Kebohongan 2 Perwira di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Terungkap Lewat Poligraf
Editor
MATARAM, KOMPAS.com
– Teka-teki tewasnya anggota Bidang Propam Polda Nusa Tenggara Barat (
NTB
), Brigadir Muhammad Nurhadi mulai terungkap.
Nurhadi bukan tenggelam di kolam renang, tetapi ia diduga dibunuh oleh dua atasannya, yakni Kompol YG dan Ipda HC.
Lokasi pembunuhan diduga di sebuah vila kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB pada 16 April 2025.
Saat itu, Nurhadi diajak dua atasannya itu bersenang-senang di vila privat.
Kini, baik YG maupun HC ditetapkan sebagai tersangka. Dua perwira polisi itu juga disanksi pemberhetian tidak dengan hormat.
Dalam perjalan kasus ini, tersangka sempat berdalih
Brigadir Nurhadi
tewas karena tenggelam.
Namun, berdasarkan pendalaman
Polda NTB
, terdapat tanda-tanda penganiayaan di jenazah korban.
Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat mengatakan, tersangka ketahuan berbohong terkait kejadian sebenarnya.
Keduanya tidak memberikan keterangan jujur saat dites menggunakan alat
pendeteksi kebohongan
(poligraf).
“Semua dinyatakan berbohong secara umum,” kata Syarif, Jumat (4/7/2025).
Syarif mengatakan, sudah ada 18 saksi yang dimintai keterangan dalam kasus
tewasnya Brigadir Nurhadi
.
Hasilnya, ada tiga tersangka yang didapat Polda NTB. Selain dua atasan Brigadir Nurhadi, ada satu tersangka wanita berinisial M.
“Kami berkeyakinan ada dugaan (penganiayaan), maka kami naikkan menjadi penyidikan dan penetapan tersangka,” ucap Syarif.
Syarif mengatakan, dua atasan Nurhadi merupakan mantan kasat reskrim.
Oleh karena itu, Polda NTB mendalami kasus tewasnya Brigadir Nurhadi secara hati-hati.
“Kita profesional dan kita lakukan ini secara hati-hati karena yang kita hadapi bukan orang biasa, mantan Kasat Narkoba dan mantan kasat reskrim,” kata dia.
Terhadap tiga tersangka, dikenakan Pasal 351 Ayat 3 dan atau Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juncto Pasal 55, yaitu tentang penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia serta kelainan.
Kasus ini berawal saat korban bersama dua atasannya pergi bersama ke Gili Trawangan dengan tujuan liburan, pada 16 April 2025.
Kemudian, ada dua wanita yang ikut bergabung, yaitu inisial P dan M.
Kelima orang itu berpesta bersama di sebuah vila.
“Dari penjelasannya yang satu mereka (tersangka dan korban) ke sana (Gili Trawangan) untuk
happy-happy
dan pesta,” ucap Syarif.
Belum diketahui secara pasti penyebab Brigadir Nurhadi dibunuh.
Namun sebelum kejadian, korban disebutkan merayu rekan wanita dari salah satu tersangka.
Tidak lama kemudian, Brigadir Nurhadi diberikan obat penenang.
Syarif menduga, telah terjadi penganiayaan dalam rentang waktu 20.00 Wita sampai 21:00 Wita pada hari itu.
Dugaan penganiayaan juga diperkuat hasil ekshumasi pada 1 Mei 2025. Berdasarkan hasil itu, terdapat luka di bagian sekujur tubuh korban.
Syarif mengatakan, meskipun ada tanda-tanda kekerasan, belum ditemukan rekaman kamera CCTV yang merekam aksi para tersangka.
“Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” kata dia.
Jenazah Brigadir Nurhadi pertama kali ditemukan di kolam villa, pada pada 16 April 2025.
Awalnya, disebutkan bahwa korban tewas lantaran tenggelam berdasarkan kesaksian para tersangka.
Polda NTB lantas turun tangan dan berhasil menetapkan dua atasan Brigadir Nurhadi sebagai tersangka pada 18 Mei 2025.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Ada Kebohongan di Balik Tewasnya Brigadir Nurhadi, Tersangkanya Bukan Orang Biasa, 2 Eks Kasat.”
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Nurhadi
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3030141/original/029995900_1579759846-20200123-Tunawisma-Jepang-8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pakar UGM Minta Pemerintah Segera Revisi Standar Garis Kemiskinan RI
Liputan6.com, Yogyakarta – Mempertimbangkan adopsi ukuran paritas daya beli terbaru Bank Dunia atau World Bank menaikkan garis kemiskinan dunia yang menyebabkan sebesar 68,3% atau 194,72 juta jiwa penduduk Indonesia masuk dalam garis kemiskinan. Dosen Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM Nurhadi, mendukung usulan pemerintah yang berencana merevisi garis kemiskinan nasional. “Kalau kita lihat, memang garis kemiskinan yang digunakan saat ini sudah kurang relevan,” kata Nurhadi di Kampus UGM Rabu 25 Juni 2025.
Alasan utama kurang relevan menurutnya yakni pertama, tidak lagi mencerminkan harga-harga aktual di masyarakat, Kedua, karena diperlukan penyesuaian agar data Indonesia kompatibel dengan standar global. Ketiga, karena pendekatan pengukuran kemiskinan yang digunakan selama ini sudah saatnya diperbarui.
Guna merevisi garis kemiskinan nasional ini ia menekankan pentingnya menggunakan Multidimensional Poverty Index (MPI) atau Indeks Kemiskinan Multidimensi yang mengukur kemiskinan bukan hanya berdasarkan pendapatan, tetapi juga berdasarkan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perumahan. Metode ini menurutnya, memberikan gambaran lebih utuh. “Misalnya, ada rumah tangga yang secara ekonomi cukup, tapi akses ke layanan pendidikan dan kesehatan sangat terbatas, mereka seharusnya juga termasuk dalam kategori miskin,” katanya.
Nurhadi menggarisbawahi usulan revisi ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, salah satu kekhawatiran utama adalah potensi lonjakan angka kemiskinan secara statistik. Berdasarkan standar Bank Dunia, jika Indonesia menggunakan kategori lower middle-income country, maka tingkat kemiskinan bisa melonjak hingga sekitar 20 persen, kalau menggunakan upper middle-income country, jumlahnya bahkan bisa mencapai sekitar 60 persen. “Ini bisa menimbulkan persepsi negatif bahwa pemerintah gagal mengurangi kemiskinan. Padahal yang terjadi adalah perubahan standar pengukuran,” katanya.
Nurhadi menyebut ada empat strategi utama yang diusulkan, pertama, penggunaan standar yang moderat. Ia menyarankan agar perhitungan garis kemiskinan ini menggunakan standar lower middle-income country agar angka kemiskinan meningkat secara wajar dan tidak drastis. Kedua, transisi data yang transparan dengan menampilkan data kemiskinan dalam dua versi (garis lama dan garis baru) secara bersamaan agar publik dapat memahami konteks perubahan tersebut. Strategi ketiga, perlu adanya upaya pemerintah melakukan edukasi dan komunikasi publik yang aktif dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kenaikan angka kemiskinan bukan karena memburuknya kondisi perekonomian, melainkan karena adanya perubahan metode pengukuran, yaitu garis ukur dinaikkan untuk mencerminkan realitas yang lebih akurat.
Terakhir, penyesuaian bentuk intervensi kebijakan yakni dengan memisahkan intervensi antara kelompok miskin lama dengan kelompok miskin baru, dimana kelompok miskin baru ini mendapatkan program pemberdayaan, bukan sekadar bantuan konsumtif. Namun menurutnya pemberdayaan sosial harus menjadi pendekatan utama dalam pengentasan kemiskinan. “Kita harus membantu masyarakat untuk bisa membantu dirinya sendiri – helping people to help themselves. Bukan hanya memberikan bantuan, tapi memberikan kapasitas, akses, dan kesempatan agar mereka bisa mandiri,” imbuh Nurhadi.
Dalam konteks ini, Nurhadi menyoroti pentingnya lembaga seperti Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) yang saat ini telah memiliki Rencana Induk Pengentasan Kemiskinan Nasional. Menurutnya integrasi antara pendekatan teknokratis dan politis sangat penting untuk memastikan reformulasi garis kemiskinan berjalan dengan aman dan berdampak nyata. “Revisi garis kemiskinan adalah langkah maju, tapi kita perlu bijak dan cermat dalam menanganinya. Tujuan akhirnya tetap untuk menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih merata,” ujarnya.
-
/data/photo/2025/05/02/6814e465c9fee.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM
Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kuasa Hukum Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut, penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah
pelanggaran hak asasi manusia
(HAM).
Menurut dia, kasus yang saat ini menimpa kliennya setelah menjalani vonis enam tahun sengaja tidak digabungkan dengan kasus sebelumnya.
“Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia. Ini gitu loh, karena bagaimanapun juga kan prinsip dasar hukum acara pidana kita itu kan peradilan itu cepat dengan biaya ringan,” kata Maqdir, saat dihubungi melalui telepon, Senin (30/6/2025).
Maqdir mengaku mendapat informasi Nurhadi ditahan kembali atas dugaan
tindak pidana pencucian uang
(TPPU).
Namun, menurut dia, penangkapan dan penahanan kembali Nurhadi bukan soal kasus baru yang ditemukan KPK, tetapi soal proses hukumnya.
“Kenapa tidak dilakukan pengadilannya secara bersamaan? Ini ternyata tidak, ini (kasus baru) dipisah sedemikian rupa,” kata dia.
Maqdir mengatakan, Nurhadi akan ditahan dalam kurun waktu 20-40 hari oleh penyidik KPK.
Penahanan ini dilakukan setelah Nurhadi akan bebas murni dari Lapas Sukamiskin pada 28 Juni 2025.
Atas peristiwa ini, Maqdir berencana melaporkan tindakan KPK ke Dewan Pengawas.
“Kita lapor ke Dewas juga, mudah-mudahan Dewas akan melakukan tindakan kalau kita lapor,” kata dia.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya telah menangkap Nurhadi sebelum dinyatakan bebas murni.
“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
Budi mengatakan, penangkapan dan penahanan dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari.
“Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” kata dia.
Nurhadi pernah divonis enam tahun penjara dalam
kasus suap dan gratifikasi
penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/21/67b87c2fc0d9a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Minyak Jelantah MBG Dijual, Anggota DPR: Harus Transparan, Hasilnya ke Mana? Nasional 27 Juni 2025
Minyak Jelantah MBG Dijual, Anggota DPR: Harus Transparan, Hasilnya ke Mana?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi IX DPR RI
Nurhadi
menyambut baik pemanfaatan
minyak jelantah
dari program
Makan Bergizi Gratis
(MBG) untuk dijual sebagai bahan
bioavtur
karena merupakan salah satu dukungan terhadap
ekonomi hijau
.
Namun, ia mengingatkan, hasil dari penjualan
minyak jelantah MBG
itu harus dilakukan secara transparan.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” kata Nurhadi dalam siaran pers, Jumat (27/6/2025).
Ia mengingatkan agar pemerintah menjamin kejelasan alur dan tujuan dari hasil penjualan minyak jelantah tersebut.
Politikus Partai Nasdem itu juga mewanti-wanti agar minyak jelantah bekas MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat.
Sebab, kata Nurhadi, hal itu sama saja dengan memperlakukan masyarakat rentan sebagai sasaran limbah pangan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat.
Minyak jelantah
tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” kata dia.
Ia menyebutkan, langkah penjualan minyak jelantah sejatinya bagus untuk mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau.
Sebab, dengan dijual menjadi bioavtur, ada manfaat baru yang dirasakan dari minyak jelantah yang sudah digunakan.
“Jadi ya kita dukung, dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, ya kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi,” kata Nurhadi.
Di sisi lain, ia mendorong untuk membuat program khusus terkait pengelolaan limbah dari program MBG.
Menurutnya, MBG adalah program berskala nasional yang kegiatannya berlangsung setiap hari, sehingga berpotensi menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan beragam.
“Limbah dari dapur MBG itu bukan hanya minyak jelantah. Ada juga sisa makanan, sayur-sayuran yang bisa dijadikan pupuk, sampai sampah plastik dan non-organik yang tak terurai,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut minyak jelantah dapat ditampung untuk dijual atau diekspor ke pihak-pihak yang membutuhkan bioavtur.
Sebab diketahui, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menggunakan 800 liter minyak goreng untuk memasak MBG setiap bulan.
Dari 800 liter tersebut, sebanyak 550 liter atau 71 persen di antaranya menjadi jelantah.
Menurut BGN, minyak jelantah hasil program MBG dapat dijual kembali untuk bioavtur dengan harga Rp 7.000 per liter.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/02/6864dafab179b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/05/28/6836e9e3413c8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2020/06/02/5ed5a64012308.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)