Pukat UGM Anggap Penetapan Tersangka Hasto PDI-P Bukan Kriminalisasi
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penetapan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku dinilai bukan sebuah kriminalisasi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zainur Rohman, menilai tidak ada indikasi kriminalisasi dalam penetapan tersangka terhadap Hasto.
Zainur menegaskan, penilaian tersebut merujuk pada penjelasan disampaikan KPK dalam konferensi pers. Ia menyebut, keterangan KPK mengenai kasus ini sangat jelas, termasuk bagaimana tindakan pidana terjadi.
“Saya tidak melihat adanya kriminalisasi dalam perkara ini. Penjelasan dari KPK sangat terang,” kata Zainur dalam program
Kompas Petang
di
Kompas TV
, seperti dikutip pada Rabu (25/12/2024).
Menurut Zainur, KPK pasti memiliki dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka. Ia juga mengingatkan, keabsahan alat bukti dapat diuji melalui forum praperadilan.
“Soal dua alat bukti, itu bisa diuji di praperadilan,” ujar Zaenur.
Terkait dugaan politisasi yang dikaitkan dengan kasus ini, Zainur menganggap isu tersebut berada di ranah politik.
Ia juga menyebut, perbincangan tentang politisasi tidak hanya terjadi saat ini. Ada pihak yang mengaitkan dugaan politisasi dengan peristiwa di masa lalu, termasuk kasus tahun 2020 yang melibatkan merintangi penyidikan (
obstruction of justice
).
“Mungkin ada yang mengatakan politisasi terjadi sekarang, tapi pihak lain juga bisa menyebut politisasi terjadi di 2020,” ucapnya.
KPK sebelumnya menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. Suap diduga diberikan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Penetapan tersangka ini tertuang dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Menanggapi penetapan ini, PDI Perjuangan mengkritik keras langkah KPK, menyebut adanya aroma politisasi hukum. Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDI Perjuangan, Ronny Talapessy, menyoroti pembocoran surat penyidikan kepada media sebelum surat diterima Hasto.
Ronny menduga hal tersebut bertujuan menciptakan simpati publik. Ia juga menuding Hasto ditarget setelah menyuarakan kritik terhadap pemerintah, terutama terkait sikap partai menolak penyalahgunaan kekuasaan.
“Kritik PDI Perjuangan terhadap cawe-cawe kekuasaan di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi salah satu penyebab,” ujar Ronny, Selasa (24/12/2024).
Ia menilai langkah KPK tidak mencerminkan adanya bukti baru yang signifikan dari pemeriksaan selama 2024, sehingga terkesan ada pemaksaan dalam proses hukum.
“Kami menduga ada upaya pemidanaan yang dipaksakan,” kata Ronny.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Nazaruddin
-
/data/photo/2024/10/09/67068f2a893cc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pukat UGM Anggap Penetapan Tersangka Hasto PDI-P Bukan Kriminalisasi
-
/data/photo/2024/12/17/6761438d9c098.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tanggapi Hasto PDIP Jadi Tersangka di KPK, Jokowi: Hormati Proses Hukum Regional 25 Desember 2024
Tanggapi Hasto PDIP Jadi Tersangka di KPK, Jokowi: Hormati Proses Hukum
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden ketujuh RI Joko Widodo merespons status tersangka suap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP)
Hasto Kristiyanto
.
Adapun
Jokowi
merupakan mantan kader PDIP. Ia dipecat per 4 Desember 2024 lalu karena dianggap melanggar kode etik partai dan tak mendukung calon yang diusung PDIP saat Pemilihan Presien 2024.
Menurut Jokowi, semua pihak harus menghormati proses yang sedang berjalan di KPK.
“Hormati seluruh proses hukum yang ada,” ujar Jokowi di Solo, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).
Di hari yang sama, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga menanggapi status Hasto sebagai tersangka suap. Ia menegaskan, penersangkaan Hasto tak ada kaitan dengan dirinya.
Putra pertama Jokowi ini meminta media menanyakan isu tersebut ke KPK.
“Kenapa yang ditanyakan saya. Tanya ke KPK, enggak ada kaitan dengan saya, nggak ada kaitannya,” kata Gibran setelah meninjau perayaan Natal di GBI Keluarga Allah di Solo, Jawa Tengah, Rabu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto sebagai tersangka pemberi suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, suap itu dilakukan bersama-sama dengan calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P tahun 2019, Harun Masiku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO).
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK/00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama-sama Harun masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo menyebut, suap diberikan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel), menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun, operasi itu tidak berjalan mulus karena caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia menolak menyerahkan kursinya dan tidak mau mengundurkan diri.
Hasto kemudian mengendalikan bawahannya, Saeful Bahri dan DTI menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“(Suap) sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” tutur Setyo.
Selain Jokowi, Gibran juga dipecat PDIP. Alasannya hampir sama. Keduanya, tidak mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung PDIP.
Pemecatan Jokowi tertuang dalam dalam Surat Keputusan (SK) nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditetapkan pada 14 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Hasto sebagai Sekjen.
Sementara pemecatan Gibran tertuang dalam SK nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditetapkan pada 4 Desember 2024.
Beberapa hari setelah pemecatan itu, Hasto diumumkan sebagai tersangka suap oleh KPK.
Artikel ini telah tayang di
Tribunnews.com
dengan judul ”
Jokowi dan Gibran Respons Hasto Kristiyanto PDIP Jadi Tersangka KPK, Wapres Sebut Tak Ada Kaitan
”
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Selain Sekjen PDIP, KPK Turut Cegah Eks Menkumham Yasonna Laoly ke Luar Negeri – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selain mencegah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (HK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut melarang mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) bepergian ke luar.
“Bahwa pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang Warga Negara Indonesia yaitu YHL dan HK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).
Hasto dan Yasonna dicegah bepergian ke luar negeri dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Perkara itu merupakan pengembangan dari kasus eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buronan.
“Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut. Keputusan ini berlaku untuk enam bulan,” kata Tessa.
Yasonna Diperiksa sebagai Saksi
Yasonna sempat diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus ini pada Rabu (18/12/2024).
Yasonna mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait surat yang disampaikannya selaku ketua DPP PDIP bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan ke Mahkamah Agung (MA) dan data perlintasan Harun Masiku.
“Penyidik sangat profesional ya menanyakan sesuai dengan posisi saya sebagai ketua DPP kemudian posisi saya sebagai menteri hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku itu saja,” ucap Yasonna usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Yasonna sebagai ketua DPP PDIP mengirimkan surat ke MA untuk meminta fatwa mengenai PAW anggota DPR yang meninggal dunia.
Diketahui, kasus suap yang menjerat Harun Masiku bermula dari meninggalnya anggota terpilih Fraksi PDIP di DPR dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I Nazaruddin Kiemas yang mendapat 34.276 suara pada Pileg 2019.
Lantaran telah meninggal dunia, suara Nazaruddin Kiemas dialihkan ke Riezky Aprilia yang berada di urutan kedua.
Dengan demikian, Riezky mendapat 44.402 suara dan mendapat kursi DPR.
Namun, DPP PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas.
“Kami minta fatwa, saya tanda tangani permintaan fatwa, karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal. Kapasitas saya sebagai ketua dpp. Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57,” ujar Yasonna.
Menjawab surat Yasonna tersebut, MA menyatakan supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih.
Selain soal surat ke MA, Yasonna dicecar penyidik mengenai perlintasan Harun Masiku.
Diketahui, Yasonna yang saat itu menjabat sebagai menkumham sempat menyatakan Harun Masiku berada di luar negeri.
Namun, dalam pemberitaan media saat itu, Harun diketahui telah kembali ke Indonesia.
“Yang kedua ya adalah kapasitas saya sebagai menteri saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku,” tutur Yasonna.
Dalam pengembangan kasus Harun Masiku, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan PAW anggota DPR periode 2019–2024.
Selain kasus itu, Hasto juga ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Hasto disebut membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun.
Dua juga diduga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tidak hanya itu, Hasto disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
-

9 Fakta Hasto Kristiyanto Tersangka Suap KPU hingga Perintahkan Harun Masiku Rendam HP lalu Kabur
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka terkait kasus Harun Masiku. Sekretaris jenderal PDI Perjuangan itu belum ditahan meski sudah resmi diumumkan sebagai tersangka.
Surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan KPK soal penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka sempat beredar di kalangan wartawan, Selasa (24/2024) pagi. Pada sorenya, KPK baru membuat pernyataan resmi, mengumumkan Hasto tersangka.
KPK menyatakan penetapan Hasto sebagai tersangka berdasarkan hasil ekspose atau gelar perkara pada Jumat (20/12/2024). KPK menemukan bukti keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku, politisi PDIP yang masih buron.
Berikut fakta-fakta Hasto Kristiyanto tersangka:
Kasus Menjerat Hasto Kristiyanto
KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam dua kasus. Pertama, Hasto tersandung kasus suap kepada komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.PDIP saat itu merekomendasikan Harun Masiku menggantikan Nazaruddin Kiemas. Mestinya ia diganti oleh Riezky Aprilia, caleg suara terbanyak kedua dari dapil sama dengan Nazaruddin.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta.
Hasto diduga berupaya keras agar Harun Masiku jadi anggota DPR lewat mekanisme PAW, dengan memerintahkan anak buahnya menyuap KPU lewat seorang komisionernya, Wahyu Setiawan. Sebagian uang suap itu berasal dari Hasto.
“Ada upaya Hasto untuk memenangkan Harun Masiku,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Perintangan Penyidikan Harun Masiku
Kedua, Hasto Kristianto (HK) menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau menghalangi upaya KPK dalam menyidik Harun Masiku dalam perkara suap proses PAW anggota DPR. Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku merendam hand phone-nya dan kabur.KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 di Jakarta dan berhasil menciduk beberapa orang terkait kasus tersebut. Namun, Harun Masiku (HM) lolos.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir yang biasa digunakan sebagai kantor untuk menelepon HM dan memerintahkan supaya merendam HP dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo Budiyanto.
KPK sempat menjadwalkan pemeriksaan Hasto pada 10 Juni 2024. Namun, pada 6 Juni 2024, Hasto disebut memerintahkan anak buahnya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponselnya dalam air agar tidak disita KPK.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ungkap Setyo.
Ikhtiar Keras Hasto Loloskan Harun Masiku
KPK mengungkapkan sebagian uang untuk menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan agar memuluskan PAW anggota DPR Nazaruddin dengan Harun Masiku, berasal dari Hasto Kristiyanto.Hasto menempuh berbagai upaya agar Harun Masiku jadi anggota DPR, seperti meminta fatwa Mahkamah Agung, mengirim orang untuk membujuk Rieky agar mau diganti dengan Harun. Menahan surat pelantikan Riezky sebagai pengganti Nazaruddin, hingga meminta Riezky mundur.
Hasto kemudian memutuskan menyuap KPU lewat Wahyu Setiawan. Ia menyuruh anak buahnya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah memberi sejumlah uang kepada Wahyu dan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
“Sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari HK,” ucap Setyo.
KPK memperbarui surat DPO Harun Masiku, yang buron sejak 2020. Dalam surat tersebut, KPK mencantumkan empat foto Harun Masiku terbaru dengan berbagai gaya. – (Istimewa/-)
Besaran Uang Suap Hasto Kristiyanto
KPK mengungkapkan Hasto bersama Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan senilai 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 683 juta. Uang itu diberikan melalui Saeful Bahri dan Donny Tri kepada Wahyu. Agustina juga dapat bagian.“Hasto Kristiyanto bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap saudara Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” kata ketua KPK saat mengumumkan Hasto Kristiyanto tersangka.
Hasto Dicegah ke Luar Negeri
Hasto belum ditahan meski sudah tersangka. KPK sudah mengajukan permohonan ke Imigrasi agar Hasto dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.“Akan menyulitkan apabila dia berada atau ke luar negeri,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur, Selasa (24/12/2024).
Alasan KPK Baru Jerat Hasto
Nama Hasto Kristiyanto sudah lama dikaitkan dengan kasus Harun Masiku. Hasto juga pernah diperiksa KPK. Tetapi, KPK beralasan baru sekarang menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka karena baru menemukan alat bukti yang cukup.“Baru sekarang (ditetapkan tersangka), ini karena kecukupan alat buktinya,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.
-

Kronologi Penetapan Hasto Kristiyanto Tersangka Kasus Suap Harun Masiku
loading…
KPK menetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka kasus suap kepada Wahyu Setiawan, Anggota KPU periode tahun 2017-2022. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan, Anggota KPU periode tahun 2017-2022. Selain Hasto, advokat PDIP Donny Tri Istiqomah juga ditetapkan sebagai tersangka.
“Atas perbuatan saudara HK tersebut KPK selanjutnya melakukan ekpos dan lain-lain dan akhirnya menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor Sprindik,” kata ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers, Selasa (24/12/2024).
“Dengan uraian penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan HK bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota KPU periode 2017-2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio F terkait penetapan Anggota DPR RI terpilih 2019-2024,” sambungnya.
Adapun kronologi kasus ini diawali ketika Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, ketika para kandidat yang diusung PDIP bertarung di Dapil I Sumatera Selatan. Suara terbanyak saat itu dikantongi Nazaruddin Kiemas, akan tetapi yang bersangkutan meninggal dunia sebelum pemungutan suara digelar.
Seharusnya, pengganti Nazaruddin adalah Riezky Aprilia yang memperoleh 44.402 suara (terbanyak kedua), sedangkan Harun Masiku hanya memperoleh 5.878 suara. Namun dalam hal ini, ada upaya dari Hasto agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazaruddin sebagai Anggota DPR terpilih melalui upaya Judical Review ke Mahkamah Agung (MA).
“Saudara HK mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Agung tanggal 24 juni 2019. Menandatangani surat nomor 2576/ex/dpp/viii/2019 tgl 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan Judicial Review,” lanjut Setyo.
Akan tetapi, setelah keluarnya putusan MA, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Hal itu membuat Hasto meminta fatwa kepada MA.
Di saat KPU menolak melaksanakan putusan Mahkamah Agung, Hasto mengambil langkah-langkah lain, termasuk meminta Riezky Aprilia untuk mundur agar posisinya digantikan Harun Masiku. Bahkan Hasto mengirimkan utusannya menemui Riezky di Singapura untuk kembali meminta mundur, namun hal itu ditolak oleh yang bersangkutan.
-
/data/photo/2024/12/24/676ac4fc14e25.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PDI-P Duga KPK Tuduh Hasto Rintangi Penyidikan untuk Tutupi Motif Politik Nasional 24 Desember 2024
PDI-P Duga KPK Tuduh Hasto Rintangi Penyidikan untuk Tutupi Motif Politik
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPP
PDI-P
Ronny Talapessy menduga, pasal perintangan penyidikan yang juga digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat
Hasto Kristiyanto
hanyalah formalitas.
Tuduhan perintangan penyidikan atau
obstruction of justice
(OOJ) itu dinilai untuk menutupi motif politik dibalik penetapan tersangka Hasto Kristiyanto.
“Dugaan kami pengenaan pasal
Obstruction of Justice
hanyalah formalitas teknis hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik,” ujar Ronny di Kantor DPP PDI-P, Selasa (24/12/2024).
Upaya kriminalisasi ini tidak terlepas dari sikap Hasto yang lantang menentang penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran konstitusi di Indonesia,
Sikap tegas juga ditunjukkan Hasto dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan memecat Presiden ke-7 Joko Widodo dari keanggotaan partai karena dianggap melanggar konstitusi.
“Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe, penyalahgunaan kekuasaan atau
abuse of power
di penghujung kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo,” kata Ronny.
“Bahkan, sikap tegas ini baru terjadi minggu lalu ketika partai mengambil sikap yang tegas dengan memecat antara lain tiga kader yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pemberi suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, suap itu dilakukan bersama-sama dengan calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P tahun 2019, Harun Masiku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO).
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK/00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama-sama Harun masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo menyebut, suap diberikan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel), menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun, operasi itu tidak berjalan mulus karena caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia menolak menyerahkan kursinya dan tidak mau mengundurkan diri.
Hasto kemudian mengendalikan bawahannya, Saeful Bahri dan DTI menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“(Suap) sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” tutur Setyo.
Karena perbuatannya ini, Hasto disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/12/24/676ac4fc14e25.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka KPK, PDI-P Janji Bersikap Kooperatif Nasional 24 Desember 2024
Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka KPK, PDI-P Janji Bersikap Kooperatif
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPP
PDI-P
Ronny Talapessy memastikan seluruh jajaran partai, termasuk
Hasto Kristiyanto
akan bersikap kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Ronny sebagai tanggapan atas penetapan tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK karena diduga terlibat kasus suap yang dilakukan Harun Masiku.
“PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu mentaati proses hukum dan bersifat kooperatif,” ujar Ronny di Kantor DPP PDI-P, Selasa (24/12/2024).
Komitmen tersebut sejalan dengan cita-cita PDI-P untuk menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang adil dan transparan.
“PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Namun, yang terjadi saat ini adalah politisasi hukum,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pemberi suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, suap itu dilakukan bersama-sama dengan calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P tahun 2019, Harun Masiku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO).
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK/00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama-sama Harun masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo menyebut, suap diberikan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel), menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun, operasi itu tidak berjalan mulus karena caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia menolak menyerahkan kursinya dan tidak mau mengundurkan diri.
Hasto kemudian mengendalikan bawahannya, Saeful Bahri dan DTI menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“(Suap) sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” tutur Setyo.
Karena perbuatannya ini, Hasto disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/12/24/676ac4fc14e25.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PDI-P Sebut Kasus Harun Masiku Sudah Inkrah, Tak Ada Bukti Keterlibatan Hasto Nasional 24 Desember 2024
PDI-P Sebut Kasus Harun Masiku Sudah Inkrah, Tak Ada Bukti Keterlibatan Hasto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPP
PDI-P
Ronny Talapessy menilai temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal keterlibatan
Hasto Kristiyanto
dalam kasus suap yang dilakukan Harun Masiku terkesan dipaksakan.
“Kami menduga ada upaya pemidanaan yang dipaksakan/ kriminalisasi mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan sepanjang tahun 2024,” ujar Ronny di Kantor DPP PDI-P, Senin (24/12/2024) malam.
Ronny menerangkan, kasus suap itu sudah berkekuatan hukum tetap. Sejumlah terdakwa sudah menjalani hukuman, walaupun Harun Masiku belum belum tertangkap.
Selain itu, selama proses persidangan di pengadilan hingga tingkat kasasi, tidak ada bukti yang mengarah kepada keterlibatan Hasto Kristiyanto.
“Kasus suap Harun Masiku telah bersifat
inkracht
(berkekuatan hukum tetap) dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman,” kata Hasto.
“Seluruh proses persidangan mulai dari pengadilan tipikor hingga kasasi tidak satu pun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDI Perjuangan dengan kasus suap Wahyu Setiawan,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pemberi suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, suap itu dilakukan bersama-sama dengan calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P tahun 2019, Harun Masiku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO).
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK/00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama-sama Harun masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo menyebut, suap diberikan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel), menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Namun, operasi itu tidak berjalan mulus karena caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia menolak menyerahkan kursinya dan tidak mau mengundurkan diri.
Hasto kemudian mengendalikan bawahannya, Saeful Bahri dan DTI menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“(Suap) sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” tutur Setyo.
Karena perbuatannya ini, Hasto disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kasus Harun Masiku, KPK Turut Seret Tangan Kanan Hasto Kristiyanto
Jakarta, Beritasatu.com – Tak hanya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menetapkan Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka. Donny yang disebut sebagai tangan kanan atau orang kepercayaan Hasto menjadi tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
“Penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara HK selaku Sekjen PDIP dan DTI selaku orang kepercayaan HK,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Dalam kasus ini, Hasto bersama Donny diduga menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Suap diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Diungkapkan Setyo, Hasto diduga mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap ke Wahyu, mulai dari perencanaan hingga penyerahan uang.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap saudara Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar sebesar Singapura$ 19.000 dan Singapura$ 38.350 pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” bebernya.
Soal kasus ini, kasus Harun Masiku bermula ketika Nazaruddin Kiemas selaku anggota DPR terpilih dari PDIP pada dapil Sumatera Selatan I dengan perolehan 34.276 suara pada Pileg 2019 wafat.
Suara Nazaruddin lalu dialihkan ke Riezky Aprillia pada urutan kedua karena yang bersangkutan memperoleh 44.402 suara serta berhak memperoleh kursi DPR. Sementara itu, Harun Masiku hanya memperoleh 5.878 suara.
“Bahwa seharusnya yang memperoleh suara dari Nazaruddin Kiemas adalah Riezky Aprillia. Namun, ada upaya dari HK untuk memenangkan saudara Harun Masiku,” tutur Setyo Budiyanto.
Upaya-upaya tersebut, antara lain Hasto mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Selain itu, dia diduga meminta Riezky untuk mengundurkan diri.
“HK secara paralel mengupayakan agar saudara Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti oleh Harun Masiku. Namun upaya tersebut ditolak oleh Riezky Aprilia,” ungkap Setyo.
Hasto disebut juga sempat menyuruh Saeful Bahri untuk menemui Riezky di Singapura agar yang bersangkutan mundur. Lagi-lagi, Riezky disebut menolaknya. “Bahkan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh HK dan meminta Riezky untuk mundur setelah pelantikan,” ujar Setyo.
Oleh sebab itu, Setyo mengungkapkan Hasto Kristiyanto bersama-sama dengan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah (DTI) selaku tangan kanannya memutuskan untuk menyuap Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat sebagai komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR.
