Tag: Ninik Rahayu

  • Kejagung Beberkan Alasan Jerat Direktur JakTV Pakai Pasal Korupsi

    Kejagung Beberkan Alasan Jerat Direktur JakTV Pakai Pasal Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan penerapan pasal tindak pidana korupsi (Tipikor) ke Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam perkara perintangan sejumlah perkara.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatan personal dalam permufakatan jahat bersama pihak lainnya.

    “Kami tadi menjelaskan kepada Dewan Pers yang pertama bahwa perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menambahkan pihaknya tidak mempersoalkan terkait dengan pemberitaannya. Namun, terkait informasi yang direkayasa sehingga menyudutkan pihak korps Adhyaksa.

    Oleh karena itu, Harli menekankan bahwa jajaran kejaksaan tidak anti-kritik terhadap setiap kritik yang dilayangkan oleh masyarakat.

    “Yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahatnya antar pihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Ada rekayasa di situ,” pungkasnya.

    Di samping itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan sepenuhnya perkara yang menyeret Tian Bahtiar ke Kejagung.

    Oleh sebab itu, pihaknya akan terus mendukung setiap proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kejaksaan terkait kasus perintangan ini.

    “Sebagai lembaga penegak hukum terkait penanganan perkara kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari kejaksaan agung untuk menindaklanjuti prosesnya,” tutur Ninik.

    Sekadar informasi, korps Adhyaksa telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara perintangan pada Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Tiga tersangka itu yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); dan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 21 UU RI No.31/1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Politik kemarin, ijazah Jokowi hingga Hasan Nasbi tepis isu mundur

    Politik kemarin, ijazah Jokowi hingga Hasan Nasbi tepis isu mundur

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa politik telah diwartakan oleh pewarta Kantor Berita ANTARA pada Rabu (16/4). Berikut beberapa berita pilihan yang masih menarik dibaca pagi ini.

    1. Jokowi tegaskan tidak memiliki kewajiban menunjukkan ijazah ke TPUA

    ​​​​Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan ijazah ke Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

    “Beliau-beliau ini meminta untuk saya bisa menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya menunjukkan ke mereka,” katanya.

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Anggota DPR minta pemerintah lindungi mahasiswa RI ditahan di AS

    Anggota Komisi I DPR Junico Siahaan meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan seluruh jajaran perwakilan diplomatik Indonesia di Amerika Serikat untuk secara aktif memberikan perlindungan dan memastikan terpenuhinya hak-hak warga negara Indonesia (WNI) dalam menjalani proses peradilan di negara asing.

    “Kami mendesak Kemlu dan KJRI Chicago untuk terus memberikan pendampingan maksimal terhadap WNI kita yang ditangkap di Amerika Serikat. Ini bukan hanya soal kasus hukum perorangan, tetapi menyangkut muruah negara dalam melindungi warganya di luar negeri,” kata Junico dalam keterangannya saat menanggapi soal penahanan seorang mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia di Amerika Serikat (AS).

    Baca selengkapnya di sini.

    3. Pimpinan DPR: Negara tak boleh toleransi dokter yang lakukan asusila

    Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta negara untuk tidak menoleransi setiap tindakan asusila yang dilakukan oleh dokter.

    Hal itu disampaikan Cucun merespons sejumlah kasus yang melibatkan dokter belakangan ini, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), berinisial PAP, di Bandung, serta tindak asusila yang dilakukan seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat.

    Baca selengkapnya di sini.

    4. Dewan Pers dukung program pemberian subsidi perumahan untuk wartawan

    Dewan Pers mendukung program pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk memberikan subsidi hingga 1.000 rumah kepada wartawan.

    Pernyataan itu tertuang dalam Siaran Pers Nomor 7/SP/DP/IV/2025 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Dewan Pers pun memberi perhatian pada kesejahteraan wartawan dan yang bekerja pada ranah pengawasan.

    Baca selengkapnya di sini.

    5. Hasan Nasbi berkantor seperti biasa, tepis isu dirinya mundur

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyebut dirinya berkantor seperti biasa, saat merespons isu yang menyebut dirinya mundur dari jabatannya.

    “Saya masih berkantor seperti biasa,” kata Hasan Nasbi.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dewan Pers dukung program pemberian subsidi perumahan untuk wartawan

    Dewan Pers dukung program pemberian subsidi perumahan untuk wartawan

    Jika hal ini memerlukan peran Dewan Pers, fungsinya hanya akan memberikan verifikasi akhir tentang perusahaan pers tersebut.

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pers mendukung program pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk memberikan subsidi hingga 1.000 rumah kepada wartawan.

    Pernyataan itu tertuang dalam Siaran Pers Nomor 7/SP/DP/IV/2025 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Dewan Pers pun memberi perhatian pada kesejahteraan wartawan dan yang bekerja pada ranah pengawasan.

    “Dewan Pers menghargai perhatian pemerintah yang memberikan bantuan subsidi perumahan kepada wartawan,” kata Ninik dalam siaran pers tersebut yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Dalam hal ini, dia pun menyarankan kepada para pihak yang memerlukan pengajuan secara teknis data-data wartawan agar berhubungan dengan media atau perusahaan pers tempat wartawan bekerja.

    “Semua prosesnya hendaknya memakai skema standar sebagaimana masyarakat yang butuh perumahan pada umumnya,” kata dia.

    Di samping itu, rencana tersebut seyogianya ditempuh melalui mekanisme normal dalam pengadaan perumahan. Misalnya, dengan memberikan diskon yang terbaik dan kredit terjangkau terhadap warga, termasuk di dalamnya wartawan.

    “Jika para pihak memerlukan data media/wartawan, Dewan Pers hanya bisa mengeluarkan setelah ada persetujuan dari organisasi wartawan/organisasi media,” katanya.

    Menurut dia, Dewan Pers tidak akan ikut menyerahkan data 100 nama wartawan pertama yang akan menerima kunci perumahan. Dewan Pers mempersilakan Kementerian Komunikasi dan Digital dan Kementerian PKP untuk menggunakan data sebatas yang tersedia di laman resmi Dewan Pers.

    Ninik Rahayu menilai akan lebih tepat bila Kementerian PKP mengadakan kerja sama subsidi perumahan untuk wartawan dengan cara berhubungan langsung media-media yang ada.

    “Jika hal ini memerlukan peran Dewan Pers, fungsinya hanya akan memberikan verifikasi akhir tentang perusahaan pers tersebut,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dewan Pers Apresiasi Kapolri dan Jajaran Sukses Amankan Mudik Lebaran 2025

    Dewan Pers Apresiasi Kapolri dan Jajaran Sukses Amankan Mudik Lebaran 2025

    Jakarta

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan apresiasi setinggi-setingginya kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo jajaran kepolisian yang telah bekerja keras dalam mengamankan arus mudik dan balik Lebaran 2025. Para personel Polri telah mengorbankan waktu bersama keluarga di Hari Raya Idul Fitri 2025 untuk mengabdi dengan mengamankan jalannya mudik.

    “Selamat kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah berhasil melakukan pengamanan, memberikan rasa aman bagi para pemudik dan arus balik kembali ke Jakarta atau ke daerah di wilayah, di 38 provinsi negara Republik Indonesia kita tercinta,” kata Ninik dalam keterangannya, Jumat (11/5/2025).

    Ninik mengatakan lebih dari 1.300.000 pemudik melakukan perjalanan ke berbagai wilayah. Para pemudik bisa kembali ke kampung halaman dengan lancar.

    Menurut Ninik, pengamanan itu tak terlepas dari kontribusi yang sangat luar biasa dari jajaran aparat keamanan. Hal itu terlihat dari penurunan angka kecelakaan sampai 30%. Capaian ini dinilai memberikan kontribusi yang sangat positif karena bisa menjamin keselamatan dan ketenangan para pemudik.

    “Sekali lagi terima kasih kepada Kapolri dan seluruh jajaran teman-teman kepolisian di pusat maupun di daerah terutama yang bekerja di lapangan, di lantas ya. Selamat bekerja kembali untuk keselamatan warga masyarakat kita,” ujar Ninik.

    Apresiasi terkait penanganan mudik juga sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo Subianto. Prabowo memuji kerja keras petugas di lapangan yang mengatur dan mengamankan arus mudik dan balik Lebaran.

    “Yang lebih memuaskan bagi kita adalah angka kecelakaan yang turun secara drastis, 30 persen lebih rendah kecelakaan dibanding dengan tahun lalu,” imbuhnya.

    Prabowo mengapresiasi kerja keras petugas kepolisian hingga TNI di lapangan. Prabowo mengucapkan terima kasih atas kerja keras para petugas libur Lebaran.

    Para petugas tanpa libur mengatur dan menjaga lalu lintas arus mudik dan balik libur Lebaran. Prabowo mencontohkan petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas saat panas terik.

    “Kementerian Perhubungan, orang libur, dia terus mengawaki pusat-pusat yang penting. Menara bandara tidak boleh berhenti, tidak boleh libur, air traffic control kalau salah, itu musibah yang besar,” ucap Prabowo.

    “Para polisi yang sering dicaci maki sering disalah-salahkan, padahal mereka di terik siang matahari tanpa kita sadar mereka bekerja keras menjaga kita, mengatur lalu lintas,” imbuhnya.

    (knv/hri)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jurnalis Asing Butuh ‘Izin’ Polisi sebelum Liputan di Indonesia, Dewan Pers Buka Suara

    Jurnalis Asing Butuh ‘Izin’ Polisi sebelum Liputan di Indonesia, Dewan Pers Buka Suara

    PIKIRAN RAKYAT – Jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia dinilai ‘dipersulit’ oleh negara. Pasalnya, mereka wajib terlebih dahulu mendapatkan surat keterangan kepolisian (SKK), berdasarkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian terhadap Orang Asing.

    Menanggapinya, Dewan Pers minta peraturan tersebut ditinjau kembali. Menurut Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, penerbitan Perpol 3 Tahun 2025 begitu mengecewakan.

    Hal ini lantaran proses penyusunan peraturan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis, dan perusahaan pers terkait.

    “Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” ujar Ninik, dalam siaran pers, Jumat, 4 April 2025.

    Dewan Pers berpendapat bahwa Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, karena dalam pertimbangannya tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    Perpol ini mengatur tentang pekerjaan jurnalistik, yang mencakup enam kegiatan utama, yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita, yang sudah diatur dalam UU Pers. Dalam hal pengawasan, itu adalah wewenang Dewan Pers, termasuk untuk jurnalis asing.

    Selain itu, UU Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 mengatur izin bagi lembaga penyiaran asing dan jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia, yang menjadi kewenangan Kemkominfo.

    Dewan Pers juga merasa bingung dengan penggunaan rujukan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang sudah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023.

    Pasal 15 ayat (2) menyebutkan bahwa kepolisian memiliki kewenangan untuk mengawasi orang asing di Indonesia dengan koordinasi lembaga terkait, namun tidak mengacu pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 yang mengatur izin masuk WNA, termasuk jurnalis asing ke Indonesia.

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar Ninik Rahayu.

    “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, professional, independent, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” tutur dia menandaskan. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dewan Pers Minta Polri Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Dewan Pers Minta Polri Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    loading…

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan Perpol 3/2025. Foto/Dok SindoNews/Danandaya

    JAKARTA – Dewan Pers meminta Polri meninjau ulang aturan penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan Perpol 3/2025. Sebab, kata dia, penyusunan aturan itu tak melibatkan organisasi wartawan seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis, dan Perusahaan Pers. “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ninik dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Ninik menjelaskan, usulan peninjauan ulang aturan itu didasari atas potensi melanggar UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Padahal, kata dia, Perpol ini mengatur kerja jurnalistik pers seperti mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita sebagaimana diatur dalam UU Pers dan UU Penyiaran.

    “Perpol 3/2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran,” terang Ninik.

    Ninik mengaku bingung pada bagian pertimbangan pembentukan perpol itu lantaran merujuk Pasal 15 ayat (2) UU Polri yang mengatur kewenangan polisi untuk mengawasi orang asing yang berada di wilayah NKRI dengan koordinasi instansi terkait. Padahal, kata dia, Perpol itu tak merujuk UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Ia pun menlai, aturan di perpol tumpang tindih dengan regulasi lain.

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” terang Ninik.

    Di sisi lain, Ninik menilai, keberadaan perpol itu bisa menghambat indepedensi kerja pers meski, aturan itu dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi jurnalis asing.

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi, dan menegakkan kemerdekaan pers,” tegasnya.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho buka suara soal pemberitaan yang mengaitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi jurnalis asing yang bertugas di Indonesia. Pada pernyataan yang beredar sebelumnya disebutkan bahwa SKK menjadi kewajiban bagi jurnalis asing.

  • Dewan Pers Sesalkan Terbitnya Perpol 3/2025: Penyusunannya Tidak Partisipatif

    Dewan Pers Sesalkan Terbitnya Perpol 3/2025: Penyusunannya Tidak Partisipatif

    PIKIRAN RAKYAT – Dewan Pers, lembaga independen yang bertanggung jawab untuk melindungi kehidupan pers dan hak asasi manusia menyesalkan terbitnya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Pasalnya, penyusunan Perpol tersebut tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis, dan perusahaan pers.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menilai penerbitan Perpol tidak partisipatif, padahal peran lembaga atau organisasi pers dalam proses penyusunan peraturan sangat penting mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik. Adapun Perpol 3/2025 mengatur mengenai Surat Keterangan Kepolisian (SKK) yang diwajibkan untuk jurnalis asing dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik di Indonesia.

    “Yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata Ninik dalam siaran pers yang diterima, Jumat, 4 April 2025.

    Dewan Pers juga menyoroti peraturan ini bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    ”Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing,” ujar Ninik.

    “Hal lain sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika atau dengan sebutan lain Kemenkomdigi,” ucapnya melanjutkan.

    Dewan Pers juga mengkritik penggunaan pertimbangan yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang tidak mempertimbangkan pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Hal ini dapat membingungkan dan berpotensi menyebabkan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparat penegak hukum.

    ”Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” tutur Ninik.

    Walau dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan, namun ketentuan ini dapat dimaknai pula sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. Dewan Pers berpandangan Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

    Dewas pers menekankan, prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi, dan menegakkan kemerdekaan pers. Sebagai langkah selanjutnya, Dewan Pers merekomendasikan agar Perpol 3/2025 segera ditinjau ulang.

    “Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ninik.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Pers mendesak peninjauan kembali  Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian terhadap Orang Asing yang salah satu ketentuannya mengatur surat keterangan kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing yang akan meliput di Indonesia.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan penerbitan Perpol 3 Nomor 2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis dan perusahaan pers.

    “Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” ujar Ninik dalam siaran pers, Jumat (4/4/2025).

    Dewan Pers menilai Perpol 3/2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi, yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

    Padahal dalam perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing. 

    Hal lain sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran juncto Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing juncto Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan kewenangan menteri komunikasi dan informatika atau Kemenkomdigi.

    Menurut Dewan Pers, Perpol Nomor 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

    Pada Pasal 15 ayat (2) dinyatakan kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar Ninik Rahayu.

    Walau dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan, lanjut Ninik, tetapi ketentuan dalam perpol tersebut dapat dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. 

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, professional, independent, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” kata Ninik. 

  • Dewan Pers Minta Perpol Izin Liputan Wartawan Asing Ditinjau Ulang

    Dewan Pers Minta Perpol Izin Liputan Wartawan Asing Ditinjau Ulang

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pers menyesalkan penerbitan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan penerbitan Perpol ini seharusnya melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan Perusahaan Pers.

    “Mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata Ninik dalam keteranganya, Jumat (4/4/2025).

    Ninik menuturkan, Perpol ini juga tidak mempertimbangkan UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. 

    Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers.

    Selain itu, Ninik juga melihat Perpol No. 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. 

    Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujarnya.

    Dewan Pers, kata Ninik berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. 

    Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers. “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” tutup Ninik.

    Tujuan Perpol No.3/2025

    Dalam pemberitaan sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Sandi Nugroho, memberikan penyampaian terkait pemberitaan yang mengaitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi wartawan asing yang bertugas di Indonesia. 

    Sandi menjelaskan bahwa Perpol No. 3 Tahun 2025 diterbitkan sebagai tindak lanjut dari revisi Undang-Undang Keimigrasian No. 63 Tahun 2024. 

    Sandi juga mengungkapkan bahwa Perpol ini dibuat dengan berlandaskan upaya preemptif dan preventif dari kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap WNA.

    Hal ini dilakukan dengan koordinasi bersama instansi terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Huruf a, yang bertujuan untuk “mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing.”

    “Perpol ini bertujuan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Warga Negara Asing (WNA), termasuk para jurnalis asing yang sedang bertugas di seluruh Indonesia, misalnya di wilayah-wilayah rawan konflik,” ucap Sandi.

  • Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Jakarta (beritajatim.com) – Dewan Pers mendesak adanya peninjauan kembali atas terbitnya Peraturan Kepolisian Nomor 3 Tahun 2025 (Perpol 3/2025) tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Sikap ini disampaikan lantaran Perpol tersebut dinilai bertentangan Hak Asasi Manusia (HAM).

    “Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, melalui keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Jumat (4/4/2025).

    Ninik menegaskan, Dewan Pers merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers dan untuk memenuhi HAM. Kemerdekaan pers, kata dia, merupakan bagian dari HAM dan unsur negara hukum.

    Terkait terbitnya Perpol 3/2025, yang salah satu ketentuannya mengatur Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing, Dewan Pers menyesalkan hal tersebut. Menurut Ninik, terbitnya Perpol 3/2025 tidak partisipatif lantaran tidak melibatkan sejumlah stakeholder terkait.

    “Menyesalkan penerbitan Perpol 3/2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan Perusahaan Pers, mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata dia.

    Selain itu, Ninik menyatakan secara tegas keberadaan Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Perpol tersebut dinilai tidak mempertimbangkan Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    “Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing,” kata dia.

    Sedangkan untuk izin peliputan di Indonesia bagi lembaga penyiaran asing sudah diatur dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Kemenkomdigi.

    Selain itu, Ninik juga menilai Perpol No. 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait, namun tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Pengaturan

    “Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” tegas Ninik.

    Lebih lanjut, Ninik juga menyoroti alasan yang digunakan untuk penerbitan Perpol 3/2025 ini yaitu untuk memberikan pelayanan dan perlindungan. Namun, kata Ninik, alasan tersebut juga bisa dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis.

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” tutup Ninik. [beq]