sebelumnya.

    Direktorat LHKPN KPK juga telah memperbarui sistem pencatatan LHKPN dengan menambahkan nomenklatur kementerian-kementerian baru. Budi menyatakan, sejauh ini beberapa orang telah menghubungi pihak KPK untuk memperoleh informasi mengenai pengisian LHKPN, meskipun ia belum dapat mengungkapkan identitas pihak-pihak tersebut.

    KPK menyambut baik inisiatif tersebut dan siap memberikan bantuan serta pendampingan kepada para wajib lapor baru yang mengalami kendala dalam pengisian LHKPN.

    “Kami mengapresiasi menteri dan wakil menteri yang telah berinisiatif menghubungi Tim LHKPN KPK untuk proses input atau pendaftaran LHKPN. Ini merupakan langkah yang sangat baik dalam memenuhi kepatuhan LHKPN,” tuturnya.

    Budi juga optimistis bahwa kepatuhan LHKPN di kalangan menteri dan wakil menteri yang menjadi wajib lapor baru dapat mencapai 100%.

    “Saya yakin ke depan, menteri dan wakil menteri melalui stafnya akan lebih intensif dalam melakukan pendaftaran dan pelaporan LHKPN, karena kita masih memiliki waktu sekitar dua bulan lebih jika dihitung dari masa pelantikan atau penjabatan pertama, yaitu tiga bulan untuk pelaporan LHKPN,” kata Budi.

  • KPK Kembali Ingatkan Pejabat Baru untuk Serahkan LHKPN – Page 3

    KPK Kembali Ingatkan Pejabat Baru untuk Serahkan LHKPN – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan para pejabat penyelenggara negara yang baru dilantik untuk memenuhi kewajiban menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

    “KPK sudah menyampaikan imbauan untuk memenuhi kewajiban tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu 3 November 2024.

    Imbauan tersebut ditujukan kepada para pejabat menteri dan wakil menteri yang belum pernah terdaftar sebagai wajib lapor LHKPN.

    Sedangkan pejabat yang dilantik dengan jabatan baru namun sudah menyerahkan LHKPN periodik 2023, tidak perlu melapor ulang.

    “Untuk yang sudah jadi pejabat, maka itu tidak perlu lagi, itu sudah kita sampaikan kepada pejabat yang dilantik,” ujarnya yang dikutip dari Antara.

    Sebelumnya, Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, ada 48 wajib lapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) baru di jajaran menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih.

    Budi mengatakan, dari 109 menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih, sebanyak 61 orang sudah melaporkan LHKPN pada periode sebelumnya.

    Direktorat LHPKN KPK juga telah memperbaharui sistem pencatatan LHKPN dengan menyertakan nomenklatur kementerian-kementerian baru.

    Budi mengatakan, sejauh ini sudah ada berapa orang yang menghubungi pihak KPK untuk memperoleh informasi soal pengisian LHKPN, namun belum bisa mengungkapkan siapa saja pihak tersebut.

     

  • Alasan Bukan Pejabat Negara, KPK Putuskan Kasus Jet Pribadi Kaesang Bukan Gratifikasi

    Alasan Bukan Pejabat Negara, KPK Putuskan Kasus Jet Pribadi Kaesang Bukan Gratifikasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus penggunaan jet pribadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep sempat membuat heboh publik. Pasalny, hal itu disebut-sebut gratifikasi yang melibatkan anak pejabat.

    Meski kecurigaan publik cukup kuat dengan beragam srgumentasi dan bukti video, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya berbeda pandangan. Lembaga antirasuah itu mengatakan bukan bagian dari gratifikasi.

    Hal itu dinyatakan setelah Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK menganalisa terkait laporan jet pribadi Kaesang.

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dari analisis itu KPK menyatakan Kaesang bukan penyelenggara negara. Selain itu, Kaesang tidak terkait lagi dengan sang ayah yakni Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

    “Kedeputian Pencegahan yang berwenang selama ini memutuskan memberikan nota dinas kepada pimpinan apakah gratifikasi atau tidak. Itu menyampaikan bahwa karena yang bersangkutan bukan penyelenggara negara dan juga sudah dewasa, sudah terpisah dari orang tuanya menyampaikan bahwa Kedeputian Pencegahan tidak dapat memutuskan atau menyampaikan ini bukan gratifikasi,” kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Laporan dari Kaesang menjadi landasan bagi Kedeputian Pencegahaan KPK untuk menganalisis. Berdasarkan laporan itu, Kedeputian Pencegahan menentukan penggunaan jet pribadi Kaesang tersebut termasuk gratifikasi atau tidak.

    “Yang bersangkutan telah menyampaikan kepada KPK dan Direktorat Gratifikasi sudah menyampaikan kepada pimpinan bahwa karena yang bersangkutan bukan merupakan penyelenggara negara maka kemudian laporan tersebut nota dinasnya dari Deputi Pencegahan dalam hal ini menyampaikan bahwa laporan tersebut tidak dapat diputuskan apakah gratifikasi atau tidak,” ucap Ghufron.

  • KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik terkait Korupsi APD Covid-19

    KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik terkait Korupsi APD Covid-19

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik (AT) pada Jumat (1/11/2024).

    Ahmad Taufik adalah salah satu tersangka kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan dengan sumber dana dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2020.

    “KPK akan melakukan penahanan terhadap Tersangka AT, untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1-20 November 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gd. ACLC atau C1,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat.

    Ghufron mengatakan, Ahmad Taufik menyusul dua tersangka lainnya yaitu mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana (BS), dan Satrio Wibowo (SW) selaku Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia.

    Ketiganya ditetapkan tersangka oleh KPK karena membuat kerugian negara sebesar Rp 319 miliar.

    “Atas pengadaan tersebut, Audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar (Rp 319.691.374.183,06),” ujarnya.

    Dalam konstruksi perkara, KPK menduga terjadi pelanggaran prosedur pembelian APD Covid-19.

    Di antaranya, pendistribusian APD oleh TNI atas perintah Kepala BNPB pada saat itu, dengan mengambil APD dari PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mengirimkan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.

    Kemudian negosiasi ulang harga APD oleh KPA BNPB Harmensyah dengan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo (SW) agar diturunkan dari harga USD 60 menjadi USD 50. Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merk yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370.000.

    Lalu, terjadi backdate untuk menunjuk Budi Sylvana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan RI pada 28 Maret 2020. Sedangkan Surat Keputusan Penunjukan tersebut dibuat satu hari sebelumnya.

    Kemudian terdapat Surat Pesanan APD dari Kementerian Kesehatan kepada PT. PPM (Permana Putra Mandiri) sejumlah 5 juta set dengan harga satuan USD 48,4, yang ditandatangani oleh BS (Budi Sylvana) selaku PPK, AT (Ahmad Taufik) selaku Dirut PT. PPM (Permana Putra Mandiri) dan SW (Satrio Wibowo) selaku Dirut PT. Energi Kita Indonesia.

    Namun, surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci.

    Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT PPM, tetapi PT EKI (Energi Kita Indonesia) turut menandatangani Surat tersebut.

    Ahmad Taufik disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan monopoli yang dilakukan oleh sejumlah perusaahaans swasta pada pengadaan APD Covid-19, yang kini disebut merugikan keuangan negara Rp319 miliar. 

    Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada konferensi pers penahanan tersangka kasus APD, Jumat (1/11/2024). Tersangka dimaksud yakni Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

    Dua tersangka lain yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo serta mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana telah ditahan awal Oktober 2024 lalu. 

    Ghufron menjelaskan bahwa dalam pengadaan APD saat pagebluk 2020 lalu, perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai produsen maupun distributor hazmat diduga melakukan praktik monopoli. Beberapa perusahaan di antaranya adalah PT PPM milik Ahmad Taufik, PT EKI milik Satrio, serta PT Yoon Shin Jaya (YS) milik Shin Dong Keun yang mewakili para produsen APD. 

    “Kerja Sama antara PT PPM, PT EKI, PT YS dan para produsen APD merupakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut berlawanan dengan Pasal 4 Undang-undang No.5/1999 di mana pengusaha dilarang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran sehingga terbentuk monopoli,” jelasnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024). 

    Selain monopoli, terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain yang diduga dilakukan perusahaan-perusahaan itu. PT EKI dan PT YS disebut tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) kendati terlibat dalam mata rantai pengadaan APD. 

    Kemudian, PT EKI dan PT PPM disebut tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat. 

    “PT EKI ditetapkan sebagai penyedia APD, padahal tidak mempunyai pengalaman untuk mengadakan APD sebelumnya,” lanjut Ghufron. 

    DUGAAN MARK UP

    Pada konferensi pers sebelumnya, Oktober 2024 lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan asal usul kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar yang dihasilkan dari audit bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Awalnya, anggaran pengadaan APD oleh pemerintah bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam proses pengadaan, penyidik KPK mengendus dugaan penggelembungan harga atau mark-up.

    Asep menduga kerugian negara Rp319 miliar itu seharusnya tidak terjadi apabila APD langsung dipasok dari PT PPM ke Kemenkes, tanpa harus ada pelibatan PT EKI. 

    “Jadi secara garis besar bahwa ada penambahan harga, ada mark up harga antara PT PPM dengan Kemenkes, di tengahnya ada PT EKI. Jadi, seharusnya kalau misalkan langsung ke PT PPM itu harganya lebih rendah. Sehingga di situ ada kenaikan harga, peningkatan harga, mark-up lah,” ujar Jenderal Polisi bintang satu itu. 

    Asep menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi itu bermula ketika pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan APD saat awal pandemi Covid-19 sekitar empat tahun lalu. Pengadaan dilakukan dengan turut melibatkan aparat seperti TNI dan Polri. Bahkan, APD itu langsung diambil oleh TNI dari Kawasan Berikat berdasarkan instruksi Kepala BNBP yang saat itu dipimpin Letjen TNI Doni Monardo.

    APD lalu diambil aparat pada 21 Maret 2020 untuk disebar ke 10 provinsi. Namun, pengambilan dilakukan tanpa kelengkapan dokumentasi, bukti pendukung, serta surat pemesananan.

    Menurut Asep, inti permasalahan dalam kasus tersebut adalah perbedaan harga yang cukup lebar. Awalnya, APD untuk Kemenkes hanya dipasok langsung oleh PT PPM. 

    Perusahaan milik Ahmad Taufik itu merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai distributor utama oleh para produsen APD. Salah satunya yakni oleh Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya Shin Dong Keun. Pada saat itu, Kemenkes membeli 10.000 set APD dari PT PPM dengan harga hanya Rp379.500 per set. 

    Namun, setelahnya Shin Dong Keun turut menandatangani kontrak kesepakatan dengan Direktur Utama PT EKI Satrio Wibowo untuk menjadi authorized seller. Kontraknya yakni sebanyak 500.000 set APD dengan harga dinamis atau tergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat pemesanan. 

    PT PPM dan PT EKI lalu memutuskan untuk menandatangani kontrak kerja sama distribusi. PT PPM mendapatkan margin keuntungan 18,5%.

    Adapun penawaran harga APD melonjak dari Rp379.500 per set menjadi US$60 atau hampir mendekati Rp1 juta per set. Kemudian, Sestama BNPB saat itu, Harmensyah, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) DSP BNPB melakukan negosiasi harga dengan Satrio agar harga APD diturunkan menjadi US$50 (sekitar Rp700.000) per set. 

    Harga itu pun tetap hampir dua kali lipat yang dibayar oleh Kemenkes ke PT PPM awalnya yakni Rp379.500 per set. “Jadi ini sangat jauh perbedaan harganya antara yang dibeli oleh Kemenkes kemenkes sebesar Rp370.000 per set, dengan yang diadakan oleh KPA. Itu saudara HM [Harmensyah] dengan saudara SW [Satrio],” jelas Asep.

    Di sisi lain, PT PPM juga akan menagih 170.000 set APD gelombang pertama yang telah didistribusikan oleh TNI sebelumnya dengan harga sekitar Rp700.000 per set. 

    Tidak hanya itu, Satrio juga diduga menghubungi Kepala BNPB Doni Monardo untuk segera menyelesaikan pembayaran 170.000 set APD yang diambil TNI. Dia juga meminta agar diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea Selatan. 

    Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan perusahaan Shin Dong Keun merealisasikan kontrak mereka dengan pemesanan 500.000 set APD. Pemesanan dilakukan dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. 

    Akan tetapi, pemesanan menggunakan dokumen kepabeanan PT PPM karena PT EKI tidak memiliki izin penyaluran alat kesehatan, gudang serta bukan perusahaan kena pajak (PKP). 

    KPK mencatat, ada dua kali pembayaran dari negara kepada PT PPM. Pertama, Rp10 miliar ketika belum ada kontrak atau surat pesanan. Kedua, Rp109 miliar yang diserahkan oleh Pusat Krisis Kesehatan. 

    Setelah itu, pada 28 Maret 2020, Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK dari Kemenkes menggantikan Eri Gunawan menggunakan surat bertanggal backdate sehari. Pada kesempatan yang sama, surat pesanan APD dari Kemenkes diterbitkan untuk sebanyak 5 juta set dengan harga US$48,4 per set.

    Surat itu diteken oleh Budi, Taufik dan Satrio. Namun, KPK menyebut surat itu tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak. Tidak hanya itu, surat yang hanya ditujukan kepada PT PPM juga ikut ditandatangani oleh PT EKI. 

    Adapun Kemenkes mencatat telah menerima 3.140.200 set APD PT PPM dari total 5.000.000 set yang dipesan sampai dengan 18 Mei 2020. Dari waktu pemesanan sampai dengan saat itu, telah dilakukan negosiasi antara Kemenkes dengan PT PPM untuk menurunkan harga.

    Kedua pihak menyepakati negosiasi yakni 503.500 set APD yang dikirim dari periode 27 Apil sampai dengan 7 Mei 2020 dihargai sebesar Rp366.850 per set. Setelahnya, satu set APD akan dihargai Rp294.000. 

    Asep menuturkan, hasil audit final yang dilakukan BPKP menunjukkan adanya kerugian negara yang timbul akibat pengadaan APD itu senilai Rp319 miliar. Dia memastikan penyidik bakal menelusuri lebih jauh ke mana saja aliran uang tersebut. 

    “Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar,” terang Asep. 

  • Bobby Nasution Tak Lapor Penggunaan "Private Jet", KPK Mengaku Tak Bisa Bertindak
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 November 2024

    Bobby Nasution Tak Lapor Penggunaan "Private Jet", KPK Mengaku Tak Bisa Bertindak Nasional 1 November 2024

    Bobby Nasution Tak Lapor Penggunaan “Private Jet”, KPK Mengaku Tak Bisa Bertindak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – KPK menyatakan, Wali Kota Medan yang juga menantu Presiden ke-7 Joko Widodo,
    Bobby Nasution
    , belum pernah melaporkan penggunaan jet pribadi ke Direktorat Gratifikasi.
    Sehingga, KPK tak bisa melakukan tindakan apa pun khususnya di bidang pencegahan.
    “Mas Bobby (Nasution) itu tidak dalam proses melaporkan diri ke direktorat gratifikasi, karena itu tidak diapa-apain,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
    Hal itu berbeda dengan adik ipar Bobby, Kaesang Pangarep, yang dengan inisiatif pribadi datang ke KPK pada September lalu untuk melaporkan penggunaan jet pribadi ke Amerika Serikat.
    Kaesang datang ke KPK setelah fasilitas jet pribadi yang digunakannya itu ramai dibahas warganet dan diberitakan media. 
    Namun, pada akhirnya, KPK menyimpulkan fasilitas yang diterima Kaesang itu bukan gratifikasi, karena ia bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dengan ayahnya.
    Meski demikian, Ghufron mengatakan, pihaknya tetap memproses laporan masyarakat terkait Bobby Nasution, yang diterima oleh Direkorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
    “Bahwa kemudian ada laporan itu masuknya ke Direktorat PLPM,” ujarnya.
    Sebelumnya, Bobby Nasution membenarkan bahwa dirinya pernah naik jet pribadi. Namun, dia tidak secara gamblang menjelaskan apakah jet yang dimaksud adalah yang muncul dalam foto.
    “Semua kita (pernah) naik pesawat,” ujar Bobby saat ditanya wartawan usai mengikuti rapat paripurna di DPRD Kota Medan, Selasa (3/9/2024).
    Bobby juga mempersilakan siapa pun untuk memeriksa asal-usul uang yang digunakan terkait jet pribadi tersebut.
    “Coba lihat tanggalnya berapa? Punya siapa pesawatnya? Pakai dana siapa? Kalaupun itu kita punya sendiri, walaupun itu sewa, uang dari mana? Silakan dicek,” ujarnya.
    Namun, Bobby memastikan, meski pernah naik jet pribadi, uang yang digunakan tidak berasal dari APBD ataupun hasil korupsi.
    “Silakan dicek, diperiksa, apakah pakai uang dari APBD, apakah ada uang korupsi. Yang pasti saya bisa pastikan, saya bisa deklarasikan bahwa uangnya bukan dari situ,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sebut Laporan Terkait Jet Pribadi Kaesang Tetap Ditelaah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 November 2024

    KPK Sebut Laporan Terkait Jet Pribadi Kaesang Tetap Ditelaah Nasional 1 November 2024

    KPK Sebut Laporan Terkait Jet Pribadi Kaesang Tetap Ditelaah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menetapkan penggunaan pesawat
    jet pribadi
    oleh putra Presiden RI Ke-7 Joko Widodo,
    Kaesang
    Pangarep bukan penerimaan gratifikasi.
    Meski demikian, KPK memastikan, keputusan itu tidak menggugurkan laporan masyarakat terkait dugaan penerimaan gratifikasi Kaesang.
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, laporan itu tetap ditelaah di Direkorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
    “Bagaimana tentang laporannya? tentu laporannya itu tidak ke (Direktorat) Gratifikasi, tapi ke (Direktorat) PLPM. Ini sedang dalam proses telaah,” kata Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
    Ghufron mengatakan, fasilitas pesawat jet pribadi yang diterima Kaesang dinyatakan bukan gratifikasi karena ia bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dari orangtuanya.
    “Bahwa yang bersangkutan bukan penyelenggara negara, sudah terpisah dari orangtuanya,” ujarnya.
    Nurul Ghufron pun menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kedeputian Pencegahan KPK berdasarkan laporan penggunaan jet pribadi yang disampaikan Kaesang ke KPK pada September lalu.
    “Kedeputian pencegahan menyampaikan ini bukan gratifikasi,” ucap dia.
    Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah mengirimkan dokumen memorandum of understanding (MoU) antara Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan PT Shopee International Indonesia ke KPK.
    Koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan, MoU tersebut ditandatangani langsung oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Boyamin menyatakan, pihaknya ingin membantu KPK menelusuri dugaan gratifikasi fasilitas jet pribadi Gulfstream G650ER yang diterima oleh adik Gibran, Kaesang Pangarep.
    Pesawat tersebut diketahui dimiliki oleh Garena Online, perusahaan yang berada di bawah naungan Sea Limited, Singapura, bersama dengan Shopee.
    “Nah ini maksud saya adalah membantu KPK untuk menelusuri isu yang ramai terkait dengan gratifikasi pesawat Kaesang,” kata Boyamin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2024).

    Boyamin juga menyebutkan, salah satu isi MoU tersebut menyangkut kerja sama dalam pengembangan UKM di Solo, termasuk keberadaan kantor Garena Gaming di lahan milik Pemkot Solo, Solo Technopark.
    Lebih lanjut, Boyamin menambahkan bahwa berdasarkan petunjuk teknis dari Kementerian Agama, anak, istri, dan termasuk saudara penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi.
    “Karena Kaesang bagaimana pun adik Gibran Rakabuming Raka dan diduga pesawat itu kan juga terkait dengan PT Shopee,” ujar Boyamin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Putuskan “Private Jet” Kaesang Bukan Gratifikasi, Ini Alasannya

    KPK Putuskan “Private Jet” Kaesang Bukan Gratifikasi, Ini Alasannya

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan, fasilias pesawat jet pribadi yang digunakan putra Presiden RI Ke-7 Joko Widodo, Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat, bukan termasuk  gratifikasi.

    Sebab, Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dari orang tua.

    “Bahwa yang bersangkutan bukan penyelenggara negara, sudah terpisah dari orang tuanya,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Nurul Ghufron pun menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kedeputian Pencegahan KPK berdasarkan laporan penggunaan jet pribadi yang disampaikan Kaesang ke KPK pada September lalu.

    “Kedeputian pencegahan menyampaikan ini bukan gratifikasi,” sambungnya.

    Ghufron mengatakan, kasus serupa dimana seorang yang bukan penyelenggara negara melaporkan hadiah ke KPK juga pernah terjadi beberapa kali, dan disimpulkan bukan lah gratifikasi.

    “Pernah juga seorang guru swasta menerima dari wali murid setelah kenaikan. KPK memutuskan bahwa laporan tentang gratifikasi atau tidaknya, kami putusan tidak sebagai gratifikasi,” ucap dia.

    Diketahui, Kaesang Pangarep telah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung C1, Kuningan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).

    Kaesang mengatakan, dirinya hadir ke KPK untuk klarifikasi perjalanannya ke Amerika Serikat yang menggunakan pesawat jet pribadi.

    Ia mengaku kehadirannya merupakan inisiatif sebagai warga negara yang baik, bukan undangan dari KPK.

    “Kedatangan saya ke KPK sebagai warga negara yang baik, saya bukan penyelenggaraan negara, saya bukan pejabat saya datang ke sini bukan karena undangan, bukan karena panggilan, tetapi inisiatif saya sendiri,” kata Kaesang.

    Kaesang mengatakan, perjalanannya ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu merupakan tumpangan pesawat milik sahabatnya.

    Namun, ia enggan menjelaskan secara detail terkait fasilitas jet pribadi tersebut.

    “Tadi saya di dalam mengklarifikasi mengenai perjalanan saya tanggal 18 Agustus ke Amerika Serikat yang yang numpang atau nebeng pesawatnya teman saya,” ucap dia.

  • KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) sebagai tersangka dan menahannya terkait kasus pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kasus ini melibatkan dana siap pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2020.

    Dalam kasus ini, selain Ahmad Taufik, juga ditetapkan sebagai tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana (BS), dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo (SW). Budi dan Satrio telah lebih dahulu ditahan KPK.

    “KPK melakukan penahanan terhadap tersangka AT,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Ahmad Taufik akan ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 1 November hingga 20 November 2024 di rumah tahanan negara (rutan) KPK Gedung ACLC. Penahanan ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

    Dalam perkara ini, Ahmad Taufik disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Tegaskan Fasilitas Jet Pribadi Kaesang Pangarep Bukan Gratifikasi

    KPK Tegaskan Fasilitas Jet Pribadi Kaesang Pangarep Bukan Gratifikasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, fasilitas jet pribadi yang diterima oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep tidak termasuk kategori gratifikasi. Hal ini disebabkan Kaesang bukan merupakan penyelenggara negara.

    KPK menjelaskan Kaesang sudah dewasa dan tidak lagi memiliki keterkaitan dengan  Presiden ke-7 Joko Widodo. Pernyataan ini merupakan hasil analisis dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK mengenai penerimaan fasilitas jet pribadi yang telah dilaporkan oleh Kaesang.

    “Dalam pandangan Kedeputian Pencegahan, yang berwenang dalam penentuan gratifikasi, disampaikan bahwa yang bersangkutan bukan penyelenggara negara dan sudah terpisah dari orang tuanya. Oleh karena itu, Kedeputian Pencegahan tidak dapat memutuskan bahwa ini adalah gratifikasi,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Ghufron menambahkan, Kaesang telah melaporkan penerimaan fasilitas jet pribadi tersebut kepada KPK untuk menentukan status gratifikasinya. 

    “Kaesang telah menyampaikan laporan penerimaan dan merasa perlu untuk memastikan apakah ini termasuk gratifikasi atau tidak,” ungkap Ghufron.

    Sebelumnya, Kaesang Pangarep mengunjungi kantor KPK pada Selasa (17/9/2024) untuk mengklarifikasi polemik terkait perjalanannya ke Amerika Serikat menggunakan pesawat pribadi.

    Setelah klarifikasi, Kaesang menyebut kedatangannya adalah inisiatif pribadi dan bukan undangan dari KPK.

    “Saya datang ke sini bukan karena undangan atau panggilan, tetapi inisiatif saya sendiri,” kata Kaesang di kantor KPK.

    Ia menjelaskan perjalanannya ke Amerika pada 18 Agustus lalu dilakukan dengan menumpang pesawat temannya. “Saya hanya nebeng pesawat teman saya,” tambahnya.

    Kaesang menghindari menjelaskan lebih detail mengenai agenda klarifikasi tersebut dan meminta agar pertanyaan lebih lanjut ditujukan kepada pihak KPK.

    “Intinya, untuk lebih lanjutnya bisa ditanyakan ke KPK,” tutup Kaesang.