Tag: Nurhadi

  • 7
                    
                        Kebohongan 2 Perwira di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Terungkap Lewat Poligraf 
                        Regional

    7 Kebohongan 2 Perwira di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Terungkap Lewat Poligraf Regional

    Kebohongan 2 Perwira di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Terungkap Lewat Poligraf
    Editor
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Teka-teki tewasnya anggota Bidang Propam Polda Nusa Tenggara Barat (
    NTB
    ), Brigadir Muhammad Nurhadi mulai terungkap.
    Nurhadi bukan tenggelam di kolam renang, tetapi ia diduga dibunuh oleh dua atasannya, yakni Kompol YG dan Ipda HC.
    Lokasi pembunuhan diduga di sebuah vila kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB pada 16 April 2025.
    Saat itu, Nurhadi diajak dua atasannya itu bersenang-senang di vila privat. 
    Kini, baik YG maupun HC ditetapkan sebagai tersangka. Dua perwira polisi itu juga disanksi pemberhetian tidak dengan hormat.
    Dalam perjalan kasus ini, tersangka sempat berdalih
    Brigadir Nurhadi
    tewas karena tenggelam.
    Namun, berdasarkan pendalaman
    Polda NTB
    , terdapat tanda-tanda penganiayaan di jenazah korban.
    Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat mengatakan, tersangka ketahuan berbohong terkait kejadian sebenarnya.
    Keduanya tidak memberikan keterangan jujur saat dites menggunakan alat
    pendeteksi kebohongan
    (poligraf).
    “Semua dinyatakan berbohong secara umum,” kata Syarif, Jumat (4/7/2025).
    Syarif mengatakan, sudah ada 18 saksi yang dimintai keterangan dalam kasus
    tewasnya Brigadir Nurhadi
    .
    Hasilnya, ada tiga tersangka yang didapat Polda NTB. Selain dua atasan Brigadir Nurhadi, ada satu tersangka wanita berinisial M.
    “Kami berkeyakinan ada dugaan (penganiayaan), maka kami naikkan menjadi penyidikan dan penetapan tersangka,” ucap Syarif.
    Syarif mengatakan, dua atasan Nurhadi merupakan mantan kasat reskrim. 
    Oleh karena itu, Polda NTB mendalami kasus tewasnya Brigadir Nurhadi secara hati-hati.
    “Kita profesional dan kita lakukan ini secara hati-hati karena yang kita hadapi bukan orang biasa, mantan Kasat Narkoba dan mantan kasat reskrim,” kata dia.
    Terhadap tiga tersangka, dikenakan Pasal 351 Ayat 3 dan atau Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juncto Pasal 55, yaitu tentang penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia serta kelainan.
    Kasus ini berawal saat korban bersama dua atasannya pergi bersama ke Gili Trawangan dengan tujuan liburan, pada 16 April 2025.
    Kemudian, ada dua wanita yang ikut bergabung, yaitu inisial P dan M.
    Kelima orang itu berpesta bersama di sebuah vila.
    “Dari penjelasannya yang satu mereka (tersangka dan korban) ke sana (Gili Trawangan) untuk
    happy-happy
    dan pesta,” ucap Syarif.
    Belum diketahui secara pasti penyebab Brigadir Nurhadi dibunuh.
    Namun sebelum kejadian, korban disebutkan merayu rekan wanita dari salah satu tersangka.
    Tidak lama kemudian, Brigadir Nurhadi diberikan obat penenang.
    Syarif menduga, telah terjadi penganiayaan dalam rentang waktu 20.00 Wita sampai 21:00 Wita pada hari itu.
    Dugaan penganiayaan juga diperkuat hasil ekshumasi pada 1 Mei 2025. Berdasarkan hasil itu, terdapat luka di bagian sekujur tubuh korban.
    Syarif mengatakan, meskipun ada tanda-tanda kekerasan, belum ditemukan rekaman kamera CCTV yang merekam aksi para tersangka.
    “Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” kata dia.
    Jenazah Brigadir Nurhadi pertama kali ditemukan di kolam villa, pada pada 16 April 2025.
    Awalnya, disebutkan bahwa korban tewas lantaran tenggelam berdasarkan kesaksian para tersangka.
    Polda NTB lantas turun tangan dan berhasil menetapkan dua atasan Brigadir Nurhadi sebagai tersangka pada 18 Mei 2025.
     
    Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Ada Kebohongan di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Tersangkanya Bukan Orang Biasa, 2 Eks Kasat.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Kejanggalan Pembunuhan Brigadir Nurhadi: 2 Atasan yang Jadi Tersangka Tak Ditahan, tetapi Teman Wanita Mereka Ditahan
                        Regional

    8 Kejanggalan Pembunuhan Brigadir Nurhadi: 2 Atasan yang Jadi Tersangka Tak Ditahan, tetapi Teman Wanita Mereka Ditahan Regional

    Kejanggalan Pembunuhan Brigadir Nurhadi: 2 Atasan yang Jadi Tersangka Tak Ditahan, tetapi Teman Wanita Mereka Ditahan
    Editor
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Dua eks anggota Propam
    Polda NTB
    , Kompol YG dan Ipda HC ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiyaan yang menewaskan anak buahnya, yakni Brigadir Muhammad Nurhadi.
    Namun, mereka belum ditahan. Sementara itu, tersangka lain, seorang perempuan berinisial M yang berada di lokasi kejadian sudah ditahan. 
    Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat membeberkan bahwa alasan pihaknya belum menahan Yogi dan Haris yaitu lantaran mereka belum mengakui perbuatannya.
    Meski belum ditahan, Syarif yakin dua atasan
    Brigadir Nurhadi
    itu tidak bakal menghilangkan barang bukti.
    Menurut Syarif, pihaknya tidak butuh pengakuan kedua tersangka karena keterangan para ahli dan penyitaan barang bukti dianggap sudah cukup.
    “Karena
    handphone
    mereka sudah kita sita, bagaimana mereka menghilangkan barang bukti, mereka memang belum mengakui atau tidak mengakui perbuatannya, tetapi kita tidak terpaku atau membutuhkan pengakuan, keterangan para ahli sudah cukup bukti mereka ditetapkan menjadi tersangka,” kata Syarif dikutip dari Tribun Lombok, Sabtu (5/7/2025).
    Di sisi lain, Syarif menyampaikan, pihaknya hanya menahan M karena wanita itu berdomisili di luar NTB. Dia mengatakan, M ditakutkan tidak mau memenuhi panggilan polisi terkait kasus ini.
    “Sementara tersangka M (ditahan karena) dari luar daerah jadi dikhawatirkan tidak memenuhi panggilan dalam proses penyidikan,” katanya.
    Syarif mengatakan pihaknya bakal menangani kasus ini secara profesional meski ada tersangka yang merupakan polisi.
    “Sampai saat ini tidak ada saksi yang merasa tertekan, kita profesional dan kita lakukan ini secara hati-hati karena yang kita hadapi bukan orang biasa, mantan Kasat Narkoba dan mantan Kasat Reskrim,” ujarnya.
    Kini, YG dan HC sudah dipecat sebagai anggota Polri dan banding yang diajukan berujung ditolak.
    Kasus ini berawal ketika YG dan HC mengajak Brigadir Nurhadi ke vila di Gili Trawangan untuk liburan dan berpesta.
    Syarif mengatakan, dua tersangka juga mengajak dua wanita untuk pergi bersama, yaitu tersangka M dan saksi berinisial P.
    “Dari penjelasannya yang satu mereka (tersangka dan korban) ke sana (Gili Trawangan) untuk
    happy-happy d
    an pesta,” kata Syarif dalam konferensi pers di Mapolda NTB, Jumat (4/7/2025).
    Setibanya di Villa Tekek, Gili Trawangan, Nurhadi terlebih dahulu diberi obat penenang.
    Setelah itu, Nurhadi disebut sempat mencoba merayu dan mendekati salah satu teman wanita tersangka. Hal itu diketahui lewat rekaman dari kamera CCTV yang berada di lokasi,
    “CCTV di pintu masuk Villa Tekek jadi itu
    private pool villa
    jadi cuma ada di pintu masuk. Sedangkan di dalamnya ada kolam kecil, ada tempat penginapan tidak ada yang hilang, rekaman tidak ada yang hilang,” kata dia.
    “Berdasarkan rekaman CCTV di atas pintu masuk, bahwa
    space
    waktu dari jam 20.00-21.00 Wita tidak ada orang yang keluar masuk lagi,” kata Syarif.
    Syarif mengungkapkan, tidak ada saksi yang melihat peristiwa penganiayaan tersbeut karena tidak ada kamera CCTV yang dipasang mengarah ke dalam vila. Ditambah, vila yang dipesan bersifat privat.
    “Tidak ada orang yang masuk dan keluar pada
    space
    waktu almarhum meninggal di kolam, hanya ada almarhum dan hanya ada dua orang tersangka,” kata Syarif.
    Sekitar pukul 21.00 Wita, salah satu tersangka yang ada di dalam vila mengabari bahwa almarhum sudah berada di kolam dan diangkat.
    Berdasarkan otopsi yang dilakukan, ditemukan luka memar di kepala bagian depan dan belakang Nurhadi. Adapun luka itu diduga akibat kepala Nurhadi membentur benda tumpul.
    “Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam,” kata ahli forensik Universitas
    Mataram
    , dr Arfi Samsun dalam konferensi pers yang sama.
    Tak hanya luka memar, Arif mengatakan ditemukan pula patah tulang lidah yang diduga kuat akibat korban dicekik oleh pelaku.
    Pada jenazah Nurhadi, ditemukan pula air kolam yang masuk ke bagian tubuh korban.
    Dari temuan tersbeut, Arif mengatakan Nurhadi disimpulkan masih hidup dan meninggal karena tenggelam di kolam akibat pingsan.
     
    Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Anggota Propam NTB Tersangka Penganiayaan Brigadir Nurhadi Tidak Ditahan, Alasannya Belum Ngaku.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Mantan Anggota Polisi Tersangka Kematian Brigadir MN Tidak Ditahan, Ini Kata Polda NTB

    2 Mantan Anggota Polisi Tersangka Kematian Brigadir MN Tidak Ditahan, Ini Kata Polda NTB

    JAKARTA – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menjelaskan pihaknya tidak menahan dua mantan anggota kepolisian, Kompol Y dan Ipda HCyang, yang menjadi tersangka kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi (MN).

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat, mengatakan penyidik tidak menahan kedua tersangka tersebut karena meyakini mereka tidak mengulangi perbuatan ataupun menghilangkan barang bukti.

    “Kami meyakini karena keduanya juga sejauh ini bersikap kooperatif,” kata Syarif Hidayat dalam konferensi pers di Polda NTB, Mataram, Jumat 4 Juli, disitat Antara.

    Terkait potensi kedua tersangka yang tidak ditahan dapat mempengaruhi saksi lain, Syarif menegaskan bahwa hal tersebut sudah diperhitungkan penyidik melalui pemeriksaan para saksi.

    “Makanya, sebelum dan setelah diperiksa kami tanyakan, dan mereka (saksi) tidak dalam tekanan,” ucapnya.

    Berbeda untuk tersangka ketiga yang merupakan perempuan berinisial M, Syarif mengatakan pihaknya sudah melakukan penahanan karena alasan tersangka berasal dari luar NTB.

    “Tersangka M ini adalah rekan wanita dari Kompol Y pada saat itu yang menemani di lokasi kejadian,” ujarnya.

    Kepolisian menetapkan tiga tersangka yang turut berada di lokasi kejadian di sebuah penginapan di wilayah Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara berdasarkan pemeriksaan 18 saksi dan sejumlah ahli.

    Penyidik menemukan sedikitnya dua alat bukti, salah satu di antaranya yang menguatkan perihal hasil autopsi dari ekshumasi makam Brigadir MN di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

    Dari rangkaian penyidikan, kepolisian menyimpulkan Brigadir MN meninggal karena dicekik. Namun, kata Syarif, perihal siapa yang melakukan hal tersebut masih didalami penyidik.

    Kepolisian menetapkan ketiga tersangka tersebut dengan menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pakar UGM Minta Pemerintah Segera Revisi Standar Garis Kemiskinan RI

    Pakar UGM Minta Pemerintah Segera Revisi Standar Garis Kemiskinan RI

    Liputan6.com, Yogyakarta – Mempertimbangkan adopsi ukuran paritas daya beli terbaru Bank Dunia atau World Bank menaikkan garis kemiskinan dunia yang menyebabkan sebesar 68,3% atau 194,72 juta jiwa penduduk Indonesia masuk dalam garis kemiskinan. Dosen Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM Nurhadi, mendukung usulan pemerintah yang berencana merevisi garis kemiskinan nasional. “Kalau kita lihat, memang garis kemiskinan yang digunakan saat ini sudah kurang relevan,” kata Nurhadi di Kampus UGM Rabu 25 Juni 2025.

    Alasan utama kurang relevan menurutnya yakni pertama, tidak lagi mencerminkan harga-harga aktual di masyarakat, Kedua, karena diperlukan penyesuaian agar data Indonesia kompatibel dengan standar global. Ketiga, karena pendekatan pengukuran kemiskinan yang digunakan selama ini sudah saatnya diperbarui.

    Guna merevisi garis kemiskinan nasional ini ia menekankan pentingnya menggunakan Multidimensional Poverty Index (MPI) atau Indeks Kemiskinan Multidimensi yang mengukur kemiskinan bukan hanya berdasarkan pendapatan, tetapi juga berdasarkan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perumahan. Metode ini menurutnya, memberikan gambaran lebih utuh. “Misalnya, ada rumah tangga yang secara ekonomi cukup, tapi akses ke layanan pendidikan dan kesehatan sangat terbatas, mereka seharusnya juga termasuk dalam kategori miskin,” katanya.

    Nurhadi menggarisbawahi usulan revisi ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, salah satu kekhawatiran utama adalah potensi lonjakan angka kemiskinan secara statistik. Berdasarkan standar Bank Dunia, jika Indonesia menggunakan kategori lower middle-income country, maka tingkat kemiskinan bisa melonjak hingga sekitar 20 persen, kalau menggunakan upper middle-income country, jumlahnya bahkan bisa mencapai sekitar 60 persen. “Ini bisa menimbulkan persepsi negatif bahwa pemerintah gagal mengurangi kemiskinan. Padahal yang terjadi adalah perubahan standar pengukuran,” katanya.

    Nurhadi menyebut ada empat strategi utama yang diusulkan, pertama, penggunaan standar yang moderat. Ia menyarankan agar perhitungan garis kemiskinan ini menggunakan standar lower middle-income country agar angka kemiskinan meningkat secara wajar dan tidak drastis. Kedua, transisi data yang transparan dengan menampilkan data kemiskinan dalam dua versi (garis lama dan garis baru) secara bersamaan agar publik dapat memahami konteks perubahan tersebut. Strategi ketiga, perlu adanya upaya pemerintah melakukan edukasi dan komunikasi publik yang aktif dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kenaikan angka kemiskinan bukan karena memburuknya kondisi perekonomian, melainkan karena adanya perubahan metode pengukuran, yaitu garis ukur dinaikkan untuk mencerminkan realitas yang lebih akurat.

    Terakhir, penyesuaian bentuk intervensi kebijakan yakni dengan memisahkan intervensi antara kelompok miskin lama dengan kelompok miskin baru, dimana kelompok miskin baru ini mendapatkan program pemberdayaan, bukan sekadar bantuan konsumtif. Namun menurutnya pemberdayaan sosial harus menjadi pendekatan utama dalam pengentasan kemiskinan. “Kita harus membantu masyarakat untuk bisa membantu dirinya sendiri – helping people to help themselves. Bukan hanya memberikan bantuan, tapi memberikan kapasitas, akses, dan kesempatan agar mereka bisa mandiri,” imbuh Nurhadi.

    Dalam konteks ini, Nurhadi menyoroti pentingnya lembaga seperti Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) yang saat ini telah memiliki Rencana Induk Pengentasan Kemiskinan Nasional. Menurutnya integrasi antara pendekatan teknokratis dan politis sangat penting untuk memastikan reformulasi garis kemiskinan berjalan dengan aman dan berdampak nyata. “Revisi garis kemiskinan adalah langkah maju, tapi kita perlu bijak dan cermat dalam menanganinya. Tujuan akhirnya tetap untuk menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih merata,” ujarnya.

  • Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Polisi Tetapkan 3 Tersangka

    Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Polisi Tetapkan 3 Tersangka

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus meninggalnya personel Polda NTB Brigadir Nurhadi saat berlibur di vila Gili Trawangan mulai menemui titik terang. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB menetapkan tiga anggota polisi sebagai tersangka.

    Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menegaskan, penyidikan menggunakan metode ilmiah dan forensik sebagai kunci pengungkapan kasus ini.

    “Kami mengedepankan professionalisme berlandaskan scientific crime investigation, bukan hanya pengakuan,” jelas Kombes Syarif kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).

    Tiga polisi yang ditetapkan tersangka yakni Kompol IMYPU (Yogi), IPDA YG, dan HR. Ketiganya tidak ditahan karena kooperatif dan tidak ada dasar hukum penahanan. Sementara satu orang berinisial M, yang berada di lokasi kejadian, ditahan karena domisilinya tidak jelas.

    Awalnya, kasus ini dilaporkan dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP (penganiayaan mengakibatkan kematian). Namun, karena fakta baru ditemukan, penyidik menambah Pasal 359 (kelalaian menyebabkan kematian) dan Pasal 55 (penyertaan tindak pidana) terhadap para tersangka.

    “Berkas perkara sudah rampung dan diserahkan ke kejaksaan. Saat ini menunggu petunjuk selanjutnya,” ujarnya.

    Ahli forensik Dr Arfi Syamsun memeriksa jenazah Brigadir Nurhadi. Ada pun temuannya yaitu tidak ditemukan luka robek di area dubur, menandakan tidak ada kekerasan tumpul, luka lecet gerus di dahi dan memar di kepala depan dan belakang, terdapat luka memar di leher belakang kiri, punggung, tangan, dan kaki.

    Kemudian, terdapat patah tulang lidah dengan resapan darah, tanda kekerasan saat korban masih hidup (ante-mortem).

    Dr Arfi juga menemukan tanda kematian akibat tenggelam, berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap organ sumsum tulang, ginjal, dan paru-paru.

    “Korban meninggal saat masih hidup di dalam air, ada inspirasi air masuk saluran napas sampai ke sumsum otak dan ginjal,” jelasnya.

  • Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Polisi Tetapkan 3 Tersangka

    Tewas di Gili Trawangan, Brigadir Nurhadi Diduga Gunakan Zat Ilegal

    Mataram, Beritasatu.com — Misteri kematian anggota Polri Brigadir M Nurhadi yang ditemukan tewas di sebuah vila mewah di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan publik. Polda NTB kini tengah mengusut kasus tersebut secara mendalam.

    Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengungkapkan, kematian Brigadir Nurhadi diduga berkaitan dengan konsumsi zat ilegal saat menghadiri pesta privat bersama tiga rekannya yang kini berstatus sebagai terduga pelaku, yakni Y, G, dan M.

    Peristiwa tragis itu terjadi di sebuah vila bernama Villa Tekek, yang berada di kawasan eksklusif Gili Trawangan. Berdasarkan keterangan sementara, pesta tersebut bertujuan untuk bersenang-senang dan berlangsung secara tertutup.

    “Dari keterangan para saksi, mereka ke sana untuk happy dan berpesta. Dan saat pesta berlangsung, diberikanlah sesuatu kepada korban. Sesuatu yang tidak legal dan tidak seharusnya dikonsumsi,” jelas Kombes Syarif, Jumat (4/7/2025).

    Meski belum disebutkan secara pasti jenis zat yang dikonsumsi, dugaan mengarah pada psikotropika atau narkotika ilegal yang memicu reaksi fatal pada tubuh korban.

    Penyelidikan mengalami kendala karena minimnya bukti visual dan saksi mata yang dapat menjelaskan kronologi secara perinci, terutama pada rentang waktu krusial antara pukul 20.00 Wita hingga 21.00 Wita.

    “Di lokasi kejadian tidak ada kamera pengawas yang mengarah ke titik kejadian. Area tempat korban ditemukan dan tempat para terduga pelaku berkumpul tidak tercakup CCTV,” ungkap Syarif.

    Hasil eksumasi jenazah menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa Brigadir Nurhadi mengonsumsi zat yang tidak layak dikonsumsi manusia, yang diyakini diberikan pada awal pesta berlangsung.

    “Hasil sementara forensik memperkuat adanya zat yang dikonsumsi korban sebelum meninggal. Zat tersebut bukan untuk konsumsi manusia dan menimbulkan efek fatal,” tegas Syarif.

    Saat ini, tim penyidik masih menunggu hasil laboratorium toksikologi dari Mabes Polri guna memastikan kandungan zat tersebut dan kaitannya dengan kematian korban.

    Selain unsur zat berbahaya, penyidik juga menyelidiki faktor sosial yang mungkin ikut memicu peristiwa malam itu. Salah satunya adalah interaksi antara korban dan seorang perempuan yang hadir dalam pesta tersebut.

    “Almarhum sempat mendekati seorang wanita di pesta yang diketahui merupakan teman dari salah satu terduga pelaku. Ini menjadi bagian dari konteks sosial yang kami dalami,” tambahnya.

    Meski belum dapat disimpulkan sebagai motif langsung, interaksi sosial ini dianggap relevan dalam membangun kronologi dan motif kejadian.

    Polda NTB menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini untuk menemukan kebenaran di balik kematian Brigadir Nurhadi yang masih menyisakan banyak tanda tanya.

  • Baru Bebas dari Penjara, Eks Sekretaris MA Nurhadi Dijebloskan Lagi ke Lapas Sukamiskin

    Baru Bebas dari Penjara, Eks Sekretaris MA Nurhadi Dijebloskan Lagi ke Lapas Sukamiskin

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sesaat setelah bebas dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025), dini hari.

    Pada Senin (30/6/2025), Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa Nurhadi telah selesai menjalani hukuman pidana penjara atas kasus suap penanganan perkara di MA. Sebelumnya dia telah mendekam di Lapas Sukamiskin sejak 2022.

    Namun, tidak lama setelah bebas, KPK langsung melakukan penangkapan serta penahanan terhadapnya lagi. Kini dia kembali dijebloskan ke lapas tersebut. 

    “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Selasa (1/7/2025). 

    Untuk diketahui, Nurhadi telah berstatus tersangka atas kasus dugaan pencucian uang, saat dia menjalani hukuman pidana atas perkara suap. Dia kini kembali menjalani masa kurungan di lapas tersebut.

    “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak bidana pencucian uang di lingkungan MA,” lanjut Budi.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Nurhadi dijatuhi vonis bersalah dan hukuman pidana penjara pada 2021 atas perkara suap di lingkungan MA. Lembaga antirasuah lalu mengembangkan penyidikan ke arah pencucian uang serta dugaan penerimaan hadiah atau janji ihwal pengurusan perkara mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro. 

    KPK menduga adanya pertemuan antara Nurhadi dan Eddy Sindoro terkait dengan pengurusan perkara dimaksud. Penyidik KPK pun telah berulang kali memanggil Eddy untuk diperiksa ihwal dugaan pemberian gratifikasi kepada Nurhadi.

  • Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa Hukum Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut, penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah
    pelanggaran hak asasi manusia
    (HAM).
    Menurut dia, kasus yang saat ini menimpa kliennya setelah menjalani vonis enam tahun sengaja tidak digabungkan dengan kasus sebelumnya.
    “Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia. Ini gitu loh, karena bagaimanapun juga kan prinsip dasar hukum acara pidana kita itu kan peradilan itu cepat dengan biaya ringan,” kata Maqdir, saat dihubungi melalui telepon, Senin (30/6/2025).
    Maqdir mengaku mendapat informasi Nurhadi ditahan kembali atas dugaan
    tindak pidana pencucian uang
    (TPPU).
    Namun, menurut dia, penangkapan dan penahanan kembali Nurhadi bukan soal kasus baru yang ditemukan KPK, tetapi soal proses hukumnya.
    “Kenapa tidak dilakukan pengadilannya secara bersamaan? Ini ternyata tidak, ini (kasus baru) dipisah sedemikian rupa,” kata dia.
    Maqdir mengatakan, Nurhadi akan ditahan dalam kurun waktu 20-40 hari oleh penyidik KPK.
    Penahanan ini dilakukan setelah Nurhadi akan bebas murni dari Lapas Sukamiskin pada 28 Juni 2025.
    Atas peristiwa ini, Maqdir berencana melaporkan tindakan KPK ke Dewan Pengawas.
    “Kita lapor ke Dewas juga, mudah-mudahan Dewas akan melakukan tindakan kalau kita lapor,” kata dia.
    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya telah menangkap Nurhadi sebelum dinyatakan bebas murni.
    “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
    Budi mengatakan, penangkapan dan penahanan dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari.
    “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” kata dia.
    Nurhadi pernah divonis enam tahun penjara dalam
    kasus suap dan gratifikasi
    penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
    Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
    Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        KPK Tangkap Lagi Eks Sekretaris MA Nurhadi Usai Bebas dari Sukamiskin
                        Nasional

    6 KPK Tangkap Lagi Eks Sekretaris MA Nurhadi Usai Bebas dari Sukamiskin Nasional

    KPK Tangkap Lagi Eks Sekretaris MA Nurhadi Usai Bebas dari Sukamiskin
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) kembali menangkap mantan Sekretaris
    Mahkamah Agung
    (MA) Nurhadi setelah bebas dari lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan, setelah ditangkap, Nurhadi langsung ditahan kembali.
    “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
    Budi mengatakan, penangkapan dan penahanan dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari.
    “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana
    pencucian uang
    di lingkungan MA,” katanya.
    Adapun Nurhadi pernah divonis enam tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
    Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
    Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Minyak Jelantah MBG Dijual, Anggota DPR: Harus Transparan, Hasilnya ke Mana?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juni 2025

    Minyak Jelantah MBG Dijual, Anggota DPR: Harus Transparan, Hasilnya ke Mana? Nasional 27 Juni 2025

    Minyak Jelantah MBG Dijual, Anggota DPR: Harus Transparan, Hasilnya ke Mana?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi IX DPR RI
    Nurhadi
    menyambut baik pemanfaatan
    minyak jelantah
    dari program
    Makan Bergizi Gratis
    (MBG) untuk dijual sebagai bahan
    bioavtur
    karena merupakan salah satu dukungan terhadap
    ekonomi hijau
    .
    Namun, ia mengingatkan, hasil dari penjualan
    minyak jelantah MBG
    itu harus dilakukan secara transparan.
    “Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” kata Nurhadi dalam siaran pers, Jumat (27/6/2025).
    Ia mengingatkan agar pemerintah menjamin kejelasan alur dan tujuan dari hasil penjualan minyak jelantah tersebut.
    Politikus Partai Nasdem itu juga mewanti-wanti agar minyak jelantah bekas MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat.
    Sebab, kata Nurhadi, hal itu sama saja dengan memperlakukan masyarakat rentan sebagai sasaran limbah pangan.
    “Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat.
    Minyak jelantah
    tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” kata dia.
    Ia menyebutkan, langkah penjualan minyak jelantah sejatinya bagus untuk mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau.
    Sebab, dengan dijual menjadi bioavtur, ada manfaat baru yang dirasakan dari minyak jelantah yang sudah digunakan.
    “Jadi ya kita dukung, dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, ya kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi,” kata Nurhadi.
    Di sisi lain, ia mendorong untuk membuat program khusus terkait pengelolaan limbah dari program MBG.
    Menurutnya, MBG adalah program berskala nasional yang kegiatannya berlangsung setiap hari, sehingga berpotensi menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan beragam.
    “Limbah dari dapur MBG itu bukan hanya minyak jelantah. Ada juga sisa makanan, sayur-sayuran yang bisa dijadikan pupuk, sampai sampah plastik dan non-organik yang tak terurai,” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut minyak jelantah dapat ditampung untuk dijual atau diekspor ke pihak-pihak yang membutuhkan bioavtur.
    Sebab diketahui, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menggunakan 800 liter minyak goreng untuk memasak MBG setiap bulan.
    Dari 800 liter tersebut, sebanyak 550 liter atau 71 persen di antaranya menjadi jelantah.
    Menurut BGN, minyak jelantah hasil program MBG dapat dijual kembali untuk bioavtur dengan harga Rp 7.000 per liter.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.